Sesampainya keruang tamu, Cain menjelaskan situasinya kepada Seto dan Refane yang duduk dihadapannya. Karena Lizabeth berganti pakaian di ruangan berbeda, ia akan bergabung dengan mereka setelah kembali ke kamarnya dan berganti pakaian.
Keberangkatan mereka di tunda hingga sore hari, dan Darmeshia pun menyiapkan teh untuk mereka.
“Cain-sama boleh juga… Aku tidak menyangka anda berani menyentuh Tuan puteri….”
“Sudah kubilang bukan begitu…. Aku akan minta Lizabeth menjelaskan saat dia kemari…”
Meskipun Seto melontarkan candaan seperti itu, Refane masih terus menatao Cain dengan tajam. Tiba-tiba pintu diketuk dan Lizabeth yang telah mengganti pakaiannya pun masuk. Dia langsung duduk di sebelah Cain tanpa mengatakan apapun.
Namun dia duduk cukup dekat hingga bahunya bisa menyentuh bahu Cain.
“Selamat pagi semuanya… maaf telah menunjukan hal memalukan tadi…”
Cain hanya tersenym pahit mendengar sapaan dari Lizabeth yang tampak tersipu malu.
“Kalau begitu mari kita dengar… Kenapa kalian berdua bisa tidur sekamar?? Tuan puteri juga tahu kan? Apa artinya tidur bersama itu??”
Ketika semua sudah berkumpul Reffane mulai mengajukan pertanyan dengan penuh percaya diri.
“Pada malam hari kami sedang membahas agenda esok hari… Lalu Lizabeth bilang ingin tidur bersama… Jadi…”
“Meskipun begitu, laki-laki dan perempuan tidur bersama di satu ruangan…. Bahkan Cain-sama juga tahu kalau itu masalah kan??”
“Tentang itu… Lizabeth bilang tidak apa-apa karena masih dibawah umur…. Benar kan???”
Cain menoleh kearah Lizabeth yang duduk disampingnya untuk meminta persetujuan. Namun Lizabeth malah melihat keatas dan menjulurkan lidahnya seolah tersenyum mengejek.
“Ehehe… Itu bohong…”
“Kok??? “
Lizabeth yang biasanya pendiam itu menjawab dengan wajah yang memerah. Cain pun mulai lemas, namun tatapan tajam dari Refane tidak menghilang.
“Jadi… Belum menikah, dan tidur dengan tuan puteri… Bagaimana anda akan bertanggung jawab???”
Cain tidak bisa menjawabnya sendiri, diapun melirik kearah Seto. Namun Seto tetap diam dan malah mengalihkan pandangannya keatas. Mungkin karena Refane saat ini sedang marah.
Dan saat itu, Darmeshia pun tersenyum lalu berkata.
“Refane-sama, Cain-sama tidak bisa memberikan jawaban secepat itu… Beliau ini adalah bangasawan dari negara lain… Apalagi saat ini tuan puteri sedang ada dalam masa yang sangat penting… jadi saya pikir langkah terbaik adalah menunggu saat yang tepat untuk membahas ini…”
Darmeshia juga tahu bahwa Refane sama sekali tak memiliki belas kasihan ketika ia marah. Pernah sekali dia dikejar sampai menjadi tumpukan Serangga.
Karena itu ia menyarankan agar lebih berfokus kepada masalah kekaisaran daripada masalah Cain. Meskipun Refane membenci soal perselingkuhan seperti ini, namun ia berhasil diyakinkan bahwa kali ini ada masalah yang lebih penting di negeri ini.
Jika perang sampai terjadi, maka Cain akan berdiri di pihak ras manusia dan menjadi musuh mereka. Seperti apa yang dijelaskan oleh Seto, apabila perang sampai terjadi, maka ras iblis akan musnah. Karena itu ia menekankan untuk tidak pernah menentang Cain.
