Hari sudah senja ketika Sandai terbebas dari percakapan yang tidak pernah berakhir dengan Nakaoka.
Setelah bosan dengan Sandai yang terus menerus mengambil sikap ragu-ragu, Nakaoka melipat tangan, sambil menghela nafas berkata, “Baiklah, pikirkan saja,” dan mengakhirinya. Pengorganisasian ruang referensi sejarah sekolah pun selesai.
Benar-benar kelelahan mental, Sandai kembali ke rumahnya, dengan goyah memasuki kamarnya sendiri, dan segera menjatuhkan diri di tempat tidur.
“Aku ingin langsung tidur…”
Dia didesak oleh dorongan hati seperti itu. Meski ia harus melakukan sesuatu sebelum itu; di pagi hari, ia telah berjanji untuk menghubungi Shino nanti.
Sandai perlahan-lahan bangun dan membuka aplikasi pesan di ponselnya. Pertama-tama ia menambahkan ID Shino, lalu mencoba mengirim pesan padanya… dan tangannya berhenti.
Berbagai hal yang telah dikatakan Nakaoka kepadanya berkedip-kedip dalam pikirannya. Entah bagaimana ia merasa dirinya saat ini sedang menghadapi persimpangan jalan yang penting, membuat jari-jarinya berhenti bergerak.
Waktu berlalu begitu saja dalam waktu Sandai tetap membeku, dan itu sudah jam sembilan ketika ia menyadarinya.
“…Aku tidak boleh memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Aku harus benar-benar melupakan kata-kata Sensei. Mencoba mengirim pesan akan semakin sulit dan semakin sulit semakin aku memikirkannya.” Sandai secara paksa mengosongkan kepalanya. Dan kemudian, meskipun perlahan, jari-jarinya mulai bergerak. “Dan seperti… ini.”
Sandai memutuskan untuk mengirim pesan hanya berisikan namanya, seolah-olah memberi tahu Shino bahwa itu dirinya.
Sandai menekan tombol kirim, dan rasa pencapaian dan kelelahan yang aneh menghantamnya pada saat yang bersamaan.
Sandai mencoba mengambil minuman untuk mengambil nafas-hanya untuk dikejutkan oleh dering teleponnya.
Dengan gugup ia memeriksanya, dan itu dari Shino.
>Aku sudah menunggu~.
“Bahkan belum satu menit sejak aku mengirim pesan itu…” Tidak mengharapkan balasan secepat itu, Sandai meneguk air liurnya sementara keringat keluar dari dahinya. “…aku harus menanggapi balasan Yuizaki, kan?”
Sandai dengan cemas mulai berpikir apa yang harus dibalas, tetapi sebelum dia bahkan bisa mengirim teks apapun, pesan lanjutan dari Shino datang satu demi satu.
>Terima kasih telah menepati janji.
>Aku sangat gugup, bertanya-tanya kapan akan mendengar kabar darimu.
> Ngomong-ngomong, lucu juga ya ngirim pesan cuma nulis namamu doang, humormu bagus juga.
Pesan tanpa henti dalam waktu singkat, membuat Sandai berpikir bahwa mungkin lebih mudah untuk berpura-pura tidak melihatnya dan kemudian mengirim pesan ‘Maaf, aku tidak melihatnya’ sebagai alasan, tetapi fitur aplikasi pesan menghentikannya.
Aplikasi ini akan menunjukkan ‘Read,’ yang memberitahu pihak lain bahwa pesan itu telah dilihat. Tidak memberikan balasan sama saja dengan mengabaikannya. Dia tidak bisa menggunakan alasan bahwa dia tidak melihatnya.
“Apa yang harus aku lakukan… Itu benar…aku pakai alasan gak terbiasa pake aplikasi ini aja deh.”
Hasil pemikirannya: Sandai memutuskan untuk jujur dan menceritakan situasinya saat ini. Kejujuran akan menjadi yang terbaik pada saat seperti ini. Mungkin.
