“Oke, ini dia tempatnya.”
“Oooh~ tempat yang cukup
menakjubkan!”
Setelah selesai makan siang di
restoran, Alisa menyeret Masachika ke toko kue yang cukup terkenal di kalangan
wanita. Toko tersebut cukup strategis dengan tidak ada bangunan lain di sekitarnya,
dan dekorasi tokonya didominasi dengan warna putih dan hijau muda yang indah.
“Selamat datang~.”
Sambutan resepsionis yang cerah
terdengar saat Ia membuka pintu. Kursi untuk pelanggan berbaris di bagian
depan, sementara di sisi kiri dipajang dengan kue berbagai warna. Masachika
mempunyai firasat dari nada Alisa kalau dia berniat tidak membungkusnya dan
membawanya pulang, melainkan dia berniat langsung memakannya di tempat.
Masachika melirik sekilas ke area dalam toko untuk melihat apa masih ada kursi
yang kosong … dan kemudian Ia tertegun ….
(Yah
… sudah kuduga, semua pelanggan yang ada di sini adalah wanita.)
Jika dilihat sekilas, sebagian
besar orang yang datang duduk dan menikmati kue di toko pada siang hari
biasanya terdiri dari para mahasiswi dan ibu-ibu muda. Memang, ada kursi kosong
yang tersedia, tapi … rasanya masih sedikit menakutkan jika Ia langsung
menerobos ke sana. Tapi Alisa tidak menyadari konflik batin Masachika dan melihat-lihat
deretan kue yang dipajang dengan mata berbinar-binar. Masachika tidak punya
pilihan selain mengikutinya, tapi ….
(Tunggu
… kue yang ada di etalase ini harganya 700 yen? Mahal sekali!?)
Mau tak mau, Masachika
memelototi label harga yang ditampilkan saat melihat-lihat kue yang dipajang.
Jika dilihat dari dekat, ada banyak kue yang berkilauan seperti perhiasan, dan
rata-rata harga mereka semua sekitaran 500 yen atau lebih. Daftar minuman yang
ditulis di papan tulis juga lebih dari 600 yen.
(Sebenarnya,
aku bahkan tidak perlu datang ke sini untuk … membeli kue yang mahal, kan?
Mungkin harganya bervariasi dari tokonya, tapi aku merasa kalau ada beberapa
toko yang bisa menjualnya dengan
setengah harga ….)
Uang yang dihabiskan untuk
kue-kue ini lebih dari sekadar porsi makan normal, dan hati Masachika mulai merasa
ragu.
“Kuze-kun, apa kamu sudah
membuat pilihanmu?”
“Hah? Ah, ya ….”
Masachika menjawab Alisa dengan
anggukan kepalanya. Lagipula, aku akan
memesan kue cokelat dan es kopi saja, begitulah pikir Masachika ….
kemudian Ia hampir meragukan pendengarannya setelah mendengar rentetan pesanan
Alisa.
“Ah, aku mau pesan kue spons
mentega, kue cokelat dan kue tar sayur, ohh crepe mille dan krim cheesecake
juga, untuk minumannya, aku memilih latte.”
Itu
bukanlah porsi yang bisa dihabiskan satu orang, ‘kan …?
Masachika langsung bergidik
ngeri. Tidak, seseorang tidak bisa tertipu dengan jumlah kuenya. Terlebih lagi
dengan pilihan minumannya, itu buruk, sangat buruk sekali.
Alisa tidak bermaksud
menetralisir kadar gula sama sekali, dan hanya mendengar pesanannya saja akan
membuat siapa pun merasa merinding. Senyum karyawan yang menerima pesanannya
juga terlihat sedikit berkedut saat mendengar pesanan Alisa.
“Dan kamu sendiri bagaimana,
Kuze-kun?”
“Ah, iya …. Aku cuma ingin
kue coklat ini dan es kopi.”
“Hmm…? Kamu cuma memesan satu
saja? apa itu cukup buatmu?”
“….. Lebih dari cukup.”
Alisa menatapnya dengan wajah
keheranan.
Tidak,
biasanya satu saja sudah cukup, ‘kan? Dan paling banyak cuma dua, ‘kan?. Masachika
diam-diam menggumamkan itu dalam hati dan mengangguk kepalanya.
