Tidak terbatas pada novel ringan saja, ketika seri (serial) yang kita sukai, misalnya anime atau manga, berakhir, kita semua merasakan kelegaan, kebahagiaan dan kehilangan, baik itu besar maupun kecil. Semakin lama kamu telah bersama itu, semakin besar pula dampaknya bagimu.
Saat ini, di rumah Saito, aku mengalami perasaan ini.
(Aahhh, ini adalah akhir dari seri ini. Itu memang seru, tetapi aku tidak bisa membacanya lagi…)
Aku mulai membaca di rumahnya, dan jumlah buku yang aku baca per hari jelas meningkat. Sebagai hasilnya, aku telah menyelesaikan keseluruhan dari seri favoritku.
Ada banyak buku yang aku sukai, tetapi seri ini secara khusus menarik dan aku memiliki kelekatan khusus padanya, jadi aku sangat sedih untuk melihat itu berakhir.
Tentu saja, aku merasa segar setelah membaca semuanya, tetapi rasa kehilanganku lebih kuat dari itu. Aku tidak bisa apa-apa selain menghela napas kecil karena kesepian.
[Apakah kamu sudah selesai membacanya?]
Dia pasti mendengar helaan napasku, karena dia memanggilku. Ketika aku berpaling padanya, dia telah menutup bukunya, melihat ke atas, dan mata kami bertemu.
[Iya, begitulah….]
[…Apakah kamu merasa tidak enakan? Ah, apakah itu karena seri itu berakhir dengan jilid itu?]
Dia menyadari bahwa aku bertingkah aneh, dan sedikit menurunkan alis matanya, melihat ke arahku dengan perhatian. Dia melirik ke arah buku di tanganku dan menebak mengapa aku tertekan.
[Iya, itu benar. Aku tahu bahwa itu menarik dan aku menyukainya, jadi itu bahkan lebih….]
[Aku mengerti! Aku tidak bisa apa-apa selain merasa sedih ketika karya favoritku telah usai.]
Ketika aku membalasnya dengan malas, dia setuju denganku nada yang kuat tidak seperti biasanya. Suaranya begitu kuat sehingga itu menganggu telingaku.
Dia juga suka membaca, jadi dia pasti merasakan hal yang sama. [Aku belum terbiasa dengan perasaan ini…]. Dia bergumam dan mengangguk.
[Tepat sekali. Memang hebat bisa membaca seluruh jalan cerita sampai tamat, tetapi masih menyedihkan untuk melihatnya berakhir.]
Bahkan seperti yang aku katakan, suasana hatiku tak kunjung normal, dan helaan napas lain keluar dari mulutku. Perasaan dari “Ini telah usai.” menetap di hatiku, dan suasana hatiku tak kunjung pulih.
Saat aku melihat ke arah sampul buku itu. Tenggelam dalam rasa pahit, aku tiba-tiba menyadari sesuatu.
(Hah? Ini berarti aku tidak punya alasan lagi untuk terlibat dengan Saito lagi…)
Aku lupa dalam penderitaanku, tetapi alasan asli mengapa aku dan Saito terlibat satu sama lain adalah untuk meminjamkan dan meminjam buku. Sebagai tambahan untuk itu, aku sekarang diizinkan untuk berada di rumahnya.
Tetapi kini aku sudah selesai membaca seri itu, itu berarti tidak ada lagi alasan untuk terlibat dengannya lagi, dan aku dilanda jenis kehilangan yang berbeda.
[Ada apa?]
[Tidak, tidak ada apa-apa…]
Dia memiringkan kepalanya dan menatapku dengan bingung, yang mana mungkin itu berarti aku telah menunjukkannya di wajahku, jadi aku buru-buru membantahnya. Tetapi mungkin karena aku sangat kesal, suaraku terdengar lemah dan kekurangan tenaga.
Aku tidak dapat mengobrol dengannya lagi jika hubungan ini telah berakhir. Jika aku ingin, aku bisa, tetapi aku tidak akan mampu untuk mengobrol dengannya setiap hari seperti biasanya. Pemikiran tentang itu membuat hatiku sangat sakit.
Ketika aku pertama kali terlibat dengannya, aku kira itu hanyalah hubungan pinjam-meminjam buku belaka, tetapi sepertinya aku menilai ini lebih dari yang aku kira.
Sangat disayangkan bahwa itu harus berakhir, dan aku merasakan dorongan yang kuat untuk mencegah itu agar tidak berakhir.
[Ini adalah akhir dari hubungan kita, bukan?], tetapi aku tidak memiliki keberanian untuk mengatakan itu dan mulutku tidak mau terbuka. Aku mencobanya lagi dan lagi, tetapi aku tidak bisa melakukannya. Hanya keheningan yang tersisa.
Ketika aku terdiam, tidak mampu bertanya, dia dengan sopan meletakkan tangannya di atas tanganku dan menawarkanku sebuah buku yang berada di meja.
[Tanaka-kun, aku rasa ini bukumu yang berikutnya, bukan?]
[…Eh?]
Buku yang dia sebutkan adalah jilid pertama dari seri yang sedang dia baca akhir-akhir ini.
Ketika aku menatapnya, tercengang dan tidak yakin, aku melihat wajahnya yang terkejut dan kebingungan.
[Eh? Bukankah aku telah berjanji untuk meminjamkanmu buku ini berikutnya?]
Aku penasaran tentang buku yang sedang dia baca, jadi aku bertanya padanya tentang itu pada akhir tahun, dan aku mengingat bahwa aku telah dijanjikan untuk meminjamnya setelah aku menyelesaikan seri yang aku baca.
Fakta bahwa aku bisa berinteraksi dengannya lagi memenuhi hatiku dengan kegembiraan. Aku sangat bahagia sehingga suaraku menjadi keras dan aku dengan segera menerima buku yang dia tawarkan padaku.
[A-Ahh! Itu benar! Aku akan meminjamnya. Terima kasih!]
[Tidak, sama-sama.]
Mungkin saja dia merasa lega karena aku menerima bukunya dengan benar, ekspresinya melembut dan dia tersenyum.
Cara dia tertawa dan tersenyum begitu menarik sehingga aku tidak bisa apa-apa selain terpukau, dan aku merasa jantungku berdebar-debar karena senang.
(Begitulah, aku masih senang bahwa kami masih bisa melanjutkan…. hubungan ini.)
Aku merasa lega di dalam hati bahwa aku tidak harus mengakhiri hubunganku dengannya saat ini. Melihat ke senyumannya yang tenang, aku menghela napas kecil karena lega.