[Bagian 2]
Aku akrab dengannya.
Namanya, Asanagi Umi. Dia dari SMP khusus perempuan, SMP Tachibana.
Hobi: Kegiatan di luar ruangan
Hal yang disukai: Kopi
Itulah informasi yang kuterima saat dia memperkenalkan dirinya di kelas. Aku juga tahu jika Amami-san dia adalah teman masa kecil karena Amami-san mengatakannya.
Dia memiliki gaya rambut kekanak-kanakan dan kaki ramping. Kecantikannya tidak kalah dengan Amami-san. Dia juga cukup populer di antara beberapa anak laki-laki.
Dia dikenal sebagai ‘gadis paling imut kedua di kelas’ yang agak kasar dari sebuah nama panggilan. Tapi, begitulah anak laki-laki di kelas memanggilnya.
“Eh … ah, silahkan, masuk.”
“Terima kasih, maaf mengganggu.”
Bagaimanapun, aku tidak bisa mengusirnya begitu saja karena dia masih teman sekelasku. Jadi, aku memutuskan untuk mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Asanagi-san atau lebih tepatnya, seorang gadis dari kelasku, benar-benar memasuki kamarku.
Kami bahkan belum pernah berbicara satu sama lain. Jadi, bagaimana kami berakhir dalam situasi ini?
Serius, apa yang terjadi di sini?
“Um, aku akan meletakkan pizza dan Cokenya di sini. Nggak apa-apa ‘kan?”
“Y-ya, terima kasih.”
Pizza yang dibawa Asanagi-san berukuran L, sedangkan pizza yang baru saja kupesan ukurannya M.
Kalau hanya satu pizza ukuran L, kita berdua seharusnya bisa menghabiskannya. Tapi ini… Yah, sudah terlambat untuk membatalkan pesanan sekarang, kurasa aku akan mencoba memakannya. Lagian aku sudah memesannya.
“Hmm, kamarmu sangat rapi dan bersih, ya..”
“Yah, begitulah. Btw, kau makan di mana? Di meja makan atau di depan TV?”
“Bagaimana dengan Maehara-kun? Biasanya kamu makan dimana?”
“Aku hanya duduk di lantai dan meletakkan pizza di depanku.”
“Itu sangat tidak sopan ~”
“Y-yah, aku sadar akan hal itu.”
Ibuku itu tipe orang yang cukup tegas. Dia selalu memperhatikan apa saja yang kulakukan kecuali pada hari Jum’at. Itu karena, di hari itu Ibuku selalu meninggalkan 2000 Yen untuk membeli makan malam untuk diriku sendiri. Apa pun yang tersisa akan menjadi uang sakuku. Jadi pada dasarnya, aku bisa menghabiskan uang itu sesukaku.
“Yah, aku baik-baik saja dengan melakukan hal yang sama seperti Maehara-kun.”
“Bukankah duduk di sofa lebih nyaman? Dengan begitu, punggungmu tidak akan sakit?”
“Apa kamu ini, orang tua ‘ya?… Yah, jika mulai sakit, aku akan pindah ke sofa.”
Jadi, kami memutuskan untuk meletakkan pizza, Coke dan cangkir di atas karpet.
“Ini, duduk di sini.”
“Terima kasih.”
Tidak mungkin aku membiarkannya duduk di karpet begitu saja. Jadi, aku memberinya bantal.
Seperti yang teman sekelasku katakan, dia cukup imut. Tidak,
menurutku Asanagi-san itu cantik akan menjadi deskripsi yang lebih tepat.
Tetap saja, aku tidak mengerti mengapa dia datang ke rumahku?
“Woah… Jadi, kamu benar-benar main game ya? Game apa ini?”
“Yang itu adalah FPS… tapi… ‘benarkah’? Apa kau benar-benar ingat perkenalanku, Asanagi-san?”
“Yah begitulah. Maksudku, dibandingkan dengan anak-anak lain, perkenalan Maehara-kun agak buruk.”
Dengan cara yang buruk, ya.