Segera setelah itu, pelayan
menyerahkan nampan yang berisikan kue pesanan dan minuman mereka … dan tentu
saja, mereka tidak bisa memuat gelas di atas nampan yang sudah berisikan 5 kue,
sjadi nampan Masachika berisi dua gelas.
(Jadi
itu melebihi batas kapasitas dalam satu nampan, ya ….?)
Namun, Alisa tidak keberatan
dan berkata kepada Masachika, “Apa kamu
bisa membawakan minumanku juga?” dan menuju ke kursinya. Pengunjung wanita
di toko tersebut menatap tercengang ke arah Alisa, entah itu karena
kecantikannya atau karena jumlah kue yang dibawanya. Kurasa mungkin karena kedua-duanya, pikir Masachika.
“Umm, jadi …. Bersulang~?”
“… Bersulang.”
Saat mereka berdua duduk di
kursi kosong yang tersedia, mereka mendentangkan gelas mereka dengan lembut dan
mulai menikmati kue dengan garpu.
“Mmm, enak.”
Ia tidak tahu apa itu karena
harganya yang sesuai, tapi kue coklat yang dipesan Masachika meleleh di
lidahnya, meskipun kemanisannya tidak bisa Ia toleransi. Kue lezat ini akan membuat
siapa pun merasa kenyang dan puas …, tapi Alisa yang duduk di depannya,
terus-menerus meletakkan kue itu ke dalam mulutnya.
(Perutku
sudah merasa mulas hanya dengan melihatnya makan sebanyak itu ….)
Alisa mencicipi satu gigitan
dari masing-masing lima kue secara berurutan, dan kemudian senyum penuh
kebahagiaan menghiasi wajahnya. Walaupun senyum di wajahnya sangat indah dan
menghibur siapa pun yang melihatnya. Hanya menatapnya saja sudah meninggalkan
rasa manis di mulut seseorang.
Tetapi apa yang akan dipikirkan
Alisa saat Masachika memandangnya seperti itu. Dia berkedip saat menyadari
kalau Masachika sedari tadi menatapnya, lalu menatap kue di hadapannya dan
tersenyum jahat. Masachika yang memandang senyum itu mendapat firasat buruk.
“Kamu mau mencobanya?”
Firasatnya langsung menjadi
kenyataan. Untuk beberapa alasan, Alisa tampaknya sangat agresif hari ini.
Alisa lalu memotong kue dan
kemudian mengulurkan tangan dengan garpu untuk mencoba memberikannya kepada
Masachika. Wajah Masahika berkedut, dan meski pemandangan gadis-gadis kampus
dan para mamah muda di sekelilingnya terasa menyakitkan, jika Ia menolak sekarang,
damage-nya bakal lebih parah lagi.
Oleh karena itu, Ia menyerah untuk menolaknya dan membuka mulutnya.
Kemudian, sambil berusaha untuk
tidak menyentuh garpu, Masachika membuka mulutnya dan mengambilnya, mengunyah kue
itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Rasanya enak.”
Kue yang dimakannya terlalu
legit, tapi tentu saja, Masachika takkan mengatakannya dengan keras. Kemudian,
saat Ia ingin melanjutkan memakan porsinya sendiri ….
“Jadi, apa kamu mau mencoba
semua kue yang ada di nampan ini?”
Alisa terus melanjutkan serangannya!
Menurut situasi, tidak peduli bagaimana Ia memikirkannya, Masachika akan
menerima lima serangan glukosa berturut-turut!
Masachika membuka mulutnya
dalam situasi apa pun, dan Alisa memberinya kue satu per satu. Sederhananya,
rasanya manis. Terlalu manis. Manisnya sangat legit ….
(Kalau
dipikir-pikir lagi, aku pernah secara tidak langsung memaksanya memakan makanan
pedas ….)
Jadi
ini yang dinamakan karma, ya, pikirnya.
Ia diam-diam memakan kuenya
sembari memikirkan itu. Di hadapan Masachika, Alisa bergumam.
【Я Очень Счастлив】 (Aku sangat senang).
Dia tersenyum bahagia dari
lubuk hatinya dan bergumam begitu.