DOWNLOAD NOVEL PDF BAHASA INDONESIA HANYA DI Novel Batch

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi Volume 2 Chapter 5 Bahasa Indonesia

 Pemikiran Pada Malam Pertunjukan Kembang Api

 

Hari festival—

Semuanya bangun terlambat karena sudah lama sekali mereka tidak libur.

Mungkin karena mereka kurang tidur atau kelelahan karena kami melakukan pencarian dari pagi hari setiap harinya. Aku juga kelelahan tanpa menyadarinya, dan hari sudah hampir tengah hari ketika aku terbangun.

Omong-omong, tak perlu dikatakan lagi, Izumi adalah orang yang bangun terakhir.

Pada akhirnya, aku bersukur kami mengambil cuti seperti yang dikatakan Eiji dan Izumi. Jika kami terus mencari dengan kecepatan seperti itu di tengah cuaca panas setiap hari, cepat atau lambat seseorang akan jatuh sakit.

Dan begitulah, kami memutuskan untuk pergi ke lokasi festival di malam hari.

Dengan waktu luang sampai keberangkatan, aku membentangkan buku catatanku di ruang keluarga untuk mengerjakan tugas musim panas, tapi……sebelum aku menyadarinya, aku menonton bisbol SMA di TV berdua dengan Eiji dan tidak membuat kemajuan apa pun.

Kemudian, saat waktu keberangkatan semakin dekat, lantai atas perlahan mulai menjadi lebih berisik.

“……Apa yang mereka lakukan?”

Aku mendengar para gadis itu terkekeh-kekeh.

Setelah beberapa saat, suara langkah kaki menuruni tangga bergema.

Saat berikutnya, pintu ruang keluarga terbanting terbuka.

“Ta-da♪”

Aku tidak bisa berkata-kata pada pemandangan yang kulihat.

“Ooh……”

Para gadis mengenakan yukata berwarna-warni.

Izumi mengenakan yukata dengan pola bunga sepatu berwarna putih di atas dasar kuning cerah.

Tln : bunga sepatu

Walaupun sekilas memberikan kesan mencolok, namun dengan memadukan dua warna kuning dan putih membuatnya tidak terlalu mencolok, malahan agak elegan. Mungkin obi kuning-hijau yang kalem membuatnya terlihat seperti itu.

Berbeda dengan Izumi, Hiyori mengenakan yukata dengan morning glories pada kain ungu yang tenang.

Tln : bunga morning glory

Warna yang dalam dan menghanyutkan, khas Hiyori, yang jarang mengekspresikan emosinya dan selalu kering. Suasananya sangat cocok dengan warna imej Hiyori.

Kurasa tidak tepat untuk berkomentar seperti itu pada adik perempuanku sendiri, tapi aku merasakan daya tarik atau pesona yang lebih dari sekadar usianya.

“Bagaimana? Apa ini cocok?”

“Ya. Kupikir itu bagus…….?”

Aku tidak berbohong saat aku berpikir itu terlihat bagus untuk mereka.

Tapi, aku minta maaf pada mereka berdua, aku sadar kalau aku memberikan jawaban yang setengah hati.

Karena, aku lebih terpikat pada sosok Aoi-san dalam yukata-nya daripada mereka berdua.

“B-Bagaimana menurutmu……?”

Yukata yang dikenakan oleh Aoi-san, yang bertanya padaku dengan ragu-ragu, adalah yukata berwarna biru dengan pola bunga hortensia.

Tln : bunga hortensia

Yukata berwarna biru yang memukau dengan bunga hortensia yang berwarna-warni. Tanpa sadar, hal itu mengingatkanku pada hari itu ketika aku bertemu dengan Aoi-san di tengah hujan, bunga hortensia bermekaran dengan warna-warni yang indah.

Aku merasa nostalgia dan pada saat yang sama, aku tidak bisa tidak terpesona pada kecantikannaya.

Terlebih lagi, rambut hitam panjangnya disanggul keatas agar serasi dengan yukata-nya, dan halo pada tengkuk lehernya yang indah, yang belum kulihat sejak di kolam renang. Aku selalu ingin bertemu dengannya sekali lagi sebelum musim panas berakhir.

Aku tidak bisa melihatnya sekarang karena kami sedang berhadapan, tapi aku akan menyapanya lagi nanti.

“Apa ini aneh……?”

Mungkin karena aku terlalu terpesona dan tidak menjawabnya.

Aoi-san bertanya padaku dengan cemas, tapi aku hanya punya satu jawaban untuk diberikan.

“Tidak aneh sama sekali. Itu sangat cocok untukmu.”

Pada saat-saat seperti ini, aku benci betapa sedikitnya kosakata yang kumiliki.

Meskipun begitu, Aoi-san menunjukkan senyum bahagia.

“Hei~ Akira-kun, bukankah wajahmu agak merah~♪”

“Wajahnya memerah, atau harus kukatakan, mulutnya juga menganga.”

“Wajahku tidak memerah dan aku juga tidak menganga!”

Aku mengatakan itu, tapi jika aku melihat sosok Aoi-san seperti ini, mau bagaimana lagi kan!

Aku ingin mengatakan hal itu, tapi aku mencoba untuk bersikap tenang agar perasaanku tidak ketahuan.

“Kau begitu siap sampai-sampai kau membawa yukata, ya.”

“Sudah kukatakan kalau Eiji-kun memberitahuku tentang sebuah festival di dekat sini, bukan? Aku menyuruh Hiyori-chan untuk membawa yukata dan karena Aoi-san tidak punya, jadi kami pergi berbelanja bersama.”

Aku ingin berterima kasih pada Izumi yang telah membiarkanku melihat sesuatu yang indah setelah baju renang.

Juga, aku ingin meminta maaf karena menentangnya pergi ke festival.

Maafkan aku. Dan terima kasih…..!

“Persiapannya sudah selesai, haruskah kita pergi sekarang?”

“Ya. Let’s go♪”

Tln : Izumi bilang gitu, cuma ya pake katakana

Kami meninggalkan vila dan menuju ke lokasi festival.

*

 

Lokasi festival musim panas tidak jauh dari area vila.

Ini adalah festival besar, tidak hanya untuk dinikmati oleh penduduk setempat, tapi juga bagi para wisatawan yang berkumpul pada saat ini, jadi ini lebih besar daripada festival musim panas yang diadakan di kota asal kami.

Kami melewati beberapa tempat parkir dalam perjalanan ke festival, tapi hampir semuanya ditempati oleh kendaraan dengan pelat nomor dari luar prefektur. Mereka mungkin wisatawan yang datang untuk menyaksikan pertunjukan kembang api, atau sedang mengunjungi vila mereka seperti kami.

Menurut orang di kantor manajemen, banyak orang dari luar prefektur datang setiap tahun hanya untuk pertunjukan kembang api. Ini benar-benar merupakan acara wisata musim panas yang besar.

“Ada banyak orang di sini, ya.”

“Ya. Jika kita terpisah, akan sulit untuk berkumpul lagi……”

Ketika kami tiba di lokasi festival, ada begitu banyak orang di sana, dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata seperti itu.

Area ini dipenuhi oleh orang-orang, mulai dari pasangan hingga keluarga dan kelompok-kelompok yang sepertinya adalah pelajar.

Jika ada orang sebanyak ini pada awal festival, mungkin akan ada lebih banyak lagi saat waktu untuk kembang api semakin dekat.

