Pernyataan mengejutkan Hinata membuat semua orang yang hadir di tempat itu gempar.
Ini pernyataan yan belum pernah ada sebelumnya, dan mereka membutuhkan waktu untuk mencerna kalimat itu. Namun Bangla yang lebih dulu menyadarinya langsung berteriak.
“Jangan main-main!! Bukan Saint yang menentukan siapa yang berhak mennjadi Pope!!! Semua orang gereja lah yang menentukannya!!!”
Melihat Bangla penuh kemarahan Hinata sama sekali tidak bergeming.
“…Tidak, bukan orang-orang gereja yang menentukannya….. melainkan para dewa…. Dan juga wakil para dewa…”
Namun, Bangla mendengus.
“Hng, Mau itu keputusan dewa atau bukan…. Tidak berguna jika kita tidak mendnegar mereka!!!”
“——Begitu katanya….”
Bersamaan dengan perkataan Hinata, panggung itu diselimuti oleh cahaya putih yang merambat sampai kesemua area. Sekilas pandangan semua orang menghilang, dan terdengar suara teriakan menggema.
Ketika pandangan orang-orang kembali, mereka kembali terfokus kearah Hinata. Dan mereka melihat sosok berjubah putih dan menggenakan topeng putih berdiri disamping Hinata.
Jubah putih yang dikenakan oleh sosok itu berhiaskan sulaman emas dan semua orang dapat merasakan kesan yang lebih mewah dan berkelas dari jubah yang di kenakan oleh para Cardinal. Terlebih dari ujung jubah itu samar-samar terpancar cahaya putih.
“——Izinkan aku berdiri disini sebagai…. Perwakilan Para Dewa…”
Setiap orang terpesona mendengar suara yang sangat jernih dan merdu, namun tidak jelas apakah itu suara pria atau suara wanita. Beberapa dari mereka merasakan energi dewa dari jubah itu lalu langsung berlutut dan berdoa ditepmpat.
Dari keempat Cardinal yang ada, Denter dan Samtam yang langsung berlutut dan menundukan kepala mereka. Namun Bangla nampak tidak perduli dan justru semakin marah.
“Si-siapa kau!!!?”
“Terima kasih banyak,Tuan utusan Dewa….”
“U-u-utusan!!??? Jangan bercanda!!!”
Bangla terkejut dan panik ketika mendengar perkataan Hinata yang menyebut Utusan Dewa. Pria bertopeng itu— Cain, sekilas menatap kearah Bangla, namun seolah mengabaikannya, ia pun langsung menatap orang-orang gereja yang sedang berkumpul.
“Aku datang kemari untuk menyampaikan kehendak para dewa.. Izinkan aku menunaikan tugasku ini… Para dewa selalu melihat dan mengetahui segalanya… Termasuk… Nyawa-nyawa yang hilang karena adanya pemilihan Pope ini… Apa kau mengerti apa maksudnya?? Cardinal Bangla…..”
Cain tak berniat untuk memaafkasn kasus perampokan yang terjadi kepada para pejabat gereja dan pedagang hanya karena untuk pemilihan Pope ini. Ketika sosok yang menyembunyikan ekspresinya dibalik topeng ini melirik kearah Bangla, dia pun merasa gentar.
“Aku tidak tahu! Apapun yang dilakukan bawahan ku, bukan urusan ku!! Lagipula tidak ada buktinya!”
“Karena itu barusan aku bilang kan… Para dewa telah melihatnya dan mengetahui segalanya…. termasuk apa yang dilakukan Priest Oliver…”
Setelah mendengar nama Priest Oliver disebutkan, Bangla terlihat sedikit mundur dan kemudian ia mengarahkan jari telunjuknya pada Cain.
“Dia penipu!!! Mengaku-ngaku sebagai utusan dewa, ini adalah penghinaan untuk para dewa!! Cepat tangkap orang itu!!!”
Mendengar perintah dari Cardinal Bangla, para ksatria menjadi siaga. Namun ketika mereka melihat Hinata berdiri disamping sosok itu dengan tenangnya, mereka jadi bingun apakah mereka harus mematuhi perintah ini atau tidak.
