Setelah kejadian itu, aku cukup beruntung bisa bertemu dengan Asanagi-san seperti biasanya. Jadi, aku memutuskan untuk meminta maaf padanya karena menguping pembicaraan mereka tempo hari.
“Ah, begitu? Nggak apa-apa kok. Kamu tidak perlu khawatir. Lagian, aku tahu kamu di sana karena kebetulan dan tidak benar-benar mengikutiku, kan? Jadi, santai saja.”
Kupikir suasana hatinya akan memburuk jika aku membicarakannya. Tapi sebaliknya, dia mengabaikannya dengan ringan saat dia memakan puding yang dia beli di toko serba ada.
“Kau yakin?”
“Tentang apa?”
“Tentang kau yang menolak pengakuan pria tampan kemarin?”
“Ah, soal itu. Tentu saja, aku akan menolaknya. Lagipula, aku tidak memiliki perasaan apapun terhadap orang itu.”
“Begitu? Lalu, kenapa kau sangat terburu-buru pergi menemui orang itu?”
“Ah.. Um, bagaimana aku mengatakannya?”
Setelah jeda beberapa detik, Asanagi-san melanjutkan.
“Alasanku menemui orang itu tanpa memberitahu Yuu dan yang lainnya. Itu karena aku tidak ingin menimbulkan masalah yang tidak perlu. Terlebih lagi, Nitta. Dia pasti menanyaiku beberapa pertanyaan yang merepotkan.”
“Nitta… ah, gadis yang biasa kau ajak bergaul ‘kan, Asanagi?”
“Benar. Yah, aku tidak yakin apakah dia akan membicarakan tentangku atau tidak. Tapi, dia memang tipe orang yang akan membicarakan kehidupan orang lain. Seperti yang kamu duga.”
Seperti yang kupikirkan, aku harus menyembunyikan fakta bahwa aku bertemu dengan Amami-san dan Nitta-san di sana. Tentu saja, aku juga menyembunyikan fakta bahwa aku mendapatkan nomor telepon Amami-san.
Lagipula, Asanagi yang sedang kita bicarakan, dia akan dengan mudah melihat kejenakaan Amami-san.
“Um..”
“Mm?”
“Asanagi… bukankah kau cukup populer?”
“Mmm… nggak juga kok. Aku tidak sepopuler Yuu.”
Jika dia mendapat pengakuan dari lima orang dalam waktu kurang dari setengah tahun adalah angka rata-rata (menurut Nitta-san), lalu berapa banyak pengakuan yang diterima Amami-san?
“Hmm… Maehara, apa kamu cemburu?”
“Eh? Tidak juga. Yah, aku hanya berpikir menjadi populer terdengar merepotkan…”
“Hm… Kenapa?”
“Mungkin karena aku penyendiri?”
Bahkan jika dia bertanya mengapa aku tidak bisa menjawabnya.
Dalam kasusku, aku cukup buruk dalam bersosialisasi dengan orang lain sehingga sulit bagiku untuk meminta teman sekelasku untuk berteman denganku. Aku tidak berpikir orang sepertiku harus tanpa malu berbicara tentang hal-hal tentang cinta dan hubungan.
“Coba jelaskan. Jangan khawatir, aku tidak akan menertawakanmu.”
“Ada kalimat ‘Aku tidak akan menertawakanmu’… Jika ada, kau hanya meningkatkan rintangan untukku.”
“Haha, ayolah, tidak apa-apa. Katakan saja apa yang ada di pikiranmu, Maehara.”
“Baiklah…”
Yah, bahkan jika dia akan menertawakanku, Asanagi satu-satunya di sini. Jadi, seharusnya tidak apa-apa, kurasa…
“Um, bagiku, aku tidak bisa memahaminya, menjadi populer dan semacamnya. Maksudku, orang akan memandangmu saat kau populer, kan? Mereka akan mencoba untuk mengenalmu lebih baik dan entah bagaimana membentuk hubungan khusus denganmu?”
“Hm, itu benar.”
Tentu saja, menjadi populer tidak selalu berarti buruk. Ini membuktikan bahwa kau memiliki pesona khusus yang menarik orang, itu lebih baik daripada menarik kebencian orang.
Tapi, menjadi populer tidak semua menyenangkan.
Sebagai contoh, anak laki-laki yang mengaku Asanagi-san tempo hari.
“Ada berbagai macam orang di sekitarmu, termasuk mereka yang tidak menarik minatmu dan yang diam-diam kau benci… Berurusan dengan orang-orang itu akan merepotkan, bukan? Mereka bahkan tidak peduli padamu. Jadi, kenapa kau harus memperhatikan mereka?”
Dia seharusnya berhati-hati ketika dia menjawab pengakuan anak laki-laki itu. Tentu, ada beberapa gadis di luar sana yang akan langsung menolak pengakuan dari anak laki-laki yang tidak dikenal dengan berkata “Aku tidak menyukaimu”, “Ngaca dulu napa?” atau “Dasar menjijikan”. Tapi, Asanagi bukan salah satu dari mereka. Selain itu, mengatakan hal seperti itu hanya akan menciptakan dendam yang tidak perlu.
Emosi orang, rasa suka dan ketidaksukaan mereka sulit untuk dihadapi.
“Saat aku memikirkannya, aku merasa senang bahwa aku tidak populer. Yah, meskipun menjadi penyendiri terkadang membuatku merasa kesepian. Tapi, dengan menjadi penyendiri aku tidak perlu khawatir tentang hal-hal seperti itu.”
“Kenapa kamu berpikir seperti itu, Maehara?”
“Entahlah, aku juga tidak tahu. Hanya itu yang ada dikepalaku. Yah, mungkin itu alasanku menjadi penyendiri.”
Kecuali aku mengubah cara berpikir ini, aku mungkin akan terus menjalani gaya hidup yang membosankan ini untuk waktu yang lama.
Aku sudah mencoba untuk menemukan keberanian untuk mengambil langkah maju, tetapi aku selalu gagal.
“…Di sana, perspektif seorang penyendiri tentang hubungan.”
“Mm. Kedengarannya seperti apa yang akan dikatakan seorang jomblo.”
“Ugh..”
Itu sebenarnya menyakitkan. Tapi dia tidak salah. Jadi, aku tidak bisa membantah.
“Yah, aku tidak membenci Maehara yang penyendiri, sebaliknya, aku menyukainya. Tentu saja, hanya sebagai ‘teman’, jangan salah paham, oke?”
“Tentu saja. Aku juga menyukaimu, Asanagi. Tapi, hanya sebagai ‘teman’, jangan salah paham.”
“Ara? Kamu mengatakan sesuatu seperti itu sekarang? Bersikap sombong meskipun kamu masih perjaka.”
“Apa? Apa kau ngajak ribut?”
“Tidak, tidak.. berantem denganmu tidak ada untungnya bagiku. Mari kita lupakan tentang hal itu. Lebih baik fokus ke game saja.”
“Ho, kau mengatakan sesuatu yang menarik juga. Apa kau pikir bisa mengalahkanku?”
“Jelaslah! Aku bisa mengalahkanmu kapanpun aku mau. Kamu akan jatuh dalam tujuan ilahiku.”
“Sombong sekali, kau ini ‘ya..”
Asanagi dan aku mengakhiri pembicaraan tentang hubungan dan mengalihkan pandangan kami ke layar game sekali lagi.
Kupikir ini lebih cocok untukku daripada memikirkan hal-hal rumit seperti suka atau tidak suka terhadap seseorang.