Atap sekolah, dalam banyak kasus, terlarang. Baik di SMP maupun SMA.
Tidak terkecuali SMA Kuze, biasanya siswa tidak bisa masuk. Itu triknya, biasanya.
“Yosh!”
Gadis di depanku berseru sambil membuka kunci.
Clang. Pintu terbuka dengan mudah. Pemandangan di depanku menyebar, langit biru yang mempesona dan matahari yang bersinar. Angin kering terasa nyaman, dan dengan itu, keletihanku dari kelas hilang.
“Seluas biasanya–” dia meregangkan tubuh.
“Semua berkat kunci rahasia. Bisakah kau mengembalikannya sekarang?”
“Ya, ya.”
Click. Kuncinya berdenting saat gadis berambut pendek, Hiura Aki, melemparkan kunci itu tanpa menoleh ke arahku. Aku menangkapnya dengan hati-hati dan memasukkannya ke dalam sakuku.
Tln : Hiura Aki, gadis rambut pendek yang ada di ilustrasi
“Hei, lebih berhati-hatilah. Jika hilang dan seseorang menemukannya, kita akan berada dalam masalah,” caciku
“Nah, kamu tidak perlu khawatir,” Hiura meyakinkan dengan acuh tak acuh.
Dia memeriksa sekitar sedikit sebelum dia duduk. Caranya menyilangkan kakinya membuat yang ada dibalik rok pendeknya nyaris terlihat.
“Jangan lihat.” Dia mengerutkan kening.
“Kalau begitu jangan biarkan aku melihat.”
“Aku seksi, bukan?”
“Lebih ke sensitif.”
“Ini, sekilas saja.”
“Hentikan!”
Menyedihkan.
Jika aku harus memberikan deskripsi singkat tentang teman nomor satuku, Hiura Aki, itu adalah “Gadis jantan berjiwa bebas”.
Agar lebih mudah dipahami, kebalikan dari Yuzuki, bukan, Minato.
Blak-blakan dan terus terang, aku menghargai bagaimana sikapnya tetap sama, tidak peduli dengan siapa dia berbicara. Namun, dia juga seperti ini di depan para guru dan senior, banyak juga yang tidak senang dengannya.
Singkatnya, merepotkan. Yah tidak ada yang tersisa untuk dikatakan kecuali aku ulangi lagi, jadi itu saja. Aku akan mencoba menekankan poin kuatnya.
“Tapi bagaimanapun, kau tidak akan berkeliling melakukan itu kan?” Aku bertanya kembali.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku punya legging. Di Sini.” Tangannya meraih roknya.
“Bukankah aku baru saja mengatakan hentikan?!”
Untuk anak SMA yang sehat, celana legging dan paha saja sudah cukup! Dan aku tidak mengatakan apanya yang cukup!
Biasanya, dia orang yang suka membantu… Tapi sebenarnya, selain kepribadiannya, Hiura cukup mengagumkan untuk seorang gadis SMA.
Bagaimanapun, dia sangat atletis. Terlepas dari citranya yang mungil, dia adalah yang teratas dalam pendidikan jasmani wanita di tahun ajaran kami. Dia adalah satu-satunya gadis yang berpartisipasi dalam lomba lari estafet putra di festival olahraga tahun lalu.
Tidak, itu salahnya “Relay Serius Perwakilan Kelas Pria” berubah nama menjadi “Relay Serius Perwakilan Kelas Pria dan Wanita yang Tidak Membeda-bedakan”.
Tln : Agak aneh tapi, yah inggrisnya juga begitu
Berdasarkan kecepatan larinya, dia lebih rendah dari anak laki-laki, tapi operan tongkatnya berada di level lain. Faktanya, tujuh pria plus Hiura lebih cepat dari delapan pria.
“Namanya mengatakan ‘Serius’ tetapi tidak membiarkan orang sepertiku bermain? Bagaimana bisa itu serius?”, kata-kata bijak legendaris yang diucapkan Hiura saat itu masih diwariskan hingga saat ini. Selain kemampuan fisiknya, ia memiliki keterampilan atletik yang luar biasa. Itu adalah Hiura Aki.
Dan juga, menjadi lebih terampil daripada siswa tahun ketiga, dia adalah ace yang berkuasa di klub tenis. Sejak tahun pertama, dia bahkan memenangkan tempat pertama dalam turnamen di antara anggota klub tenis.
Dia diminta oleh banyak klub. Tapi, seperti yang diharapkan dari roh bebas, dia menepisnya dengan satu kata, “Merepotkan.”.
Sebagai seorang pria, aku tidak bisa tidak mengagumi kesombongannya.
Selain itu, dia memiliki sosok yang cantik, mata dan hidung yang kekanak-kanakan, hal-hal yang sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya. Singkatnya, kecantikan yang lain. Selain kekasarannya, dia tidak memiliki kekurangan yang mencolok. Dan mungkin itu sebabnya dia mudah dimusuhi.
Dari tas yang dibawanya, dia mengeluarkan roti yakisoba, roti krim, dan strawberry au lait.
Aku mengikutinya, mengatur makan siangku sendiri di lantai.
“Jadi, bagaimana dengan intelmu? Ada yang berguna?” Aku bertanya.
“Nah, tidak ada apa-apa,” dia mengangkat bahu.
“Hei! Aku membayar di muka!”
“Ahh, menyebalkan sekali,” Dia memutar matanya. “Aku bercanda. Kamu pikir aku ini siapa?”
“Aku khawatir karena itu kau.”
“Oh? Ingin berkelahi?” Hiura menunjukkan gigi gungsulnya saat dia mengepalkan tinjunya.
Karena aku biasanya kalah, aku tidak suka kemana arahnya. Bagaimanapun, aku menentang kekerasan.
Hiura adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu bahwa aku adalah Malaikat dari SMA Kuze. Tidak hanya itu, dia juga membantuku dengan memberikan informasi melalui jaringan koneksinya yang luas.
Kecuali kekuatanku, aku orang biasa, ada batasan beban kerja yang bisa kutangani dan waktu yang kumiliki. Dengan demikian, kolaborator sangat penting untuk kegiatan Malaikat.
Namun, syaratnya adalah aku membelikannya au lait sebagai pembayaran. Dia sepertinya sangat menyukainya.
“Tidak ada gosip acak tambahan hari ini. Maafkan aku untuk itu,” dia memulai laporannya.
“Ah. Dan bagaimana dengan orang yang kutanyakan?”
Hiura biasanya akan menyelidiki hubungan cinta seluruh sekolah. Karena dia memiliki lingkaran kenalan yang beragam, kemampuan mengumpulkannya cukup mengesankan.
Tapi hari ini berbeda, aku memintanya untuk fokus pada satu orang. Aku ingin menghormati privasinya, tapi ada hal-hal yang tidak bisa kau peroleh dari orang itu sendiri.
“Yuzuki Minato, tahun kedua, kelas tujuh, klub pulang. Dalam ujian terakhir peringkat keempat di seluruh angkatan, A dalam pendidikan jasmani, ” daftarnya.
“Haa… aku agak mengharapkan itu, tapi dia benar-benar berspek tinggi.”
“Berkali-kali dia mendapat pengakuan juga: dua belas dikonfirmasi. Pacar semasa SMA: nol. Sangat populer, dia mengambil gelar ‘Tiga Teratas SMA Kuze’ tahun ini. Ukuran cup-nya–”
“Berhenti!”
“E.”
“Jangan!… Benarkah?”
“Ya, serius.”
Begitu… Jadi dia mengemasnya… Tidak, hentikan, Io. Jangan menyentuh topik ini lebih jauh.
Tapi tetap saja, untuk Hiura tahu tentang hal-hal seperti itu…
Omong-omong, “Tiga Teratas SMA Kuze” sesuai dengan namanya, sebuah gelar untuk tiga gadis teratas yang populer di antara anak laki-laki, terlepas dari tahun ajarannya.
Untuk beberapa alasan, SMA Kuze memiliki reputasi memiliki persentase gadis cantik yang tinggi. Dan gadis-gadis itu benar-benar cantik, bukan lelucon.
Anggota tidak diputuskan oleh siapa pun, dan mereka disebut dalam bahasa umum. Meskipun ada desas-desus tentang badan otorisasi peringkat yang diam-diam dijalankan oleh sekelompok siswa.
Bersama dengan Malaikat dari SMA Kuze, beberapa siswa menyebutnya “Dua legenda urban dari SMA Kuze”. Mereka adalah rivalku. Hm… mungkin tidak.
“Teman terdekatnya: Fujimiya Shiho…Tidak, dia satu-satunya yang memiliki hubungan baik dengannya. Sisanya kurang lebih dangkal, dia bisa berbicara dengan mereka, itu saja. Fujimiya juga bersekolah di SMP yang sama, tapi—” dia mengerutkan kening.
“Tapi?”
“Mereka dari prefektur lain. Aku mendengar bahwa mereka pergi ke SMP di Kyoto. Tapi aku belum bisa menemukan informasi lebih lanjut tentang ini. ”
“Kyoto…Aneh sekali. Kita punya sekolah umum di sini kan? ”
“Mau menggali lebih jauh?”
“Hmm… Tidak. Aku akan memintamu jika perlu, tapi sampai saat itu. ”
Seharusnya tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Selain itu, dia sendiri sepertinya tidak menyukai waktu itu. Jika memungkinkan, aku ingin menghindari ini.
Seolah mengingat sesuatu, dia menambahkan, “Dan tentang ‘Tiga Teratas SMA Kuze’, dia tidak disukai oleh sekelompok orang.”
“Hm? Kenapa demikian?”
Dari apa yang kutahu tentang dia, dia sepertinya bukan tipe yang tidak disukai. Meskipun aku mengerti kenapa dia memiliki sedikit teman.
“Pertama adalah iri, dan yang terakhir dendam. Dendam terhadap Yuzuki karena mencuri orang yang mereka sukai. Ini dari sisi gadis.”
“Oh begitu…”
“Untuk para pria itu agak bodoh. Mereka pikir-”
“Yuzuki-chan mempengaruhi mereka.” Dari belakang, sebuah suara menginterupsi Hiura.
Ketika aku berbalik, teman nomor duaku, Miwa Reiji, masuk dengan tangan terlipat di belakang kepalanya.
Reiji duduk dan mengeluarkan roti kari dari kantongnya. Rambut cokelatnya yang dipotong dua blok dan wajahnya yang mencolok dan terawat menarik perhatian lagi hari ini. Anting-antingnya memantulkan cahaya di telinganya. Karena SMA Kuze cukup bebas, tindikan tidak dilarang, dan dengan demikian Reiji bukanlah berandalan. Meskipun ia cukup idiot.
