Cain terdiam setelah mendengar sebuah pernyataan yang sama sekali tak pernah terlintas di benaknya itu. Namun meskipun begitu, tatapan kedua mata Lizabeth masih menatap langsung kearah Cain.
“…Ini terlalu tiba-tiba…. Aku tidak bisa langsung memberikan jawabannya….”
Meskipun ini adalah hubungan antara ras manusia dan ras iblis, kecantikan dari Lizabeth seolah membuat perbedaan itu terabaikan. Bahkan Cain tidak merasa keberatan ketika dia berada dirumahnya.
Terlebih karena dia sebelumnya diperlakukan sebagai budak, jadi Cain ingin memperlakukan dia dengan lembut agar dapat menghilangkan citra buruk umat manusia. Darmeshia pun juga cukup berhati-hati menghadapinya karena dia tahu Lizabeth adalah keluarga Kaisar.
Namun saat ini Cain sudah memiliki beberapa tunangan. Sungguh dia tidak memperlakukan Lizabeth dengan perasaan romantis sama sekali.
Apalagi dia memiliki Telestia yang mudah cemburu. Meskipun Silk juga tidak akan banyak komentar, namun sudah pasti dia akan menerima ceramah lagi darinya.
Seakan sudah mengetahui hal ini, Lizabeth pun mengangguk dengan polosnya.
“Aku mengerti kamu tidak bisa langsung menjawabnya…. Tapi aku sudah lama meninggalkan kekaisaran… dan besok aku akan kembali kesana…. Jadi aku agak khawatir….”
Melihat Lizabeth mengatakan itu seolah tak berdaya, Cain pun mengulurkan tangannya dan membelai rambut Lizabeth. Mungkin dia juga tidak mengerti alasan mengapa ia melakukan ini, namun ia tetap membelai rambutnya.
Pada awalnya Lizabeth merasa terkejut ketika Cain tiba-tiba membelai rambutnya, namun ia segera merasakan rasa nyaman.
“Saat ini aku sudah punya tiga tunangan… dan aku datang kemari sebagai bangsawan kerajaan lain dan menjadi perwakilan… jadi aku tidak bisa seenaknya memberikan jawaban… selain itu aku juga butuh persetujuan raja… jadi maafkan aku….”
Cain menarik tangannya dari kepala Lizabeth dan kemudian meletakan kedua tangannya dilutut lalu membungkuk meminta maaf.
Melihat hal ini Lizabeth pun menarik nafas meskipun sedikit sedih.
“Aku tahu… ini cuma ke egoisan ku saja… tapi.. aku ada satu permintaan….”
“Ya jika itu sebuah permintaan sederhana aku akan mendengarnya… yah meskipun mungkin aku tidak bisa memenuhinya…”
Setelah mendengar jawaban Cain, wajah Lizabeth pun memerah dan mulai agak gugup. Namun ia akhirnya menatap Cain dan berusaha menguatkan tekadnya.
“Mulai besok… Aku akan berjuang untuk menjadi kaisar berikutnya…. Jadi.. jadi…. Bisakah… ma-malam ini kita tidur bersama….”
Wajah Lizabeth pun memerah sejadi-jadinya. Sedangkan Cain terlihat kebingugnan dihadapkan dengan situasi ini.
Memang ruangan untuk Cain ini merupakan ruang tamu terbaik di istana ini dan tempat tidurnya cukup besar untuk memuat beberapa orang dewasa bersamaan. Jadi pasti tidak akan masalah dari segi ruang jika dua orang anak-anak tidur bersama.
Namun, Cain tetap tidak bisa mutuskan apakah tidak apa-apa bagi mereka tidur satu kamar. Karena sebelumnya Sang Raja pernah menekankan soal ini ketika dia bertunagnan dengan Telestia.
Apalagi itu dulu ketika dia masih kecil. Sedangkan saat ini dia sudah berusia 14 tahun. Terlebih meskipun Lizabeth tampak seusia dengannya, namun dia sudah memiliki daya tarik milik seorang wanita.
“Itu… kurasa itu akan buruk mengingat aku juga sudah cukup dewasa….”
Cain berusaha menolaknya degan sopan, namun Lizabeth menggelengkan kepalanya seolah tidak menerima.
“Cain… ini bukan wilayah manusia… jadi hukum dunia iblis lah yang digunakan…. Disini mau sebanyak apapun orang yang belum dewasa tidur bersama…. Itu.. itu ti-tidak akan masalah! Tenang saja! Tak akan ada yang mempermasalahkan ini…”
Melihat Lizabeth mengatakan dengan sejelas itu, di dalam hati Cain mulai goyah.
“Tidak perlu khawatir….meskipun aku bilang tidur bersama, bukan berarti akan ada kontak fisik… tidak masalah jika itu menggunakan pembatas… aku hanya ingin tidur dikamar yang sama saja…”
“Kalau begitu… kurasa tidak masalah…”
Cain pun akhirnya jatuh kedalam bujukan Lizabeth itu. Bagi dirinya mungkin inilah yang disebut ‘dimana bumi dipijak disana langit dijunjung’. Jadi ia langsung menerimanya setelah diyakinkan oleh Lizabeth bahwa ini bukan masalah.