“Kupikir lebih baik menikmati kios-kios yang ada dan kemudian mendapatkan tempat untuk kembang api lebih awal.”

“Mungkin seperti kata Hiyori.”

Ketika aku berbalik sambil menjawab, Hiyori sedang menjilati permen apel.

Hei, hei, sejak kapan kau membelinya.

“Ya. Mari kita bermain-main selagi bisa.”

Izumi yang mengatakan itu mengunyah crepe dengan krim menempel di ujung hidungnya.

Sudah kubilang, kapan kalian membelinya?

“Ya, aku ingin makan es serut.”

Aoi-san yang mengatakan demikian, sedang makan yakitori.

Kau mengatakan kau ingin es serut, tapi bukankah yang kau makan kebalikannya?

“Semuanya dengarkan!”

Kemudian Izumi berdiri di depan kami dan mengangkat suaranya.

“Dengar, festival adalah medan perang. Kita tidak punya waktu untuk berpikir tentang makan itu nanti atau bermain nanti. Jika kalian ingin melihat, makan atau bermain, jangan memikirkannya, lakukan saja, OK?”

Aoi-san dan Hiyori mengangguk dengan wajah serius.

“Bagus. Kalau begitu, ayo kita pergi!”

Izumi meraih tangan Aoi-san dan Hiyori dan mulai berlari.

Tidak apa-apa kalau kau bersemangat, tapi itu berbahaya berlarian saat mengenakan yukata dan geta.

“Berbahaya di tempat ramai, jadi berhati-hatilah.”

“Ya♪”

Kata Izumi, yang semangatnya sedang ada di titik maksimum, tidak mungkin dia mendengarkannya.

Mereka bertiga hanya meninggalkan balasan yang sesuai dan pergi ke sisi lain jalan.

Ketiganya mulai mengunjungi kios-kios dari satu sisi ke sisi lainnya.

“Pasti sulit bagimu yang selalu menemani Izumi, Eiji.”

“Begitulah. Tapi aku tidak pernah bosan bersamanya.”

“Kalau itu, aku setuju, tapi itu sedikit berbahaya.”

“Kita seperti penjaga hari ini, bukan?”

“Ya. Nah, tidak apa-apa jika semuanya menikmatinya.”

Kami mengawasi mereka bertiga saat melakukan percakapan seperti itu.

Kami lupa waktu dan menikmati festival.

Berbicara tentang festival, jenis kios ini, seperti menembak sasaran, menyendok ikan mas dan undian, tidak berubah.

Dulu aku benar-benar menikmatinya saat masih kecil, tapi seiring bertambahnya usia, aku berhenti bermain dan jarang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam festival…….sangat menyenangkan untuk mencobanya setelah sekian lama.

Aku terkejut mengetahui aku benar-benar bersenang-senang di antara anak-anak.

Tidak buruk juga bermain dengan teman yang mengenalku dengan baik dan yang bersenang-senang seperti anak kecil.

Di atas semuanya, melihat Aoi-san menikmati festival membuatku merasa lega, dan melihatnya bersenang-senang dengan Izumi dan Hiyori membuatku bersukur kami datang kesini.

Sementara aku memikirkan hal seperti itu sambil mengawasi ketiga gadis yang bermain dengan polosnya dengan perasaan seperti seorang penjaga mereka, waktu berlalu dalam sekejap mata—awal pertunjukan kembang api, yang akan menjadi pertunjukan utama festival, akan dimulai dalam satu jam.

“Ini masih awal, tapi kita harus segera pindah.”

“Ya. Kita perlu menemukan tempat.”

“Boleh aku membeli makanan dan minuman lebih dulu?”

Izumi ingin membeli makanan dan minuman sambil makan pancake besar.

Tidak, tidak, kau sudah makan cukup banyak dan kau juga sedang makan sekarang…….

Aku ingin mengatakan seperti itu, tapi perut Izumi selalu berada pada level yang berbeda.

Semuanya berpencar dan berbaris di kios-kios, membeli yakisoba, panekuk cumi-cumi, okonomiyaki, dan hal-hal lain yang bisa dijadikan pengganti makan malam.

Ketika kami mengumpulkan apa yang kami beli masing-masing di tangan kami, jumlahnya cukup banyak.

……Jika ada yang tersisa, kita bisa membawanya pulang.

“Sekarang yang kita perlukan adalah minuman. Bagaimana denganmu, Aoi-san?”

“Kupikir aku ingin jus jeruk.”

“Kalau begitu, aku akan sekalian membelinya untukmu.”

“Apa tidak apa-apa?”

“Ya.”

Akhirnya, semuanya membeli minuman dan belanjanya pun selesai.

Kami mulai berjalan untuk mendapatkan tempat yang bagus di dekat lokasi peluncuran kembang api.

Dalam perjalanan ke sana, Aoi-san berjalan-jalan sambil mengobrol dengan Izumi dan Hiyori, terlihat dia bersenang-senang.

“Rasanya, tiba-tiba ada lebih banyak orang.”

“Kau benar. Kupikir banyak orang yang mencoba mendapatkan tempat lebih awal seperti kita.”

Seperti yang dikatakan Eiji, orang-orang mulai mengalir ke arah lokasi peluncuran kembang api.

Mungkin karena banyaknya arus orang yang mencoba bergerak, sulit untuk bergerak maju. Ada banyak orang yang berlalu lalang, dan kupikir jika kita tidak berhati-hati, kita mungkin akan menabrak seseorang.

“Kyaaa—”

Pada saat yang sama ketika jeritan kecil terdengar, Aoi-san, yang berjalan di depanku, kehilangan keseimbangannya.

Dia sepertinya menabrak seseorang yang lewat, lalu aku dengan cepat meraih bahu Aoi-san saat dia akan terjatuh.

Untungnya, dia tidak terjatuh, tapi Aoi-san menjatuhkan minuman yang dia pegang di tangannya dan jus tumpah dari cangkir yang berguling di tanah.

“Aoi-san, kamu baik-baik saja?”

“Ya…….aku baik-baik saja.”

“Itu tidak membasahi yukata-mu?”

Kami meninggalkan arus orang dan memeriksa yukata-nya di bawah naungan pohon di luar jalan.

Sepertinya tidak ada yang basah atau kotor.

“Kelihatannya baik-baik saja, ya.”

“Ya. Tapi aku menjatuhkan minumanku…….”

“Jangan khawatir tentang hal itu. Sukurlah kamu tidak terluka.”

“Tapi, Akira-kun sudah repot-repot membelikannya……”

Bahu Aoi-san merosot dengan menyesal.

“……Eiji, bawa Izumi dan Hiyori dan pergilah lebih dulu.”

Sambil mengatakan ini, aku menyerahkan makanan yang ada di tanganku pada Eiji.

“Aku akan pergi dan membeli minuman lagi dengan Aoi-san. Kirimkan pesan jika sudah menemukan tempat.”

“Baiklah. Ada banyak orang, jadi berhati-hatilah.”

“Ya. Aoi-san, ayo pergi.”

“Ya…….”

Kami berpisah dengan Eiji dan yang lainnya untuk sementara waktu, dan Aoi-san dan aku kembali ke arah kami datang.

“Akira-kun, maaf ya. Aku……kurasa aku sedikit terlalu terbawa suasana dan tidak melihat sekelilingku.”

Bahu Aoi-san tetap merosot sejak tadi.

Melihatnya murung seperti ini mengingatkanku pada masa-masa awal ketika kami tinggal bersama.