Ngomong-ngomong, Reiji tahu identitas asli Malaikat, sama seperti Hiura. Meskipun Reiji bukan seorang kolaborator, ia memiliki pengetahuan dalam urusan cinta dan hubungan manusia, jadi ia terkadang membantu.
Namun, aku belum memberi tahu mereka tentang kekuatanku. Jika tidak ada kebutuhan, maka mari kita tetap seperti itu.
“Kau sudah menyelesaikan urusanmu?” Aku bertanya.
“Ya. Kami berkencan.”
“Seperti biasa…”
Ia terlambat hari ini karena seorang junior memanggilnya. Dan seperti biasa, ia mendapat pengakuan, lalu diterima dengan mudah, semuanya berakhir dalam kecepatan yang mustahil.
Yah, itu tidak masalah. Tidak ada gunanya menghakimi, dan aku tidak berencana untuk itu. Ia mungkin akan segera putus, lagi. Tidak ada harapan saat aku mendengar nama gadis itu.
“Jadi, ‘mempengaruhi mereka’?” Aku membawa topik kembali.
Untuk beberapa alasan, itu terdengar seperti memiliki arti yang lebih.
“Yah, Yuzuki-chan cukup dingin, kan? Atau mungkin tenang dan kalem? Nagaimanapun, kau tidak bisa membaca perasaannya dan dia tampak pintar.”
“Hmm… Ya.”
Kesan pertamanya memang seperti itu. Tapi sekarang setelah aku mengenalnya lebih jauh, langsung bingung atau malu seperti itu, dia cukup ekspresif secara emosional.
“Tapi ketika kau mengenalnya, dia benar-benar dere,” lanjut Reiji.
“D-Dere?”
Ada apa dengan kosakata rom-com itu…
“Sederhananya, dia memberi mereka harapan. Dia biasanya keren, tapi dia akan mulai tersipu ketika berbicara dengan mereka. Itu memberi anak laki-laki momen ‘Mungkin dia menyukaiku?’”
“Hm…”
Entah bagaimana, aku bisa melihatnya terjadi. Itu situasi yang bisa dimengerti… dari sudut pandang Minato dan pria itu.
“Tapi ketika berbicara tentang pengakuan, itu benar-benar tidak. Itu, dalam satu gerakan, membuat mereka bertentangan. Seperti yang dikatakan Hiura.”
“Banyak omong kosong, kalian pria bodoh. Mendorong keberuntunganmu sendiri dan kemudian kembali meratap.” Hiura menambahkan sebelum menenggak stroberi au laitnya.
“Ahaha,” Reiji tertawa sebagai tanggapan.
Ya, setumpuk omong kosong.
Tapi dalam hal itu, Minato sendiri pasti menyukai mereka. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik, yang mengarah ke ini.
Sampai pada kesimpulan itu, aku merasa bersimpati pada anak-anak itu.
“Hm. Anehnya kau tahu tentang ini, Reiji, ”komentarku.
“Jangan bilang Miwa salah satu dari orang bodoh itu?”
“Nah–gadis pintar bukan tipeku. Tapi aku mengerti perasaan mereka. Dengan harga diri mereka yang murah diinjak-injak, mereka menjadi antagonis. Ini adalah masalah dengan orang-orang yang tidak populer.”
Ia menggelengkan kepalanya seolah mengatakan “menyedihkan”, lalu melanjutkan untuk mengunyah roti kari yang tersisa.
Hiura mengubah posturnya dari bersila dan berkata, “Yah, itu saja tentang Yuzuki. Baik terkenal dan tidak, jika keseimbangannya terbalik, dia mungkin jatuh kembali ke Plus Empat. ”
Tolong hentikan itu, aku hampir bisa melihat lagi.
“Apa begitu…”
“Plus empat”, peringkat tambahan dari empat gadis paling populer setelah Tiga Teratas Kuze. Sama seperti Tiga Teratas Kuze, nama yang biasa digunakan oleh para siswa.
Dan omong-omong, bukankah kalian terlalu menikmati ini, siswa SMA Kuze? Apa ini? Reaksi terhadap studi intensif?
“Woah. Lalu bukankah ini menarik? Hiura kami mungkin akhirnya naik peringkat,” Setelah menelan rotinya, Reiji menunjukannya dengan nada bercanda.
Tidak ada yang disembunyikan, Hiura Aki di sini juga salah satu dari Plus Empat. Dia tidak di liga yang sama dengan Minato, tapi dia tetap cantik dengan spesifikasi tinggi.
“Langkahi dulu mayatku. Jangan.” Dia memutar matanya.
“Mau atau tidak, itu akhir dari peringkat jika kau terpilih, kan?”
“Ya, ya. Kau tidak bisa lepas dari takdirmu,” Reiji menyetujui.
“Ini menjengkelkan. Jadikan aku Tiga Besar, dan aku akan melacak badan otorisasi itu dan membuat mereka membayarnya. ” Kematian tercermin di matanya.
Tiga Teratas Kuze, Plus Empat… gelar kehormatan, yang didambakan oleh anak laki-laki dan perempuan… dan apa pun itu.
Nah, gelar seperti ini memiliki banyak hal, termasuk rasa sakit.
Aku tidak yakin apa kau ini ada atau tidak, tapi aku tidak akan merekomendasikan menyinggung Putri Hiura.
“Ngomong-ngomong, terima kasih, Hiura. Kau membantuku. Jika kau menemukan sesuatu yang baru, beri tahu aku.”
“Hei, hei.”
Aku baru saja selesai memakan rotiku dan sedang mengumpulkan sampah Hiura dan Reiji ke dalam kantong.
Aku memang mendapatkan lebih banyak informasi tentang dia, tapi masih tidak tahu tentang penyebab Keanehan Jatuh Cinta. Jadi aku perlu membuat beberapa asumsi di sepanjang jalan, ya?
“Ngomong-ngomong, Io. Kenapa– apa kau melihat kedalam Yuzuki-chan? Hm?” Reiji berkata dengan seringai licik.
Orang ini…walaupun sudah tahu jawabannya…
“Ini pekerjaanku. Seperti biasa.”
“Nah–. Kau mungkin membuatnya tampak seperti itu, tapi sebenarnya berusaha untuk mendapatkannya untuk dirimu sendiri. Itu penyalahgunaan kekuatan, kau tahu?”
“Reiji.” kataku.
“Ups. Jangan marah. Jika tidak maka katakan saja. ”
“Kalau begitu, tidak.”
“Hm. Betapa membosankan.”
Astaga, orang ini…
Reiji, seolah kehilangan minat, berbaring. Hiura sudah mengutak-atik ponselnya sambil menguap dengan cara yang sangat imut.
“Ada satu hal, dari masalah yang berbeda, aku ingin bertanya.” Aku menekankan “berbeda”. Mereka hanya mengarahkan pandangan mereka ke arahku. “Jatuh cinta dengan banyak orang. Menurutmu ini tentang apa?”
“Banyak orang?” Reiji langsung bertanya.
“Yah… Sepuluh sampai dua puluh. Jumlah yang tidak biasa sebesar itu.”
“Berengsek. Jika laki-laki maka itu kera,” Itu adalah Hiura. Cara dia berbicara tidak lagi girly. Mungkin sekarang sudah terlambat untuk mengharapkan itu.
“Maksudku, bukankah itu sederhana? Maksudku, ini hanya masalah gaya pria itu?”
“Entahlah. Bukan sesuatu yang perawan sepertiku akan tahu,” Hiura menggelengkan kepalanya dengan pasrah.
“Tunggu! Kau! bodoh! Seorang gadis tidak boleh berbicara seperti itu!”
“Heh? Hiura, kau masih perawan?”
“Ya.”
“Oi! Jangan tanya! Dan jangan hanya menjawabnya!”
Meskipun aku berteriak pada mereka, mereka mengabaikan omelanku.
Astaga…seolah-olah aku yang gila disini…
“Jadi…Pendapatmu? Reiji.”
“Ada apa dengan itu? Orang itu mudah jatuh cinta, hanya itu.”
“Yah…Mungkin kau benar. Tapi kenapa itu terjadi?”
“Hal semacam itu terjadi?” ia membalas dengan sebuah pertanyaan yang berbahaya.
“Ah, tidak… Hipotetis.”
“Hipotetis, ya?”
Reiji merenungkan ide itu sedikit lagi, sebelum mengangkat bahu. Entahlah, gerakan itu mengingatkanku pada kata itu.
Jadi Reiji juga… Yah, hal lain untuk ditambahkan ke daftar tidak tahu.
Yah … kukira itu tidak bisa dihindari.
“Tapi ada begitu banyak gadis imut di luar sana, untuk memilih satu dari mereka, itu tidak mungkin~. Itu bukan hal yang buruk, selama itu bukan perselingkuhan.”
“Jadi hanya itu yang kau perhatikan… Hahh.”
“Aku serius tentang semuanya~”
Setelah itu, percakapan kami beralih ke kelas sore.
◆ ◆ ◆
Sepulang sekolah, kami bertemu lagi di kafe Yukito.
Namun, kafe itu penuh dengan pelanggan hari itu, jadi aku dipanggil oleh Yukito untuk membantu sampai banjir pelanggan mereda. Setelah satu jam melayani dan menerima pesanan, aku kembali ke meja kami yang biasa, Minato sedang menunggu di sana.
“Maaf, tapi kau bisa pulang hari ini. Aku pasti membuang-buang waktumu dengan duduk di sini.” kataku, lalu duduk.
“Tidak, aku sudah datang jauh-jauh ke sini. Sebenarnya, aku sedikit bersalah karena menggunakan meja sepanjang waktu…”
“Bukan apa-apa, orang-orang hari ini tidak sebanyak itu. Tidak ada antrian, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”
“Ah, begitukah?”
Ketika aku mengangguk, Minato menghela nafas lega. Tegak seperti dulu.
“Kau sedang belajar?”
Buku teks dan catatan bahasa Inggris tergeletak di atas meja. Keduanya memiliki banyak tulisan di atasnya dan halaman-halamannya sudah usang.
“Kudengar nilaimu bagus, bagaimanapun juga kau belajar dengan baik.”
“Bukan apa-apa, aku bukan jenius. Lagipula, semua orang di Kuze pintar.” Minato menjawab agak tidak nyaman.