Cain pun menghela nafas lalu mengeluarkan sebuah permata dari dalam Item Box. Ia meletakan permata itu ditangan kanan nya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Lalu ia mengalirkan energi sihirnya kedalam permata itu.
Permata itu pun bersinar dan memunculkan sebuah hologram tiga dimensi diatasnya. Setiap orang yang menyaksikan hologram itu pun membelalak dan segera berlutut. Sosok yang muncul dalam gambbar tiga dimensi itu adalah sosok yang sama dengan tujuh patung dewa.
“Orang ini adalah perwakilan kami ketujuh Dewa….”
Dari gambar tiga dimensi itu terdengar suara Zenom menggema diseluruh kuil. Semua orang disini telah mendengar suara Dewa untuk pertama kalinya.
Ada diantara mereka yang langsung menyatukan tangan dan berdoa. Ada pula orang yang langsung menangis karena bahagia. Orang-orang ini merasa telah diberkahi kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidup mereka dapatkan.
Namun, masih ada diantara mereka yang tidak mengakuinya. Lebih tepatnya mereka tidak mau menerima nya.
“Aku tidak percaya ini!!! Aku tidak terima ini!!! Mati kau!!!!”
Cardinal melapalkan sihir dan seketika gumpalan bola api berdiameter satu meter melayang dilangit dan mulai meluncur kearah Cain.
“Awas!!!”
Cardinal Denter refleks melompat berdiri namun bola api itu melesat cepat kearah Cain. Namun Cain hanya mengayunkan tangan kirinya——
dan dalam sekejap bola api itu pun meenghilang.
“Kenapa!?”
“Apa yang kau pikirkan, melakukan serangan kepada Utusan para Dewa!!! Orang ini adalah pemberontak kepada perintah Dewa! Taangkap dia!!”
Atas perintah dari Cardinal Denter, para ksatria kuil pun segera menangkap Cardinal Bangla.
“Aku yang seharusnya menjadi Pope!!! Kenapa jadi begini!! Aku tidak terima!!!”
Empat orang ksatria membawa pergi Cardinal Bangla yang meronta-ronta. Setelah Cardinal Bangla menghilang, Cain menyimpan kembali permata ditangannya itu kedalam Item Box dan kembali menatap para petinggi gereja.
“Ini memang memalukan… Aku akan melanjutkan tugasku…. Kehendak para dewa adalah…. Cardinal Denter, Para Dewa menitipkan posisi Pope selanjutnya kepadamu….”
“Siap!!”
Cardinal Denter pun bergerak kehadapan Cain lalu ia berlutut dan menundukan kepalanya.
“Ini ada kiriman dari para Dewa…”
Dari dalam Item Box Cain mengambil sebuah jubah lagi yang ia terima dari para Dewa. Jibah putih berhiaskan sulaman emas yang sangat cocok bagi seorang Pope. Cardinal Denter pun sambil gemetaran menerima benda itu dari Cain.
“Saya terima dengan senang hati….. Saya akan memenuhi tugas sebagai Pope dengan tulus sepenuh hati….”
Cardinal Denter pun kembali membungkuk sambil memegaang jubah itu dengan penuh kehati-hatian. Cain pun tersenyum, dan ia melirik kearah Hinata. Hinata pun mengangguk sambil tersenyum lebar.
“Aku akan menyerahkan sisanya kepada Saint…. Semoga Marinford semakin berjaya bersama Pope yang baru….”
Cain pun segera menghilang dan berpindah menggunakan sihir transfer keruang tamu tempat sebelumnya dia berada. Iapun melepas jubah dab topengnya, lalu duduk dan bersandar di sofa.
“Benar-benar melelahkan…. Urusanku disini sudah selesai… langsung pulang aja apa ya….”
Sebenarnya dia masih ada misi mengawal pulang, namun Cain sempat terpikirkan untuk segera kembali menggnakan sihir transfer miliknya.
Sambil menunggu kedatangan Bishop Hanam, ia pun berbaring disofa dan mencoba memejamkan matanya.