Aoi-san yang terlihat menyesal dan menunduk setiap kali sesuatu terjadi. Akhir-akhir ini Aoi-san cukup ceria dibandingkan ketika aku bertemu dengannya, jadi kelihatannya jadi seperti itu setelah sekian lama tidak melihat sosoknya yang murung.

Ketika aku sedang berpikir apa yang harus kukatakan.

Tidak, tidak perlu sampai memikirkannya, katakan saja apa yang ada di pikiranku.

Tidak ada gunanya menghiburnya dengan setengah matang. Yang penting adalah mengatakan apa yang kupikirkan dengan kata-kata.

“Tidak apa-apa, kupikir tidak apa-apa kan kalau terlalu bersemangat?”

“Eh……?”

Aoi-san terkejut dan melihat kearahku.

“Mungkinkah, sudah lama sejak Aoi-san datang ke festival?”

“Ya. Sejak sebelum aku masuk SD, saat ayahku membawaku ke festival.”

Sebelum masuk SD ya……mungkin, rasanya begitu.

Tanpa perlu memastikannya sekarang, alasannya mudah dibayangkan, mengingat situasi keluarga Aoi-san.

“Kalau sudah selama itu, siapapun juga akan terbawa suasana.”

Aku berusaha sebaik mungkin untuk terlihat ceria, dan berkata dengan nada yang menenangkan.

“Aku juga sudah lama tidak ke festival, jadi aku menikmatinya sekarang, dan Izumi, seperti yang kamu lihat, dia bersenang-senang dengan seluruh tenaganya. Kalau Hiyori dia tipe orang yang seperti itu jadi dia tidak menunjukkannya di wajahnya, tapi dia bersemangat di dalam hatinya. Ini festival, jadi tidak mungkin untuk tidak terbawa suasana, dan tentu saja ada kemungkinan menjatuhkan satu atau dua minuman.”

“Tapi……”

Namun wajah Aoi-san tidak berubah.

Karena itu, aku memutuskan untuk menceritakan kisah kegagalanku.

“Dan tidak masalah jika kamu menjatuhkan jus. Jika dibandingkan denganku.”

“Jika dibandingkan dengan Akira-kun?”

“Ketika aku masih di sekolah dasar, ibuku membelikanku es krim saat liburan keluarga. Aku sangat senang saat pelayan tokonya memberikan es krim itu dan ketika kami kembali ke mobil, aku melompat-lompat kegirangan dan semua es krimnya jatuh.”

“Eh……”

Tentu saja akan jatuh jika melompat-lompat.

Pelayan toko dan aku terkejut sampai-sampai kami membeku di tempat.

“Pelayan toko yang tidak tega melihatku sangat perhatian jadi dia membuatkan yang baru untukku, tapi…….”

“Tapi?”

“Aku sangat senang, dan menjatuhkan es krim sekali lagi.”

“Ehh…….”

Memang menyedihkan. Ibuku pada waktu itu juga membuat wajah seperti Aoi-san sekarang.

Kupikir itu adalah akhir dari masa kecilku.

“Kupikir dia tidak akan memberiku es krim lagi, dan tentu saja dia tidak memberikannya, dan jika dipikir-pikir, itu adalah kenangan yang bagus. Dan sekarang itu adalah kisah lucu dalam keluarga.”

Bahkan sekarang, setiap kali ada yang melihat es krim, pasti ada yang menceritakan kisah itu.

Kita semua pernah melakukan satu atau dua kesalahan seperti itu, bukan?

“Karena itu jangan khawatir tentang hal itu, Aoi-san. Tiga atau empat tahun dari sekarang, setiap kali kita semua datang ke festival, kupikir kita akan tertawa dan berbicara tentang bagaimana kamu menjatuhkan jus saat itu. Bahkan kisah lucu pun merupakan salah satu kenangan yang berharga, bukan? Jadi, tidak perlu terlalu murung.”

“Kisah lucu……ya. Itu juga kenangan.”

“Ya, itu adalah kenangan.”

“Apa kita masih bisa datang ke festival bersama lagi, ya?”

“Tentu saja. Aku mungkin tidak bisa bersama kalian setiap tahun setelah aku pindah sekolah, tapi aku yakin Izumi akan mengundangku bahkan jika aku tidak mau. Anak itu sangat suka hal yang menyenangkan dan berisik.”

Kemudian Aoi-san sedikit menunduk dan bergumam.

“Setiap tahun……bisa datang…….”

“Hm? Apa?”

Aku tidak bisa mendengar dengan baik karena kebisingan di sekitar kami.

Ketika aku melihat ke wajah Aoi-san, pipinya sedikit memerah.

“Bahkan jika tidak mungkin setiap tahun, bisakah aku datang ke festival dengan Akira-kun lagi……?

“Eh…….?”

Apa artinya ini?

Tidak, tidak perlu mencari apa artinya, cukup terima kata-katanya apa adanya.

Bahkan jika perpisahan yang tak terelakkan datang cepat atau lambat, tidak ada yang akan berubah dalam hubungan kami. Ini adalah perwujudan keinginan Aoi-san untuk berkumpul denganku, Eiji, Izumi dan Hiyori seperti ini lagi.

Aku senang dia mengungkapkannya dengan jelas dalam kata-kata.

“Tentu saja. Ayo kita datang bersama lagi.”

“……Ya. Janji.”

“Ya. Janji.”

Aoi-san mendongak dan akhirnya tersenyum, meskipun dengan canggung.

“Meski begitu…….”

Aku tahu aku sudah mengatakannya berkali-kali, tapi ada begitu banyak orang dan sangat sulit untuk berjalan.

Dengan waktu kurang dari satu jam sebelum kembang api dimulai, semakin banyak orang yang datang. Dan karena kami melawan arus orang yang menuju ke pertunjukan kembang api, sulit untuk bergerak maju.

Kalau begini terus, aku tidak tahu kapan kami bisa berkumpul dengan Eiji dan yang lainnya…….

“Aoi-san, aku akan pergi dan membelinya sendiri, jadi menepilah dari sisi jalan dan tunggu aku.”

“Eh? Tapi……”

“Karena lebih cepat seperti itu. Apa tidak apa-apa jika aku membeli yang sama?”

“Ya. Tidak apa-apa.”

“Oke. Kalau begitu, aku akan segera kembali.”

Aku meninggalkan Aoi-san dan pergi sendirian, melintasi kerumunan.

Pergi ke suatu kios, membeli jus jeruk seperti yang tadi, dan kemudian kembali ke arah aku datang.

Saat akhirnya aku sampai ke tempat Aoi-san yang tadi, setelah berjalan menembus kerumunan.

“……Aoi-san?”

Aoi-san didekati oleh dua orang laki-laki, sepertinya mereka mahasiswa.

Kedua laki-laki itu mendekati Aoi-san, yang jelas-jelas memiliki ekspresi kebingungan di wajahnya, dan kedua laki-laki itu mendekatinya pada jarak yang sangat dekat.

Dalam sekejap, aku mengerti apa yang sedang terjadi.

“Kau sendirian, bukan? Ayo nonton kembang api bareng kami.”

“Aku tidak sendirian…….”

“Tapi kau sendirian sejak tadi, kan?”

“Aku menunggu seseorang.”

“Daripada dengan orang yang tidak akan datang meski kau menunggunya, lebih menyenangkan bermain bersama kami.”

Aku ingin mengeluh, tapi ada banyak orang di sekitar.