“Errr… Maaf, aku karena aku penyendiri, jadi ini pertama kalinya aku ngechat orang. Mungkin aku bakalan balas lambat atau mungkin bakal kebingungan, jadi maaf ya.”
>Cius ? Kay!
“‘Cius?’ dan ‘Kay’? Apa ini? Aku tidak mengerti. Aku mohon, tolong pake bahasa yang jelas.”
Sandai ingin mengabaikan kata-kata yang sama sekali tidak dia ketahui artinya, tetapi tetap tidak mengerti akan membuat pemahaman satu sama lain menjadi sulit, jadi mau tidak mau dia menanyakan artinya.
Dan kemudian-
>cius adalah bahasa gaul untuk serius, dan kay adalah kependekan dari okay~.
“Ah, aku mengerti. Jadi itu bahasa gaul dan kependekan dari itu.”
Pertukaran pesan seperti itu dengan Shino berlanjut cukup lama.
Shino mulai memperlambat pesannya, memberikan Sandai sedikit ruang untuk santai, dan percakapan mulai bergulir dengan cukup baik.
Di tengah-tengah obrolan santai seperti itu, Shino tiba-tiba menyebutkan bahwa dia ingin pergi ke rumah Sandai hari Minggu depan.
> Boleh gak aku mampir kerumahmu minggu depan ? Aku membuat konfeksi di tempat kerja, dan aku ingin latihan bikin. Kita buat sama-sama yuk.
Sandai mempertanyakan apakah dirinya yang tidak memiliki pengalaman dalam membuat konfeksi bisa membantu dalam latihan. Dia menanyakannya kepada Shino untuk berjaga-jaga, dan Shino menjawab, ‘Tidak apa-apa’.
Jika orang yang mengajak bilang begitu, berarti bakalan baik-baik saja. Sedangkan untuk mampir kerumah, Sandai tidak masalah karena dia sudah pernah mengizinkannya masuk dua kali.
Dengan waktu yang mulai larut, obrolan diakhiri dengan saling mengirim, ‘Selamat malam’.
“….Sekarang ngapain ya ? Sepertinya sudah waktu untuk anime.” Dia melihat jam, dan melihat waktu hanya lima menit sebelum anime larut malam tayang.
Sandai mengantuk, tapi tidak menonton bukanlah pilihan, jadi dia tidur setelah menonton anime.
3
Menjelang hari Minggu berikutnya, mereka menghabiskan hari-hari mereka berpura-pura acuh tak acuh satu sama lain di sekolah, tetapi bertukar pesan konyol di rumah pada malam hari.
Perhatian dari siswa lain mulai berkurang secara signifikan. Bahkan Nakaoka yang telah menyuruhnya terus; mungkin mengambil pendekatan tunggu-dan-lihat, dia tidak mencoba untuk ikut campur walaupun dia memberikan tatapan curiga.
Sementara itu, hari Minggu tiba. Sandai menggunakan pakaian keluarnya, menuju ke stasiun, dan duduk di bangku, menunggu Shino tiba.
Shino turun dari kereta yang datang tak lama kemudian.
Sandai melambaikan tangannya. Shino menyadarinya dan bergegas menghampirinya dengan berlari kecil.
“Sudah lama nunggu ?”
“Aku baru saja sampai di sini.”
“Syukurlah~.”
Shino secara alami mengenakan pakaian polos karena hari ini adalah hari libur, mengenakan pakaian kasual berupa celana yang dipotong pendek, kemeja putih dengan polkadot, dan sandal bermotif bunga. Dia juga memegang keranjang anyaman besar yang bagian dalamnya tidak diketahui olehnya.
Meskipun sekarang sudah memasuki sepertiga terakhir bulan September, masih ada banyak hari dengan cuaca panas. Dan hari ini adalah salah satunya, sehingga Shino tampak mengenakan pakaian musim panas
Karena Sandai hanya pernah melihat Shino dalam seragam sekolah, pakaian polos itu memberikan perasaan segar.
“…Haruskah kita pergi?” Sandai bertanya dan bangkit dari bangku.
