[Bagian 1]
Untuk pertama kalinya aku memiliki teman, seorang gadis dari kelasku. Dia adalah Asanagi Umi. Apa yang memicu pertemanan kami adalah sesuatu yang tidak terduga.
Itu terjadi setelah upacara penerimaan, selama pelajaran pertama di kelas.
“Uhh… Syem… Semuanya…!”
“Sensei, apakah itu berarti menggigit lidahmu membuat kesan pertama yang baik ~?”
Suasana beku di kelas mereda saat seorang siswa perempuan tertentu, yang nama dan wajahnya tidak kukenali saat itu, angkat bicara.
“Maaf semuanya, ini pertama kalinya aku menjadi wali kelas. Jadi, aku sedikit gugup… Yah, namaku Yagisawa Miki… Mulai hari ini dan seterusnya, aku berharap dapat bekerja dengan semua orang, setidaknya sampai tahun depan… Oke!”
“Wah, apakah kita akan baik-baik saja selama tahun ini ~?”
Untuk pertama kalinya, seisi kelas tertawa terbahak-bahak.
Wali kelas terlihat agak tidak bisa diandalkan. Tapi, dia sepertinya tipe yang dipuja semua orang.
Bahkan ketika teman sekelasku menggodanya, dia masih tersenyum cerah, mungkin dia selalu seperti ini sejak masa mudanya. Dia mungkin memahami sifatnya yang kikuk dan memutuskan untuk menerimanya.
Rupanya, Yagisawa-sensei berusia dua puluh lima tahun dan baru menjadi guru selama tiga tahun.
“Yah, cukup tentang aku, kalian boleh menanyakan tentangku lain kali. Hari ini, aku ingin semua orang memperkenalkan diri. Karena itulah kemarin aku memutuskan untuk membuat ini… Oke, serahkan ini pada yang di belakangmu.”
Teman sekelasku membagikan kertas yang mereka terima dari Yagisawa-sensei.
[Kartu Perkenalan Diri]
Nama :
Asal SMP :
Hobi :
Hal yang di sukai:
Sebuah kata salam untuk kelas :
“Haah…”
Saat aku membacanya, tanpa sadar aku menghela nafas.
Aku punya firasat buruk tentang ini.
“Semua orang akan mengisi kartu itu. Lalu, aku akan mengambil kartu secara acak dan mengajukan pertanyaan kepada siswa/i tentang apa yang mereka tulis. Bagaimana menurut kalian? Aku sudah memikirkan hal ini, kau tahu? Sekarang kita bisa dengan mudah mencairkan suasana kelas selama pelajaran pertama!”
Begitu, ya …
Ada tiga puluh orang di kelas ini. Jadi, dua menit per orang seharusnya cukup untuk mengisi satu jam. Namun, bagi orang-orang sepertiku yang telah menjadi penyendiri sejak sekolah dasar, ini cukup menjengkelkan.
Ketika aku bermain game, satu menit akan terasa seperti berlalu dalam hitungan detik, tetapi ketika aku harus berpidato di depan semua orang seperti ini, menit itu akan terasa seperti selamanya.
Dan karena dia memberi kami batas waktu dua menit, bebanku menjadi dua kali lipat. Ini hanya siksaan murni.
Beberapa siswa/i mengeluhkan hal ini.
Benar. Memperkenalkan namamu dan dari mana kau berasal, mengucapkan beberapa patah kata dan selesai dengan itu seharusnya sudah cukup untuk pengenalan diri yang sederhana seperti ini. Ini menghemat waktu dan waktu itu dapat digunakan bagi kami untuk mengatur tempat duduk kami dengan benar.
“Aku baik-baik saja dengan perkenalan seperti ini, sensei! Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan saat memperkenalkan diri. Jadi, mengikuti bimbinganmu lebih nyaman bagiku!”
“Terimakasih! Dan, kamu… um…?”
“Namaku Amami, Amami Yuu! Sensei, senang bertemu denganmu.”
Mata semua orang tertuju pada seorang gadis yang mengangkat tangannya. Tentu saja, aku juga.
Rambut pirang dengan mata birunya. Dia berdiri di belakang dalam upacara penerimaan dan dia tampak lebih manis dari dekat. Mengatakan bahwa dia terlihat seperti seorang Idol tidaklah berlebihan.
Ketika dia menyatakan pendapatnya, orang-orang yang mengeluh langsung tutup mulut.
Jelas bahwa gadis ini akan menjadi pusat kelas. Jadi, tidak ada yang cukup bodoh untuk menentang kata-katanya.
Setelah itu, semua orang dengan patuh memberi Yagisawa-sensei kartu pengenalan diri mereka.
“Kalau begitu, aku akan mulai ya… yang pertama adalah Amami-san. Jadi, mari kita mulai darimu!”
“Iya, Sensei! Tanyakan apapun padaku!”
Amami-san bangkit dari tempat duduknya. Tidak diragukan lagi bahwa dia akan melewati ini dengan mudah.
“Oke. Jadi, namamu Amami Yuu, baiklah, kamu berasal dari… SMP Tachibana… Huh, bukankah itu sekolah yang bergengsi? Kenapa kamu memilih untuk mendaftar di SMA ini?” [TN: SMP khusus perempuan]
“Hmm, karena di SMPku kebanyakan anak perempuan. Jadi, aku memutuskan untuk masuk SMA dengan adanya anak laki-laki. Kupikir itu lebih menarik bagiku.”