Kupikir itu akan jadi ribut dan merepotkan jika aku menyelanya dengan buruk, dan saat aku memutuskan akan membicarangannya dan menyelesaikannya dengan damai—ketenanganku mengilang saat aku melihat salah satu laki-laki itu meraih tangan Aoi-san dan menariknya dengan paksa.

“Hei, apa yang kalian lakukan……”

Tidak masalah jika mereka itu berdua.

Aku mencengkeram kembali lengan pria yang memegang lengan Aoi-san, secara paksa menyingkirkannya dan berdiri di depan Aoi-san.

“…Apa-apaan kau!”

“Hei, hei. Untuk apa kau mengganggu kami?”

Mereka mungkin hanya beberapa playboy yang memanfaatkan festival untuk mencari gadis-gadis.

Dua orang itu menatapku dengan sikap permusuhan yang jelas.

“Aku yang harusnya bilang begitu. Apa kalian tidak melihat dia tidak menyukainya?”

“Itu tidak ada hubungannya denganmu. Jika kau tidak ingin terluka, jangan mengganggu kami.”

Mereka mendekatiku dengan mengancam, tapi aku tidak takut sedikit pun karena amarahku yang mendidih.

Para pengunjung di sekitar kami yang telah menebak apa yang sedang terjadi, mulai gaduh ketika kami saling memelototi satu sama lain.

Kalau sudah begini, lebih baik membuat keributan besar sekalian. Orang-orang ini juga pasti ingin menghindari masalah dan hal yang akan membuat polisi campur tangan, jadi mereka tidak akan bisa menyentuhku dengan mudah. Mereka mungkin akan pergi sebelum menjadi masalah besar.

Tepat setelah aku berpikir begitu—

“—!?”

Aku dipukul di wajah dengan sekuat tenaga.

“Sudah kubilang, kau sialan…….”

“Akira-kun!”

Suara Aoi-san yang meneriakkan namaku terasa jauh, mungkin karena kesadaranku hampir hilang.

Aku tidak mengira mereka tidak ragu-ragu untuk memukulku dalam situasi ini…….aku tidak bisa memikirkannya sama sekali.

“Sudah kubilang padamu kan, jangan mengganggu jika kau tidak ingin terluka.”

“Sekarang, ayo kita pergi.”

Saat salah satu laki-laki itu berdiri di depanku, tepat saat laki-laki yang satunya hendak menyentuh Aoi-san.

“Jangan sentuh dia!”

Aku merasakan ledakan emosi dan mendorong jatuh laki-laki di depanku.

Aku mencengkeram leher pria yang memegang Aoi-san dan menyeretnya ke bawah.

“Aoi itu wanitaku! Jangan coba-coba menyentuhnya begitu saja!”

Tln : akira nyebut nama aoi tanpa ada honorifik apapun disini

“Akira-kun…….”

“Kau……bersiaplah menerima akibatnya.”

Sebelum mereka bisa bangun, aku menggenggam tangan Aoi-san dan mulai berlari.

“Aoi-san, lari!”

“Ya!”

Kami berlari untuk menjauh dari tempat itu sejauh mungkin.

Entah berapa lama kami terus berlari menembus kerumunan orang untuk menghindari mereka.

Ketika aku menyadari kalau aku telah menjatuhkan minuman yang kubeli lagi di suatu tempat dan tidak ada lagi orang di sekitar, dan kami pergi jauh dari area pertunjukan kembang api—

Kami akhirnya kelelahan dan berhenti.

Aku menatap Aoi-san sambil mengatur napas.

“Kurasa sudah aman kalau sudah sampai sejauh ini…….Aoi-san, kamu baik-baik saja?”

“Ya……aku baik-baik saja.”

“Maaf aku membuatmu takut. Itu karena aku meninggalkanku sendirian…….”

“Tidak. Aku percaya Akira-kun pasti akan datang untuk menyelamatkanku.”

“Aoi-san……”

Aoi-san menghembuskan nafas dan tersenyum dengan lembut.

“Terima kasih sudah menyelamatkanku—”

Saat Aoi-san mengucapkan terima kasihnya.

Kembang api melesat ke langit yang gelap, suaranya yang keras menenggelamkan suaranya.

“”……””

Aku dan Aoi-san tanpa sadar terpesona pada kembang api.

“Luar biasa, itu indah sekali, ya…….’

“Ya……indah sekali.”

Saat Aoi-san berseru kagum, kembang api yang mewarnai langit malam memang indah.

Tapi aku lebih terpesona oleh wajah Aoi-san yang menatap langit malam daripada kembang api.

*

 

Itu berakhir dua jam kemudian—

Pada akhirnya, Aoi-san dan aku terus menonton kembang api sampai akhir di sini.

Karena terlalu banyak orang untuk berpindah untuk bertemu dengan Eiji dan yang lainnya, jadi aku hanya mengirim pesan pada mereka agar mereka tidak khawatir, dan Aoi-san dan aku menikmati pertunjukan kembang api berdua sampai selesai.

Setelah acara berakhir, aku berniat berkumpul dengan Eiji dan yang lainnya di suatu tempat, tapi kupikir akan sulit untuk bertemu dengan mereka di tengah kerumunan orang dalam perjalanan pulang. Aku memutuskan untuk kembali secara terpisah ke vila sambil mengawasi situasi.

Setelah beberapa saat, ketika jumlah orang telah menyusut—

“Haruskah kita pulang juga?”

“Ya.”

Ketika aku berdiri untuk meninggalkan tempat itu—

“Ah…….”

Aoi-san menghentikan langkahnya dengan gumaman kecil.

“Ada apa?”

“Sepertinya tali sendalku lepas.”

Ketika aku melihat ke bawah ke kaki Aoi-san, aku melihat kalau tali sendal geta yang dia kenakan terlepas di bagian pangkalnya.

“Mungkin karena kamu berlari ketika melarikan diri dari playboy itu.”

“Mungkin……”

“Kakimu baik-baik saja? Ada yang sakit?”

“Ya. Baik-baik saja.”

Aku memeriksa geta-nya, merasa lega karena tidak ada yang terluka, tapi kurasa aku tidak bisa memperbaikinya.

Meski begitu, tidak mungkin aku membuatnya berjalan tanpa alas kaki……kalau begitu, hanya ada satu cara.

“Akira-kun……?”

Ketika aku berjongkok dengan membelakangi Aoi-san, dia memiringkan kepalanya.

“Aku akan menggendongmu.”

“Eh, tapi…….”

Aoi-san terlihat bermasalah.

“……Ya. Terima kasih.”

Setelah sedikit ragu-ragu, dia meletakkan tangannya di bahuku saat dia mengatakannya.

Aoi-san naik di punggungku, dan aku mulai berjalan menuju vila.

“Akira-kun, kamu baik-baik saja? Aku tidak berat?”

“Ya. Aku baik-baik saja.”

Ini tidak seberat yang dikhawatirkan Aoi-san.

Sebaliknya, ini lumayan ringan, jadi aku baik-baik, tapi bagian lain tidak baik-baik saja.

Kalau aku menggendong Aoi-san, berarti punggungku dan bagian tertentu Aoi-san bersentuhan……dan sejujurnya, aku tidak terlalu tahu seperti apa sensasinya, tapi situasinya saja sudah menggairahkanku.

Aku terlalu tidak terkendali pada saat seperti ini……dan saat aku berjalan, mencoba untuk tidak memusatkan perhatianku pada punggungku sebisa mungkin, Aoi-san tiba-tiba melingkarkan tangannya di leherku dan memberikan banyak kekuatan pada lengannya.

