Ralph langsung terduduk lemas dan tak ada tanda-tanda ia bergerak.
“…Bagaimana jadinya?”
Cain meneguk tehnya lalu meletakan cangkirnya diatas meja.
“Paling tidak Marf-dono harus mengundurkan diri sebagai senat… Lalu meminta maaf kepada Cain- Tuan Silford sebagai perwakilan kerajaan dan juga membayar ganti rugi…. Yah semua itu tergantung keputusan dari parlemen di Tanvare… Negara juga tidak ingin berperang dengan kerajaan Esfort… mungkin mereka akan memilih membayar kompensasi…. Dengan jumlah yang cukup besar tentunya…”
Fort menjelaskan hal itu sedangkan Marf yang terus gemetaran dan tidak dapat berkata-kata.
“…Begitu ya… Aku juga tidak ingin sampai ada peperangan antar negara… Mungkin aku akan menerima itu…”
“Aku bersyukur anda mengatakan itu…”
Cain dan Fort saling mengangguk dengan puas.
Kemudian Marf berlutut di samping tubuh Ralph yang sedang pingsan dan kemudian menundukan kepalanya.
“Tu-tuan Silford… Ka-kami minta maaf atas kejadian hari ini… Ayo! Kamu juga sujud!!”
Marf pun mendorong kepala Ralph hingga menyentuh lantai.
“…Tuan Silford… maafkan aku… Atas semua kejadian ini”
Melihat keduanya bersujud, Cain melirik kearah Fort.
“Mohon maaf, tapi bisakah anda menerima permintaan maaf dari mereka… kurasa semua ini akan tetap dibawa ke sidang senat…”
“Baiklah… aku terima permintaan maaf kalian… Bisakah aku serahkan sisanya kepada Fort-san??”
“Aku akan berusaha melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab… Jika tidak aku tidak tahu apa yang akan dikatakan Edin-san nanti…”
“Oh, kamu kenal Edin-san…?”
“Ah, tentu saja… Edin-san yang merekomendasikanku kepada Ketua guild disini… dan juga aku mendengar tentang keluarga Silford.. bahwa adik perempuannya Edin-san. Tiffana sang Komandan Royal Knight juga menjadi tunangan anda…”
“Kamu sampai tahu hal itu??”
“Yah karena informasi itu bagaikan nyawa sebuah guild…”
Keduanya saling mengangguk, dan setelah Fort menfatakan ‘serahkan saja sisannya kepadaku’ Cain pun meninggalkan guild dan bergegas kembali ke penginapan.
Ketika ia sampai di penginapan, terlihat Telestia, Silk, dan Liltana sudah menunggu dengan wajah khawatir setelah mengetahui tentang adanya panggilan dari guild.
“Ah, Cain-sama, apa kamu baik-baik saja?? Kamu pergi begitu saja… ketika aku tanya guru mereka juga tidak tahu alasannya…”
“Aku kira Cain-kun melakukan sesuatu lagi…”
“Masa sampai kenegara lain sih… Tidak ada apa-apa kok…”
Cain berusaha untuk merahasiakan itu. namun mereka sepertinya sudah mengerti setelah melihat ekspresi Cain. Mereka menduga pasti telah terjadi sesuatu lagi.
“Cain-sama.. untuk saat ini sepertinya kita harus membicarakan hal ini di kamar ya…. Karena kamar Cain-sama adalah kamar berdua, ayo ke kamar kita…”
“Benar, Cain-kun, meskipun kamu berusaha menyembunyikannya, itu bisa langsung ketahuan, kamu tahu??”
Telestia dan Silk merangkul kedua tangan Cain, dan membawanya menuju ke kamar.
◇◇◇◇
Setelah kembali ke mansionnya, Marf tampak sangat marah. Dia menendang kursi, serta melemparkan gelas kedinding.
“Konyol! Seluruh kerja keras ku, Semua hancur semudah itu!! Ralph!! Ini semua salahmu!! Pintar sedikit dong!!!! Oi.. bawa dia keluar!!”
Mematuhi perkataan Marf, prajurit pengawalnya meraih tangan Ralph dan membawanya keluar ruangan. Marf yang telah menjadi sendirian di kamarnya menghabiskan waktu dengan berpikir. Bagaimana caranya dia bisa melewati semua situasi ini, apa dia harus melepaskan posisinya sebagai senat itu. Namun tiba-tiba pintu diketuk dan pelayan masuk kedalam ruangan.
“Kernaapa kau masuk!! Tak ada yang memberimu izin!!”
Sambil ketakutan menghadapi kemarahan Marf, pelayan itu mulai berbicara.
