Setelah itu, kami menghabiskan sisa malam dengan makan malam yang dibuatkan oleh ibu untuk kami.
Aoi-san terlihat gugup pada awalnya, tapi perlahan membuka hatinya.
Aku tidak khawatir karena Ibu adalah komunikator yang baik, meskipun tidak sebaik Izumi, tapi aku bisa melihat kalau dia memperlakukannya dengan lebih hati-hati daripada yang kupikirkan.
Setelah selesai makan, ibuku selesai mencuci piring dan mulai bersiap-siap untuk pulang.
“Ibu, apa kamu akan pulang sekarang?”
“Ya. Aku datang dengan niat itu, dan masih ada kereta terakhir juga.”
“Begitu.”
Aku bertanya apakah dia akan pulang, tapi aku tidak bisa menahannya.
Jika ibuku menginap, aku tidak bisa meninggalkan Aoi-san di rumah.
“Akira, karena sudah jauh-jauh kesini, bisa mengantarku sampai luar rumah?”
“Ya, tentu saja.”
“Aoi-san, sampai jumpa lagi.”
“Ya. Terima kasih banyak.”
Ibu melambaikan tangan pada Aoi-san sambil tersenyum dan meninggalkan ruang keluarga.
Segera setelah kami meninggalkan rumah bersama-sama, aku berbicara dengan ibu di depan pintu masuk.
“Bisakah Ibu tidak memberi tahu ayah tentang hal ini?”
“Ya. Tentu saja. Seperti yang kuduga, aku tidak bisa mengatakan padanya kalau kau tinggal dengan seorang gadis.”
“Eh?……”
Aku yang sudah lega kehilangan kata-kata saat dia mengatakan itu.
“Kau tidak perlu menyembunyikannya. Aku tidak marah.”
“……Apa Ibu bertanya pada Hiyori tentang hal itu?”
“Sudah kuduga Hiyori juga tahu. Untuk berjaga-jaga, Hiyori, anak itu tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu.”
“Kalau begitu, bagaimana Ibu bisa tahu?”
“Setelah Hiyori pergi mengunjungimu, dia bertingkah sedikit aneh, jadi aku penasaran. Jadi, aku datang tanpa memberitahu Hiyori ataupun ayah. Meski, sepertinya ayah sama sekali tidak menyadarinya.”
Jadi itu sebabnya Hiyori tidak menghubungiku ya.
Kalau seperti itu Hiyori juga tidak bisa menghentikannya. Maaf meragukanmu meski untuk sesaat.
Tapi tetap saja, untuk memperhatikan sesuatu yang tidak biasanya dari Hiyori, yang tidak pernah menunjukkan emosi dan selalu berwajah poker face……kukira seperti itulah seorang ibu. Mustahil untuk menyembunyikan sesuatu dari orang tuamu, kan.
“Tapi, bagaimana Ibu bisa sampai tahu kalau aku tinggal bersamanya?”
“Kupikir aku akan membersihkan kamar sebelum Akira pulang. Kemudian aku menemukan barang-barang pribadi Aoi-san di kamar Hiyori, atau sampo wanita di kamar mandi, dan jejak-jejak lainnya yang mengisyaratkan kalian tinggal bersama. Saat itulah aku memahami segalanya. Begitulah.”
Jadi begitu……Kalau Hiyori mengetahuinya dengan sehelai rambut.
“Aoi-san, dia gadis baik yang langka ya.”
“Ya……dia gadis yang sangat baik.”
“Tapi aku juga berpikir kalau dia adalah seorang gadis yang sangat berbahaya.”
Ibu melanjutkan dengan raut wajah khawatir.
“Aku tidak akan bertanya bagaimana keadaan Aoi-san. Tapi, setiap orang dewasa pasti bisa menebak kenapa seorang gadis seusianya harus menempatkan dirinya di rumah orang lain. Aku yakin Aoi-san pasti memiliki kehidupan yang jauh lebih sulit daripada yang bisa kita bayangkan.”
“Ya, kupikir begitu……”
“Kenyataan bahwa dia merasa lebih membebanimu daripada bersyukur juga, mungkin karena lingkungan tempat Aoi-san tinggal. Tapi Akira, apa kau benar-benar tahu apa yang kau lakukan?”
Tiba-tiba, senyum Ibu menghilang.
“Membantu seseorang itu, hal yang sangat sulit dan melibatkan tanggung jawab yang besar, kau tahu?”