“Akira-kun. Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Hm? Apa?”

“Itu, yang barusan……wanitaku itu…….”

“Eh—!?”

Aku tidak mengira dia akan menyinggungnya sekarang.

“Ah, tidak……kamu tahu, kupikir jika kamu punya pacar, mereka akan menyerah padamu.”

“Begitu ya. Kamu benar…….”

Aku tidak bohong ketika aku mengatakan itu.

Maksudku, entah di komik ataupun di film, ada perkembangan yang seperti itu, kan?

Tapi……jika kau apakah hanya itu, itu agak rumit.

Aku marah pada orang yang mencoba membahayakan Aoi-san, dan kata-kata itu keluar dari mulutku begitu saja.

Aku bisa memberikan alasan setelahnya, tapi jika ditanya apa aku benar-benar berpikir sebanyak itu pada saat itu ketika aku tidak dalam kondisi tenang……sejujurnya aku tidak bisa mengatakannya.

Dengan kata lain, aku tidak benar-benar tahu kenapa aku mengatakan hal itu begitu saja.

Satu-satunya hal yang jelas adalah aku tidak tahan jika Aoi-san disentuh oleh pria lain.

Saat itu, hanya itu saja.

*

 

Ketika aku mendaki jalan bukit dengan Aoi-san di punggungku, Eiji dan yang lainnya sedang menunggu kami di dekat vila.

Eiji dan yang lainnya sudah tiba di vila sebelum kami, tapi mereka khawatir kalau aku dan Aoi-san mungkin mendapat masalah karena kami terlambat dan tidak membalas panggilan mereka, jadi mereka mencari kami.

Aku sedang menggendong Aoi-san, jadi aku tidak bisa memeriksa ponselku.

Melihat Aoi-san dan aku yang seperti ini, Izumi dan Hiyori berbicara tentang ‘Misi ketiga selesai dengan tanpa sengaja’ dan ‘Mulai sekarang kita akan melanjutkan ke misi keempat’, tapi aku terlalu lelah untuk memikirkannya.

Kami tiba di vila dengan selamat dan memutuskan untuk mandi lebih awal dan tidur.

Kupikir para gadis akan masuk lebih dulu seperti biasa, jadi aku tiduran di sofa di ruang keluarga.

“Akira-kun, kamu bisa mandi dulu.”

Izumi tidak biasanya mengatakan itu.

“Eh? Tidak apa-apa bukan kalian yang lebih dulu?”

“Ya. Kamu pasti lelah setelah menggendong Aoi-san mendaki jalan bukit, kan? Jangan malu-malu, berendamlah di bak mandi dan bersantailah dan hilangkan rasa lelahmu.”

Sebenarnya, seperti kata Izumi, aku lelah dan banyak berkeringat.

Jika dia mengatakan aku boleh mandi lebih dulu, mari lakukan itu.

“Terima kasih. Aku akan menerima perkataanmu.”

“Ya. Nikmati dirimu sendiri~……nufufu♪’

Setelah berterima kasih pada Izumi, aku pergi ke kamar, menyiapkan pakaian ganti dan handuk, lalu menuju ke kamar mandi.

Aku sudah berkali-kali mandi di sini, tapi seperti yang kuduga, bisa mandi di onsen setiap hari itu sebuah kemewahan. Aku melepas pakaian dan masuk ke kamar mandi, membasuh kepala dan badanku seperti biasa, dan kemudian berendam ke dalam air panas.

“Ini yang terbaik…….”

Tanpa sadar suaraku bocor saat aku berendam sambil melihat bulan yang melayang di langit malam.

Aku hampir berpikir hanya dengan menikmati onsen ini saja, sudah sepadan untuk datang ke sini……tidak tidak, tapi kemudian aku mempertimbangkan kembali. Jika aku puas hanya dengan onsennya, sama saja meletakan gerobak didepan kuda.

Tln : meletakan gerobak didepan kuda, idiom yang digunakan untuk menyarankan sesuatu dilakukan bertentangan dengan urutan kejadian yang alami atau biasanya efektif. Gerobak adalah kendaraan yang biasanya ditarik oleh kuda, jadi meletakkan kereta di depan kuda adalah analogi untuk melakukan sesuatu dengan urutan yang salah.

Saat aku akan memikirkan tentang pencarian rumah nenek Aoi-san, yang akan dilanjutkan besok.

“Eh—?”

Pemandangan yang tiba-tiba kulihat membuatku terhenyak.

“Aoi-san……?”

Ada Aoi-san yang menyembunyikan tubuhnya dengan handuk mandi.

“Tung, umm—maaf!”

Kata-kata itu keluar secara refleks, meskipun tidak perlu bagiku untuk meminta maaf dalam situasi ini.

Jika aku memberikan alasan untuk meminta maaf, itu karena aku melihat sosoknya dengan handuk mandi, tapi jika aku harus mengatakannya, mungkin lebih baik berterima kasih daripada minta maaf. Terima kasih banyak.

Aku berterima kasih padanya dalam hatiku, tapi mengalihkan pandanganku dari ketelanjangan Aoi-san.

“Kenapa Aoi-san masuk ke kamar mandi?”

“Izumi-san menyuruhku masuk dulu, dia bilang dia akan masuk setelahnya……”

“Izumi? Tidak……aku juga diberitahu Izumi kalau aku bisa masuk lebih dulu.”

Aku memiringkan kepala untuk melihat apa artinya.

Aku tiba-tiba ingat Izumi dan Hiyori mengatakan sebelumnya, ‘misi ini dan misi itu’. Tidak hanya sekali atau dua kali, tapi aku sudah mendengar itu beberapa kali sejak datang ke vila ini.

Saat aku memikirkan kembali seperti apa situasinya setiap kali kalimat itu muncul—

“Jadi begitu ya……dasar, mereka ini.”

Aku akhirnya memahami makna dari situasi ini.

“Akira-kun, ada apa?”

“Ah, tidak. Bukan apa-apa. Aku akan keluar, Aoi-san, jadi mandilah dan nikmati waktumu.”

“Tapi……”

“Kita tidak bisa mandi bersama.”

Ini bukan masalah ukuran bak mandinya, tapi bagian bawah tubuh remaja laki-laki.

Saat aku hendak keluar dari onsen, merasa sedikit menyesal pada diriku sendiri.

“T-Tidak apa-apa kan kalau kita masuk bersama?”

“Eh—”

Aoi-san mengatakan kata-kata yang tidak kuduga akan kudengar.

“Soalnya, maksudku, kita pernah masuk ke onsen bersama-sama dengan yang lainnya sebelumnya, bukan?”

“Yah, memang…….”

Aku mengingat saat kami pergi ke pemandian air panas dengan yang lainnya sebagai pesta setelah ujian.

Tapi, pada saat itu mereka mengenakan yuami, jadi itu baik-baik saja……dan aku merasa situasinya berbeda dengan menutupi tubuh dengan handuk, tapi jika Aoi-san baik-baik saja dengan itu, aku benar-benar menyambutnya.

Apa benar-benar oke jika aku diizinkan untuk menikmati situasi yang begitu menyenangkan ini?

Aku sangat senang, aku mungkin akan mati besok.

“A-Anggap saja ini sebagai membuat kenangan juga, ya?”

Dan apakah ini imajinasiku saja kalau Aoi-san terlihat aneh?

