“Morita-kun…,
maukah kamu jadi pacarku?”
#Dokun
Jantungku
berhenti berdetak.
Seorang
teman sekelas perempuan yang duduk di sebelahku menatap lurus ke arahku.
Dari
jendela di belakangnya, aku bisa melihat kelopak bunga sakura, yang
benar-benar layu.
Daun-daun dari
pohon itu bergoyang-goyang karena angin.
Angin
sepoi-sepoi yang masuk melalui jendela menggoyangkan rambut panjang teman
sekelasku, Torii
Neneha-san.
Meskipun kuyakin dia tidak melakukan terapi atau pewarnaan pada
rambutnya, tetap saja, jika dibandingkan dengan rambutku yang seperti liar ini,
rambutnya benar-benar berbeda.
Rambutnya
yang tipis memberikan rona kecoklatan dan tampak indah dengan
sedikit bergoyang, di bawah sinar matahari sore itu.
Saat ini,
tidak ada siswa yang datang untuk meminjam buku juga tidak ada orang yang
belajar di perpustakaan, tempat kami duduk saat ini.
Pustakawan
juga untuk beberapa alasan atau lainnya keluar dari tempat duduknya.
Hanya aku
dan dia, menjadi anggota komite perpustakaan.
……Memang benar bahwa di perpustakaan, dengan hanya kami
berdua di sana, aku ditembak oleh
Torii tentang perasaannya terhadapku.
Yah,
sejujurnya aku punya beberapa insting yang menyarankanku
bahwa dia akan mengatakan sesuatu seperti ini, suatu hari
nanti.
Sementara
ada juga beberapa perasaanku,
berfantasi dan berharap jika dia akan mengatakan sesuatu seperti ini kepadaku.
Inilah
mengapa aku telah berlatih simulasi di otakku berulang kali, tentang jawabanku
padanya ketika sudah waktunya.
Meskipun,
Torii-san yang sebenarnya di depanku, sedikit melampaui kelucuan Torii-san yang
mengakui perasaannya berulang kali, dalam pikiranku.
Saat
menerima kejutan berat yang di luar perhitunganku, aku menjawab.
(TN ENG: Aku
terkejut dengan cara yang berbeda…)
“Aku
tidak pernah tahu bahwa kamu berpikir… tentang
keinginan untuk memiliki hubungan denganku”
Meskipun
mungkin masih memiliki poker face ini,
pikirku.
“Maafkan
aku… tiba-tiba mengatakan itu dengan keras pasti membuatmu bingung, kan”
Torii-san
menertawakannya dengan ekspresi minta maaf-sedih di wajahnya.
Melihat
ekspresi di wajahnya, aku buru-buru kembali sadar dan berkata.
“Aku
baik-baik saja! Aku sedikit terkejut, tapi Um, aku
baik-baik saja!”
……Tidak, tidak, tidak, apanya tidak apa-apa!?
Karena
tidak menjawab dengan benar dan tetap tertegun untuk beberapa waktu lagi,
Torii-san sekarang memiliki wajah menyesal-sedih ini lho!?
Hibur dia lebih baik! AKU!
Sebaliknya,
aku harus
membalas secepatnya!
Kata-kata
yang keluar dari mulutku begitu tidak berarti sehingga aku tidak bisa menahan
diri untuk membalas/menggerutu pada diriku sendiri dalam pikiranku.
Balas!
Aku bertekad untuk melakukannya, tetapi tidak ada yang
terlintas dalam pikiranku.
Semakin aku
terburu-buru untuk mengatakan sesuatu sebagai balasannya,
semakin aku tidak tahu
harus berkata apa.
Jawaban
atas pengakuannya, yang telah kupersiapkan
sebelumnya, sengaja dihapus dari ingatanku.
Kekuatan dari…
pengakuan Torii-san sangat luar biasa sampai sejauh itu.
Dari
beberapa saat lalu, bahkan jantungku dalam keadaan tidak normal.
Itu
berdetak seperti drum dari musik
folk di mana
orang-orang akan menari dengan gembira.
