Keesokan harinya, Kiyokawa tidak masuk sekolah karena demam.
Mungkin kebetulan, tetapi karena kejadian kemarin. Aku pikir itu terkait dengan diriku.
Jika dia terlalu banyak berpikir sampai dia terkena demam, mungkin yang terbaik adalah menjaga jarak darinya untuk sementara waktu.
Saat aku melakukan percakapan ini dengan Kurumizaka-san dan Rinka melalui smartphoneku selama waktu istirahat, aku menerima pesan dari Kiyokawa.
[Sepulang sekolah. Bisakah kamu datang ke rumahku? Aku ingin berbicara denganmu ‘hanya kita berdua’ …]
Kiyokawa, sepertinya dia sudah mengambil keputusan tentang sesuatu.
Secara alami, aku menjawab, “Baiklah”.
Setelah itu, aku menghabiskan sisa pelajaran dan istirahat makan siang untuk memikirkannya sampai aku lupa bahwa sekarang waktunya pulang.
Sepulang sekolah …
Sebelum mengunjungi rumah Kiyokawa, aku mampir ke toserba untuk membeli minuman energi untuknya. Lalu, pergi ke rumahnya.
“……”
Aku membiarkan pikiranku yang tak henti-hentinya mengambil alih dan terus menggerakkan kakiku dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah berada di depan rumah Kiyokawa.
Aku menarik napas dalam-dalam dan menekan interkom pintu.
Tak lama kemudian, aku mendengar suara tegang Kiyokawa menjawab, “I-Iya……”
“Ini aku, Ayanokouji.”
“Ugh! T-Tunggu sebentar!”
Setelah beberapa reaksi yang tidak biasa dan menggemaskan, pintu terbuka.
Kiyokawa muncul di sana, mengenakan piyama merah muda dengan kompres di dahinya.
Dia membiarkan rambut perm bob-nya terlihat.
Mungkin, karena efek demam. Pipinya terlihat lebih merah dari biasanya. Dan juga, aku bisa melihat matanya sedikit bengkak. Terlebih lagi, suasana yang terpancar dari tubuhnya juga terlihat kurang bersemangat.
“Um, apa kau baik-baik saja?”
“I-Iya! Demamku tidak terlalu tinggi. Umm, kamu boleh masuk.”
“O-Oke.”
Aku menerima kata-katanya dan masuk ke rumah.
Tapi, ada yang salah dengan Kiyokawa. Dia tampaknya sedikit bingung.
Dia juga mengatakan bahwa Ibunya sedang pergi bekerja.
Aku naik ke kamar Kiyokawa dan duduk di dekat meja mini. Di sisi lain.. Kiyokawa, dia duduk di seberangku.
“Um, Kiyokawa-san. Jika itu membuatmu sulit. Kau bisa tiduran di kasurmu, oke? Atau mungkin, lebih baik aku pulang.”
“T-Tidak apa-apa. Demamku tidak terlalu parah. Jadi, aku baik-baik saja.”
“Begitu.”
Kiyokawa pasti telah memutuskan bahwa kita perlu bicara dan mengundangku ke rumahnya.
Tapi, aku tidak tahu harus mulai dari mana. Jadi, aku hanya menundukkan kepala.
Untuk memulai percakapan, aku mengeluarkan minuman olahraga yang baru kubeli dari toserba, lalu menyerahkannya padanya.
“Ah, ambil ini.. Kiyokawa-san.”
“Makasih, um.. maaf merepotkanmu.”
Aku menyerahkan minuman padanya.
Saat aku menyerahkannya, ujung jari Kiyokawa dan milikku sedikit bersentuhan.
“――――!”
Tersipu seketika, Kiyokawa menarik tangannya kembali dengan kecepatan luar biasa.
Minuman olahraga, yang belum diambil, jatuh ke meja mini
“Ki-Kiyokawa-san? Ummm.”
“A-Apa kamu mau membuatku…… hamil dengan menyentuh tanganku?”
“H-Hah?”