“Tunggu sebentar,” dan kemudian Shino menginjak rem. “Umm… Ini akan sangat mendadak dan aku minta maaf, tapi…” Shino menggaruk-garuk pipinya dengan tatapan minta maaf, dan kemudian seorang gadis kecil tiba-tiba dan malu-malu keluar dari belakangnya.
Sandai memiringkan kepalanya melihat kemunculan gadis misterius itu.
“Umm… Ketika aku meninggalkan rumah, dia tiba-tiba mengatakan dia akan ikut denganku.”
“Eh… Datang bersama denganmu ketika kau meninggalkan rumah? Jangan katakan padaku, Yuizaki… apakah kau telah menjadi… ibu dari satu anak?”
“K-kau salah!” Shino melambaikan tangannya dan menyangkalnya dengan panik. “Siapa yang bahkan memiliki anak sebesar ini di usiaku!? Maksudku aku masih perawan, bagaimana mungkin aku bisa memiliki-tidak-tidak, lupakan apa yang baru saja kukatakan.”
Rupanya itu bukan anaknya, tetapi ketika dipikir-pikir lagi, Shino masih seorang siswa SMA dan terlebih lagi tidak pandai dengan laki-laki; tidak mungkin dia memiliki seorang anak.
Aku telah membuat kesalahpahaman yang dapat dengan mudah diketahui jika aku memikirkannya dengan tenang, Sandai merenung sambil menggaruk pipinya.
“Err, ku pikir udah pernah bilang sebelumnya, tapi aku punya adik perempuan. Dan ini adikku. Aku tahu seharusnya aku memberitahumu ketika aku berada di kereta, tapi… itu sulit untuk dibicarakan.”
Shino memang pernah mengatakan bahwa ia punya adik perempuan sebelumnya. Sandai juga mengingatnya.
“Ayo, sapa Onii-chan.”
“…Senang bertemu denganmu. Aku Miki.”
Adik perempuan Shino, Miki, sangat mirip dengan Shino, seperti yang diharapkan dari kakak beradik.
Satu-satunya perbedaan yang bisa dilihat sekilas, selain dari warna rambut Shino yang diwarnai, mungkin hanya di sekitar matanya.
Berbeda dengan kelopak mata ganda Shino, Miki juga memiliki kelopak mata ganda yang cantik tetapi matanya sayu.
“Senang bertemu denganmu, Miki-chan.”
“O-Ohay…” Miki menutup matanya rapat-rapat dan menunduk; bukannya takut, tapi tampak malu.
“Aku benar-benar minta maaf, Fujiwara…”
“Kau tidak perlu meminta maaf.”
“Tidak baik jika aku menyusahkanmu, jadi aku menyuruhnya untuk menjadi gadis yang baik dan bermain dengan Ibu dan Ayah di rumah.”
“Aku tidak berpikir itu adalah masalah sama sekali jadi tidak apa-apa, sungguh… tapi Miki-chan, mungkinkah kau mencintai Onee-chan-mu makanya kau ingin ikut dia ?”
Sandai berjongkok dan tersenyum, hanya untuk Miki yang tersenyum senang dan memberikan anggukan kecil.
“Yup. Miki mencintai Onee-chan.”
Seorang gadis polos yang sesuai dengan usianya; begitulah tampaknya bagi Sandai. Shino membuat ekspresi yang tak terlukiskan saat dia menonton semuanya dari samping.
“kenapa, Yuizaki? Ada apa dengan wajah itu?”
“….Aku akan memberitahumu sebelumnya, tapi Miki adalah seorang gadis yang langsung berubah menjadi nakal begitu dia dekat dengan seseorang. Dia pintar bersikap polos, jadi cobalah untuk tidak tertipu,” kata Shino, hanya untuk Miki mengalihkan pandangannya.
Dan dia berkata, “Onee-chan, masih marah tentang kemarin…?”
“Nn? Yah tentu saja.”
“Jangan marah seperti itu… Itu karena Miki berpikir melon kecil mungkin muat di dalam bra-mu, Onee-chan… dan ternyata muat…”
“Meskipun begitu kau jangan mengayun-ayunkannya dan bermain-main dengannya! Tali dan pengaitnya rusak, tau gak!”