“Begitu, ya. Yah, kurasa kamu berada di usia itu ya, Amami-san.”
Mendengar jawaban Amami-san, beberapa wajah anak laki-laki di kelas menjadi merah karena kegembiraan. Namun, bertentangan dengan harapan mereka, aku yakin dia akan pacaran dengan pria tampan dari sekolah lain. Jadi, itu bukan sesuatu yang perlu diperhatikan. Bagiku, aku baik-baik saja dengan menjadi orang asing.
Jawabannya yang lain adalah…
Hobi : Karaoke! Aku suka bernyanyi. Jadi, mari kita pergi bersama sepulang sekolah!
Hal yang disukai : Permen! Aku sangat menyukai manisan. Tapi, untuk saat ini. Aku sedang diet….
Kata Salam : Mari berteman.
Pengenalan yang patut dicontoh.
Anak laki-laki di kelasku sepertinya ingin tahu lebih banyak tentangnya. Tapi sayangnya bagi mereka, dua menit berlalu dengan cepat.
Kemudian, Yagisawa-sensei memanggil murid berikutnya…
“Selanjutnya adalah… laki-laki, ya, Maehara-kun.”
“…Ya…”
….. Aku ya.
Kupikir aku harus menunggu sedikit lebih lama, tetapi aku tidak berharap bahwa bagianku akan tepat setelah Amami-san.
“Maehara-kun dari SMP Matsubara…? Dimana itu?”
“Itu di prefektur sebelah. Aku pindah ke sini baru-baru ini, di musim dingin kelas tiga SMP. Yah, sesuatu seperti itu.”
Aku tidak ingin membahasnya secara detail. Jadi, aku hanya mengatakannya dengan samar. Orang tuaku bercerai sekitar waktu itu. Itu sebabnya, aku pindah ke sini bersama Ibuku.
“Huh, itu tidak biasa. Kemudian, selanjutnya adalah…”
Sensei juga tidak memaksaku untuk menjawab.
Jawabanku yang lain adalah sebagai berikut.
Hobi : Game.
Hal yang disukai : Tidak ada yang khusus.
Kata Salam : Salam kenal
“Hmm…”
Sensei sepertinya tidak senang dengan jawabanku.
Namun, aku benar-benar tidak memiliki kesukaan atau ketidaksukaan tertentu, hampir tidak ada yang biasanya kulakukan selain bermain game. Aku memang mendengarkan musik, membaca buku dan menonton film, tetapi itu hanya hiburan, aku tidak sering melakukannya dan aku tidak bisa menganggapnya sebagai hobi.
Aku hanya jujur dalam jawabanku.
“Game… yah, terkadang aku memainkan game populer seperti game membangun tertentu. Jadi, itu tidak masalah. Tapi, apa yang kamu maksud dengan ‘tidak ada yang khusus’? Tidak adakah yang membuatmu bersemangat? Seperti sesuatu yang kamu nantikan di akhir pekan…?”
“…Yah, aku punya satu hal.”
“A-apa itu? Ayo, katakan…”
Sebenarnya aku tidak ingin mengatakannya. Tapi, aku secara refleks mengatakannya. Sekarang, ini adalah point of no return.
“Aku selalu menghabiskan waktu luangku dengan memesan pizza atau semacamnya. Lalu, bermain game, menonton sesuatu di TV sambil minum Coke..”
“Ehh…Mmm… Yah, ini seharusnya baik-baik saja…?”
Sensei tidak ingin aku menghabiskan terlalu banyak waktu. Jadi, dia menyuruhku kembali ke tempat dudukku.
Karena perkenalanku, kelas diselimuti suasana aneh ini.
Yah, aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan tentangku.
Sebagian besar teman sekelasku memiliki teman di sekolah ini. Mereka menghabiskan waktu bersama seperti kegiatan klub, nongkrong di kantin atau semacamnya. Sedangkan, aku.. Aku tidak memiliki kenalan atau teman yang bisa kuajak ngobrol kecuali Ooyama-kun. Tapi, pada akhirnya, aku masih menghabiskan sebagian besar waktuku di sekolah dalam kesendirian.
Yah, mungkin karena aku tipe pria yang jarang bergaul tidak heran jika aku tidak memiliki teman.
Itulah yang kupikirkan, tetapi pada hari tertentu atau lebih tepatnya hari Jum’at. Aku mendapat kejadian yang tak terduga.
Hari itu, seperti biasa aku membeli Coke di toko serba ada dalam perjalanan pulang, memesan pizza melalui telepon dan bermalas-malasan di sofa di ruang tamu sambil menonton film. Tepat ketika itu, aku mendengar suara bel pintu berbunyi.
“Eh, pizzanya sudah datang..? Tidak, seharusnya tidak mungkin. Aku baru saja memesannya..”
Aku menekan tombol di monitor sambil bertanya-tanya tentang itu.
“…Um, halo, aku punya pizza dan coke di sini… Um… Maehara-kun…? Maukah kamu menikmatinya bersamaku…?”
“Eh? Um… Asanagi-san?”
“I-Iya …”
Orang yang berdiri di depan pintu dengan pizza ukuran L dan dua botol Coke 2L di tangannya bukanlah kurir biasa. Tapi teman sekelasku, Asanagi-san yang bahkan belum pernah aku ajak bicara dengan baik sebelumnya.