Dia memeluk dirinya sendiri seolah-olah untuk melindungi dirinya sendiri dan kemudian meneriakkan sesuatu yang mengerikan.
“Sulit dipercaya! Kamu menargetkan seorang gadis lemah!”
“Apa yang kau pikirkan? Aku hanya ingin menyerahkan minuman ini.”
“Tapi, kamu menyentuh tanganku, bukan?”
“Itu hanya sentuhan biasa, kau tahu? Lagian, yang kusentuh itu hanya ujung jarimu!”
“T-Tolong berhenti membuatku gugup!”
“Bahkan jika kau mengatakan itu..!”
“Astaga! Itu sebabnya Senpai seperti Ayanokouji!”
“Apa maksdumu dengan itu? Kau membuat nama keluargaku seperti kata umpatan.”
“……”
“……”
Setelah sedikit kebisingan, datang lagi adegan keheningan.
Kiyokawa berwajah merah berbalik dan menggosok ujung jarinya saat dia mengerang, “Uuu……”
Jika aku melihat lebih dekat, aku bisa melihat air mata di matanya. ……Apakah ini salahku?
Saat aku diam, tidak tahu harus berkata apa atau melakukan apa, Kiyokawa mulai mengoceh.
“Kamu tidak bisa menertawakan orang, kan?”
“……Tentang apa?”
“Kazu…… Ayanokouji-senpai pernah memberitahuku. Sehari setelah patah hati, dia demam dan terbaring di tempat tidur sepanjang hari.”
“Ah, itu saat aku berumur lima tahun.”
“Memang. Sebenarnya, aku menertawakannya saat itu. Aku berpikir, ‘Bagaimana bisa seorang pria demam hanya karena dia dicampakkan?’..”
“Aku baru berumur lima tahun. Mau bagaimana lagi, kan.”
“Fufu, aku tahu.”
Kiyokawa tersenyum tidak percaya.
Dari cara dia baru saja mengatakan. Aku tahu itu, dia sendiri telah mengalaminya.
Dan itu yang buruk, yang lebih buruk.
“Ah, maafkan aku. Aku lupa menawarkan minuman kepada Ayanokouji-senpai.”
“Tidak apa-apa. Kau tidak perlu memaksakan diri.”
Menghiraukan kata-kataku, Kiyokawa berdiri dengan tangan di atas meja mini.
Dan ketika dia mengambil langkah untuk berjalan ke pintu kamar.
“Uh――――”
Tubuhnya yang lemah karena demam mendadak kehilangan keseimbangan.
Melihat itu, aku langsung berdiri dan berjalan ke arahnya secepat mungkin.
Entah bagaimana, aku berhasil sebelum Kiyokawa jatuh.
“….. Ayanokouji-senpai?”
“Seperti yang kupikirkan, kau memaksakan diri.”
Kiyokawa, menempel di dadaku, menatapku dengan mata yang memiliki cahaya lemah di dalamnya.
Napas yang keluar dari mulutnya hangat dan kasar. Jelas bahwa dia tidak baik-baik saja.
“Maafkan aku. Aku hanya merasa sedikit lemah.”
“Ya, kau harus istirahat. Kalau begitu, aku akan pulang.”
Aku mengatakan itu, tetapi untuk beberapa alasan, Kiyokawa tidak ingin melepaskanku.
Dia meremas area dada seragamku dengan kedua tangan dan menekan dahinya ke dadaku.
“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu.”
“Apa?”
“Sebelumnya, aku sudah pernah memberitahumu, kan? Aku pernah mengatakan bahwa Ayanokouji-senpai mirip dengan temanku ……. Jadi, pikiranku menganggapmu adalah Kazu bahkan tanpa informasi yang sebenarnya.”
“Awalnya, kau bilang kita benar-benar bertolak belakang. Kau memperlakukanku seolah-olah aku seorang pakboy.”
“Itu hanya …… kesalahpahaman. Siapa pun pasti akan salah paham kalau dia melihat seseorang membawa dua gadis kemana-mana.”