Kukira itu benar. Namun, tidak semua orang memiliki kemauan untuk bekerja keras untuk naik ke level selanjutnya. Ada banyak godaan dalam hidup, terutama di SMA.
“Akashi—Io, bagaimana denganmu?”
“Kalau begitu, mari kita mulai sesi hari ini”
“Entah bagaimana… aku mendapatkan gambaranya.”
Dia melihat menembusku. Tidak apa-apa, masuk ke SMA Kuze sudah cukup baik untukku.
Ngomong-ngomong, dia masih terus memanggilku dengan namaku. Seperti yang diharapkan, itu masih memalukan.
Kemudian, seperti sebelumnya, aku menyentuh pipinya sekali untuk melihat perubahan apa pun. Tidak ada tambahan kali ini, tapi aku menemukan kecenderungan baru.
“Itu menurun.”
“Eh?… B-Benarkah?” Dia berkata dengan perasaan campur aduk terlukis di wajahnya.
Aku memeriksanya lagi, tapi hasilnya tetap sama. Membandingkan wajah dengan catatan, aku menemukan yang hilang. Matsumoto yang ditolak beberapa saat sebelumnya.
“Umm… Selamat tinggal, Matsumoto. Kami tidak akan melupakanmu.” Aku mencoret namanya.
“K-Kapan…?”
“Kau bahkan tidak menyadari ini?”
“Y-Ya…Sampai sekarang, jumlahnya berkurang sesekali saat aku tidak memperhatikan…”
“Hmm.”
Yah, itu tidak seperti itu bisa meningkat tanpa henti.
Selain itu, menunjukkan dengan tepat ketika cinta surut atau menghilang, itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan orang normal juga.
“Tentu saja, untuk jaga-jaga, tahu apa penyebabnya?”
“Um… Tidak.”
Tentu saja— kau bahkan tidak tahu kenapa kau menyukainya sejak awal. Apa yang aku harapkan? Singkatnya, tidak ada kemajuan.
“Jadi itu artinya kita tidak tahu alasannya, dan bahkan preferensi dalam menyukai seseorang.”
“Jadi… apa selanjutnya?”
“Aku butuh lebih banyak data,” aku memutuskan.
Dia memiringkan kepalanya dengan penasaran.
“Data…?”
“Kemarin, insiden saputangan Aoki memberi tahu kita bahwa lamanya hubungan tidak penting. Kau belum pernah berbicara dengannya sebelumnya, kan? ” Aku bertanya untuk memastikan.
“Y-Ya” dia mengangguk.
“Kalau begitu, ketika kau menyukai lebih banyak orang, kita bisa mempersempit kriterianya sedikit lagi. Sampel-sampel ini akan menuntun kita.”
Sekarang sulit untuk mendapatkan informasi akurat dari orang-orang yang sudah dia sukai. Dengan itu, opsi ini adalah yang terbaik. Ini adalah permainan angka.
“T-Tunggu! Itu artinya kamu ingin aku menambah jumlahnya?” Dia khawatir.
“Ya.”
“T-Tapi! Bukankah itu benar-benar perubahan haluan?! ” Dia memprotes, menatapku.
Tapi aku segera memotongnya.
“Tidak, logikamulah yang perubahan haluan.”
Matanya melebar.
“Tujuanmu bukan untuk mengurangi jumlahnya, tapi untuk menyembuhkan Keanehan Jatuh Cinta itu sendiri,” kataku dengan tenang.
“Itu…”
“Tentu saja, aku tahu sulit untuk berpikir positif. Jatuh cinta tidak senyaman itu. Tapi untuk maju, kita harus membuat kesalahan. Tapi kesalahan itu sangat berarti.”
Minato tampak bermasalah, matanya menunduk, mulutnya terkatup tipis.
Dia pasti mengerti maksudku. Meski begitu, dia masih belum bisa mengambil keputusan. Itulah panggung yang dia jalani.
“Dan aku percaya bahwa kesalahan itu sepadan. Jika kau benar-benar tidak mau, maka itu adalah pilihanmu. Tapi aku yakin kau ingin sembuh.”
Hening.
Mungkin aku bisa menggunakan “Aku akan melakukan apa saja”.
Tapi itu adalah sesuatu yang mengikat perasaannya secara langsung. Jika memungkinkan, aku ingin dia membuat keputusan sendiri. Kalau tidak, dia mungkin tersesat dalam prosesnya dan akhirnya menyesalinya.
Aku diam dan menunggu balasannya. Di sekitarku, aku bisa mendengar gemerincing piring dan gumam pelan pelanggan lain.
Ketika lagu jazz yang Yukito mainkan berakhir, dia akhirnya menjawab.
“Mengerti… aku akan melakukan apa yang kamu katakan.”
“Oke…”
Dia mengangguk pelan.
Membuat mereka memutuskan sendiri, itu yang terbaik.
“Um … aku penasaran…”
“Hm?”
“Apa kamu selalu seperti ini?”
“Selalu?”
Selalu? Apa?
“Maksudku… Selama konsultasi Malaikat.”
“Oh…”
Jadi itu yang dia maksud.
“Entah bagaimana, kamu putus asa … tidak maksudku, serius. Itu bahkan bukan masalahmu.”
“Tentu saja. Jika tidak, aku tidak akan sejauh itu untuk memainkan rumor. Perasaan romantis bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Aku tidak ingin mengambil sesuatu seperti ini dengan tekad setengah hati.”
“Oh…”
Dia menjawab dengan singkat lalu berbalik. Aku menatap wajahnya saat dia melihat sekeliling kafe dan mengedipkan mata dua, tiga kali.
Percakapan berubah menjadi canggung. Rasa gatal untuk menutupi pernyataan sebelumnya tidak tertahankan, jadi aku menambahkan, “Yah, aku biasanya menyembunyikan jenis kelaminku, menggunakan pengubah suara, dan istilah yang agak berbunga-bunga. Penuh hormat dan berwibawa, itulah yang aku tuju. Dan aku menggunakan “Watashi” yang netral gender juga.”
“Huh… aku tidak peduli lagi…”
“Oi, ambil itu kembali. Dan jangan menghela nafas.”
“Hah… Begitu ya, hahh…”
“Hai. Jangan bicara di antara menghela nafas. ”
Omelanku mendapat seringai cepat darinya saat dia mengangkat bahu dengan polos.
◆ ◆ ◆
Keesokan paginya, kami langsung bekerja.
“Yo, Machida.”
“Uwa, Akashi. Ada apa?”
Pertama-tama, Minato sekarang mencoba untuk mendekati anak laki-laki lebih aktif. Tentu saja, itu untuk membuatnya menyukai lebih banyak orang. Tapi karena dia sepertinya bisa membeku setiap saat, dan itu bahkan sebelum dia mulai berbicara, aku menyuruhnya untuk santai. Tapi aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, jadi…
“Yah, ada hal—”
“Apa? Sungguh pria yang aneh.”
Berbeda dengan tugasnya, tugasku sederhana. Singkatnya, untuk memantaunya saat dia menjalankan rencananya.
Itulah mengapa aku berdiri di sini, kelas tujuh tahun kedua, kelas Minato. Kebetulan, Machida ini adalah orang yang satu kelas denganku tahun lalu. Kali ini, aku bermaksud menggunakannya sebagai tempat singgah selama operasi. Bagaimanapun aku dari kelas lain.
“Ah! Kau di sini untuk Yuzuki? Lucunya-.” Wajahnya yang meragukan berubah menjadi seringai.
“Ah, tidak. Yah, sebenarnya… aku agak penasaran.”
Ia mungkin bermaksud bercanda, tapi itulah yang aku tunggu-tunggu.
Ia berseru kaget, matanya memancarkan percikan api ke mana-mana. “Eh?! Seriusan? Kau bukan tipe orang yang tertarik pada seorang gadis. Aku terkejut.”
“Aku tertarik—, banyak, pada itu. Lagipula, dia berbeda.”
“Yah, aku bisa mengerti kenapa. Hmm… mengerti, mengerti. ” Ia menyilangkan tangannya, puas.
Aku bersyukur ia percaya itu, tapi kadang-kadang, ia bisa terlalu berlebihan. Tapi itu semua berkatmu aku bisa datang ke sini tanpa terlihat mencurigakan. Maaf telah mengambil keuntungan darimu, Machida.
“Dia di sini, Yuzuki. Lihat, di sana,” panggilnya.
Saat aku mengikuti jarinya, Minato sudah berada di tempat duduknya, memancarkan aura gemerlapnya seperti biasa.
Tunggu, kenapa kau disana…
Kemudian, dia perlahan berbalik ke arah sini. Saat mata kami bertemu, kepalanya dengan cepat kembali ke posisi semula. Dibandingkan dengan sedetik sebelumnya, ekspresinya terlihat menegang.
“Wah? Apa dia baru saja melihat ke arah sini? Bagaimanapun, kau mungkin memiliki kesempatan? ”
“Entahlah.”
Tidak, dia hanya memperhatikan kehadiranku, lalu panik, karena tidak ada jalan kembali untuknya sekarang.
Aku mengamati orang-orang di sekitar Minato, sambil mendengus beberapa tanggapan atas pertanyaan Machida.
Beberapa anak laki-laki memandangnya dari jauh. Ada beberapa gadis juga. Semua ekspresi dan raut wajah mereka beragam.
Ini mungkin agak terlalu sulit untuknya… Jadi ini adalah suasana normal untuknya, ya? Memiliki rupa menawan bisa jadi sedikit merepotkan.
Tiba-tiba, dia berdiri, lalu dengan canggung mendekati sekelompok anak laki-laki dan perempuan yang bercampur di dekatnya. Baik Minato dan kelompok itu tampak gugup. Namun setelah beberapa saat, percakapan mengalir dengan normal dan suasana menjadi santai.
Gelombang kelegaan menyapuku saat aku menghela nafas.
Kenapa aku merasa seperti orang tua yang mengawasi anak mereka di hari pertama sekolah…
“Hah? Yuzuki-san, itu tidak biasa. Dia biasanya bersama Fujimiya-san.”
“Fujimiya?”
Itu mengingatkanku, aku sudah mengenalnya dari Hiura kemarin. Fujimiya Shiho, sahabat Minato.
“Ah, dia di sini.”
Mengikuti tatapan Machida, aku melihat ke pintu masuk.
Rambut sedang berwarna kastanye tergulung longgar ke dalam, di bawah poninya yang dipangkas rapi, kacamata bulat berbingkai merah. Di belakangnya, mata sipitnya yang cerah mengamati ruangan dengan cepat. Garis bulatnya dan tinggi badannya yang pendek berkontribusi pada penampilannya yang imut. Dia memiliki kesan seorang gadis pendiam namun cantik.