TL Note : 郷に入れば郷に従え (Jika kau ada di sebuah kota, patuhilah yang ada dikota itu)
Setelah mendengar permintaannya disetujui, Lizabeth tersenyum lebar. Meskipun Cain sedikit terkejut melihat senyuman ini, ia berusaha tetap tenang dan tidak menampakkannya.
Lizabeth mengatakan ia akan mengenakan pakaian tidur terlebih dahulu, jadi ia meninggalkan ruangan ini. Namun Lizabeth terlihat berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah melompat seakan riang gembira.
Cain yang menyaksikan hal ini dari belakang hanya bisa menghela nafas dan pasrah lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.
Setelah beberapa saat, terdengar suara pintu diketuk, dan sosok Lizabeth yang tadi mengenakan pakaian semacam jubah sudah berganti menjadi pakaian tidur.
“Maaf membuat mu menunggu…. Ayo kita tidur!!”
Melihat sosok Lizabeth yang pipinya merah merona membuat Cain menelan ludah sendiri.
“Uh, ya.. benar. Besok kita bangun pagi, jadi kita harus segera istirahat…”
Mereka pun naik ke tempat tidur dari sisi yang berlawanan dan menggunakan panel di dekat tempat tidur untuk mengurangi pencahayaan di dalam kamar.
Mereka memutuskan agar ruangan itu tetap redup dan tidak sampai gelap gulita. Namun, seorang pria dan wanita yang hampir dewasa saat ini sedang berada di tempat tidur yang sama. Tak mungkin tak ada perasaan yang timbul diantara mereka.
Cain benar-benar merasa terlalu gugup dan tidak bisa tertidur.
“… Hei, Cain. Apa kamu sudah tidur …?”
“Belum… aku belum tidur… apa Lizabeth tidak bisa tidur??”
“Ya… mari kita ngobrol sebentar….”
“Boleh…”
Meksipun biasanya Lizabeth berbicara dengan nada yang kasar dan cenderung ceplas-ceplos, kali ini nada suaranya terdengar imut.
Sambil berbincang satu sama lain, mereka berdua yang seharusnya tidur di kedua ujung tempat tidur, perlahan mulai bergeser ketengah.
Namun karena rasa gugup mereka, mereka melanjutkan pembicaraan sambil berusaha agar bahu mereka tidak saling menempel. Namun itu tak berlangsung lama.
Semakin pmbicaraan itu berlanjut, lama kelamaan suasana semakin sunyi dan mereka berdua tertidur.
Keesokan harinya, Pintu tiba-tiba terbuka dengan penuh semangat.
“Cain-sama!!! Tolong dengar——kan…”
“Arara—— ini ——”
“Tolong jangan masuk kamar sembarangan———— wah…Seperti yang diharapkan dari Cain-sama….”
Yang memasuki kamar adalah Seto dan Refane istrinya, serta Darmeshia yang mengikuti di belakang mereka.
Mendengar suara mereka bertiga, Cain pun berusaha membuka matanya.
Dia memang terkejut ketika melihat sosok mereka bertiga tepat di depan matanya. Namun Cain lebih terkejut dengan kenyataan bahwa Lizabeth tidur sambil memeluk dirinya.
“…Cain-sama… kalau soal ini… aku tidak bisa…”
Melihat Darmeshia membuat ekspresi seolah sulit berkata-kata, Cain pun segera mengelengkan kepalanya.
“Tidak, Darmeshia…. Aku memang tidur satu ranjang… tapi entah sejak kapan Lizabeth menempel…”
Ketika Cain berusaha membuat alasan, tiba-tiba udara disekitar seolah membeku.
“Cain-sama, apa anda mau bilang kalau semua ini cuma main-main??? Nee~ Seto-sama… kamu juga tahu kalau bermain-main itu tidak boleh kan???”
Refane meminta persetujuan Seto sambil menatapnya dengan tatapan dingin. Cain pun mulai berkeringat dingin ketika ia teringat Darmeshia pernah babak belur dan hampir terbunuh ketika mencoba menegahi masalah Seto dengan istrinya.
Dalam diam Seto mengangguk berkali-kali sedangkan Darmeshia selangkah demi selangkah meninggalkan ruangan tanpa membuat suara.
Cain perlahan menggunacangakn bahunya agar Lizabeth yang ada dipelukannya ikut menjelaskan. Lizabeth perlahan membuka matanya, dan ketika ia melihat orang-orang pipinya mulai memerah.
“Tidak, ini bukan saatnya tersiu malu…. Lizabeth juga tolong jelaskan… ”
Cain segera mengganti pakaiannya dan menuju ke ruang tamu untuk menjelaskan kepada Refane yang terus melihat dirinya dengan tatapan dingin.
Mantep wkwk