Aku tidak membawa mereka berkeliling. Jika ada, akulah yang dibawa berkeliling.
“Apa kamu sudah membaca ……, My Web-Game’s Friend My Boyfriend?”
“Ah, aku sudah membacanya….”
Tertunduk, aku hanya bisa melihat kepala Kiyokawa dan tidak bisa melihat ekspresinya.
Namun, aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya melalui sentuhan.
Beberapa saat yang lalu, masih ada sedikit suasana ceria, meski canggung.
Tapi, sekarang benar-benar berbeda.
Tanpa ragu, Kiyokawa akan melangkah ke inti masalah.
“Aku menyukaimu.”
“――――!”
Kata yang digumamkan itu hanyalah permulaan.
Kiyokawa mengangkat kepalanya dan mengarahkan matanya yang indah dan sedikit lembab ke arahku.
“Aku suka, aku sangat menyukaimu. Aku tidak bisa menahan perasaan ini lagi. Aku sangat menyukai Kazu.”
Dia tidak meninggikan suaranya, tetapi hanya mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
“Tapi aku sudah benar-benar menyerah, tahu? Kazu punya Rin dan dia juga punya pacar di dunia nyata……. Tapi, aku tidak tahu Kazu yang asli. Jadi, aku bisa memisahkan keduanya. Kazu berada di dunia yang berada di luar jangkauanku…….”
Tangan Kiyokawa, yang mencengkeram seragamku, dipenuhi dengan kekuatan.
“Tapi saat…… dia muncul di depanku, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Ya, aku sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan Rinka-senpai. Setelah aku mengetahui identitas asli Kazu, aku merasakan begitu banyak gairah yang membuatku sulit dipercaya. Lalu, ketika aku menyadari kenyataan. AAAH, aku tahu aku tidak bisa bersama Kazu.”
“……”
“Aku tahu. Ayanokouji-senpai tidak tertarik dengan gadis, selain Rinka-senpai.”
Itu benar …
Itu sebabnya, aku bisa menganggap Kiyokawa sebagai teman dengan perasaan yang tulus.
“Ayanokouji-senpai …”
“……Apa?”
“Aku menyukaimu.”
Ini adalah pengakuan yang singkat dan tulus.
Dia menatap lurus ke arah mataku.
Melihatnya begitu tulus. Aku memutuskan untuk melihat ke arahnya langsung dan memberikan jawabanku.
“Maaf. Aku tidak bisa menerima…… perasaanmu, Kiyokawa-san.” kataku, dengan suara selembut mungkin.
Mungkin…… ada pilihan untuk menerima pengakuan Kiyokawa. Selama Rinka mengizinkannya, jalan itu pasti ada. Mungkin ada masa depan dimana aku bisa membuat Rinka dan Kiyokawa bahagia.
Tapi tetap saja, orang yang aku suka… orang yang aku cinta hanyalah Rinka.
Sama seperti Rinka yang mencintaiku, aku juga mencintai Rinka.
Mulai sekarang……….TIDAK, aku ingin bersama Rinka sampai aku mati.
Aku membawa semua pikiran yang meluap dari setiap bagian dari permukaan sampai penantang di lubuk hatiku keluar dan menaruh ke dalam pandanganku dan menghadapi mata lembab indah miliknya secara langsung.
Kiyokawa menggerakkan bibirnya, yang sedikit gemetar dan bergumam, “A-Aku tahu itu ……”
Dia menatapku lagi, seolah dia masih merasa belum bisa menyerah.
“Bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan?”
“Ya, tentu.”
“Kalau kamu mengetahui identitas asliku sebelum Rinka-senpai mengetahuinya….. apa kamu mau pacaran denganku?”
Pertanyaannya sangat jelas.
Bahkan aku, seorang pria tumpul, bisa mengerti kata-kata seperti apa yang dia cari.
Tapi, tetap saja.
Aku harus memberitahunya.
“Mungkin …… tidak, aku tidak mau.”
“……!”