Dia adalah teman Minato jadi dia cukup mencolok. Tidak, itu tidak ada hubungannya dengan ini.
Dia menjatuhkan tasnya di kursinya dan segera bergabung dengan Minato. Seperti Minato, dia bergabung dalam percakapan.
Mungkin karena kedatangannya, Minato menjadi lebih santai.
“Fujimiya-san juga agak imut—. Sebenarnya, dia lebih seperti tipeku,” Machida melamun.
“Dia cantik. Dan dia sepertinya berkemauan keras juga. ”
Dia tenang dan kalem, tapi entah kenapa aku merasa seperti itu. Tipe bersemangat yang tenang?
“Itu bagian terbaiknya~. Kesederhanaan itu sangat indah, ahhh. Dia selalu di sebelah Yuzuki-san, jadi dia tidak menonjol, tapi kurasa dia bisa naik ke Plus empat jika dia mau.”
“Hmm. Plus Empat, ya.”
Yah, dengan popularitas, dia sepertinya lebih baik daripada Hiura. Tapi jika itu hanya penampilan maka mereka cocok.
“Ahhh. Aku ingin mendapatkan surat Malaikat juga—. Dan kemudian, kau tahu, dengan Fijimiya-san—” lamunannya berlanjut.
“Machida… apa kau percaya dengan rumor itu?”
“Yah, bukankah itu menarik! Selain itu, sepertinya itu asli. Menurut perasaanku, seperti itu.”
“Hmph. Itu tidak terduga.”
Terima kasih, Machida. Tapi yah, aku tidak berencana untuk mengirim surat padamu. Untuk berbagai alasan.
“Heh—. Kau termasuk orang-orang yang tidak percaya itu?”
“Aku bersama dengan orang-orang yang tidak tertarik.”
“Yang paling membosankan dari semua pilihan—”
Aku minta maaf karena membosankan. Tapi aku paling aman dengan sikap ini, sebagai Malaikat itu sendiri.
Setelah itu, tidak ada yang terjadi dan periode pertama datang.
Untuk hari ini, tidak, untuk sementara, aku akan melanjutkan pemantauan semacam ini.
Dengan kaki berat, aku meninggalkan kelas tujuh. Sebelum aku merunduk, aku melirik Minato. Diam-diam, kami saling mengangguk memberi semangat.
◆ ◆ ◆
Pada hari yang sama, aku meninggalkan kelas dan mengunjunginya saat istirahat makan siang. Sambil membuat tanggapan acak terhadap ocehan Machida, aku memperhatikannya.
Dia mungkin menyadariku dan dia berinteraksi dengan baik dengan berbagai orang. Serius seperti biasa.
“Yuzuki-san bukan anggota klub mana pun, kan? Jadi apa yang kamu lakukan di rumah?” Salah satu anak laki-laki bertanya dengan penuh minat.
Sekelompok tiga anak laki-laki, lima termasuk Minato dan Fujimiya, sedang mengobrol ringan.
“U-Umm… Yah, hal yang biasa. Membaca buku, menonton acara TV, dan sebagainya.”
“Hm? Menonton acara TV? Itu tidak terduga,”
“B-Benarkah?”
“Ya, Ya. Kamu terlihat seperti tipe orang yang hanya membaca buku—” Pria lain setuju.
Ya, aku juga memikirkan hal yang sama. Dan dia mungkin belajar juga, tapi dia tidak mengatakannya.
“Tapi, kamu sering keluar denganku, kan?” Kali ini Fujimiya. Memeluk lengan Minato, dia bergabung dengan percakapan dengan senyum di wajahnya.
“Ngomong-ngomong, kalian berdua rukun. Kalian berada di kelas yang sama tahun lalu?”
“Ya. Minato di sini tidak punya banyak teman, jadi aku cukup khawatir tidak bisa bersama.”
“Hei, hentikan, Shiho!”
Pada reaksi malu-malunya, semua orang tertawa.
Menurut intel dari Machida, Fujimiya selalu berada di sisi Minato, sama seperti sekarang. Tapi bukan karena salah satu dari mereka mengikuti yang lain, hati mereka sepertinya terhubung, ikatan mereka begitu dalam.
Apa pun yang dia lakukan, siapa pun yang dia ajak bicara, Minato dan Fujimiya datang dalam satu set.
“Eh? Kalau begitu, ayo berteman, Yuzuki-chan! Beritahu aku LINE-mu! LINE!”
“Aku juga, aku juga—”
“Um… oke. Kalau begitu… ini.”
Dia ragu-ragu sedikit sebelum menyerahkan teleponnya kepada mereka. Komitmennya tidak melihat akhir.
Tapi tentu saja, ini bukan sesuatu yang buruk. Memperluas koneksinya dan mengenal lebih banyak orang pasti akan meningkatkan jumlah orang yang disukainya. Itulah tujuan dia—kami— saat ini.
Ngomong-ngomong, para anak laki-laki itu berteriak dan melambaikan ponsel mereka dengan penuh semangat. Teriakan itu menarik perhatian orang lain di sekitarnya.
Ini murni penilaian pribadiku sendiri, tapi ini tampaknya berjalan dengan baik.
“Sial, mereka mendapatkannya sebelum dirimu.” Dari samping, Machida berkata dengan seringai penuh pengertian.
Sayang sekali, bukan itu masalahnya. Kami sudah memiliki LINE satu sama lain sejak dia menemukanku. Tidak, aku tidak pamer.
“Tapi Yuzuki-san, ada apa dengannya? Dia belum berbicara dengan siapa pun sampai sekarang. ”
“Obrolan kecil seperti itu seharusnya normal, ‘kan?” Ya, ini adalah ketidaktahuan yang pura-pura.
“Umm—, Mungkin—”
Dia memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu sambil menatap Minato.
Dari situasinya, dia mungkin menahan diri dari interaksi dengan orang lain untuk mengurangi jumlahnya. Namun, tindakannya, dan juga motifnya, sangat bertolak belakang dari sebelumnya. Jadi tidak dapat dihindari bahwa orang akan mencurigai sesuatu. Bahkan, Machida sudah memiliki kecurigaan.
Aku tahu kau tidak ingin melakukan ini, tapi tolong, Minato.
“Yah—, dibandingkan dengan versi yang tidak dapat didekati, sekarang jauh lebih baik. Setidaknya menurutku begitu.” Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi.
“Bukankah kau Penggemar Fujimiya?”
“Jika aku harus memilih, begitulah! Tapi gadis-gadis manis tetap saja manis sampai penghujung hari!”
“Mengerti,” jawabku datar.
“Ah! Tapi aku tidak akan menjadi sainganmu, jadi tenanglah, Akashi—” Senyuman penuh arti itu lagi.
Meskipun itu demi operasi, ia semakin menjengkelkan dari hari ke hari…
◆ ◆ ◆
Aku meneleponnya ke kafe sepulang sekolah dan memeriksanya sekali. Ini untuk mengevaluasi operasi hari ini.
Jika ada seseorang, maka kami akan mengidentifikasinya. Setelah itu, kami akan membuat daftar interaksi pria itu dengannya. Dia mungkin telah melewatkan sesuatu, jadi di situlah pengamatanku masuk.
“J-Jadi?”
Dia terus menundukkan kepalanya sementara aku membandingkan daftar itu.
“Oh, ada satu.”
“Aku tahu itu…”
Jadi dia menyadarinya.
“Hahh,” dia menghela nafas.
“Itu orang itu. Orang yang menanyakan apa yang biasanya kau lakukan di rumah.”
“Jadi itu Inada-kun… Nghh…” Dia mengerang sambil menjatuhkan diri di atas meja.
Ini adalah tujuan kami, jadi ini benar-benar sukses. Meskipun aku mengerti bagaimana dia tidak bisa merasa senang tentang itu.
“Bagaimanapun, kerja bagus untuk yang pertama, Minato.”
“Aku lelah… Sungguh…”
“Sebenarnya, kau lebih patuh daripada yang kukira. Aku terkejut. Dan kau juga mendapatkan hasil.”
“Maksudku… Ini masalahku. Jadi itu tugasku…” Kepalanya masih tertunduk. Dia benar-benar tampak lelah.
Aku berharap aku bisa sedikit meringankan, tapi sampai hasil yang memuaskan keluar, kami terjebak dengan ini.
“Jadi kau juga tidak mengerti alasannya kali ini?” Aku bertanya, untuk berjaga-jaga.
“Ya… Tapi kami hanya berbicara, pasti ada sesuatu yang terjadi disana…”
“Meskipun kau mengatakan itu, itu hanya percakapan biasa.”
“Kami bertukar kontak…” Dari celah lengannya dia mengintip telepon di atas meja.
“Jadi kau menyukainya karena dia memintamu LINE?”
“T-Tunggu!” dia berteriak, tapi kemudian tergagap, “Aku juga tidak begitu yakin… Tapi kurasa tidak…”
Hmm. Yah, jika itu masalahnya, maka itu mungkin terlalu berlebihan, bukan? Tapi kita juga tidak bisa mengabaikan ide itu. Untuk saat ini, catat itu, untuk berjaga-jaga.
“Ngomong-ngomong, apa kalian sudah bertukar pesan?”
“Eh, ya… Sedikit.” Wajahnya kembali merah.
Meski begitu, bibirnya melengkung membentuk senyuman. Aku tidak bermaksud seperti ini, tapi itu jelas merupakan ekspresi seorang gadis yang sedang jatuh cinta, satu-satunya perbedaan adalah jumlah orang yang dia cintai.
“Dan? Apa yang telah kau bicarakan?”
“Ia mengundangku untuk bermain kapan-kapan…”
Wah. Itu adalah bola cepat.
Mereka sepertinya juga normies, bersikap proaktif mungkin sudah menjadi sifat mereka. Itu hal yang bagus.
“Hanya kalian berdua?”
“T-Tidak! Beberapa dari kita, kumpul-kumpul.”
Hmm, kumpul-kumpul. Jelas mencurigakan.
Mengingat waktu dalam setahun ini, itu tidak tak masuk akal.
“Jadi, Io… Bagaimana aku harus merespon?” Dia berkata dengan lembut.
“Hm? Agak sulit untuk observasi di sini. Jadi dari segi operasi, aku tidak menyarankanmu untuk melakukannya. Tentu saja, itu hanya saran. Jika ini benar-benar kumpul-kumpul, maka kau harus pergi, mereka adalah teman sekelasmu.”