“Tapi… Utusan Marquis Cordino dari kerajaan Esfort sudah datang…”
“Kerajaan Esfort??? Marquis Cordino katamu?? Ini…”
Marf pun tersenyum menyeringai, dan dia lalu keluar dari kamarnya. Marf memiliki hubungan yang cukup erat dengan Marquis Cordino. Meskipun akhir-akhir ini mereka kehabisan stok, Marf lah yang telah memberikan izin untuk perdagangan manusia milik Marquis Cordino masuk ke negara itu.
Ia mengijinkan orang-orang yang diculik dan dijadikan budak untuk masuk sebagai budak kriminal. Dia mengatur semua dibalik layar dan menerima komisi dari penjualan. Jika posisinya dalam bahaya, maka itu akan mengakibatkan kerugian bagi Marquis Cordino. Ketika Marf menyadari hal itu, ia pun menyeringai, dan berusaha memutar otak untuk menyusun argumen agar dia bisa menyelamatkan dirinya.
“Jadi dimana utusan itu??”
“Saya mengantarnya ke ruang tamu…”
“Bagus.. mari kita temui… antar aku kesana…”
“Baik… sebelah sini…”
Bersama pelayan itu ia berjalan menuju ke ruang tamu. Utusan itu adalah seorang pemuda yang masih berusia sekitar 20an.
“Maaf membuatmu menunggu… aku sedang ada sedikit urusan.. Jadi, ada urusan apa anda datang hari ini??”
“Maaf atas kunjungan ku yang mendadak… Sebenarnya.. ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan—”
Utusan itu melirik kearah pelayan. Seakan mengetahui maksudnya, Marf pun menyuruh pelayan itu untuk meninggalkan ruangan.
“Saya permisi…”
Pelayan itu pun keluar dan meutup pintu, sehingga hanya tinggal mereka berdua didalam ruangan itu.
“Terimakasih atas perhatianmu… Namaku Riggan, salah satu orang kepercayaan Marquis Cordino.. jadi yang ingin aku bicarakan adalah—”
Seiring dengan penjelasan dari Riggan, secara bertahap Marf mulai mengendurkan pipinya dan semakin tersenyum. Kompensasi mungkin akan menghabiskan kantongnya, namun ia berpikir itu akan segera kembali.
“Aku akan membuat pengaturan segera… Sebenarnya aku juga ada sedikit masalah… mungkin jika rencana ini berhasil, posisiku akan tetap aman…”
“Begitu ya… Karena kedua belah pihak sedang sama sama mengalami kesulitan, mari kita berusaha sekuat tenaga melaksanakan rencana ini… Kalau begitu, mari kita bicarakan rinciannya—”
Mereka berdua melanjutkan pembicaraan rencana mereka dalam waktu yang cukup lama. Karena tak ada satupun pelayan yang diizinkan untuk masuk, Marf sendirilah yang membuatkan minuman.
Pembicaraan itu berlangsung sekitar empat jam. Ketika pembicaraan itu selesai mereka tampak kelelahan, namun Marf tersenyum puas.
“Kalau begitu Riggan dono, aku mengandalkan mu… Pihak ku juga akan mulai mengaturnya besok…”
“Ya.. Kami juga tidak akan lengah… Dengan ini kita bisa menghilangkan sosok yang mengganggu Marquis Cordino—”
Mereka berdua menyeringai sambil berjabat tangan dengan erat.
“Sampai jumpa, Riggan-dono, aku mengandalkanmu…”
“Baik, kami juga..”
Riggan pun membungkuk dan pergi meniggalkan mansion itu. Marf yang ditinggal sendirian pun tersenyum puas dan menuangkan anggur yang baru ke dalam gelas dengan hati yang sangat bahagia.
“Jika rencana ini berhasil… Aku bisa mempertahankan posisiku… Bahkan meskipun tidak berhasil, aku akan mendapatkan uang yang banyak…”
Ia duduk disofa dengan senyuman penuh diwajahnya, kemudian ia mulai meneguk anggurnya. Dia mulai membayangkan saat-saat ketika rencana itu sukses dilaksanakan. Diantara mereka berdua, tidak bahkan termasuk Marquis Cordino dan Viscount Bard, tak satupun diantara mereka yang tahu bahwa Cain itu berbeda dari petualang biasa. Bahkan jika mereka mengenal petualang peringkat S, itu hanya dalam skala manusia. Hanya beberapa orang di kerajaan Esfort termasuk sang raja yang mengetahui kenyataan ini.
Tanpa sepengetahuan Cain, hitungan mundur menuju keruntuhan sudah dimulai.