Setelah itu, aku ingat wajah lega semua orang setelah suasana yang kuatur sebelumnya mereda. Mereka bekerja paling keras untuk mencoba menarik perhatian orang lain dengan bertingkah ceria atau semacamnya. Kemudian, 60 menit berlalu dalam suasana yang lebih lembut karena semua orang bersenang-senang.
Yah, kecuali aku, tentu saja.
“Yah, berkat itu, aku menemukan semangat yang sama.”
“Huh?”
Semangat yang sama. Seseorang yang berbagi cita-cita, tujuan, prinsip dan pandangan yang sama.
Dengan kata lain…
“Mungkinkah, kau juga menyukai hal semacam ini, Asanagi-san?”
“Sesuatu seperti itu… Yah, aku tidak tahu banyak tentang game, tetapi pada hari-hari seperti ini, aku suka bermalas-malasan dan tidak melakukan apa-apa ~”
“… Oh, itu tidak terduga..”
Kupikir orang seperti Asanagi-san lebih suka nongkrong di tempat ramai…
Tapi, kurasa aku hanya berasumsi begitu saja ya?
Tetap saja, meskipun itu adalah fakta yang mengejutkan, tidak sopan bagiku untuk menggeneralisasi hal-hal seperti itu.
“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Amami-san? Bukankah kalian berdua hang out bersama? Dia sahabatmu… kan?”
“Kami adalah teman baik, tentu saja kami kadang-kadang hang out. Tapi, dibandingkan denganku, Yuu… yah… populer, tahu? Semua orang ingin bergaul dengannya. Jadi, dia tidak bisa hanya bergaul denganku sepanjang waktu.”
Kudengar Amami-san, sepulang sekolah dia biasanya nongkrong dengan teman-teman dari SMP-nya….
Mungkinkah mereka juga teman sekelas Asanagi-san?
“Yah, itu tidak seperti teman-temannya adalah temanku juga, kan?”
“Begitu..”
Dia sangat menyiratkan bahwa dia tidak berhubungan baik dengan teman sekelasnya itu. Yah, kurasa hal semacam itu terkadang terjadi. Aku tidak pernah benar-benar memiliki teman. Jadi, aku tidak pernah mengalami masalah hubungan seperti itu sebelumnya.
“Ah, alasanku datang ke sini juga karena perkenalaanmu di kelas tadi.”
“Eh, maksudmu?”
“Yah, kamu bilang.. kamu tidak memiliki kegiatan apapun kan? Aku agak penasaran denganmu. Jadi, aku mengikutimu dan menemukan bahwa rumahmu ternyata sangat dekat dengan rumahku… Ah, benar, maaf sudah membuntutimu seperti itu, itu tidak sopan, kan .…”
“…Ah, santai saja…”
Meskipun aku tidak bisa bermalas-malasan seperti biasanya karena Asanagi-san ada di sini, rasanya menyenangkan memiliki teman bicara sesekali, bagaimanapun juga, aku terkadang merasa kesepian.
Juga, bisa berbicara terus terang dengan Asanagi-san seperti ini terasa sangat menyenangkan, meskipun kita tidak pernah mengobrol dengan baik sebelumnya.
Mungkin karena kita berada di rumahku, aku bisa berbicara seperti ini. Lagipula, jika ini di sekolah, aku akan terlalu tegang. Selain itu, Asanagi-san membawa suasana santai yang membuatnya mudah diajak bicara.
“Ngomong-ngomong, Asanagi-san, pizza yang kau bawa… topping apa yang ada di dalamnya?”
“…Huh? Kamu menanyakan itu?”
Mendengar pertanyaanku, Asanagi-san menyeringai.
[Ura Angel dan bawang putih iblis dengan keju dan teriyaki. Keju ganda dan mayones, bawang putih tiga kali lipat! Setengah harga!]
“… Glup, kelihatannya enak.”
“…Nah, kan?”
Setelah itu, Asanagi-san dan aku menuangkan tabasco dalam jumlah besar pada pizza bawang putih dan kami memakannya dengan penuh semangat sambil menengguk Coke. Tentu saja, aku juga menghabiskan semua pesananku.
Ini adalah awal dari hubungan kami berdua di akhir pekan.