“Begitukah…” Dia tenggelam dalam pikirannya, meletakkan tangannya ke dagunya yang berbentuk bagus.
“Yah, aku akan menyerahkannya padamu. Lakukan apapun yang kau inginkan.”
“Y-Ya, mengerti. Aku akan memikirkannya.”
Minato membuka ponselnya dan mulai mengetik. Dengan matanya yang tertuju pada ponselnya, ekspresinya cukup sulit untuk dibaca.
Tapi, hmm, kumpul-kumpul…
◆ ◆ ◆
Keesokan harinya juga, dia melakukan rencananya dengan patuh. Dia terus berbicara dengan orang yang berbeda, bahkan dengan mereka yang tidak terlalu familiar. Itu pasti melelahkan, karena dia terkadang kembali merosot di kursinya.
Aku sudah tahu dia seperti ini, tapi dia lebih tabah dari yang kukira. Mengingat konsultasiku sebelumnya, kebanyakan dari mereka cukup keras kepala. Mereka tidak memiliki keberanian, membeku dari waktu ke waktu.
Aku benar-benar ingin mereka belajar darinya.
Tak perlu dikatakan, untuk memaksimalkan usahanya, aku pergi ke kelas tujuh sebanyak yang diizinkan. Mendengarkan ocehan Machida, mengamati sekeliling Minato, dan mengingat yang terjadi.
Aku tidak bisa mengendur begitu saja, asal kau tahu.
“Kau sering datang ke sini—. Untuk melakukan sebanyak ini, kau cukup berdedikasi. ”
“Mungkin. Aku jungkir balik untuknya.”
Saat makan siang, sambil mengunyah roti yang kubeli, aku memperhatikannya.
Minato dan Fujimiya, bersama dengan sekelompok anak laki-laki dan perempuan, sedang menikmati makan siang mereka sendiri. Popularitasnya benar-benar terlihat di saat-saat seperti ini, dia disambut tidak peduli grup mana yang dia kunjungi.
Tapi ada satu hal yang menarik perhatianku.
“Y-Yuzuki-san, apa kamu sudah menyelesaikan tugas matematika untuk jam kelima?” Salah satu anak laki-laki bertanya.
Dia adalah konsultiku, Makino Kousuke.
Tln : Konsulti, orang yang berkonsultasi, kalo yang memberi konsultasi itu konsultan, setauku
“Ya. Latihan dua halaman, kan? ”
“Ya, yang itu. Um… aku punya sesuatu yang tidak kumengerti, apa kamu tidak keberatan untuk menjelaskannya?”
“Eh? Oke. Tapi aku sendiri tidak terlalu percaya diri…”
“Betulkah? Terima kasih!”
Dan percakapan mereka pun berakhir. Mereka berdua terlihat merona.
“Ah, pria Makino itu, dia biasanya dewasa dan pendiam, tapi dia seperti itu hanya ketika dia berbicara dengan Yuzuki-san.” Di depanku, Machida berbisik.
“Hmph…”
“Dari yang kubaca, ia menyukainya. Dan cukup serius, dengan itu, kau tahu? Bukankah ia sainganmu?”
“Mungkin.”
Aku belum banyak berbicara dengannya akhir-akhir ini, tapi ia juga bekerja keras, sepertinya. Selain itu, ia juga ada dalam daftar. Aneh kedengarannya, tapi mereka saling menyukai.
Seperti yang diharapkan… Aku tidak bisa memilih salah satunya saja.
Setelah itu, mereka mengeluarkan buku mereka dan bertukar catatan. Tidak diragukan lagi, Makino, dan kemudian tanpa diduga, Minato juga malu-malu. Mereka berada di awan sembilan, mendekatkan wajah mereka.
Tln : On cloud nine/berada di awan sembilan, sebuah idiom yang menyatakan ketika seseorang merasa sangat senang hingga merasa bahwa dirinya berada di atas langit tertinggi.
Seperti yang dikatakan Reiji, dia “mempengaruhi mereka”.
Yah, tidak ada yang bisa kulakukan. Tapi dia tidak punya niat buruk, dia benar-benar merasakan hal yang sama seperti mereka, dia hanya buruk dalam menyembunyikannya.
“Hahh… Pertama-tama, ini merepotkan”
Desahanku terlalu pelan untuk didengar bahkan oleh Machida.
◆ ◆ ◆
Satu hal datang ke pikiranku.
《Apa kau bebas hari Minggu ini?》
Saat aku mengirimkan pesan, tanda “dibaca” dengan cepat muncul. Balasan darinya juga cepat.
《Aku bebas. Tapi kenapa?》
《Mau pergi ke suatu tempat bersama?》
Tanda dibaca ada di sana, namun, tidak ada jawaban yang datang. Hahh, dia mungkin salah paham. Aku tidak bisa hanya mengabaikan penjelasannya karena terlalu panjang, kan?
《Aku akan meneleponmu》
Setelah mengirim pesan itu, aku meneleponnya. Panggilan itu berdering tiga sampai empat kali. Bukankah dia baru saja bertukar pesan denganku? Apa yang membuatnya begitu lama?
『Halo?』
“Pagi.”
『Kenapa begitu tiba-tiba… Kita berdua? Kenapa…?』
“Sesuatu terlintas di pikiranku. Jika kita membatasi skala hanya untuk sekolah, datanya akan tidak seimbang.”
『Eh?』
Inilah yang kumaksud. Jika kita membatasinya pada anak laki-laki di sekolah, mungkin ada beberapa elemen yang hilang.
Eksperimen yang memenuhi syarat dia melakukan kontak singkat dengan berbagai orang dan dalam jangkauan pemantauanku. Penggunaan kata-kataku mungkin kasar, tapi untuk melakukannya, kami harus pergi ke suatu tempat.
“Bagaimana? Ide yang brilian, bukan?”
Omong-omong, aku mendapat kata kunci dari “kumpul-kumpul” Inada. Pergi keluar bahkan mungkin memberi kita petunjuk.
『D-Dalam teori, aku agak mengerti…』
“Dan?”
『Tapi itu kenc–』
“Hm?… itu, yah, menurut definisi, kencan.”
『Fueh ?!』
Suara macam apa yang dia buat?
“Tunggu, hanya menurut definisi? Jika niat kita tidak seperti itu, seharusnya tidak menjadi masalah, bukan? Kita sedang mengumpulkan data untuk kasusmu.”
Bukannya aku tidak terganggu. Tapi itu tidak mengubah apa pun, kami punya pekerjaan yang harus dilakukan.
『M-Mengerti! Tapi… um…』
“Ya?”
『Ini pertama kalinya bagiku, jadi aku tidak tahu bagaimana seharusnya…』
“Sudah kubilang itu bukan kencan! Jangan berpikir apa-apa dan datang saja!”
Astaga… Aku mencoba untuk tidak menyadarinya, kenapa kau tidak mau bekerja sama… Aku juga gugup, tahu.
◆ ◆ ◆
Dan kemudian hari itu tiba.
Kami bertemu di depan gerbang tiket pusat stasiun JR Kyoto, pintu keluar dengan Menara Kyoto di sampingnya.
Saat aku memainkan ponselku, sebuah suara memanggil, “Maaf membuatmu menunggu.”
“Um, hallo.”
Aku sengaja naik satu pemberhentian dan tiba sedikit lebih awal dari Minato. Omong-omong, aku hanya butuh sepuluh menit dari rumahku ke sini. Dua puluh menit dari SMA Kuze melalui Jalur Keihan. Stasiun Kyoto sangat dekat dengan Prefektur Shiga.
Prefektur Shiga diam-diam menakjubkan. Jarak dari Kyoto mengamankan posisinya sebagai kota kelas-B. Lain cerita jika kau pergi ke sisi lain Danau Biwa.
Tidak, ini bukan waktunya.
“Aku sudah menyelesaikan makan siangku, apa tidak apa-apa?” Dia bertanya.
“Oh, ya, aku tidak keberatan.”
Bagaimana cara menggambarkan Minato dalam pakaian kasualnya? Yah, pertama-tama, cantik.
Blus putih indah dengan manset lebar dan pita besar di kerahnya. Rok split panjang berwarna hijau pucat yang sesekali memperlihatkan betisnya sangat mempesona. Tas hitam di bahunya juga menambah aksen pada penampilannya secara keseluruhan. Meski sederhana, pakaiannya menarik perhatian orang tanpa terlihat buruk.
Selain itu, untuk menghindari dikenali oleh wajah-wajah yang dikenalnya, dia mengenakan masker merah muda dan kacamata bergaya. Bahkan dengan setengah dari wajahnya dikaburkan, dia memiliki kehadiran yang luar biasa.
Memang, penampilan yang layak untuk tiga teratas SMA Kuze.
Ngomong-ngomong, aku juga memakai masker hitam. Tapi tidak ada yang menarik tentangku, jadi aku akan berhenti di situ.
“Ayo pergi.”
“Ya…”
Agak canggung, kami mulai berjalan berdampingan. Kami menuju utara sepanjang jalan utama menuju tujuan pertama kami.
“Jadi, tidak ada yang perlu difokuskan secara khusus, ‘kan?”
“Ya,” jawabku, “Berbelanja seperti biasa dan pulang. Jumlah orang yang kau sukai, bertambah atau tidak, itu akan menjadi petunjuk pula. Kita akan mengeliminasi kemungkinan satu per satu di sini.”
Ya, tujuan keluar hari ini adalah untuk mendapatkan petunjuk tentang Keanehan Jatuh Cinta. Ini bukan kencan. Namun terlepas dari itu, kami tidak bisa hanya berjalan-jalan, itu akan membuang-buang waktu. Itu sebabnya kami memutuskan untuk menemani satu sama lain saat kami pergi berbelanja.
Pertama adalah giliranku. Targetku adalah earphone.
“Aku akan mengerahkan segalanya hari ini, tunggu aku, earphone.”
“Kamu seorang maniak earphone?” Apa aku terdengar begitu bersemangat?
“Agak, yah, kebanyakan untuk bekerja.”
Saat eskalator Kamera Yodobashi membawa kami ke atas, dia bertanya.
“‘Kerja’? Maksudmu sebagai Malaikat?”
“Ya. Secara khusus, itu adalah salah satu alasan untuk menyentuh wajah target secara alami.”
Ketika kami mencapai bagian nirkabel, aku dengan cepat mengarahkan pandanganku ke earphone yang ditampilkan. Jenis earphone adalah misteri tersendiri, tapi aku punya cara sendiri untuk memilih.