Ketika pertama kali ia mendegar penjelasan Seto, ia sangat tidak bisa mempercayai itu. Apa benar seluruh negeri akan dihancurkan oleh sosok seimut ini?? Sungguh hal yang tidak mungkin.
Setelah memutar otaknya dengan sekuat tenaga, akhrnya Refane pun menghela nafas panjang. Dia pun berkesimpulan tidak ada gunanya memperpanjang masalah ini. Dan benar kata Darmesia, saat ini ada masalah yang lebih penting.
“Apa boleh buat… sekarang ada hal yang lebih mendesak bagi para ras iblis… tapi setelah semua ini selesai, aku akan menanyakan jawaban anda…”
Cain tidak dapat membantah, dan ia pun mengangguk. Tapi. Lizabeth yang biasanya nampak bermartabat dan cool itu kini hanya tersenyum-senyum dan tersipu malu.
Sambil terus memikirkan mana sosok Lizabeth yang sebenarnya, Cain mendengarkan penjelasan angenda selanjutnya dari Seto.
◇◇◇◇
“Kalau begitu mari kita pergi!”
Kereta kuda yang dinaiki oleh Cain dan rombongannya pun berangkat meninggalkan Kerajaan Seto dan menuju ke Kekaisaran.
Awalnya sebuah kereta khusus untuk Lizabeth dan Cain akan satu kereta dengan Seto. Namun Lizabeth bersikeras ingin satu kereta dengan Cain, dan akhirnya Cain pun naik di kereta Lizabeth.
Karena kereta itu akan dinaiki oleh puteri kaisar, terlihat kereta itu di hias dengan mewah.
Awalnya dia sempat penasaran kenapa tidak menggunakan sihir transfer atau terbang saja, namun ternyata yang dapat menggunakan sihir transer hanyalah bangsawan kelas atas saja. Para pengawal tidak dapat menggunakannya. Terlebih area Ibukota kekaisaran adalah area yang memblokir sihir transfer.
Darmeshia mengendalikan kereta yang dinaiki oleh Cain dan Lizabeth, dan ia mulai menggerakan kereta maju perlahan-lahan menuju kekaisaran.
Di negeri para iblis ini, meskipun dikatakan bahwa setiap raja iblis memerintah sebuah kerajaan. Namun pada kenyataan nya dareah itu hanya seperti kota besar yang meliputi kota-kota kecil didalamnya. Bahkan di Ibukota Kekaisaran hanyalah sebuah kota yang dianggap sebuah Kekaisaran.
Jadi pada dasarnya jarak mereka tidak terlalu jauh. Meskipun mereka berangkat sore hari, mereka akan segera sampai pada malam hari berikutnya. Terlebih akan ada sebuah kota ditengah perjalanan nanti jadi mereka tidak ada masalah dengan akomodasi.
Di tengah perjalanan mereka menginap semalam di penginapan, namun kamar disana sangat lah mewah sangat berbeda dengan apa yang dibayangkan. Dikatakan bahwa Seto selalu menginap disana ketika lewat sehingga kamar disana menjadi lebih mewah.
Setelah sarapan mereka pun meninggalkan kota persinggahan itu.
Jalan menuju ke Kekaisaran di lapisi dengan susunan batu sehingga membuat nya terlihat aman. Meskipun juga ada hutan tempat monster muncul, namun karena secara berkala dilakukan pembasmian maka tak sampai melimpah.
Kereta pun terus berjalan tanpa masalah dan mereka sudah dapat melihat Kekaisaran sebelum malam.
“Itu lah Kekaisaran…. “
Setelah mendengar perkataan Lizabeth, Cain pun menngintip keluar jendela. Dan ia dapat melihat Kekaisaran yang memiliki warna dasar berwarna putih.
Meskipun tidak terlalu mencolok, terpampang sebuah kta yang indah dan penuh warna.
“Aku mengandalkanmu ya…”
Melihat Lizabeth mengatakan itu dari samping, ia merasa Lizabeth tampak lebih cantik dari sebelumnya.