Ryuzaki menghilang ke hutan di malam hari.
Sedikit lebih jauh lagi, persiapan untuk api unggun masih terus berlangsung. Itu akhirnya menyala, dan ada gemuruh kegembiraan yang ceria.
Ryuzaki tidak ada di tempat di mana cahaya itu ada.
Sang protagonis masih bersembunyi dalam bayang-bayang.
Orang yang akan membantunya mungkin saja itu… dia.
“…Aku rasa Bang Ryoma belum tahu, ya.”
Itulah adik tiriku, Azusa, yang muncul dari bayang-bayang.
Tampaknya, dia mendengarkan obrolan di antara aku dan Ryuzaki.
“Aku tidak bermaksud untuk menguping… Tetapi aku melihat kalau Bang Ryoma bertingkah aneh, jadi aku terus memperhatikannya. Kemudian kalian berdua mulai berbicara… …Aku akhirnya mendengarkan.”
Dia tampak merasa bersalah, tetapi ini merupakan konsekuensi yang tidak terhindarkan dari situasi ini.
Dan… …dalam cerita ini, Azusa mesti mengetahui tentang penderitaan Ryuzaki.
Ini karena para heroin sampingan merupakan orang-orang yang hanya mereka sajalah, yang akan menyelamatkan sang protagonis.
Mereka selalu bersedia untuk melakukan apapun demi mendapatkan hati sang protagonis.
Mereka selalu bersedia mengorbankan diri mereka untuk membuat orang yang mereka cintai bahagia.
Inilah alasan mengapa… …Azusa merasa sangat sedih saat dia memikirkan Ryuzaki.
“Bang Ryoma tampak seperti ia ingin menangis.”
“…Aku tahu.”
“Aku belum pernah melihat semacam itu sebelumnya.”
“…Iya.”
“Itu bukanlah wajah Bang Ryoma, cowok yang membuat Azusa jatuh cinta.”
“…Begitu.”
“Jadi Azusa… …tidak bisa membiarkannya sendirian.”
Kalau memang begitu, kejar saja ia.
Abaikan saja aku seperti biasanya dan lakukan apapun yang kamu mau.
Namun, dia menghentakkan kakinya.
Dia ragu-ragu dan menatapku seakan-akan dia menginginkan sesuatu dariku.
“Tetapi Bang, ….Aku tidak bisa mengumpulkan keberanian.”
Suara gemetar bergema.
Meskipun dia itu cuma adik tiri, suara tangisan adikku yang berharga… …tetap saja menyakiti hatiku.
“…Cuma di saat-saat seperti ini kamu kembali menjadi adik Abang.”
Itu tidak adil.
Itu tidak adil karena kamu telah memutuskan hubungan denganku, mengatakan kalau aku bukanlah abang yang ideal, tetapi hanya ketika itu dibutuhkan, kamu meminta tolong seperti itu.
“Iya, aku tahu. Maafkan aku…., tetapi ini yang terakhir kalinya. Abang, aku mohon… …semangati aku? Meskipun aku ini adik yang tidak berguna…., Ku mohon berikan aku keberanian untuk tersakiti…,”
Aku tahu kalau cewek ini tahu apa yang dia bicarakan.
Sekarang dia mengerti… … kalau dia itu akan tersakiti.
Ini karena Azusa, dari semua orang, ….ini mau mengakui perasaannya pada Ryuzaki saat ini.
Walaupun dia memberi tahu Ryuzaki perasaannya pada saat ini, itu pasti akan gagal.
Ini karena Ryuzaki itu fokus pada Shimotsuki dan sedang tersakiti karena kehilangan teman masa kecilnya, tetapi Azusa tidak bisa mentolerir Ryuzaki, yang sedang sedih…
Inilah mengapa dia mencoba untuk menyembuhkan Ryuzaki dengan sebuah obat yang dinamakan “Pengakuan Cinta”.
Aku yakin Azusa berpikir kalau itu tidak apa-apa kalau dia ditolak sebagai hasilnya…
“…Kalau itu jalan yang Azusa pilih.”
Sebagai seorang abang, aku ingin menghentikannya.
Aku tidak mau adikku yang berharga sampai tersakiti.
Tetapi ini merupakan langkah yang telah dia pilih.
Begitulah risikonya jatuh cinta dengan Ryoma Ryuzaki, sang… … protagonis berpikiran harem.
Jadi hanya ada satu hal yang dapat aku lakukan.
“Semoga berhasil. Azusa, adik Abang yang imut, jadi… tidak apa-apa. Kalau itu Azusa, mungkin Ryuzaki akan baik-baik saja? Karena Azusa itu imut.”
Aku memberikannya yang terbaik sebisaku, yang cuma akan membuatnya nyaman.
Tetapi keluarga itu merupakan hal yang aneh. …Bahkan kata-kata yang santai saja dapat membuat hatimu terasa lebih ringan dari yang kamu bayangkan.
“…Iya, terima kasih. Abang benar, Azusa itu imut. …Aku yakin aku baik-baik saja.”
Kemudian, Azusa tersenyum.
Sudah lama sekali sejak aku terakhir kali aku melihat senyuman yang ramah itu dari dekat, dan itu masih imut.
“Iya, …., begini, kalau Abang bisa, tolong jangan memperhatikan Azusa menghancurkan dirinya sendiri, oke? Aku rasa akan lebih baik kalau Abang tidak melihatnya… …aku rasa akan lebih baik kalau Abang tidak menatapnya… Karena Abang itu baik sekali…”
Tetapi senyuman itu langsung menghilang, dan senyuman yang kering dengan tenaga kosong menempel padanya.
Itulah tampang yang tidak aku sukai dari Azusa.
“Kalau begitu, aku pergi.”
Kemudian, Azusa menyusul Ryuzaki.
Punggung kecil itu berjalan perlahan, seakan-akan itu mau aku menyusulnya, meskipun kata-kataku berkata lain.
…Oh, aku mengerti.
Azusa, Abang akan memperhatikanmu.
Jadi, lakukanlah yang terbaik–.