“Yang mahal dan langka lebih mudah dipinjamkan.” kataku sambil memeriksa salah satunya.
“Aah, jadi itu maksudmu.”
“Ya. Aku mengangkat topik tentang earphone dan mengarahkanku ke sana. ‘Mau mencoba?’, dan kemudian ketika mereka puas, aku meraihnya untuk melepasnya. Jika tanganku bisa menyentuh wajah mereka sedikit pun, misinya selesai.”
“Itu cukup kreatif…”
“Uji coba dan kesalahan. Berpura-pura menyapu sesuatu dari rambut mereka juga nyaman, tapi itu akan menimbulkan kecurigaan.”
Alasan untuk menyentuh wajah target, semakin banyak semakin baik. Aku menanggung banyak risiko di sini.
Yah, fakta bahwa Minato menyadarinya, itu kasus khusus.
“Tipe konduksi tulang atau peredam bising adalah yang terbaik. Kebanyakan orang ingin mencobanya. Itu mahal. Berkat itu, apa pun yang tersisa dari upah paruh waktuku yang sudah kecil juga hilang. ”
“Eh? Kamu… menghabiskan semua uangmu untuk ini?”
“Tepatnya, tidak semua. Tapi bagian yang bagus dari itu. Investasi dalam pekerjaanku bukanlah sesuatu yangku sesali… Sial, yang ini dua ribu yen!”
“Um… Kenapa kamu melakukan sejauh itu?”
Aku melongo melihat label harga ketika dia bertanya.
“Sejauh itu?” aku mengulangi.
“Kupikir aku sudah menanyakannya sekali sebelumnya juga. Kenapa kamu menghabiskan uangmu, seberapa serius kamu. Kamu anehnya sungguh-sungguh. Aku penasaran tentang itu…”
“…”
Kukira itu akan menjadi respons normal terhadap sikapku.
Nah, bagaimana aku menjawabnya?
“Sejujurnya aku tidak menyangka kamu akan seserius ini ketika aku meminta bantuanmu. Meskipun aku memiliki harapan yang tinggi untuk Malaikat dan kekuatan yang dirumorkan itu.”
“Aku senang kau berpikir seperti itu. Tapi, yah, bagaimana aku menjelaskannya… Itu kebijakanku. Obsesi, mungkin. Tidak, kau hanya bertanya mengapa aku begitu terobsesi… ”
“Apa ini… salah satu hal yang tidak ingin kamu katakan?”
“Yah, sesuatu seperti itu. Kupikir ini bukan tempat untuk membicarakan hal-hal seperti itu. Tolong lupakan saja.”
Itu bahkan bukan alasan, hanya penolakan biasa untuk membicarakannya. Tapi kupikir ini lebih baik daripada berbelit-belit dengan keras kepala.
Selain itu, jika itu Minato…
“Mengerti. Maaf aku menanyakan sesuatu yang tidak perlu.”
“Tidak apa-apa. Akulah yang menyembunyikan sesuatu darimu, maaf.”
Bertanya tentang pihak lain sambil menjaga rahasiamu. Aku biasanya melakukan ini dalam kasus normal, tapi bertatap muka seperti ini hanya memperburuknya.
Tapi sepertinya dia tidak keberatan sama sekali. Sebagai gantinya, dia sedang mempelajari salah satu earphone berkualitas tinggi di etalase. Wajahnya tidak ambil pusing, seolah-olah dia telah melupakan percakapan sebelumnya.
Aku berterima kasih atas sikapmu, Minato.
“Hmm, earphone-ku disertakan dengan ponselku, haruskah aku membeli yang baru?” Dia mengambil salah satu earphone.
“Jika tidak ada masalah maka tidak perlu. Apa kau mendengarkan banyak musik atau video?”
“Tidak. Mungkin musik sesekali, tapi kabelnya cenderung kusut di rambutku, jadi aku biasanya tidak menggunakannya.”
“Hn? Jadi ada kerugian seperti itu pada rambut hitam panjang yang diidamkan setiap pria.”
“Mungkin tidak untuk semua orang dengan rambut panjang, tapi setidaknya untukku.” Dia kemudian mencoba salah satu sampel. “Dan apanya yang ‘diidamkan setiap pria'” dia menambahkan. Warna merah tua dari earphone sangat cocok untuknya. Meskipun dia tampaknya kesulitan memakainya.
“Bagaimana kalau aku memberimu satu? Aku punya satu yang tersisa.”
“Eh?” Dia berbalik ke arahku dengan tajam.
“Aku memiliki earphone nirkabel yang tidak digunakan. Itu cukup murah, jadi jangan terlalu memikirkannya.”
“Apa itu tidak apa-apa? Sungguh?”
“Ya. Aku membelinya secara online, tapi itu tidak cocok dengan telingaku. Itu nirkabel, jadi mungkin lebih mudah untuk memakainya.”
“Oke… Terima kasih, aku akan mengambilnya.”
Minato mengangguk, matanya sedikit menyipit. Aku tidak bisa melihat mulutnya karena maskernya, tapi dia mungkin sedang tersenyum. Entah bagaimana, aku merasa lebih buruk.
Maaf karena tidak memberitahumu, semoga ini bisa menebusnya, maaf, Minato.
Pada akhirnya, aku membeli earphone tahan air peredam bising JBL baru. Harganya 15.000 yen, belanjaan pertamaku setelah sekian lama. Aku perlu mengisi lebih banyak shift lagi, sepertinya.
Kemudian kami naik elevator ke Toko Buku Ogaki di lantai enam. Kali ini giliran dia. Aku senang dia memilih di sini, karena aku juga berpikir membeli sesuatu.
“Ah, ngomong-ngomong, Minato.”
“Hm?” Dia memiringkan kepalanya dengan penuh tanda tanya.
Hanya ada kami berdua di dalam lift.
“Aku tidak punya waktu. Maaf.”
“Heh? Tunggu?! hya!”
Tanganku dengan cepat menyentuh pipi yang mengintip dari maskernya. Dia mungkin akan membunuhku jika aku mengatakan “Kau terbuka lebar” atau beberapa kalimat shojo, jadi aku tetap diam.
Kemudian pintu terbuka dan orang-orang masuk. Kami bertindak seperti tidak ada yang terjadi dan naik dengan diam.
Dia menarikku ke samping segera setelah kami meninggalkan lift. “Hei, Io! Hentikan itu! Kamu membuatku takut!” Dia mendesis. Dengan pipinya yang menggembung, dia cemberut. Aku ingin melihat wajahnya di balik maskernya.
“Yah— aku minta maaf. Aku ingin melihat apa ada perubahan dari stasiun sampai sekarang. Apa yang salah dengan itu?”
“Meski begitu, beritahu aku sebelum kamu melakukannya! Dasar mesum!”
“Aku tahu, aku tahu… Pintunya terbuka, dan sepertinya kita tidak bisa melakukannya di sini. Itulah satu-satunya ruang pribadi di sekitar sini.” Tentu saja, aku perlu memperjelas pertahananku.
“T-Tetap saja! Aku… aku belum terbiasa. Aku ingin kau lebih perhatian padaku—”
“P-Perhatian…?”
Uhhh… Maksudku, aku mengerti apa yang ingin dia katakan.
Tapi itu mulai terdengar seperti pertengkaran di antara pasangan…
“Dan? Hasilnya?” Dia menyilangkan tangannya.
“Ah, um. Tidak, itu masih sama.”
“Oh… tapi itu hal yang bagus, kan?”
“Ya. Tapi, aku ingin tahu siapa itu segera jika kau menyukai seseorang. Itu tidak akan bisa dilacak jika waktu berlalu.”
“Um, oke… Kalau begitu, kita perlu memeriksanya sesekali… Dan jika aku menyadarinya, aku akan memberitahumu…” Dia membungkuk ke samping dengan malu-malu.
Duh, apa dia tidak tahu?
Sementara itu, kami tiba di Toko Buku Ogaki. Kebetulan, ada dua Toko Buku Ogaki lainnya, satu di pusat Stasiun Kyoto, dan yang lainnya di Aeon Mall di seberangnya.
Meskipun kantor pusat perusahaan berada di Kyoto, ini seharusnya menjadi kelebihan populasi. Hanya ada satu di Shiga. Beri kami beberapa. Aku suka Ogaki.
“Jadi, yang mana yang kau incar?”
“Di sana.”
Dia menjawab singkat dan berjalan ke bagian komik, aku mengikutinya setelahnya.
“Jadi jilid baru yang kau katakan adalah komik?”
“Y-Ya… aku baik-baik saja sendiri, kamu tidak perlu mengikutiku. Aku sudah memutuskan apa yang harus dibeli.”
“Nah, aku akan mengikutimu. Akan menjadi masalah besar jika sesuatu terjadi ketika kita berpisah.”
“Oh…”
Tanggapannya terasa…dipaksakan?
Tapi alasannya menjadi jelas saat berikutnya.
Sampul berbalut warna pink. Dengan sekelompok pria mencolok dan gadis-gadis cantik diilustrasikan. Warnanya juga glamor.
“Hmm? komik shoujo? Itu tidak terduga.”
“K-Kenapa dengan itu?! Itu menyenangkan! Juga m-menggairahkan. Gadis-gadisnya manis.”
Minato memelototiku dengan marah.
Begitu, jadi dia tidak ingin aku melihatnya membeli komik shoujo. Hmm, mengingat citranya di sekolah… Bisa dimengerti.
Tapi aku minta maaf, Minato. Kekhawatiranmu salah tempat.
“Hm? Komik Shoujo adalah yang terbaik. Aku biasanya membacanya juga.”
“Eh?” Matanya melebar, mulutnya terbuka di balik maskernya, mungkin.
“Itu menggairahkan, membuat jantungmu berdebar-debar. Plotnya juga menarik. Selain itu, aku Malaikat dari SMA Kuze, ingat? Ini adalah buku teks cinta yang suci.”
Selain itu, nasihat cinta membutuhkan pemahaman pikiran pria dan wanita. Meskipun itu fiksi, ada struktur yang tak terpisahkan.
“B-Begitukah…”
“Dan juga novel dan film juga. Aku suka apa yang kusuka, mau bagaimana lagi. Sisa uang paruh waktu dari earphone dihabiskan untuk ini.” Aku mengambil satu.
Minato bergabung denganku saat kami mengeluarkan “Hmm” bermasalah saat mempelajari komik.
“Meskipun terlihat menarik, membeli jilid pertama selalu menjadi rintangan.”