Matanya melebar dan Kiyokawa akhirnya menyatukan kedua tangannya.
Katakanlah aku bertemu Kiyokawa sebelum aku bertemu Rinka.
Dan katakanlah Kiyokawa menyatakan perasaannya padaku.
Aku yakin aku akan terlalu khawatir tentang Rin untuk mengangguk.
Tentu saja, aku tidak dapat menyangkal kemungkinan bahwa aku akan mengembangkan rasa suka padanya setelah berinteraksi dengan Kiyokawa.
Tapi aku akan tetap pada perasaanku, memahami bahwa itu hanya akan menyakiti Kiyokawa.
“….. Ayanokouji-senpai memiliki kepribadian yang jauh lebih lurus daripada yang terlihat, bukan?”
“Apa kau meremehkan penampilanku?”
“Bukan itu maksudku. Hanya saja…… kamu memiliki wajah yang sepertinya mudah terombang-ambing oleh emosi.”
“Apa-apaan itu?”
Saat aku mengatakan itu dengan pasrah, Kiyokawa memberiku senyum yang bermasalah.
Lalu dia menyelinap menjauh dariku.
Setelah itu, dia mengubah senyumnya menjadi senyum lembut yang biasa dia tunjukkan kepada orang lain.
“Terima kasih sudah mau mendengarkanku. Aku merasa jauh lebh baik sekarang setelah aku mengeluarkan semua perasaanku.”
“…. Begitu.”
Seolah suasana rapuh beberapa saat yang lalu adalah kebohongan, Kiyokawa tenang dan tidak terpengaruh.
Tapi, itu mungkin hanya sekedar akting. Secara intuitif, aku merasa bahwa senyumnya terdistorsi.
“Yup, aku sudah merasa baikkan. Jadi, kamu boleh pulang. Makasih juga untuk minuman energinya.”
“…… Kiyokawa-san.”
“Aku baik-baik saja. Jadi, Ayanokouji-senpai bisa pergi. Kalau tidak, aku akan….!”
Dalam sekejap mata, senyum yang dia kenakan di wajahnya hancur.
Tanpa sepatah katapun, aku segera membalikkan punggungku.
Instingku mengatakan bahwa aku tidak boleh melihatnya.
“Ayanokouji-senpai.”
“……”
“Terima kasih atas kebaikan hatimu. Dan, tolong jaga Rin… tidak, maksudku.. Rinka-senpai.”
“Ya.”
Aku menjawabnya tanpa menoleh ke belakang.
Tapi, aku bisa mendengar isak tangisnya.
Kiyokawa benar-bemar tidak ingin aku melihat ke belakang.
Yang perlu kulakukan sekarang adalah mengambil langkah dan berjalan.
Hanya terus berjalan.
Hingga aku tak bisa lagi mendengar suaranya, yang kini sudah basah oleh tangisan――――
Setelah meninggalkan rumah Kiyokawa, aku berjalan menyusuri lorong apartemen dan menuju tangga menuju lantai pertama.
Terlepas dari kenyataan bahwa itu sudah berakhir, aku masih berjuang dengan pernyataanku.
Aku merasa bahwa aku menolaknya dengan sangat menyakitkan.
Tidakkah ada cara lain yang lebih nyaman untuk mengatakannya……, atau dengan kata lain, cara yang lebih lembut untuk mengatakannya?
Bukankah ini sama saja menyakiti Kiyokawa?
Meskipun dia bilang bahwa dia merasa baikkan. Tapi, kupikir dia menahan dirinya sendiri karena aku di depannya?
Aku sangat khawatir bahwa aku tidak bisa menjernihkan pikiranku sama sekali.
Kenapa aku, hanya seorang gamer nerd belaka, malah menimbulkan masalah?
Aku menuruni tangga dengan langkah berat, merasakan sesuatu yang mirip dengan penyesalan.
“…… Kazuto-kun.”
Tepat ketika itu, aku melihat Rinka di bawah tangga. Sepertinya, dia baru pulang dari sekolah, aku bisa melihatnya masih mengenakan seragam sekolahnya.