Pernyataan mengejutkan Hinata membuat semua orang yang hadir di tempat itu gempar.
Ini pernyataan yan belum pernah ada sebelumnya, dan mereka membutuhkan waktu untuk mencerna kalimat itu. Namun Bangla yang lebih dulu menyadarinya langsung berteriak.
“Jangan main-main!! Bukan Saint yang menentukan siapa yang berhak mennjadi Pope!!! Semua orang gereja lah yang menentukannya!!!”
Melihat Bangla penuh kemarahan Hinata sama sekali tidak bergeming.
“…Tidak, bukan orang-orang gereja yang menentukannya….. melainkan para dewa…. Dan juga wakil para dewa…”
Namun, Bangla mendengus.
“Hng, Mau itu keputusan dewa atau bukan…. Tidak berguna jika kita tidak mendnegar mereka!!!”
“——Begitu katanya….”
Bersamaan dengan perkataan Hinata, panggung itu diselimuti oleh cahaya putih yang merambat sampai kesemua area. Sekilas pandangan semua orang menghilang, dan terdengar suara teriakan menggema.
Ketika pandangan orang-orang kembali, mereka kembali terfokus kearah Hinata. Dan mereka melihat sosok berjubah putih dan menggenakan topeng putih berdiri disamping Hinata.
Jubah putih yang dikenakan oleh sosok itu berhiaskan sulaman emas dan semua orang dapat merasakan kesan yang lebih mewah dan berkelas dari jubah yang di kenakan oleh para Cardinal. Terlebih dari ujung jubah itu samar-samar terpancar cahaya putih.
“——Izinkan aku berdiri disini sebagai…. Perwakilan Para Dewa…”
Setiap orang terpesona mendengar suara yang sangat jernih dan merdu, namun tidak jelas apakah itu suara pria atau suara wanita. Beberapa dari mereka merasakan energi dewa dari jubah itu lalu langsung berlutut dan berdoa ditepmpat.
Dari keempat Cardinal yang ada, Denter dan Samtam yang langsung berlutut dan menundukan kepala mereka. Namun Bangla nampak tidak perduli dan justru semakin marah.
“Si-siapa kau!!!?”
“Terima kasih banyak,Tuan utusan Dewa….”
“U-u-utusan!!??? Jangan bercanda!!!”
Bangla terkejut dan panik ketika mendengar perkataan Hinata yang menyebut Utusan Dewa. Pria bertopeng itu— Cain, sekilas menatap kearah Bangla, namun seolah mengabaikannya, ia pun langsung menatap orang-orang gereja yang sedang berkumpul.
“Aku datang kemari untuk menyampaikan kehendak para dewa.. Izinkan aku menunaikan tugasku ini… Para dewa selalu melihat dan mengetahui segalanya… Termasuk… Nyawa-nyawa yang hilang karena adanya pemilihan Pope ini… Apa kau mengerti apa maksudnya?? Cardinal Bangla…..”
Cain tak berniat untuk memaafkasn kasus perampokan yang terjadi kepada para pejabat gereja dan pedagang hanya karena untuk pemilihan Pope ini. Ketika sosok yang menyembunyikan ekspresinya dibalik topeng ini melirik kearah Bangla, dia pun merasa gentar.
“Aku tidak tahu! Apapun yang dilakukan bawahan ku, bukan urusan ku!! Lagipula tidak ada buktinya!”
“Karena itu barusan aku bilang kan… Para dewa telah melihatnya dan mengetahui segalanya…. termasuk apa yang dilakukan Priest Oliver…”
Setelah mendengar nama Priest Oliver disebutkan, Bangla terlihat sedikit mundur dan kemudian ia mengarahkan jari telunjuknya pada Cain.
“Dia penipu!!! Mengaku-ngaku sebagai utusan dewa, ini adalah penghinaan untuk para dewa!! Cepat tangkap orang itu!!!”
Mendengar perintah dari Cardinal Bangla, para ksatria menjadi siaga. Namun ketika mereka melihat Hinata berdiri disamping sosok itu dengan tenangnya, mereka jadi bingun apakah mereka harus mematuhi perintah ini atau tidak.