“Ya, aku juga. Aku tidak bisa benar-benar memaksakan diri untuk membeli jika aku tidak tahu apakah itu diterima dengan baik atau tidak, atau apakah akan ada kelanjutannya.”
“Ya, ya—Tapi jika aku membelinya nanti dan itu menyenangkan, maka aku akan merasa seperti ‘Kenapa aku tidak mendukungnya sejak jilid pertama!’ Kan?”
“Ya! Aku akan merasa sangat bersalah. Kenapa aku tidak memilih yang lebih baik, seperti itu.”
“Sungguh,memang begitu—”
Sambil mengobrol percakapan otaku seperti itu, kami melihat-lihat rak dan mengamankan beberapa komik. Dengan itu, kami pergi ke zona literasi.
“Sebenarnya, ini yang aku incar hari ini.”
“Aku juga akan melihatnya.”
Ketika dua otaku berkumpul, tali dompet mengendur, pepatah yang baru saja aku pikirkan. Sangat tepat, ketika kau terlibat dalam percakapan yang panas, kau tidak bisa tidak memilih lebih banyak barang. Tidak ada banyak hal di tanganku sekarang, mungkin itu hal yang baik.
Ngomong-ngomong, Minato pernah mengatakan dalam salah satu percakapan kalau dia biasanya membaca di rumah. Jadi itu bukan kebohongan untuk menutupi komik shoujo, sepertinya dia benar-benar membaca secara umum.
Setelah memberi tahu Minato, yang berhenti di rak paperbacks, aku pergi ke bagian hardcover. Buku yang kucari tidak sulit ditemukan. Itu ditampilkan dengan megah di satu sudut.
“Itu dia, kali ini juga …”
“Jadi ini yang kamu cari?”
Dia menyusul dan berdiri di sampingku. Jilid baru dan segar, aku mengambil buku biru dan melihatnya dengan rasa ingin tahu.
“Hmm, aku belum pernah membeli ini sebelumnya. Aku biasanya membeli paperback.” Dia berkata, menjalankan jari-jarinya pada hardcover.
“Aku juga bukan pembeli yang sering. Aku hanya membeli milik penulis ini.”
“Konomi? Bagaimana cara membaca kanjinya?”
“Itu ‘Kuchiru’. Konomi Kuchiru. Semua bukunya itu romansa, semuanya bagus. Aku tidak sabar menunggu paperback-nya rilis, jadi disinilah aku.”
“Hnn … Tidak pernah mendengar tentang ia.”
“Debutnya tahun lalu. Kudengar itu akan segera mendapatkan paperback. Cobalah, itu akan mengguncangmu.”
“Mengguncang? Bagaimana?”
“Um, bukan apa-apa.”
Yu, baru ingat kalau hal-hal semacam ini tidak sampai padanya. Tidak peduli seberapa besar dia menyukai subkultur, jumlahnya terlalu banyak.
“Dalam karya Konomi, tokoh utamanya biasanya memiliki kekuatan yang aneh.”
“Dengan itu… Seperti milikmu?”
“Yu, dan kemudian, jika kekuatan itu benar-benar ada, apa yang akan mereka lakukan dengannya? Aku pikir aku suka karyanya karena dia benar-benar mengeksplorasi semua kemungkinan.”
“Berhubungan?”
“Kamu bisa mengatakan itu. Yah, yang ada di buku adalah teleportasi, time-leap, dan yang lainnya. Tidak seperti milikku, berguna.”
Jenis yang bisa mendatangkan malapetaka jika jatuh ke tangan yang salah. Benar-benar berbeda dari milikku.
“Tapi, itu cerita yang dibuat-buat, kan? Milikmu nyata.” Dia membolak-balikkan halaman.
“Bagaimana kau bisa yakin?”
“Eh …” Kepalanya tersentak kearahku.
Tanganku masih di buku, aku melanjutkan, “Aku menyembunyikan milikku dari semua orang kecuali keluargaku, Yukito, dan kau. Tidak ada yang tahu apakah kekuatan lain ada atau tidak. Mungkin kita tidak tahu tentang mereka.”
Dia tampak sedang berpikir.
“Tentu saja, mungkin tidak ada. Tapi ketika aku menonton fenomena supernatural atau kejahatan yang belum terpecahkan di tv, aku tidak bisa tidak bertanya-tanya, tidak, curiga. ‘Bagaimana jika itu adalah pekerjaan seseorang yang memiliki kekuatan?'”
“Oh… Um… Ya. Dengan kamu memilikinya, itu terdengar lebih masuk akal.”
Aku mendengus, “Yah, sepertinya aku belum pernah bertemu dengan itu.”
Percakapan terputus di sana saat kami membayar pembelian kami.
Setelah ini, rencananya adalah berkeliaran di sekitar Aeon Mall.
Untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, mengubah lokasi seiring berjalannya waktu akan menghasilkan lebih banyak hasil.
Kami kembali ke Stasiun Kyoto dan menuruni salah satu tangga besar. Di bawah bayangan pilar, aku mengusap pipinya dengan cepat. Masih sama.
Ketika kami melewati gerbang tiket barat, dari samping, Minato bertanya. “Apa kamu ingin bertemu dengan mereka? Orang-orang yang memiliki kekuatan.”
“Hmm… perasaanku campur aduk.”
“Oh…”
“Yah, aku mungkin bertanya pada mereka bagaimana mereka memandang kekuatan mereka, bagaimana mereka menjalani hidup mereka… pertanyaan-pertanyaan seperti itu.”
Tapi hanya bertanya, aku tidak tahu apa-apa lagi. Tidak ada ide tentang bagaimana menangani jawabannya.
Selain itu, aku tidak ingin mereka membalas pertanyaan itu.
“Tapi, mereka mungkin orang jahat. Mereka yang menggunakan kekuatan mereka untuk keuntungan mereka sendiri.”
“Hm.”
Apa yang akan kulakukan, ya?
“Jika… Jika semua orang baik sepertimu, bukankah itu hebat.”
Aku? “Uh, aku juga belum tentu orang baik.”
Dia tidak membalas tanggapanku.
Setelah itu, kami pergi ke berbagai toko di mal dan bersantai. Di tengah jalan, kami beristirahat di bantal raksasa di Muji dan menyentuh pipinya lagi di sudut yang gelap.
Sekitar pukul enam, kami berakhir di Capricciosa. Kami makan pasta dan minum minuman di sana.
Pada akhirnya, jumlah orang yang disukainya tetap sama.
Karena ada satu orang segera setelah kami memulai operasi kami di sekolah, seharusnya aman untuk mencoret kemungkinan dia jatuh cinta dengan seseorang di sepanjang jalan.
Minato sendiri memang mengatakan bahwa dia tidak pernah mengalami cinta seperti itu pada pandangan pertama, jadi ini mungkin cukup bukti untuk sepenuhnya mengabaikan gagasan itu.
Itu kemajuan yang cukup untuk satu hari.
“Menyadari sesuatu?”
“Tidak, aku tidak melihat pola dari data saat ini. Tapi kita akan memulai kembali operasi besok. Mungkin itu akan memberi kita sesuatu wawasan. Kita akan mengerti suatu hari nanti.”
Aku memegang sedotan ke mulutku. Sudah lama sejak terakhir kali aku minum ginger ale, tapi rasanya tetap enak.
“Jadi, ini semua untuk hari ini?”
“Ya. Dan aku ingin memeriksanya sekali sebelum kita berpisah. Atau, aku baik-baik saja dengan ini juga. ”
“Aku tidak mau.”
Minato mendengus manis dan berbalik.
Dia biasanya tenang dan kalem, tapi pada saat seperti ini, semua emosinya tertulis di wajahnya. Menggodanya secara tak terduga menyenangkan.
Tapi itulah yang membuatnya tampak “mempengaruhi”…
“Umm… aku selalu bertanya-tanya.”
“Ya?”
“Saat itu, di loker sepatu kenapa kamu menyentuh wajahku?”
Saat itu, di loker sepatu…
Itu pertama kalinya aku menyentuh wajahnya. Untuk memaksa Makino bergerak, aku melakukan penyelidikan tentang Minato.
Dan itu adalah titik awal dari…
“Aku sudah bertanya-tanya kapan kau akan bertanya,” aku mengakui.
“Begitukah…”
Kami berdua putus asa saat itu, tidak ada waktu untuk berpikir. Tapi sekarang, tidak aneh dia memperhatikan itu.
Dari awal, dia adalah orang yang mengendus aku. Kecurigaan dan deduksinya tepat sasaran.
Itu normal bahwa dia akan menghubungkan titik-titik dan sampai pada kesimpulan bahwa aku melakukan itu untuk sebuah pengakuan.
“Itu bukan… kebetulan, kan?”
“Maaf… aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Urgh, kenapa ada begitu banyak hal yang tidak bisa kukatakan…”
Aku menepuk kedua tanganku untuk meminta maaf. Ini adalah kedua kalinya untuk hari ini.
Namun, aku tidak merasa menyesal. Entah itu mengkhianati Makino atau tetap diam pada Minato. Tapi aku merasa kasihan. Jika posisi kita tertukar, aku mungkin akan frustrasi juga.
Namun, Minato sepertinya tidak keberatan.
“Tidak masalah. Aku punya tebakanku. Aku hanya ingin memberi tahumu. Aku tidak bisa berpura-pura tidak tahu apa-apa, itu saja.”
“Oke terima kasih.”
“Tidak, aku yang meminta bantuanmu di sini. Selain itu, ada hal-hal yang tidak ingin kamu katakan dan hal-hal yang tidak bisa kamu katakan. Aku mengerti bagaimana rasanya.” Dia memandang café au lait dengan rasa ingin tahu sebelum menyesapnya.
Itu benar, kurasa. Posisi kami cukup familiar dalam hal ini.
Itulah mengapa kami bisa menjaga rahasia kami dari satu sama lain tanpa pertanyaan yang tidak perlu.
Ketika dia tahu tentang masa depanku, aku khawatir. Tapi mungkin aku bisa mengatakan bahwa aku beruntung itu dia.
“Bagaimana jika aku memberi tahumu lebih banyak tentang apa yang kulakukan sebagai Malaikat sebagai kompensasi? Jika kau tertarik, tentu saja.” aku menawarkan.
“Hn? Sebagai contoh?”
Dia secara mengejutkan tertarik pada topik itu. Aku tidak bisa tidak merasa bangga.
“Rumor mengatakan bahwa akan ada surat, bukan?”
“Ya. Ketika kamu cemas tentang cinta, surat undangan akan muncul. Malaikat memilih siswa, bukan sebaliknya.”