Aku segera melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang lain di sekitar.
“Rinka, kau di sini?”
“Mn, aku memutuskan untuk datang ke sini.”
“Begitukah.”
Segera setelah aku menuruni tangga, Rinka membawaku ke naungan apartemen.
Apartemen ini dikelilingi oleh dinding luar. Jadi, tidak perlu khawatir dengan orang lain yang melihat kita.
“Itu …… Apa yang terjadi, di sana?”
Rinka bertanya dengan agak ragu.
Tidak mengherankan bahwa dia khawatir tentang hal itu.
“Pacarku …. tidak, Istriku yang aku sayangi hanya satu dan itu kamu, Rinka.”
Aku berani mengubah kata dari pacar menjadi Istri.
Mendengar itu dari mulutku, Rinka tersenyum lembut…
Namun, ekspresi lembutnya berubah menjadi kegelapan.. seolah-olah dia merasa bersalah.
“Rinka?”
“…Kazuto-kun, aku benar-benar wanita terburuk, merasa lega karena Kouhaiku di tolak.”
“Itu tidak benar! Bagaimanapun, aku ini pacar Rinka.”
“…. Suamiku, kan?”
“Ah, ya. Aku suami Rinka.”
Bahkan dalam situasi ini, Rinka masih mengoreksi kata-kataku.
Dalam sekejap, ketegangan yang kurasakan tadi menghilang dan aku mendapati diriku merasa lega.
“Aku sudah menduga bahwa Kazuto-kun hanya memilihku karena kamu itu orangnya tulus. Tapi, di sisi lain. Aku juga ingin Ayane bahagia.”
“Mn, aku mengerti. Tapi tetap saja, satu-satunya gadis yang aku cinta adalah Rinka..”
“Kazuto-kun……”
Dari suasana muram ini, Rinka sepertinya merasa bersalah.
Aku merasakan hal yang sama.
Tidak peduli apa yang kulakukan untuk memperbaikinya, itu tidak mengubah fakta bahwa aku menolak perasaan Kiyokawa.
“Kamu mengkhawatirkan Ayane, kan?”
Rinka sepertinya merasakan ini dari ekspresiku. Dia berjalan ke arahku dan berbicara dengan lembut.
“Ya, benar. Tapi, kurasa aku tidak pantas untuk melakukan itu.”
“Sama di sini. Tapi, aku yakin Ayane akan baik-baik saja.”
“……”
“Aku tidak tahu pertukaran seperti apa yang kalian berdua lakukan. Tapi, aku yakin kamu membuat pilihan yang tepat.”
“…… Menurutmu begitu, ya..”
“Mnm.”
Seolah menyemangatiku dalam kesusahanku, Rinka dengan lembut menggenggam tanganku.
Saat itu, aku ingat kata-kata terakhir Kiyokawa yang dia ucapkan kepadaku sebelum aku meninggalkan rumahnya.
‘Terima kasih atas kebaikan hatimu. Dan, tolong jaga Rin… tidak, maksudku.. Rinka-senpai.’
Dia gadis yang luar biasa, masih mau mendoakan kebahagiaan orang lain setelah dirinya ditolak.
Jika aku berada di posisi Kiyokawa, aku tidak tahu apakah aku bisa mengatakan hal yang sama.
“……”
Saat ini, aku bisa merasakan kehangatan tangan Rinka.
Tugasku di sini adalah untuk terus menggenggam tangannya ini.
Aku bersumpah. Aku akan menjaga dan melindungi gadis yang ada di sisiku ini sampai hari dimana maut memisahkan kita.
Ini adalah tugas yang paling penting dan berharga dalam hidupku.
Dan itulah yang diinginkan Kiyokawa juga.
* * *
Keesokan harinya sepulang sekolah. Aku dipanggil ke ruang kelas di gedung sekolah lama.
…. Tentu saja, orang yang memanggilku adalah Kiyokawa.
