Hari yang panjang itu kini telah berakhir.
Jam keenam telah selesai dan sekarang saatnya untuk… pergi.
Para siswa mulai pergi ke rumah atau kegiatan klub.
Beberapa dari mereka juga melihat ke arahku. Bukan untuk mengajakku pulang bersama atau bergabung dengan klub.
Melainkan karena penasaran.
Aku seorang penyendiri
Cukup mudah untuk dipahami bukan?
Mereka tertarik antara hubunganku dengan Tachibana.
Setelah kejadian pagi itu, aku melewati Tachibana di koridor.
Tachibana berkata dengan suara kecil, hampir seperti bisikan, “Di kelasmu sepulang sekolah.”
Rupanya, dia mengerti niatku.
Hari itu sepertinya tidak terlalu mengganggu jika kauu mengabaikan kejadian itu.
Oke, kembali ke masa sekarang.
Berpura-pura seolah menunggu sesuatu dan menunggu orang pergi.
Hanya beberapa detik setelah orang terakhir pergi, Tachibana memasuki kelas seolah-olah itu adalah hal yan paling wajar untuk dilakukan.
Seperti biasa, dia sangat manis.
Tapi itu tidak penting sekarang.
Tujuanku sekarang adalah untuk memutuskan hubunganku saat ini dengan dia.
Itu sebabnya aku tidak terpikat olehnya.
Aku hanya bisa melihatnya sedikit seperti itu.
“Maaf, aku tidak memikirkan perasaanmu.”
Hah, permintaan maaf?
Yah… dia bukan orang jahat.
“Tidak apa-apa jika kau mengerti. Sekarang, bagaimana dengan “membalas budi” yang kau bicarakan tadi?.”
Akan akan langsung ke intinya.
Semakin cepat kita sampai di sana, semakin cepat kita akan pergi.
Tachibana melihat ke arahku, mungkin menebak apa yang akan kutanyakan.
Tidak terlalu menawan sekarang, tapi cukup lucu.
“Buatkan makan siang untukku besok”
“…Makan siang?”
“Oh, bukan yang mewah. Roti dan susu bisa. Itulah harga atas bantuan kemarin.”
“…Tidak. Itu masih belum cukup. Coba minta lainnya juga.”
“Tidak. Jika aku meminta lagi, keseimbangan antara pinjam meminjam akan hilang. Kita berdua ingin menyelesaikan hubungan sesegera mungkin kan?.”
Saat aku menjawab, Tachibana sedikit gelisah.
Itu terlalu manis, tidak peduli bagaimana kau melihatnya.
Beralih dari kesan dingin, kekanak-kanakan ini.
Gadis ini benar-benar sempurna.
“…Biarkan aku memutuskan apa yang akan kuberikan padamu. Aku tidak bisa hanya memberimu roti dan susu.”
“Hah? Tidak tapi…”
“Jika kau tidak setuju, silahkan minta lebih banyak. Aku tidak berpikir menerimanya sebaliknya, dan tidak berpikir itu menggangguku.
“…Hmm?
Kata-katanya cukup mengejutkan.
Aku yakin dia ingin segera mengakhiri hubungannya dengan seseorang sepertiku.
Lagi pula, kita sangat berbeda kan?
“…Benar juga. Tachibana-san. Jadi… berapa?”
Aku mengulurkan tangan kananku sambil mengatakan itu.
Melihat tindakanku, Tachibana hanya memiringkan kepalanya, terlihat bingung.
Itu terlalu manis…
Aku akan gila, hentikan saja, tetap tenang.
“…Ada apa dengan tangan itu?”
“Tachibana-san berkata untuk membayarku kembali kan? Jadi, berapa? Berapapun akan kuterima.”
“Aku tidak memberi dalam bentuk uang. Itu terlalu membosankan.”
“Kalau begitu beri aku sesuatu yang kau beli, aku ingin melupakan ini.”
“Bukan itu yang aku inginkan. Aku ingin memberimu imbalan nyata.”
Brengsek…
Gadis cantik yang peduli dengan hal-hal sederhana.
“Dan aku tidak tahu apakah kau akan menyukai apa yang kubelikan untukmu.”
“Aku pasti akan menyukai apa yang akan dibelikan Tachibana-san untukku.”
“Aku tidak bisa mempercayaimu.”
…Tidak.
Lagipula gadis cantik ini cukup keras kepala.
Jika kau terus berdebat, kau hanya akan membuang waktu dan energi saja.
Bahkan, dia hanya akan semakin keras kepala.
“… Baiklah, besok pagi, aku akan menerima langsung dari Tachibana-san kan?”
“…Ya”
Tachibana mengatakan itu dengan senyum yang sangat memuaskan.
Senyum indah melampaui senyum yang pernah kulihat sebelumnya.
Sial… Ini berbahaya untuk mataku.
Aku merasa seperti sekarang aku mengerti perasaan anak itu kemarin.
Jika kau dapat melihat wajah seperti itu, pria mana pun akan langsung jatuh cinta.
“Lalu, Kusuba-san. Sampai jumpa besok.”
“Ah… ya… sampai jumpa besok.”
Sekali lagi, seperti di pagi hari, dia berjalan keluar kelas.
“Sampai jumpa besok.”
Kata-kata yang tanpa sadar aku ulangi membuat jantungku berdebar.
Namun, sebagai orang yang tenang, aku segera menenangkan diri.
Aku baru saja menjawab karena kami telah berjanji untuk bertemu bersama.
Itu hanya salam, tidak lebih, tidak kurang.
Aku tidak berharap banyak.
Harapan hanya menciptakan kekecewaan dan frustrasi.
Seperti itulah aku.
Saat makan siang besok, aku akan menerima makanan dari Tachibana.
Itulah kenyataan dari apa yang kuharapkan.
Nah… Ada juga yang lain.
Mungkin aku beruntung melihat senyum Tachibana.