Cain pun menghela nafas lalu mengeluarkan sebuah permata dari dalam Item Box. Ia meletakan permata itu ditangan kanan nya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Lalu ia mengalirkan energi sihirnya kedalam permata itu.
Permata itu pun bersinar dan memunculkan sebuah hologram tiga dimensi diatasnya. Setiap orang yang menyaksikan hologram itu pun membelalak dan segera berlutut. Sosok yang muncul dalam gambbar tiga dimensi itu adalah sosok yang sama dengan tujuh patung dewa.
“Orang ini adalah perwakilan kami ketujuh Dewa….”
Dari gambar tiga dimensi itu terdengar suara Zenom menggema diseluruh kuil. Semua orang disini telah mendengar suara Dewa untuk pertama kalinya.
Ada diantara mereka yang langsung menyatukan tangan dan berdoa. Ada pula orang yang langsung menangis karena bahagia. Orang-orang ini merasa telah diberkahi kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidup mereka dapatkan.
Namun, masih ada diantara mereka yang tidak mengakuinya. Lebih tepatnya mereka tidak mau menerima nya.
“Aku tidak percaya ini!!! Aku tidak terima ini!!! Mati kau!!!!”
Cardinal melapalkan sihir dan seketika gumpalan bola api berdiameter satu meter melayang dilangit dan mulai meluncur kearah Cain.
“Awas!!!”
Cardinal Denter refleks melompat berdiri namun bola api itu melesat cepat kearah Cain. Namun Cain hanya mengayunkan tangan kirinya——
dan dalam sekejap bola api itu pun meenghilang.
“Kenapa!?”
“Apa yang kau pikirkan, melakukan serangan kepada Utusan para Dewa!!! Orang ini adalah pemberontak kepada perintah Dewa! Taangkap dia!!”
Atas perintah dari Cardinal Denter, para ksatria kuil pun segera menangkap Cardinal Bangla.
“Aku yang seharusnya menjadi Pope!!! Kenapa jadi begini!! Aku tidak terima!!!”
Empat orang ksatria membawa pergi Cardinal Bangla yang meronta-ronta. Setelah Cardinal Bangla menghilang, Cain menyimpan kembali permata ditangannya itu kedalam Item Box dan kembali menatap para petinggi gereja.
“Ini memang memalukan… Aku akan melanjutkan tugasku…. Kehendak para dewa adalah…. Cardinal Denter, Para Dewa menitipkan posisi Pope selanjutnya kepadamu….”
“Siap!!”
Cardinal Denter pun bergerak kehadapan Cain lalu ia berlutut dan menundukan kepalanya.
“Ini ada kiriman dari para Dewa…”
Dari dalam Item Box Cain mengambil sebuah jubah lagi yang ia terima dari para Dewa. Jibah putih berhiaskan sulaman emas yang sangat cocok bagi seorang Pope. Cardinal Denter pun sambil gemetaran menerima benda itu dari Cain.
“Saya terima dengan senang hati….. Saya akan memenuhi tugas sebagai Pope dengan tulus sepenuh hati….”
Cardinal Denter pun kembali membungkuk sambil memegaang jubah itu dengan penuh kehati-hatian. Cain pun tersenyum, dan ia melirik kearah Hinata. Hinata pun mengangguk sambil tersenyum lebar.
“Aku akan menyerahkan sisanya kepada Saint…. Semoga Marinford semakin berjaya bersama Pope yang baru….”
Cain pun segera menghilang dan berpindah menggunakan sihir transfer keruang tamu tempat sebelumnya dia berada. Iapun melepas jubah dab topengnya, lalu duduk dan bersandar di sofa.
“Benar-benar melelahkan…. Urusanku disini sudah selesai… langsung pulang aja apa ya….”
Sebenarnya dia masih ada misi mengawal pulang, namun Cain sempat terpikirkan untuk segera kembali menggnakan sihir transfer miliknya.
Sambil menunggu kedatangan Bishop Hanam, ia pun berbaring disofa dan mencoba memejamkan matanya.