Beberapa hari yang lalu dia tidak masuk sekolah karena demam dan hari ini dia kembali berangkat sekolah seperti biasa.
Apakah dia pulih hanya dalam satu malam?
Aku pernah mendengar bahwa kecepatan pemulihan dari patah hati bervariasi dari setiap orang. Tapi, kupikir hanya satu malam cukup cepat.
Apalagi aku juga mengatakan sesuatu yang tidak harusnya aku katakan saat menolaknya.
Tidak mengherankan jika dia membenciku. ……kan?
Ini mungkin kemungkinan yang sangat tidak mungkin. Tapi, Kiyokawa mungkin mencoba membalas dendam dengan memanggilku ke tempat yang tidak populer.
…. Tidak, kau terlalu memikirkannya Kazuto!
“Huh dia masih belum datang.”
Aku bersandar di bingkai jendela dan menatap kosong ke pintu masuk kelas.
Dan, saat itulah …..
Tiba-tiba, terdengar suara dari loker di sudut kelas.
Aku berjalan ke arah loker dan mengetuknya.
“Aku di dalam.”
Suara seorang gadis kecil yang imut datang dari dalam loker. Tapi…… serius?
Awalnya.. aku ragu untuk membukanya atau tidak. Tapi akhirnya, aku memutuskan untuk membuka loker.
Seperti yang kuduga, orang yang bersembunyi di balik loker ini adalah seorang gadis imut dengan wajah yang familiar bagiku. Gadis itu adalah Kiyokawa Ayane, anggota ke-3 dari grup Idol ‘Star☆Mines’. Dan, untuk beberapa alasan dia tersenyum bahagia.
“……Apa yang kau lakukan di dalam loker ini, Kiyokawa-san?
“Fufu, apa kamu terkejut?”
“Aku sangat terkejut. Aku sangat terkejut sampai lupa bagaimana caranya terkejut.”
“Benarkah? Kejutannya sukses besar.”
Kiyokawa tersenyum manis dan keluar dari loker, membuat suara berderak.
Dari apa yang kulihat, dia tidak tampak depresi.
Sebaliknya, dia bertindak polos dan bahagia.
Namun, ketika aku melihat lebih dekat, aku melihat bahwa matanya merah dan sedikit bengkak.
Ketika aku melihat ini, aku merasakan sakit yang mengencang di dadaku.
“Ayanokouji-senpai? Ada apa?
“Tidak …… itu ……”
“Ah, apa kamu mengkhawatirkanku? Aku baik-baik saja, aku sudah melupakannya.”
Kiyokawa menyunggingkan senyum paling cerahnya sambil mengacungkan jempol.
…… Dia tidak terlihat seperti sedang memaksakan diri. Jadi, sepertinya tidak ada kebohongan dalam kata-katanya.
“Sebaliknya, Ayanokouji-senpailah yang masih mengkhawatirkan soal itu.”
…. Yah, aku hanya sedikit khawatir.”
“Aku mengerti. Tapi, kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”
“Eh?”
“Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku sudah melupakannya. Eee, siapa pun hanya bisa menyerah setelah ditolak dengan kekuatan seperti itu. Tapi, itu menyegarkan, bukan? Itu seperti iblis yang menghancurkan impian dan harapanku.”
“…… Aku tahu itu, kau masih menyimpannya, bukan?”
Aku tidak bisa menyembunyikan kebingunganku pada nada suaranya, seolah-olah dia sedang berbicara tentang kenangan indah.
Aku mengira Kiyokawa akan tertekan. Jadi, aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi.
“Sebenarnya, aku ….. menangis sepanjang malam. Aku cemburu pada semua pasangan di dunia dan melampiaskannya pada novel yang aku tulis tentang menghancurkan dunia lain dalam satu malam.”
Kiyokawa tersenyum geli. Lagipula, dia tidak memaksakan diri.
“……Mm itu, Kiyokawa-san……”
“Terima kasih, Ayanokouji-senpai.”
“Huh?”
Kenapa dia, berterima kasih padaku?