Seolah-olah dia bertekad untuk tidak membiarkanku keluar dari bak mandi bagaimanapun juga.

Kemudian Aoi-san duduk di kursi dan mulai mencuci dirinya sendiri tanpa mendengar jawabanku.

—Kalau kau sekarang berbalik dan melihatnya yang telanjang, dia tidak akan mengetahuinya, lho.

Iblis yang bernama hasrat duniawi berbisik di kepalaku, tapi malaikat yang mengendalikan akal sehatku menegurku untuk tidak melihat.

Entah mengikuti hasrat duniawi atau mengikuti akal sehat, malaikat dan iblis memulai pertarungan tanpa batas di dalam otakku, tanpa mundur selangkah pun. Pertukaran pukulan yang intens terjadi, seperti dalam komik tinju.

Seiring berjalannya waktu, sang malaikat mulai terdesak, dan itu adalah saat iblis akan melepaskan pukulan terakhir.

Aoi-san, yang telah selesai membasuh badannya, masuk ke dalam bak mandi dan pertandingannya seri.

Aku merasa lega dan kecewa, suasana hatiku sangat rumit.

“Maaf mengganggu.”

“S-Silahkan……”

“A-Air panas yang nyaman, ya.”

“Y-Ya……”

Meskipun bak mandinya luas, kami mandi di dalam air panas yang sama, dan aku terlalu memperhatikannya dan percakapan kami terhenti.

Kami mandi bersama untuk sementara waktu, tapi aku tidak bisa menahan kekosongan ini, dan ketika aku dalam kesulitan, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

“Akira-kun, terima kasih atas segalanya.”

Aoi-san mengucapkan kata-kata terima kasihnya dengan cara yang anehnya formal.

“Kamu tidak perlu khawatir kalau soal hari ini.”

“Tidak. Bukan itu saja.”

“Bukan itu saja?”

“Akhir-akhir ini, aku memikirkannya……kalau aku pasti orang yang beruntung.”

Aoi melanjutkan, melihat bulan di luar jendela.

“Pergi ke festival dengan semuanya seperti hari ini, pergi ke kolam renang, mengadakan barbekyu, kalau itu aku yang sebelumnya, aku tidak akan bisa melakukannya. Jika Akira tidak mamanggilku saat itu, kurasa aku tidak akan bisa menghabiskan hari-hari yang begitu memuaskan.”

“Aoi-san……”

“Aku sangat bahagia sekarang.”

Aoi-san mengatakan itu sambil memejamkan mata dan menyelami ingatannya.

“Kebahagiaan ini diberikan oleh Akira-kun, jadi……aku ingin berterima kasih lagi.”

Mendengar kata-kata Aoi-san, sejujurnya, perasaanku campur aduk.

Mempertimbangkan Aoi-san sampai sekarang, jelas merupakan hal yang baik bahwa dia merasa bahagia sekarang.

Namun demikian, kalau dia bisa merasa bahagia tentang sesuatu yang sekecil ini, membuktikan bahwa kehidupannya sampai saat ini terlalu jauh dari kebahagiaan. Mungkin karena itulah dia bisa merasa bahagia bahkan untuk hal-hal yang terkecil sekalipun.

Karena itu—

“……Ini masih belum apa-apa.”

“Eh……?”

Aku memikirkannya lagi.

“Mulai dari sekarang, jika kita menyelesaikan semua masalah ini, kamu akan bisa hidup lebih damai dan bersenang-senang dengan teman-temanmu. Hari itu pasti akan tiba ketika kamu akan merasa jauh lebih bahagia daripada sekarang.”

Kalau demi itu, aku ingin membantu dengan cara apa pun yang kubisa.

“Jadi, pertama-tama, mari kita berusaha untuk menemukan nenekmu.”

“Ya……kamu benar.”

Aku memikirkan itu saat aku menatap langit malam dan berendam di air panas.

*

 

“……Haa.”

Setelah selesai mandi, aku kesulitan untuk tidur.

Sudah lewat jam 2 pagi ketika aku melihat ponselku di meja samping tempat tidur.

Alasan aku tidak bisa tidur sudah jelas, khawatir dengan pencarian rumah nenek Aoi-san, yang dilanjutkan besok. Itu, dan kupikir juga karena kegembiraan mandi dengan Aoi-san sebelumnya…….malahan kupikir itu mungkin alasan yang lebih besar.

Tubuhku lelah dan mengeluh untuk beristirahat, tapi kepalaku anehnya terjaga.

Kalau begini terus, aku tidak akan bisa tidur tidak peduli berapa banyak wakttu berlalu.

Aku memutuskan untuk mengubah suasana hatiku dengan menghirup angin malam, dan dengan tenang meninggalkan kamar tidur agar tidak membangunkan Eiji, yang tidur di sampingku.

Aku turun ke bawah dan mengambil minuman dari kulkas, lalu pergi ke dek kayu dan duduk di kursi.

Meskipun musim panas, tempat ini berada di ketinggian, dan ketika angin bertiup di malam hari, udaranya terasa dingin. Saat ini, hawa dingin dan suara serangga yang datang dari halaman seakan menjernihkan kepalaku.

“Tinggal satu minggu lagi ya……”

Sudah seminggu sejak kami datang ke vila ini.

Hanya satu minggu tersisa untuk tinggal sebelum kami pulang.

Itu berarti batas waktu pencarian rumah nenek Aoi-san.

Meskipun masih ada sekitar 30 kandidat tempat tujuan kami, tidak ada jaminan bahwa itu termasuk di antara mereka.

Seperti yang diharapkan, aku harus mulai memikirkan apa yang harus dilakukan jika kami tidak bisa menemukannya.

Jika kami tidak bisa menemukan nenek Aoi-san selama liburan musim panas—

“Apa yang akan dilakukan Aoi-san ya……?”

Aku bergumam tanpa sadar, apa yang kukatakan, dan men-tsukkomi diriku sendiri.

Apa pun yang kita lakukan, jika kita tidak bisa menemukannya, pilihannya sudah ditentukan.

Jika nenek Aoi-san tidak bisa ditemukan, satu-satunya orang yang bisa diandalkan adalah ayahnya. Untuk menyelesaikan masalah tempat tinggal dan masalah ketiadaan walinya, tidak ada pilihan selain itu.

Tapi bagaimanapun, aku ingin menghindari itu—

“Tidak bisa tidur?”

“……Eiji.”

Suara yang akrab kudengar dan menenangkan bergema, dan aku berbalik.

Lalu ada Eiji dengan senyum lembut di wajahnya.

“Maaf. Apa aku membangunkanmu?”

“Tidak. Aku juga tidak bisa tidur.”

Aku tidak tahu apa itu benar atau bohong, tapi kalaupun bohong, itu mungkin cara Eiji untuk bersikap baik.

Eiji menarik kursi dan duduk di sampingku, mendengarkan suara serangga tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

“Apa festival itu membuatmu merasa sedikit lebih baik?”

“Ya. Itu membuatku rileks lebih dari yang kupikirkan.”

“Sukurlah kalau begitu. Soalnya kau terlihat sedikit tidak sabaran.”

Begitulah……aku sadar aku tidak bisa menyembunyikannya.

“Sejujurnya……seperti yang kau katakan, kupikir aku sedikit tidak sabar. Tidak, bahkan sekarang pun begitu. Kadang-kadang aku tidak bisa tidur seperti sekarang memikirkan apa yang akan terjadi jika kita tidak menemukan nenek Aoi-san.”