“Lalu, pada kenyataannya, itu bukan surat, tapi ini.” Aku mengeluarkan ponselku, dan login. Matanya terbuka lebar saat melihat layar.
“Twitter?”
“Ya. Dan terkadang Instagram. Dari akun pribadi, aku mengirimi mereka tautan ruang obrolan melalui pesan langsung. ‘Akses tautannya jika kau ingin berkonsultasi.’”
“Hmm, secara digital…”
“Sudah kubilang. Semuanya online saat ini. Kau harus beradaptasi dengan waktu.”
Meskipun aku mengatakan surat dalam rumor. Untuk legenda urban, getaran dan suasana adalah kuncinya.
“Tapi… Apa itu benar-benar tidak apa-apa? Tautannya mungkin menyebar, atau orang lain selain orang yang diundang mungkin bergabung?”
“Mengenai itu, aku sudah memeriksa kepribadian konsulti, aku sudah menyiapkan tindakan pencegahan. Dan juga, aku berganti akun dan alamat setiap saat. Juga pengalihan ketika aku mau. Dengan ini, rahasia tidak akan pernah bocor. Untuk kasus-kasus ekstrem, aku sudah menyiapkan bahan pemerasan.”
“Menakutkan… Bukankah kamu lebih seperti iblis daripada malaikat?” Dia menarik diri.
“Itu kasar. Tapi, aslinya, Cupid bukanlah malaikat.”
Gambarannya mirip, tapi malaikat adalah pelayan Tuhan, sedangkan Cupid adalah dewa cinta itu sendiri. Yah, tidak seperti kebanyakan orang akan peduli.
“Lalu, kenapa ‘Malaikat’?”
“Enak didengar. Tidak ada yang memanggilku selain itu. Akan panjang jika itu Cupid, bukan? ”
“Ini benar-benar rumit …” dia mengerang.
Ah, aku dipanggil rumit. Dan dia benar. Itu bermuara pada kepribadianku, hal-hal semacam itu.
“Ah…”
“Hm? Ada apa?”
“Maaf… aku baru sadar. Apa yang harus kulakukan sebagai imbalan atas konsultasi ini?”
“Ahh, kau khawatir tentang itu.”
Ya, kami belum benar-benar menyelesaikan ini dengan benar. Yah, sepertinya “Apa pun” adalah kondisi kami, jadi aku benar-benar melupakannya.
“Seperti kapan atau bagaimana kompensasinya? Hadiah, uang, atau…”
“Bodoh. Jika ada sesuatu seperti itu, aku akan memberitahumu dari awal.”
“Eh? Kalau begitu…?”
Kemudian, dari semua hal, dia memeluk dirinya sendiri dengan malu-malu. Sama seperti terakhir kali, tubuhnya ditarik ke belakang, pipinya diwarnai merah.
Tolong, hentikan pemikiran itu.
“Aku tidak butuh apa-apa. Konsultasi normal juga seperti ini.”
“O-oh? Tapi kenapa?” Dia menatapku penuh tanya. “Meskipun itu pasti merepotkan sekali…”
“Itu sangat merepotkan, ya. Tapi aku melakukan ini karena aku mau. Selain itu, tidak meminta imbalan apa pun sebenarnya nyaman, semua hal sudah dipertimbangkan. ”
“Bagaimana bisa?”
“Jika aku mendapat sesuatu sebagai balasannya, kita seimbang, kan? Tapi jika aku tidak mendapatkan apa-apa, maka pihak itu selamanya akan berhutang budi kepada Malaikat. Paling tidak, mereka akan berpikir dua kali untuk memberitahu orang lain tentang Malaikat. Jika aku berada di air yang dalam, aku bisa meminta bantuan mereka juga.”
Tln : In deep water, artinya berada dalam kesulitan/kesusahan
Misalnya, jika identitasku dipertaruhkan, atau ketika aku membutuhkan sesuatu untuk diselesaikan.
“Dan karenanya, orang-orang yang berhutang budi kepada Malaikat cukup banyak. Semakin banyak orang semakin meyakinkan, kan?”
“Bagaimanapun, kamu iblis.” Dia menggelengkan kepalanya seolah mengatakan “Menyedihkan”. Betapa kurang ajarnya.
“Kalau begitu, apa kita akan pergi?” Dia bertanya setelah kami memeriksa sekali lagi di mesin Purikura.
Tln: Purikura, stan foto bergaya Jepang
“Ya, kau bebas pergi. Aku masih memiliki sesuatu untuk dilakukan di sini, tapi kau bisa pergi dari sini.”
“Oh, begitukah?”
“Ya, aku akan menonton film.”
“Hmm… Film.”
Slot malam dari film yang ingin kutonton akan segera dimulai. Tidak ada gunanya membuatnya menunggu, jadi aku membiarkannya pulang dulu.
“Kalau begitu, terima kasih untuk hari ini. Semoga perjalanan pulangmu aman.” Aku melambaikan tangan.
Tapi dia tidak bergeming. “Hei…”
“Hm?”
“Tidak bisakah aku… pergi denganmu?”
Dia menatapku dengan mata menengadah memohon.
Seperti sebelumnya, daya hancurnya itu tak berkesudahan. Parahnya, itu dengan versi kacamata.
“Maksudmu… Menonton film?” aku mengulangi.
“Y-Ya, aku sudah jauh-jauh ke sini… aku sudah lama tidak ke bioskop.”
“Itu film romansa…”
“Aku juga berpikiran sama… Ya, aku mau.”
“Ini akan sampai larut. Kau tidak memiliki jam malam?”
“Tidak apa-apa, toh aku tidak punya.”
“Oke…”
Sepertinya keluarganya tidak terlalu ketat. Minato sendiri sangat jujur, kupikir itu karena keluarganya…
Dan dengan itu, kami berdua naik lift ke lantai dimana bioskop berada.
Kami mendapat tempat duduk bersebelahan, dan menonton preview dan iklan dengan bengong.
“Aku tidak tahu apakah itu bagus atau tidak, asal kau tahu.”
“Aku tidak keberatan.”
“Dan juga, mungkin ada adegan-adegan itu.” Mungkin sudah terlambat, tapi lebih baik peringatkan dia.
“Ngh! T-Terserah. Aku tidak bisa mengembalikan uangku sekarang … ”
“Oke.”
“Tapi … jangan melihat ke arahku, ditengah-tengah filmnya diputar”
“Kalau itu bagaimana ya.”
“Tidak boleh! Pokoknya tidak! Mengerti!?”
“Mengerti. Mengerti.” Dia menyenangkan untuk digoda seperti biasa.
“Hmph…” Dia berbalik.
Pada akhirnya, ini seperti kencan.
◆ ◆ ◆
Di peron stasiun.
“Itu cukup bagus.”
“Ya,” dia setuju.
“Kau menangis,” kataku.
“Ap?! Sudah kubilang jangan melihat!”
“Aku tidak, tapi aku bisa mendengarmu terisak.”
“Jangan dengarkan juga!”
Itu mungkin kan…
“Ngomong-ngomong, aku sedang berpikir…”
“Apa!” dia menyela.
“Apa kau pernah jatuh cinta dengan aktor dan selebriti?”
“Eh… um. Tidak, kukira … Ya, tidak.”
Hmm… Ini mungkin petunjuk penting lainnya.
Yah, jatuh cinta dengan seseorang di TV, itu seharusnya terlalu aneh, bahkan untuknya.
“Besok, ayo kerakan semuanya.”
“Ya.”
Tapi, nadanya saat dia menjawab entah bagaimana suram.
Selingan Ayaha
“‘Membaca pikiran orang’… dalam kondisi apa?” Aku menutupi kepanikanku dengan ekspresi tidak tertarik.
Tln: Setiap Selingan Ayaha adalah kelanjutan dari yang sebelumnya, dan berlangsung pada hari yang sama
“Hmm” Dia berpikir keras untuk sementara waktu.
Angin bertiup dan rambut hitamnya yang setengah panjang berkibar dan menangkap cahaya.
Itu dan wajahnya yang tampak serius membuatku melirik kearahnya sebelum aku menyadarinya.
“Yah, mengetahui apa yang dipikirkan targetmu! Apa yang mereka sukai, apa yang tidak mereka sukai, apa mereka sedang senang, atau dalam kesedihan. Atau mereka ingin makan malam apa, semuanya!”
“Apa-apaan itu…” Bukankah itu terlalu banyak?
“Bukankah itu luar biasa? Maksudku, itu adalah kekuatan super—!”
Pada kenyataannya, tidak ada hal seperti itu.
Aku ingat untuk memikirkan itu dengan baik. Tapi karena itu, aku merasa jauh lebih sedikit gugup.
“Jadi apa selanjutnya?”
“Apa kamu akan menggunakannya untuk kebaikan? Atau untuk dirimu sendiri?” Dia bertanya.
“Tentu saja, aku akan menggunakannya untuk kebaikan, kurasa.”
Aku pikir begitu. Dan pasti, sebagian besar orang akan melakukannya.
Namun,
“Namun… bisakah aku melakukan itu atau tidak, itu sampai kekuatan itu ada di tanganku yang aku mengerti. Aku bukan orang suci.”
Orang yang baik… aku tidak.
Apa aku menunjukkan terlalu banyak emosi untuk pembicaraan hipotesis, aku bertanya-tanya. Menyadari hal ini, aku mengintipnya. Dia tiba-tiba serius juga.
“Hmm… begitu ya.”
“Apa?”
“Tidak ada apa-apa. Kamu baru saja mengatakan hal yang sama seperti karakter utama dalam sebuah drama, itu saja. Kenapa kamu tidak melamar pekerjaan sebagai penulis naskah? Saatnya kamu untuk bersinar.”
“Aku tidak akan melakukannya. Dan itu sangat bodoh.” Aku menolaknya mentah-mentah.
“Oh… aku ingin melihatnya bagaimanapun, cerita yang kamu tulis.”
Dia membungkuk dan tertawa riang.
Itu membuatku senang sekaligus malu, mau tak mau aku membuang muka.
Melihat ke belakang, sungguh sia-sia.
Seharusnya aku melihatnya sepuas hatiku saat aku masih bisa.
“Dan kau?”
“Hm?”
“Apa yang akan kau lakukan? Jika kau memiliki kekuatan seperti itu.”
Kalau dipikir-pikir, itu adalah jawaban yang sangat dipengaruhi drama. Bukan begitu?
Tapi tetap saja, aku senang aku bertanya padanya dengan benar.
Hei, Ayaha—.