Aku bertanya-tanya dan aku menoleh untuk menghadapinya, tetapi apa yang kulihat adalah Kiyokawa memiliki senyum lembut di wajahnya yang menunjukkan penerimaannya.
“Berkat kamu, aku bisa terus maju tanpa ekspektasi yang berlebihan. Aku sangat berterima kasih untuk itu.”
“Itu ……”
“Kalau kamu menolakku dengan setengah hati dan lembut, aku yakin itu akan membuatku bingung secara emosional. Itu sebabnya, lebih baik di tolak dengan tegas, lalu menangis dengan sekuat tenaga untuk meluapkannya.”
Apakah ada cara seperti itu?
Aku tidak pernah ditolak. Jadi, aku tidak bisa membayangkannya.
Aku pernah mendengar bahwa wanita lebih tahan terhadap patah hati daripada pria.
Pria cenderung menahan patah hati di masa lalu, tetapi wanita lebih baik dalam move on atau semacamnya……..
Entahlah, aku juga tidak tahu.
Mungkin Kiyokawa itu spesial.
Pengalaman menjadi Idol populer mungkin memperkuat mental Kiyokawa……?
“Ah, aku ingin memperjelas satu hal, kamu tidak menganggapku tidak menarik, kan?”
“Tentu saja. Aku hanya tertarik dengan Rinka. Tapi jika itu pria lain, dia akan menerima pengakuanmu tanpa ragu-ragu.”
“Fufu, itu pasti. Tapi, Ayanokouji-senpai pengecualian. Biasanya, bahkan jika seseorang sudah punya pacar, jika seorang Idol mengaku padanya, dia pasti akan menerimanya.”
Tapi, pacar yang dimaksud juga seorang Idol lho.
“Senpai, kamu harus menjadi dirimu sendiri. Tidak peduli apa yang terjadi, kamu harus memprioritaskan perasaan Rinka-senpai.”
“Ya.”
“Pada akhirnya, bukan otak atau fisik yang mendefinisikan. Tapi, hati … Tidak peduli seberapa rasional dirimu, selama kamu manusia, kamu akan selalu membuat pilihan yang dipengaruhi oleh emosimu.”
Pernyataan Kiyokawa memiliki bobot tertentu. Ini pentingnya menjadi Idol populer.
“Banyak orang mengatakan ini. Manusia benar apa adanya. Namun, orang yang mengatakan hal-hal indah seperti itu menyakiti orang lain tanpa menyadarinya. Itu karena mereka percaya bahwa cara berpikir mereka adalah yang paling benar dan memaksakan cara berpikir itu pada orang lain.”
“……Apakah aku salah satu dari orang-orang itu?”
“Tidak sama sekali. Yah, bagiku kamu tidak seperti yang kusebutkan tadi. Dalam kasus Ayanokouji-senpai, kamu menerima segala sesuatu tentang orang lain. Baik wajah bertopeng dan wajah asli……. dan itu secara tidak sadar.”
“Pertama, orang yang berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan mereka, tergantung pada situasinya”, Kiyokawa menambahkan itu, lalu dia mengoceh lagi.
“Itu sebabnya, aku merasakan kebahagiaan yang tak tertandingi ketika aku bertemu seseorang yang bisa membuatku menunjukkan identitas asliku tanpa rasa khawatir kepadanya.”
Ini mungkin mengacu pada Rinka…… dan dirinya sendiri.
Secara khusus, Idol harus memperhatikan persepsi publik. Dengan kata lain, akan ada banyak kesempatan untuk berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirimu.
“Jadi, Ayanokouji-senpai. Tolong, hargai perasaanmu sendiri. Dan tolong jangan biarkan dirimu disesatkan oleh informasi yang berlebihan dari kehidupan nyata dan terima Rinka-senpai apa adanya.”
“……”
Tampaknya bagiku ada semacam implikasi dalam cara dia mengatakannya.
Saat aku mencoba menanyakan apa maksudnya, Kiyokawa tersenyum cerah.
