Aku dengan gugup menyesap tehku, tetapi suasana canggung masih tersisa.
Aku tidak bisa tahan dengan situasi ini dan memanggilnya dengan agak tiba-tiba.
[He-Hei, di mana buku itu? Aku tidak sabar untuk membacanya.]
[Oh, maaf. Buku-buku itu ada di rak buku di sebelah sana.]
[Oke.]
Aku bergegas menuju ke rak buku, aku tidak ingin menyadari fakta kalau kami hanya berdua saja saat ini lebih lama lagi.
Aku melihat ke rak buku, dan tentu saja, semua buku yang telah aku pinjam sejauh ini tertata dengan rapi.
Aku merasakan tingkat ketelitiannya dari caranya menata buku-buku sesuai urutan.
Aku mengambil volume yang aku masih belum baca dan kembali ke bangkuku.
Saito sudah membuka buku yang berada di mejanya dan mulai membaca. Dia melirikku dan menatap ke bawah lagi.
Aku mengikuti jejaknya, duduk di bangku dan membaca buku yang aku pinjam.
Ketika aku mulai membaca, aku tidak bisa berkonsentrasi karena perhatianku terganggu oleh Saito di depanku, tetapi aku dengan segera melupakannya dan kehilangan diriku pada buku itu.
Menarik seperti biasanya. Bagaimana bisa seseorang datang dengan trik yang brilian. (TL Note: Dia berbicara soal bukunya.)
Pada permulaan volume itu, pembayangan (foreshadowing) yang halus memang brilian dan akhir-akhir ini, deskripsi dari para karakter menjadi lebih rinci di atas itu.
Para karakter itu memang sangat memukau sehingga kamu tidak bisa apa-apa selain tenggelam dalam ceritanya, dan pengurangan karakter utamanya memang seru.
Ini hebat bisa membaca semua buku-buku ini setiap hari.
Liburan musim dingin tahun ini tampak sangat memuaskan, aku sangat menantikannya.
Saat aku menuntaskan bacaan bukuku, merasa puas, aku menyadari kalau Saito menatapku.
[Ada apa?]
[…Aku telah berpikir untuk sementara waktu. Tetapi kamu benar-benar menikmati bacaan benar kan?]
[Benarkah? Aku tidak menyadari ekspresiku, tetapi bukunya memang menarik.]
Fakta bahwa dia menunjukkan ini berarti ekspresiku sangat kurang.
Bahkan jika aku mencoba untuk tidak menunjukkannya di wajahku, tidak ada yang bisa membantunya ketika sesuatu itu seru. Itu di luar kemampuanku.
Namun, aku masih penasaran wajah macam apa yang aku pasang di wajahku. Itu akan menjadi terlalu memalukan jika aku memasang wajah yang tidak menyenangkan.
[…Hei, tampak seperti apa aku ketika aku sedang membaca?]
[Apa yang kamu tanyakan… itu sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata…]
Aku mengerang dan menyilangkan lenganku dalam pikiran.
Lagipula, hal-hal seperti ini suasana yang tidak bisa dituangkan dalam kata-kata, jadi itu mungkin sulit untuk menjelaskannya.
[Tetapi… Itu tampak seperti kamu bersenang-senang, dan aku rasa kamu tampak mempesona ketika kamu membaca, iya kan? Jadi aku rasa ku tidak perlu mengkhawatirkan itu.”
Dia menebak apa yang aku tanyakan, dan sedikit tersenyum.
Sebuah senyuman yang lembut itu menyelimutiku dengan lembut. Senyumannya yang hangat dan lembut memang cukup polos dan mempesona untuk membuatku kehilangan kata-kata selama sesaat.
[…Oh, iya, aku akan mengambil buku berikutnya.]
Itu sangat lucu, aku tidak bisa apa-apa selain sedikit terjatuh.
Aku tahu kalau dia memujiku untuk memberi tahuku kalau aku tidak tampak aneh, tetapi aku tidak bisa apa-apa selain merasa sedikit malu.
Aku meninggalkan bangkuku untuk menutupi wajah merahku. Menggelengkan kepalaku untuk menyapu bersih senyumannya yang baik hati yang membara di dalam pikiranku, aku menuju rak buku.
Aku senang bisa melihat senyumannya, tetapi aku tidak bisa apa-apa selain merasa gelisah di dalam hatiku.
Aku mengeluarkan sebuah desahan kecil pada pemikiran bahwa hal yang sama mungkin akan terjadi di masa depan karena kami akan sering bersama.