Ibu adalah orang yang selalu memiliki senyum ceria di wajahnya di depan keluarganya.
Melihat ekspresi serius di wajah ibu untuk pertama kalinya, aku merasa seolah-olah tekadku sedang diuji.
Hanya dalam menanggapi pertanyaan ini, aku tahu aku tidak boleh menyembunyikan perasaanku.
“Aku tahu.”
Aku tahu betapa besar tanggung jawab yang harus diemban.
Sejak hari itu, ketika aku membawa Aoi-san pulang.
“Meskipun begitu, aku ingin melakukan segala yang kubisa untuk membantunya.”
Aku menaruh semua ketulusan yang kubisa ke dalam kata-kataku.
Sekali lagi, aku mengatakan pada diriku sendiri tentang keputusanku.
“Jika kau sekeras itu, aku tidak akan mengatakan apa-apa. Aku tidak akan memberitahu ayahmu, jadi berjuanglah.”
“Terima kasih.”
Ibu mengangguk sambil tersenyum dan mulai berjalan pergi meninggalkan rumah.
Tetapi setelah beberapa langkah, ia berhenti dan berbalik.
“Ngomong-ngomong, apa kau berencana untuk berkencan dengan Aoi-san?”
“Eh……Ibu bahkan menyadari kalau kami tidak berkencan?”
Ibu berubah sepenuhnya dan mengembangkan senyum seolah menggodaku.
“Yah, jika kau melihat Aoi-san kau pasti mengerti. Dia belum menjadi wanita selama lebih dari empat puluh tahun. Perasaan Aoi-san pada Akira lebih seperti pada orang yang berharga baginya daripada perasaan pada kekasihnya. Tentu saja, mungkin bukan hanya itu……”
Apakah itu intuisi seorang wanita, atau apakah itu sesuatu yang bisa dia tebak karena sama-sama perempuan?
Terlepas dari itu, caranya mengatakannya yang agak tersirat itulah yang membuatku terganggu.
“Kau tidak berniat untuk mengencaninya?”
“……bukan seperti itu.”
“Begitu. Aku pikir pasti alasan Akira untuk mengulurkan tanganmu padanya adalah sesuatu yang tipikal untuk anak laki-laki, tapi yah, mari berhenti dengan keras kepala menanyaimu. Tapi, cobalah meletakkan tanganmu di dadamu dan memikirkannya. Setidaknya, jangan sampai tidak menyadarinya dan menyesalinya.”
Ibu mengatakan itu dan meninggalkan rumah dengan senyum kecil di wajahnya.
Aku terus melihatnya pergi sampai punggungnya menghilang ke dalam kegelapan malam.
Tiba-tiba, ponselku di sakuku memberitahukan ada panggilan masuk.
Aku mengeluarkannya dan melihat ke layar, ada nama Hiyori ditampilkan.
“Halo.”
『Mungkin ibu sedang dalam perjalanan ke sana.』
Suaranya tenang, tapi dia berbicara sedikit terlalu cepat.
Jarang-jarang ketidaksabarannya terlihat jelas.
“Ya, dia baru saja pulang.”
『Begitu. Dia belum bulang di jam segini, jadi kupikir begitu. Kamu baik-baik saja?』
“Ya. Dia tahu aku tinggal bersama Aoi-san, tapi tidak ada masalah. Tanyakan pada ibu untuk lebih jelasnya.”
『Mengerti. Maaf. Aku tidak bisa membantumu.』
“Tidak ada yang seperti itu. Aku senang kamu mengkhawatirkanku.”
『Aku akan meneleponmu lagi.』
“Ah, tunggu sebentar.”
『Apa?』
“Sudah mendapat telepon dari Izumi?”
『Ya. Sudah. Aku juga menceritakan padanya tentang kepindahanku.』
“Maaf ya……karena menunda kesempatamu untuk memberitahunya untuk alasanku sendiri.”
『Jangan khawatir tentang hal itu. Aku tahu semua perasaan Akira.』
Hiyori mengatakan itu dan menutup telepon.
Seperti yang diharapkan dari adik perempuanku.
Tetapi tetap saja, keluargku terlalu peka.
Aku hanya bisa bersyukur bahwa berkat mereka, aku bisa menghindari masalah seperti ini.
Setelah itu, aku duduk di bawah angin malam untuk sementara waktu, memikirkan tentang hal kedepannya.
Tanpa mengetahui kalau Aoi-san mendengarkan percakapan antara aku dan ibuku di seberang pintu.