“Kamu tahu,
ketika aku berpikir… bahwa aku mungkin bisa bersamamu, Morita-kun, jika aku
bergabung dengan komite perpustalaan, aku menjadi anggotanya sekali lagi tahun
ini. Ketika kita berada di
tahun kedua kita dan
dipasangkan bersama untuk tugas perpustakaan, aku jatuh cinta pada Morita-kun…”
Saat aku
masih tercengang dan tidak bisa menjawab, Torii-san mulai berbicara sambil
menatap meja perpustakaan di depanku.
“Jadi, aku
memutuskan bahwa jika Morita-kun juga menjadi anggota komite perpustakaan tahun
ini…, aku akan menyatakan perasaanku padanya”
Pipi
Torii-san sudah diwarnai dengan warna merah.
Jari-jarinya
yang ramping terus-menerus, berulang kali menyisir rambutnya di sekitar
wajahnya ke belakang telinganya.
Hanya
dengan melihatnya, aku bisa merasakan ketegangan di tubuh Torii-san seolah-olah
dia akan meledak.
Aku berpikir,
“Kita sudah
berada di tahun ketiga SMA, dan kita adalah siswa yang bersiap untuk menghadapi
ujian, jadi ini bukan waktunya untuk memikirkan perasaan apa pun seperti cinta.
Tapi karena ini tahun terakhir kita…, juga, mungkin tahun terakhir aku menghabiskan
waktu bersama di sekolah yang sama dengan Morita-kun, …jadi kupikir aku ingin
membuat kenangan yang tak terlupakan bersama, dengan waktu terbatas yang kita punya ini…”
Mata besar
dan bulat itu menatapku dalam sekejap.
Kemudian
bagian bawah alis itu turun ke bawah.
Dia tampak
cemas dan gelisah.
“Jadi,
apakah kamu ingin… menjadi
pacarku?”
Aku harus
menjawabnya dengan cepat.
Aku tidak peduli apa itu.
Tidak
apa-apa meskipun sederhana.
Selama
perasaanku tersampaikan, itu yang terpenting.
Aku menarik
napas dalam-dalam beberapa kali.
Kemudian, jawabannya.
“Ya, …Jika
kamu baik-baik saja denganku, tolong jaga aku…”
“…!”
“…Bahkan diriku… sejak tahun kedua aku mulai menyukai Torii-san… jadi,
aku juga… bahagia”
Kecemasan
Torii-san menghilang dari wajahnya, seperti
dia bersinar.
Aku juga lega bahwa aku akhirnya bisa mengatakan kalimat penting itu dengan
sangat baik.
Aku belum
pernah melihat Torii-san begitu bahagia sebelumnya, seperti yang dia lakukan saat
sekarang tersenyum manis di depanku.
Torii-san,
yang selalu memiliki kepribadian yang tenang dan lembut, bukanlah tipe gadis
yang menonjol di sekolah kami.
Namun, dia
secara alami bisa diajak bicara oleh perempuan dan laki-laki, seorang gadis yang menenangkanmu hanya dengan kehadirannya.
Tidak
peduli siapa yang berbicara dengannya, dia selalu merespons dengan ramah, dan aku
tidak pernah melihatnya berbicara di belakang seseorang.
Sebaliknya,
aku sering melihatnya dengan tenang menegur teman-temannya yang berbicara buruk
tentang orang lain di belakang mereka, itulah sebabnya perlahan-lahan banyak
anak laki-laki mulai memiliki pendapat yang baik tentangnya di belakangnya.
Pertama
kali aku berbicara
dengan Torii-san adalah tahun lalu.
Ketika kami
berdua berada di kelas yang berbeda tetapi terdaftar di komite perpustakaan yang sama.
Itu sekitar
waktu ketika kami kebetulan berpasangan sepenuhnya secara kebetulan dan sedang
bertugas di perpustakaan pada hari yang sama.
Sejak
pembangunan perpustakaan kota di depan stasiun, jumlah siswa yang menggunakan
perpustakaan sekolah tampaknya telah berkurang, sehingga anggota komite
perpustakaan hanya memiliki sedikit kegiatan.
Oleh karena
itu, Torii-san dan aku secara
naluriah mulai mengobrol untuk menghabiskan
waktu dan menjadi teman saat kami berbicara tentang satu
sama lain.
Torii-san
kehilangan ibunya dalam sebuah kecelakaan saat dia berusia tiga tahun, sekarang
dia tinggal bersama ayahnya sejak saat itu.