“Seperti yang kukatakan sebelumnya, bahkan jika kita tidak menemukannya, kita masih punya waktu enam bulan sampai kau pindah sekolah. Aku tidak berpikir ada alasan untuk terburu-buru, tapi……pasti ada sesuatu yang terjadi, kan.”

Sial, aku tidak bisa menyembunyikan ketidaksabaranku.

Baik sekarang dan di masa lalu, dan tentunya di masa depan, kupikir aku tidak mungkin bisa menyembunyikan apa pun dari Eiji.

“Bisa kau menjaga ini di antara kita saja?”

“Tentu saja. Aku berjanji untuk menyimpannya untuk diriku saja.”

Bagaimanapun, aku tidak bisa menyimpannya untuk diriku sendiri lebih lama lagi.

“Sebenarnya……aku bertemu dengan ayah Aoi-san.”

“Ayah Aoi-san?”

Di samping Eiji, yang biasanya begitu tenang tapi tidak biasanya memiliki ekspresi terkejut sekarang, aku mulai menjelaskan detail insiden itu.

Soal aku bertemu dengan ayah Aoi-san dalam perjalanan pulang dari kolam renang bersama Eiji dan Izumi.

Soal ayah Aoi-san datang menemuinya karena ibunya memintanya untuk membawa Aoi-san, tapi ia tidak bisa menemuinya karena Aoi-san sudah pindah dari apartemen dan ia mencarinya di lingkungan sekitar sejak saat itu.

Soal ia sudah menikah lagi dan memiliki keluarga baru dan menyarankan Aoi-san untuk tinggal bersamanya.

Juga soal Aoi-san diminta untuk memberi jawaban selama liburan musim panas dan jika dia tinggal bersamanya, dia harus pindah ke sekolah karena ayahnya tinggal di luar prefektur.

Setelah memberikan penjelasan yang panjang, aku menghela napas.

“Jadi hal seperti itu terjadi ya…….”

Seperti yang diperkirakan, Eiji tampaknya kehilangan kata-kata.

“Bukannya aku ingin menyembunyikannya darimu. Aku belum pernah membicarakannya dengan Aoi-san sejak saat itu, dan karena……Aoi-san sepertinya tidak berniat memberitahunya, aku tidak bisa menceritakannya sendiri.”

“Ya. Aku mengerti keadaannya.”

“Kupikir alasan kenapa Aoi-san tetap diam tentang ayahnya dan terus mencari neneknya mungkin karena dia tidak berniat untuk tinggal dengan ayahnya. Tapi itu dengan asumsi bahwa dia akan menemukan neneknya, jadi jika dia tidak menemukannya, kupikir dia harus bergantung padanya…….”

Dunia tidak cukup baik bagi anak di bawah umur untuk terus hidup tanpa wali.

Jika neneknya tidak bisa ditemukan dan ayahnya tidak bisa diandalkan, dalam skenario terburuk, dia mungkin harus menghabiskan waktu di tempat yang tepat, seperti anak-anak di panti asuhan yang dikunjungi Aoi-san sebagai bagian dari kegiatan sukarelawan.

Dengan lingkungan di sekitar Aoi-san membaik, aku ingin menghindari hal itu.

“Bisa aku bertanya satu hal?”

“Ya. Apa itu?”

“Apa salah bagi Aoi-san untuk berada dalam asuhan ayahnya?”

“Eh……?”

Eiji bertanya dengan ekspresi yang sangat serius.

“Aku akan menyampaikannya sebagai pihak ketiga, secara objektif dan berdasarkan situasinya, jadi tolong tenang dan dengarkan aku……”

Mungkin karena aku menunjukkan penolakanku dengan jelas.

Eiji mengawali ceritanya dengan mengatakan demikian, mendesakku untuk tenang sebelum melanjutkan.

“Sang ayah menampakkan diri pada Aoi-san yang ditinggalkan oleh ibunya dan mengatakan bahwa ia akan merawatnya. Jika kau melihat situasinya saja, itu bukan cerita yang buruk bagi Aoi-san. Tentu saja, aku tahu ada masalah dengan keluarga baru, tapi kupikir ada lebih banyak keuntungan untuk masa depan Aoi-san. Karena dengan ayah kandungnya, bukan hanya masalah tempat tinggalnya yang akan terpecahkan, tapi semua masalah dengan walinya juga akan terpecahkan.”

“Aku tahu itu…….”

Misalnya, persetujuan orang tua atau wali saat melanjutkan ke pendidikan tinggi, atau penjamin saat menyewa kamar setelah lulus dari SMA, atau masalah lain yang datang dengan menjadi anak di bawah umur akan terpecahkan.

Tapi tetap saja, aku—

“Kau tidak yakin ya.”

“Ya…….”

Aku tidak berniat menyembunyikan perasaanku dengan Eiji sebagai lawan bicaraku sekarang.

“Aku tidak bisa mempercayai seorang ayah yang meninggalkan putrinya sendiri selama sembilan tahun dan kemudian membuat keluarga baru untuk dirinya sendiri dan hidup bahagia. Jika ia tidak mendengar kabar dari ibu Aoi-san, ia akan membiarkan Aoi-san sendirian bahkan sekarang. Aku tidak berpikir Aoi-san bisa bahagia hidup dengan seseorang seperti itu……tidak peduli ia adalah ayahnya.”

“Aku mengerti.”

Aku yakin karena itu adalah Aoi-san, dia sangat berhati-hati tentang ayah dan keluarganya.

Dia tidak mampu mengatakan apa yang ingin dia katakan, terus berpura-pura kuat, dan pasti akan kelelahan suatu hari nanti. Mengingat kepribadian Aoi-san, yang cenderung pemalu dan enggan, masa depan itu lebih jelas daripada api.

“Aku mengerti perasaanmu, tapi kurasa kau tidak perlu bersikap negatif sampai segitunya.”

“Kenapa kau berpikir begitu?”

“Aku tidak berniat memihak ayah Aoi-san. Namun, dari sudut pandang netral, kupikir itu salah bagi kita yang tidak tahu apa-apa tentang ayah Aoi-san untuk merasa tidak suka yang berlebihan. Tentu saja, banyak orang akan merasakan hal yang sama sepertimu jika mereka hanya mendengar tentang situasinya. Tapi apa yang kita lihat hanyalah satu aspek dari situasi keluarga yang rumit.”

Eiji terus berbicara dengan nada tenangnya yang biasa.

“Mungkin ada keadaan yang tidak diketahui olehmu maupun Aoi-san. Tidak, seharusnya ada. Tidak adil bagi sang ayah kalau kita menolaknya tanpa melihat hal itu, bukan?”

Eiji ada benarnya.

Lebih tepat dikatakan bahwa aku hanya melihat satu aspeknya, atau hampir tidak ada sama sekali.

“Kalau kau peduli pada Aoi-san, kau harus mencari tahu orang seperti apa ayahnya tanpa memasukkan emosimu. Artinya, kupikir akan lebih baik bagimu untuk melihatnya lebih netral daripada Aoi-san.”

Mencari tahu orang seperti apa ayah Aoi-san, ya……meski ada perbedaan kata dengan saat aku berkonsultasi dengan Hiyori, bagian pentingnya sama.

“……”

Aku mengerti.

Hal seperti itu, aku mengerti.

Namun……aku sepertinya tidak bisa menjaga keseimbangan antara akal dan emosiku.

“Tapi, aku memikirkannya—”

Kelembutan kembali ke nada suara Eiji, yang sudah berbicara dengan tenang sampai saat itu.

