Malam itu—
Setelah Eiji dan Izumi pulang, Aoi-san dan aku menyelesaikan makan malam dan mandi, lalu bersantai di ruang keluarga.
Saat aku menyadarinya, jarum jam telah melewati jam sebelas, dan entah bagaimana itu adalah waktu yang menyenangkan.
“Aoi-san, ayo segera tidur.”
“Eh? Ah, ya…….”
Aoi-san memeras kata-katanya seolah ada sesuatu yang ingin dia katakan.
“Ada apa?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Ekspresi Aoi-san terlihat agak kaku saat dia mengatakan ini.
Rasanya seperti dia sedang memikirkan sesuatu, seperti sedang gugup.
“Kalau ada sesuatu, aku akan mendengarkannya.”
“Tidak, aku baik-baik saja, terima kasih.”
Saat Aoi-san mengucapkan ini, kami bangkit dan meninggalkan ruang keluarga bersama.
“Selamat malam.”
“Ya. Malam.”
Kami berpisah di depan kamar dan aku masuk ke kamarku dan berbaring di tempat tidur.
Aoi-san, dia tampak seperti sedang merenungkan sesuatu, tapi apa, ya?
Dia seperti biasa ketika Eiji dan Izumi ada, jadi sepertinya tidak ada yang salah.
Jika dia masih bertingkah aneh besok, sebaiknya aku berbicara dengannya tentang hal itu.
Saat aku memikirkan hal ini, aku dilanda rasa kantuk, dan perlahan kesadaranku menjadi jauh seolah-olah aku tenggelam. Saat aku berada dalam suasana yang bagus untuk tertidur dan baru saja akan tertidur.
“Hmm……?”
Tiba-tiba aku merasakan kehangatan yang tidak biasa di punggungku.
Aku membuka mataku, bertanya-tanya apa itu, dan napasku terhenti saat aku melihat ke belakangku.
“A-Aoi-san……?”
Aku tidak tahu ekspresi seperti apa yang dia buat dalam kegelapan, tapi yang ada disana adalah Aoi-san.
Dia berbaring di tempat tidur di sampingku, menempel di punggungku.
“Aoi-san……ada apa?”
“……”
Aoi-san tetap diam.
Apa-apaan ini, kenapa Aoi-san ada di tempat tidurku!
Aku tidak bisa mengikuti pikiranku yang kacau dan situasi yang tidak terduga ini.
Ini seperti dia menyelinap di malam hari—
Tln : di RAW-nya itu 夜這い/Yobai, istilah yang artinya menyelinap(biasanya cowo) ke kamar(biasanya cewe) di malam hari untuk melakukan taulah ya, tapi dalam kasus ini, Aoi-san(cewe) yang nyelinap
“Tidak apa-apa……”
Aoi-san bergumam pelan.
Aku bisa tekad kuat yang tidak biasa dalam suaranya.
“Tidak apa-apa katamu, apanya……?”
“Benda yang kamu dapat dari Izumi-san, kamu bisa menggunakan padaku.”
“Ap—!”
Dengan kata lain, ini mengacu pada aktivitas sepasang kekasih untuk saling menegaskan cinta mereka.
“Tidak apa-apa itu…….”
Aku tidak percaya Aoi-san akan mengatakan sesuatu seperti ini.
Ini pasti mimpi. Saat kupikir aku mengalami mimpi yang realistis karena aku sudah sering mengalami fantasi ini, aku mencoba mencubit lenganku di bawah selimut, tapi rasa sakit menyangkalnya.
Seriusan…… tapi, kenapa tiba-tiba?
“Karena untukku, aku hanya bisa membalasnya dengan ini.”
Saat aku mendengar kata-kata itu, seketika itu juga pikiranku menjadi tenang.
Aku mengangkat tubuhku dan menghadap Aoi-san.
“Bukankah sudah kukatakan padamu untuk tidak perlu khawatir tentang memberikan balasan padaku?”
“……Apa aku tidak menarik?”
Di bawah sinar bulan, ekspresi Aoi-san terdistorsi dengan kesedihan.
Meski begitu, aku tidak mungkin menerimanya.
“Bukan itu masalahnya. Aku sendiri adalah seorang pria, dan sejujurnya, ini adalah tawaran yang menggoda, dan bukan berarti aku tidak tertarik, tapi……tidak berarti kamu harus memberikan tubuhmu sebagai balasan untukku.”
“……”
“Aku senang kamu bersedia melakukan sesuatu sejauh itu untukku, tapi aku ingin kamu lebih menjaga dirimu sendiri. Sudah kukatakan sebelumnya, aku tidak membantu Aoi-san karena aku menginginkan sesuatu sebagai balasannya. Aku cukup bahagia hanya dengan perasaanmu.”
“Ya……”
Aku senang Aoi-san melakukan sesuatu untukku.
Aku juga bisa memahami kenapa dia berusaha keras untuk membalas budi yang dia terima.
Tapi, kau tidak perlu melakukan itu, aku sudah mendapatkan cukup banyak balasan.
Jika aku tidak tinggal bersama Aoi-san, aku tidak akan menyadari bahwa hidup sendiri itu sepi, dan aku tidak akan berpikir bahwa bersama orang lain membuatku bahagia.
Kupikir, aku sudah terbiasa berpisah dengan orang-orang setelah berulang kali pindah sekolah, jadi tidak terpikirkan olehku sampai belum lama ini, bahwa aku tidak ingin berpisah dengan semuanya.
Aku yakin kalau bisa menyadari hal ini merupakan suatu berkah, dan itu semua berkat kehadiran Aoi-san di sana.
Karena itu, tidak perlu memikirkan untuk membayarnya dengan sesuatu.
“Ayo, mari kembali ke kamarmu.”
“Ya.”
Aku mengantar Aoi-san dan memastikan dia kembali ke kamarnya sebelum kembali ke tempat tidur.
Aku ingin setidaknya membuat Aoi-san merasa tidak terlalu berhutang.
Sambil memikirkan apa yang kubisa untuk itu, sekali lagi aku tertidur.
*
Keesokan harinya, sikap Aoi-san sama seperti biasanya.
Setelah apa yang terjadi semalam, aku khawatir bahwa kami mungkin menjadi sadar akan satu sama lain dan segalanya mungkin menjadi canggung, tapi Aoi-san seperti biasa, seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Melihatnya seperti itu, aku merasa lega dan menepuk dadaku.
Namun—aku memikirkannya setelahnya.
Mungkin, itu adalah kesalahan untuk menolak Aoi-san yang menyelinap pada waktu itu.
Kupikir itu adalah tanda tekad Aoi-san yang bulat.
Aku tidak bisa menyadari tekadnya, jadi aku memasang muka dan menolaknya.
Tentu saja, bahkan jika aku menyadarinya, aku tidak akan menerimanya, tapi setidaknya aku bisa menerima perasaannya……akan berbeda jika aku setidaknya mengatakan tentang perasaanku.
Eiji telah mengatakan pada bahwa “Semakin berharga bagimu, semakin banyak yang perlu kami bicarakan”, tapi pada titik tertentu, aku mungkin berpikir bahwa aku memahami Aoi-san dan mengabaikannya.
Aku membencinya karena pada saat aku menyadarinya, itu selalu terlambat.
Beberapa hari kemudian, pada hari upacara penutupan—aku pergi ke sekolah sebelum Aoi-san seperti biasa dan menunggunya datang ke sekolah, tapi dia tidak pernah muncul di sekolah.