Bahkan aku kehilangan
ayahku ketika aku berusia lima tahun karena penyakit parah dan karenanya,
tinggal bersama ibuku sejak saat itu.
Jadi, kami
memiliki satu kesamaan, kami berdua kehilangan salah satu wali kami ketika kami
masih muda.
Kupikir
kami tidak butuh waktu lama untuk cocok karena kesamaan dalam keadaan kami.
Aku
langsung jatuh cinta pada Torii-san.
Dan saat
aku mulai menaksirnya, aku sudah mencoba segalanya untuk menarik perhatiannya
ke arahku.
Aku membaca
semua novel yang Torii-san katakan dia suka dan juga mendapatkan maskot
karakter favoritnya dari arcade, mengatakan, “Aku tidak
menginginkannya, jadi aku akan memberikannya kepadamu”, sambil
mengulanginya berulang-ulang dalam pikiranku, aku mencintaimu, mataku hanya
tertuju padamu.
Entah
bagaimana, aku merasa bahwa aku jatuh cinta pada Torii-san sebelum dia jatuh
cinta padaku.
Tapi meski
begitu, alasan kenapa aku butuh waktu lama untuk menyatakan pengakuanku, “Aku
mencintaimu, Torii-san”, dalam kata-kata pasti karena aku terlalu malu
untuk mengatakannya di depannya…
Ini
benar-benar menyedihkan bagiku.
“Fufu… ah
rasanya luar biasa… aku sangat, sangat bahagia sekarang”
Torii-san
menjadi begitu kewalahan oleh emosinya sehingga dia tampak seperti akan
menangis meskipun wajahnya tersenyum.
Melihat
itu, aku merasa perasaan batinku untuk Torii-san mulai muncul secara tiba-tiba.
“Mulai
sekarang, tolong jaga aku…
Torii-san”
“Ya,
…! Um, aku akan lebih
senang jika kamu memanggilku dengan nama depanku. …?”
“Lalu, …
Neneha”
“…Ya, aku
juga akan berada dalam perawatanmu. Daiki”
Saat aku
dipanggil dengan namaku sendiri oleh Torii… Tidak, oleh
Neneha-san, dadaku mulai terasa mengembang dan gatal…
Nah,
beginilah rasanya senang dan bahagia dipanggil dengan nama sendiri oleh gebetanmu.
Jarak
antara kami diperpendek, dan kami menjadi sadar bahwa kami sekarang istimewa bagi
satu sama lain.
Mulai hari
ini dan seterusnya, kita adalah sepasang kekasih.
Tentu saja,
karena kami berdua adalah peserta ujian, kami mungkin tidak dapat berkencan saat
ini.
Tapi
bagaimana kalau belajar bersama?
Jika kita
belajar sambil saling menyemangati, kita
pasti lulus.
Dan
kemudian, sesekali, kita bisa
keluar dan berkeliaran untuk bersantai.
Juga, kita
bisa pergi ke tempat-tempat yang dapat membantu dalam
studi kita juga.
Seperti
pergi ke Museum atau galeri seni yang merupakan tempat yang baik untuk belajar
tentang sejarah.
Akuarium
dan kebun binatang mungkin bagus untuk belajar… biologi juga.
Setelah
rapat komite akhirnya selesai, kami menuju stasiun bersama sambil membicarakan
hal-hal seperti itu.
Jalan
pulang yang biasa entah bagaimana benar-benar berbeda dari biasanya.
Gadis di
sebelah kiriku, gebetan sekolahku,
sekarang menjadi pacarku.
Dengan ini
saja, bahkan aroma udara pun tampak wangynya
berbeda sekarang.
……Aku juga punya pacar, sekarang, Ayah…
Aku
berbicara dalam hatiku sambil menghadap ke langit yang remang-remang itu.
Aku ingin
tahu apakah ayahku sedang mengawasiku sekarang, dari suatu tempat.
Kuharap dia menertawakanku sambil menontonku di cloud nine, mendapatkan pacar pertamanya.
Aku merasa sangat bahagia sehingga aku ingin membual tentang hal ini kepada ayahku, yang beristirahat
di surga.
Mungkin
juga karena hari ini adalah hari terbaik dalam hidupku sejauh ini.