“Aku ingin kau bertindak sesuai dengan hatimu, tanpa mengkhawatirkan apa yang baru saja kukatakan.”

“Sesuai dengan hatiku?”

“Apa yang baru saja kukatakan adalah pendapat objektif, bukan dari hati. Aku hanya berbicara tentang menimbang keuntungan dan kerugian. Tapi kau menggalaukannya karena kau menggunakan hati.”

Karena menggunakan hati……ya.

“Kau merasa galau dan bermasalah karena kau peduli pada Aoi-san. Jika kau tidak peduli tentangnya, kau tidak akan terganggu. Aku ingin kau mengabaikan detailnya dan bertindak sesuai keinginamu, dan kau telah melakukannya sampai sekarang.”

“Eiji……”

“Jika kau tidak bisa melakukan apa pun tentang hal itu sebagai akibatnya, aku akan berada di sana untuk membantumu.”

Dengan kata-kata itu, aku merasa seakan-akan dengungan di hatiku menjadi tenang.

Aku tidak pernah merasa begitu senang telah berkonsultasi dengan Eiji seperti yang kulakukan sekarang.

“Terima kasih. Berkatmu, aku bisa sedikit mendinginkan kepalaku.”

“Benarkah? Senang mendengarnya.”

Eiji tersenyum tenang seperti biasa.

“Jadi, apa yang kau dan Aoi-san bicarakan?”

“Pertama-tama, dia bertanya padaku apa yang harus dilakukan dan aku bilang aku akan menghormati perasaan Aoi-san. Aku bilang dia bisa berkonsultasi denganku jika ada sesuatu, tapi kami belum berbicara sejak saat itu…….aku bertanya-tanya apa dia tidak mempercayaiku.”

“Tidak diajak berkonsultasi bukan berarti tidak mempercayai.”

“Begitukah?”

“Itu adalah sesuatu yang kusadari setelah Izumi memberitahuku—”

Eiji melanjutkan dengan kata pengantar itu.

“Kupikir Aoi-san sudah menjadi jauh lebih jujur tentang perasaannya daripada ketika kita pertama kali bertemu.”

“Ya. AKu juga berpikir begitu.”

Ketika kami pertama kali bertemu, dia sangat pendiam dalam segala hal yang dia lakukan dan tidak pernah mengekspresikan apa yang diinginkannya.

Tapi sekarang, dia sudah mulai mengatakan apa yang ingin dia lakukan, dan dia lebih sering berterima kasih, meskipun dia biasanya meminta maaf di penghujung hari.

Kupikir, mungkin setelah liburan musim panas, dia mulai berubah.

“Kesampingkan tentang Aoi-san yang sebelumnya, jika Aoi-san tidak mengatakan apapun tentang ayahnya sekarang, itu bukan karena dia enggan, tapi mungkin karena……dia sudah menemukan jawabannya.”

Dia sudah menemukan jawabannya……?

“Kita tidak perlu mengkhawatirkan Aoi-san, dia mungkin memikirkan masa depannya sendiri dengan baik. Aku dan Izumi merasakan hal itu ketika kami melihat Aoi-san akhir-akhir ini.”

“Begitu ya……jika kalian berdua mengatakan demikian, maka mungkin itu benar.”

“Karena itu, Akira, jangan khawatir sepanjang waktu dan lebih santailah. Ketika Aoi-san tidak bisa lagi mengatur dirinya sendiri, orang yang paling bisa diandalkannya adalah dirimu. Jika kau terlalu khawatir dan tidak bisa diandalkan pada saat itu, itu tidak akan terlihat keren, bukan?”

“Kau benar……”

“Penting untuk membicarakannya. Aku sudah mengatakannya padamu berkali-kali sebelumnya. Tapi, tidak harus menceritakan semuanya. Terkadang penting untuk mengawasi, dan aku yakin inilah saatnya untuk itu.”

Seperti kata Eiji, Aoi-san memiliki pemikirannya sendiri.

Kita harus tegas jadi kita selalu bisa membantu.

“Dan satu hal—”

Eiji melanjutkan seolah untuk menambahkan.

“Penting juga untuk menghadapi perasaan Aoi-san, tapi kau juga perlu menghadapi perasaanmu sendiri. Sudah lama seperti itu, tapi kau terlalu mengabaikan perasaanmu sendiri.”

“Apa maksudmu?”

Aku tahu apa yang ingin dikatakan Eiji, tapi aku tidak berani mengatakannya sendiri.

“Tepat seperti yang kukatakan. Kenapa kau memiliki penolakan yang kuat terhadap ayah Aoi-san, meskipun kau tahu ayahnya memiliki keadaannya sendiri. Kenapa begitu, ya? Kurasa sudah waktunya kau memberi nama pada perasaanmu terhadap Aoi-san.”

Eiji meninggalkan dek kayu ketika ia mengatakannya.

Aku, yang tetap sendirian, mengulangi kata-kata Eiji.

“Sudah waktunya untuk memberi nama pada perasaanku, ya……”

Bukannya aku tidak menyadarinya.

Aku menyadari hal ini ketika aku menemukan Aoi-san meninggalkan rumah pada hari upacara penutupan.

Kupikir aku mengulurkan tangan pada Aoi-san, tapi ternyata dialah yang mengulurkan tangannya padaku. Diatas segalanya, fakta mengejutkan bahwa Aoi-san adalah cinta pertamaku.

Ketika aku mengetahui tentang hal-hal itu, ada perubahan emosional yang besar dalam diriku, itu sudah pasti.

“Tapi……”

Masih belum jelas bagiku, nama apa yang harus kuberikan pada emosi ini.

Kenapa aku peduli pada Aoi-san……apa ini persahabatan atau kebaikan, apa itu keinginan untuk melindungi, kepuasan diri, rasa keadilan, atau emosi lain yang tidak diketahui? Aku masih belum punya jawaban.

Aku terus bertanya pada diriku sendiri berulang-ulang ditengah angin malam.

Hanya suara serangga yang bergema dalam kegelapan.

Akhir Bab 5


Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi Bahasa Indonesia

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi Bahasa Indonesia

A Story Of Taking Home A Lonely Gal From My Class And Turning Her Into An Elegant Beauty,クラスのぼっちギャルをお持ち帰りして清楚系美人にしてやった話
Score 8.2
Status: Ongoing Tipe: Author: Artist: Dirilis: 2021 Native Language: Japanese
Dia pernah membantu seorang gadis yang kesepian dari kelasnya. Pada malam yang hujan, Akira Akamori, seorang siswa sekolah menengah yang akan pindah ke sekolah baru, melihat teman sekelasnya yang berambut pirang, Aoi Sotome, basah kuyup dari hujan di taman terdekat. "... Saya tidak punya rumah lagi." Meskipun Aoi benar -benar orang asing baginya, dia tidak bisa meninggalkan seorang gadis sendirian, jadi dia membawanya pulang. "Terima kasih untuk bantuannya." "Aku-baik saja ..." Ketika Akira mendengar tentang situasi Aoi yang rumit, dia memutuskan untuk membantunya dan membiarkannya tinggal bersamanya sampai dia dipindahkan ke sekolah baru. Sementara bingung dengan pertama kalinya mereka hidup bersama, keduanya perlahan -lahan saling dekat. Ini adalah kisah cinta dari dua orang yang berulang kali bertemu dan berpisah, seperti rekaman yang rusak.

Komentar

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset