Di malam di hari yang sama dengan aku bermain kartu bersama Saito, aku juga memiliki sif di pekerjaan paruh waktuku.
Aku mampu untuk berkonsentrasi pada pekerjaan itu sendiri, akan tetapi aku tidak bisa melupakan ekspresi yang selalu berubah itu pada wajah Saito ketika kami bermain permainan Old Maid, dan aku tidak bisa apa-apa selain mengingat dalam sekejap.
[Kamu tampak agak bahagia hari ini.]
Ketika aku sedang bersih-bersih setelah pekerjaan paruh waktu selesai, Hiiragi-san yang belum mengambil sifnya sama sekali, menghampiriku untuk mengobrol denganku.
Aku merasa seperti dinding di antara aku dan Hiiragi-san telah menjadi lebih tipis sejak kami mengobrol tentang kado.
Sejak hari itu, kami sudah mulai mengobrol tentang kegiatan sehari-hari dari waktu ke waktu.
[Benarkah begitu?]
[Iya, kamu telah menyeringai beberapa kali, benar kan?]
Aku tidak tahu aku melakukan hal semacam itu.
Aku rasa itu karena aku merasa terhibur oleh ekspresi Saito, yang membuatku tersenyum.
Aku merasa sedikit malu pada fakta bahwa dia melihatku menyeringai.
Aku mengeluarkan sebuah cengiran untuk menyembunyikan rasa maluku.
[Sebenarnya, sesuatu yang menarik terjadi hari ini. Dan aku rasa kalau aku begini karena aku mengingatnya.]
[Apa yang terjadi?]
Hiiragi-san memiringkan kepalaku, tampak sedikit aneh. Kedua mata dibalik kacamatanya itu bingung.
Jika itu dirinya yang lama, mungkin kami hanya akan menghentikan percakapan ini, tapi akhir-akhir ini dia telah memperpanjang percakapan kami.
Itu membuatku bahagia karena terasa seperti kami bisa saling mengenal satu sama lain lebih baik lagi.
[Aku pernah aku ceritakan padamu, permain permainan Old Maid bersama.]
Tubuhnya bergetar seolah-olah bereaksi pada kata-kataku.
[…Aku mengerti. Aku tidak berpikir kalau ada sesuatu yang lucu dari permainan Old Maid sehingga membuatmu tertawa.]
Dia tidak yakin dan memiringkan kepalanya.
Tentu saja, tidak ada yang bisa ditertawakan kalau kami bermain permainan Old Maid secara normal.
[Biasanya, iya. Tapi ekspresinya berubah dari waktu ke waktu.]
[Ekspresi?]
[Iya, ekspresinya. Pada akhir permainan, jika kamu memiliki dua pilihan, kamu memilih satu kartu, bukan? Ketika aku mencoba menarik kartu joker, tampak sangat bahagia. Ketika aku menarik kartu yang berlawanan, dia menjadi depresi.]
[Begitukah alasannya…]
Dia terkejut seolah-olah menyadari sesuatu. Dia mengatakan sesuatu dengan suara yang kecil dan tidak terdengar.
[Ada apa?]
[Tidak, tidak ada apa-apa kok. Apakah itu begitu menghibur bagimu?]
[Iya, benar. Ya adalah seseorang yang jarang sekali mengganti ekspresinya, jadi itu agak menyegarkan dan caranya ekspresinya dengan cepat memang sangat imut…]
[I-Imut…?]
Hiiragi-san bertanya dengan suara yang kecil dan agak panik.
Pipinya agak berwarna dan rambutnya bergetar seolah-olah dia sedang terkejut.
[Yah, itu sangat imut. Itu menyenangkan untuk dilihat. Aku bersyukur, itu membuatku merasa kalau aku cukup dipercayai olehnya untuk ditunjukkan ekspresi wajah semacam itu…]
[A-Aku mengerti… Iya, tentu saja fakta bahwa dia menunjukkan sisi yang berbeda dari dirinya padamu berarti kamu dipercaya olehnya?]
Berpaling dan menyembunyikan wajahnya sambil mengeluarkan kata-kata itu.
Aku tidak bisa melihat wajah Hiiragi-san dengan jelas, karena dia memalingkan wajahnya, tapi suaranya memang lembut dan agak hangat.
[Itu benar. Itulah alasan mengapa aku tersenyum, karena seru untuk melihat ekspresi semacam itu di wajahnya ketika dia percaya padaku seperti itu.]
[Aku mengerti…]
Dika aku menjelaskan padanya alasan aku tertawa, dia akhirnya mengerti dan menganggukkan kepalanya.]
Dia tampaknya diyakinkan, jadi tidak ada alasan untuk berkata lebih banyak, tapi aku merasa aku belum cukup berbicara, jadi aku tetap melanjutkan.
[Sangat imut ketika matanya berkilauan, dan ketika dia tampak bahagia. Dia memiliki senyuman yang sangat menarik karena itu terasa jujur. Hanya mengingat ekspresi itu saja memang menenangkan.]
[Cu-Cukuplah! Itu baik-baik saja! Aku sudah mengerti!]
[Benarkah begitu?]
Aku memberitahunya lebih banyak tentang pesona Saito, Hiiragi-san nantikanku dengan terburu-buru.
Aku duga karena aku sedang membicarakan orang yang tidak dia kenal, itu mungkin saja tidak menarik, dan dia menjadi bosan dengan itu.
Merasa agak menyesal karena aku mau ngobrol terlalu banyak, aku menatap ke arah Hiiragi-san, berbalik sedikit telinganya berwarna merah cerah.