Sejak hari di mana kami pulang ke rumah bersama, aku merasa dinding di antara aku dan Saito menipis sedikit demi sedikit, tetapi itu tidak berarti kami menjadi tambah dekat.
Kami tidak memiliki hubungan di luar perpustakaan, dan bahkan saat kami di sana pun, kami hanya mengobrol sedikit.
Waktu itu, dia menegurku agar aku tidur dengan cukup. Kata-katanya memang kasar, tetapi aku menyadari kalau dia itu adalah gadis yang menjaga kesehatannya dengan baik dan juga memperhatikan orang lain.
Dia berhasil melakukannya dengan mengancamku, jadi aku bisa tidur dengan cukup dan nyenyak seperti sebelumnya.
[Iya, aku mengerti. Oke. Aku akan ke sana.]
Hari ini, saat aku menuju ke perpustakaan untuk mengembalikan buku, aku mendapat panggilan telepon.
Tampaknya seorang pekerja paruh waktu harus absen, dan mereka memintaku menggantikannya untuk mereka.
Aku tidak punya hal lain selain mengembalikan buku itu, jadi aku menyetujuinya.
Mereka memintaku untuk datang secepat mungkin, jadi aku mencoba buru-buru ke perpustakaan dan menyelesaikan urusanku.
[Terima kasih untuk bukunya.]
[Sama-sama. Ngomong-ngomong, mengapa kamu terlihat buru-buru?]
Dia pasti sudah melihatku bergegas masuk ke perpustakaan dan dia bertanya padaku dengan suara yang agak terkejut.
[Iya, aku punya beberapa tugas yang harus dilakukan…]
Aku harus menjaga rahasia pekerjaan paruh waktuku, jadi aku menutupinya sekarang.
[Oh, aku mengerti.]
Dia tidak mengulik perkataanku lebih jauh lagi, dan memberikanku sebuah buku baru seperti biasanya.
Aku menerima buku itu dengan rasa terima kasih dan menghela nafas sedikit saat dia memberikannya padaku.
[…Aku sangat menghargaimu yang selalu meminjamkan aku sebuah buku setiap saat, tetapi aku tidak pernah punya kesempatan untuk bilang begitu padamu, Maaf.]
[Aku tidak pernah memintamu untuk berterima kasih untuk apapun…]
[Apa itu tidak apa-apa? Aku bisa setidaknya berlutut di hadapanmu, kamu tahu?]
[Tidak terima kasih. Tolong jangan lakukan itu.]
Aku menyengir dan dia menatapku seolah-olah aku orang bodoh.
Campuran harus dari keseriusan itu mungkin terjadi karena aku tidak bisa membuka dirinya lebih banyak.
Dia membuatku menyeberang ke beberapa buku menarik dan aku merasa buruk tetap melakukannya hari demi hari. Jadi aku ingin menunjukkan rasa terima kasihku, meskipun itu hanya sedikit saja.
Aku ingin memberikannya sesuatu suatu hari nanti.
[… Boleh aku bertanya sesuatu?]
[Ada apa?]
Ketika aku menanyakannya begitu, dia memiringkan kepalanya.
[Apa manfaat yang kamu dapatkan dari meminjamkanku buku?]
Sampai sekarang, kami memiliki hubungan di mana itu normal bagi kami untuk mengobrol, tetapi waktu itu, kami hampir tidak pernah berjumpa satu sama lain.
Normalnya, aku tidak akan meminjamkan sesuatu kepada seseorang begitu saja. Terutama jika mereka terkenal karena sikap dinginnya terhadap orang lain.
Aku tidak ingin berpikir kalau dia sedikit menyukaiku, tetapi aku tidak bisa berhenti penasaran.
Merespons pertanyaanku, Saito menengadah seolah-olah dia memikirkan suatu peristiwa, dan tanpa perubahan ekspresi, dia berkata [Itu hanya untuk kepuasanku semata.]
[Kamu adalah penggemar buku yang kutemui dan memiliki wajah yang aku kenali. Dan aku ingin mengobrol soal buku yang telah kubaca. Di samping itu…]
[Di samping itu?]
[Itu mudah bagiku karena kamu benar-benar menyukai buku tanpa niat yang buruk padaku, dan itu nyaman bagiku untuk mengobrol soal buku denganmu.]
[…. Jadi begitukah?]
[Iya begitulah. Jadi tidak usah khawatir soal itu , dan anggap saja sebagai suatu keberuntungan baik yang terjadi.]
[Aku mengerti.]
Dia tampaknya tidak memiliki niat lagi untuk menanyakan pertanyaan lagi, jadi dia membuka bukunya dan mulai membaca dengan matanya yang fokus pada buku itu.
(Jadi begitu ya…)
Aku tidak berpikir aku seseorang yang bisa kamu pinjamkan sesuatu secara gratis, aku memikirkan itu selagi aku menuju ke tempat kerja paruh waktuku.