Pada hari pertama liburan musim dingin, aku mengunjungi rumahnya.
Aku telah berada di sana beberapa kali, jadi memang mudah untuk pergi ke pintu depan.
Namun, aku tidak bisa menemukan keberanian untuk membunyikan bel dan menekan tombolnya.
Aku belum pernah masuk ke dalam rumah lawan jenis yang sebaya sebelumnya. Aku tidak punya pemikiran kalau ini akan terjadi.
Meskipun aku hanya baru berjalan di sini, aku sudah lelah secara mental dari kegugupan dan kegelisahan.
Aku menyetujui saran untuk mengambil buku-buku itu sendiri, tetapi aku mengeluarkan desahan, berpikir kalau aku mungkin telah ceroboh.
Iya, tidak ada tujuan untuk memikirkannya lebih lama lagi, jadi aku menekan tombolnya, dan pintunya terbuka, mengungkapkan Saito di sisi lain.
[Silakan, masuklah.]
Daripada mengenakan seragam, dia mengenakan jaket bertudung (hoodie) berwarna abu-abu dengan celana hitam di bawahnya, seperti pakaian santai.
Jangan-jangan dia mengenakan pakaian longgar karena itu membuat nyaman.
Biasanya, penampilan seperti itu akan tampak norak, tetapi ketika dia mengenakannya, itu benar-benar cocok. Aku rasa menjadi gadis cantik itu memiliki keuntungan tersendiri.
[Maaf atas gangguanku.]
Aku merasa sedikit tidak nyaman dengan pakaiannya yang tidak dikenal, tetapi tetap saja, dia menuntunku ke ruangan belakang yang belum aku lihat sebelumnya.
[…Ada buku-buku di manapun.]
Di depanku, ada beberapa rak buku yang berjajar dengan sejumlah besar buku.
Aku tidak bisa apa-apa selain tersenyum pada ruangan itu, yang mana itu jauh dari siswi SMA rata-rata, tetapi itu tampak sangat khas baginya.
Aku tidak pernah benar-benar di salah satu rumah gadis, tetapi aku sering mendengar orang-orang bilang kalau rumah-rumah dari gadis-gadis memiliki aroma seperti bunga atau manisan, tetapi bau dari rumah Saito adalah aroma kertas. Itu seolah-olah aku berada di toko buku.
[Itu tidak masalah bukan?]
[Ini tidak tampak seperti rumah siswi SMA.]
[Jangan berharap kalau aku menjadi siswi SMA-mu yang normal.]
Dia sadar kalau dia jauh dari menjadi siswi SMA yang normal, dan dia memberi tahuku dengan suara dinginnya yang biasa.
[Iya, aku suka bau kertas karena itu menenangkan.]
Aku mengeluarkan desahan kecil sebagai tindak lanjut dari pernyataannya.
Itu bisa jadi bau yang aneh bagi orang yang normal, tetapi ini juga menenangkan bagiku.
Aku terutama menyukai toko buku karena bau ini lembut dan membuatku merasa dikelilingi oleh buku-buku.
Rumah ini berbau sama, jadi ketegangan yang aku miliki di awal telah melonggar.
[…Aku mengerti, aku akan ambilkan minuman.]
Dia bangun dan pergi ke dapur.
Aku penasaran sejenak di mana aku harus duduk, tetapi ada dua kursi yang sudah disiapkan, jadi aku di salah satunya.
Aku menghela nafas lega dan melihat di sekitar rumah itu. Aku punya perasaan kalau dia tinggal sendirian. Selain ruang tamu, ada juga dapur dan tempat yang tampak seperti kamar tidurnya.
Aku memandangi dapur dan melihat kalau dia sedang menyeduh teh di dalam sebuah teko.
Aku terkejut, aku tidak bisa membayangkan dia membuat secangkir teh, tetapi itu tampak enak.
Dia bukan hanya seorang gadis yang menyukai buku. Aku bisa merasakan kualitas dari buatannya dari pergerakannya yang halus.
[… Ada apa nih?]
Dia tampak memperhatikan kalau aku melihatnya, dan dengan bantingan, dia meletakkan teh itu di atas meja, dan memelototiku sedikit.
[Ini secara mengejutkan sederhana.]
[Aku tidak tahu apakah ini sederhana atau tidak, tetapi aku tinggal sendiri, jadi aku bisa melakukan setidaknya sebanyak ini.]
Aku tidak yakin kalau itu umum untuk bisa menyeduh teh di teko, tetapi itu tampak alami baginya, dan dia melihatku dengan ekspresi tercengang.
Dengan sebuah desahan, dia duduk menghadapku.
Itu menjadi sunyi, hanya keheningan yang tersisa.
Ketika itu seperti ini, aku tidak bisa apa-apa selain menyadari kalau kami adalah satu-satunya yang berada di ruangan ini.
Aku tidak memiliki niat untuk melakukan apapun padanya, tetapi aku hanya berdua dengan lawan jenis, dan terlebih lagi seorang gadis cantik.
Situasi untuk berada di rumah berdua itu masih agak menegangkan dan tidak nyaman.
Mencoba untuk menenangkan diriku, aku mengesap teh dan terus membaca.