“Salah sendiri punya dada besar…”
“Tidak, bukan karena itu.”
“Sungguh tubuh yang egois…”
“….Dari mana kau mempelajari kata-kata itu?”
“Itu di TV.”
“Kau tidak akan rugi jika tidak menonton hal semacam itu.”
Mereka sedang membicarakan sesuatu yang hebat, seperti bermain-main dengan bra atau semacamnya. Miki tampak seperti gadis yang berperilaku baik, tetapi sebenarnya seperti yang dikatakan Shino; dia hanya pura-pura polos, dan karakter aslinya cukup bebas dan liar.
Sandai tahu itu bukan sesuatu yang harus dia dengarkan dengan penuh perhatian, jadi dia menutup telinganya dengan tangannya untuk saat ini.
“Nn? Huh, Onii-chan itu menutup telinganya. Oh baiklah, itu benar. Heh hei, Onee-chan, punya waktu sebentar?”
“Apa.”
“Kau berbicara tentang pergi ke rumah teman, tapi itu bukan rumah seorang gadis, ya?”
“….Aku kan gak pernah bilang kalau mau ke rumah teman perempuan”
“Apakah lebih baik tidak bilang ke Ayah dan Ibu? Kau juga menyembunyikannya dari Miki, jadi itu berarti kau juga belum bilang ke mereka, kan?”
“Aku-aku berpikir untuk bilang ke mereka suatu hari nanti, tetapi kami belum memiliki hubungan semacam itu juga… umm… Aku harap kau tidak memberitahu mereka jika kau bisa.”
“Hubungan semacam itu? Belum? Hmm… fufu… Miki gak terlalu mengerti, tetapi jika kau mau, maka Miki akan tetap diam. Tapi sebagai gantinya, pergilah berciuman dengan Onii-chan itu di depan Miki, oke?”
“Eh?”
“Miki melihat adegan ciuman saat nonton drama, jadi Miki penasaran bagaimana jadinya kalau di dunia nyata dan ingin melihatnya. Makanya, Miki akan tetap diam jika kau ciuman. Kau gak benci Onii-chan itu, kan? Ini pertama kalinya Miki melihatmu berinteraksi dengan pria selain Ayah, Onee-chan. Jadi kau suka dengannya kan ?”
“Kalau dipikir-pikir… Aku menyukainya… mungkin ?”
“Kau Cuma menebak ? Apa-apaan ini ? Miki akan bilang ke Ayah dan Ibu, oke?”
“…Aku menyukainya, aku pikir.”
“Kau pikir ?”
“A-aku menyukainya. Aku menyukainya! Puas sekarang ?”
“Jadi kau memang menyukainya. Miki dengar momentum itu penting dalam hal seperti ini, jadi ayolah dan buatlah keputusan hari ini.”
“…”
Pertengkaran mereka tampaknya telah berhenti, jadi Sandai menjatuhkan tangan yang menutupi telinganya.
Dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi Miki menyeringai, sementara Shino mengutak-atik poninya dengan wajah merah sampai ke telinganya.
Mengapa Yuizaki memerah-Ah, aku mengerti. Kemarahan tentang bra itu telah mereda, tapi rasa malunya masih ada, kan? Sandai membuat tebakan seperti itu. Dan kemudian dia bersumpah bahwa akan mencoba untuk tidak mengatakan kata yang akan dikaitkan dengan hal tersebut.
Ini akan menjadi cerita yang berbeda jika Sandai memiliki hobi membuat orang menjadi tidak nyaman, tapi dia tidak punya fetish yang menyimpang seperti itu.
Sekarang, setelah memahami apa yang harus diperhatikan dalam percakapan, Sandai menuju apartemennya bersama mereka karena mereka tidak bisa hanya berdiri disana selamanya.
Lokasonya tidak terlalu jauh dari stasiun, jadi mereka sampai di sana setelah beberapa menit berjalan kaki.