“Jadi, bisakkah kita berteman lagi?”
“Emm…?”
“Hubungan canggung yang kita miliki sekarang tidak terlalu baik, bukan? Itu akan membuat Rinka-senpai dan Nana-senpai merasa tidak nyaman. Atau lebih tepatnya, aku tidak menyukainya. Aku sedih harus menjauh darimu, padahal aku sudah bersusah payah untuk bisa menjadi temanmu.”
Kiyokawa mengatakan hal seperti itu dengan senyum di wajahnya.
Aku menganggukkan kepalaku, tidak bisa menggelengkan kepalaku pada pernyataan seperti itu.
“Terima kasih. Itu artinya, kita bisa memulai kembali hubungan kita sebagai teman tanpa keberatan.”
“Kau benar.”
“Oh, iya. Kalau dipikir-pikir banyak hal telah terjadi di sini, kan!? Seperti, mengobrol di dalam game tanpa menyadari identitas satu sama lain…………”
Saat dia berbicara dengan nostalgia, Kiyokawa melihat sekeliling kelas. Aku mengikuti sudut pandangnya dan melihat-lihat sekeliling kami.
Di tempat inilah, semuanya di mulai.
“Ah, sejujurnya.. Aku hampir menyadarinya bahwa Aaya-san itu Kiyokawa-san.”
“Hm? Ah, aku juga berpikir begitu. Tapi, kupikir itu hampir mustahil untuk menjadi kenyataan.”
…. Aku juga.
Aku bahkan tidak bisa membayangkan Idol yang terkenal elegan itu temanku di dalam game.
“Yah, banyak hal yang terjadi di antara kita. Tapi, sekarang kita bisa menjadi teman.”
“Ya, kau benar. Aku dan Kiyokawa-san berteman.”
Mungkin percakapan ini adalah ritual Kiyokawa sendiri dari…… caranya untuk melupakannya.
Entah bagaimana rasanya seperti itu bagiku saat aku melihat wajahnya yang berseri-seri yang tampaknya puas dengan segalanya.
“Ah, satu hal lagi. Senpai, bisakah kamu berhenti memanggilku seperti orang asing? Tolong jangan panggil aku dengan ‘-san’..”
“Baiklah, Kiyokawa.”
“Terima kasih. Mulai sekarang, aku akan memanggil Ayanokouji-senpai, P*rn-okouji-senpai.”
“Oka――――bukankah itu aneh? Kau pasti mengolok-olokku.”
“Tapi, itu benar ‘kan?”
“Jangan bercanda denganku. Kiyokawa yang mesum, dasar gadis HS yang mesum.”
“Aku bukan――― aku salah satunya.”
“Uwah, kau membenarkannya. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Aku pikir dia akan menyangkalnya dengan mengatakab ‘Aku bukan gadis mesum!’. Jadi, aku sedikit bingung.
“Karena aku tahu bahwa Ayanokouji-senpai tidak akan membenciku meskipun kamu sudah mengetahui sisi lain dari diriku. Itu sebabnya, aku bisa melepas topengku di depanmu.”
Itu bukan ekspresi dari seorang Idol yang di kenal para penggemarnya.
Kiyokawa mengucapkan kata-kata itu dengan senyum murni yang khas dari gadis seusianya.
Mau tak mau aku terkesiap saat merasakan sesuatu yang misterius di wajahnya.
Namun, saat berikutnya, wajah Kiyokawa berubah menjadi senyum nakal.
“Kamu seharusnya senang. Dengan kata lain, aku memercayai Ayanokouji-senpai seperti aku memercayai anggota Star☆Mines.”
“Kau melihatku dari atas, ya. Apa kau lupa kalau aku Senpaiku?”
“Fufu. Tidak, aku belum melakukannya. Aku mengatakan itu karena aku mengerti bahwa kamu adalah Senpaiku..”
Kiyokawa memiliki senyum nakal yang tidak khas dengan karakternya.
Ini adalah ekspresi terbuka yang akan kilihat suatu hari nanti.