Suatu malam, dengan hanya tinggal beberapa hari tersisa untuk liburan musim dingin, Saito sedang belajar, yang mana itu tidak biasa baginya.
Biasanya dia akan membaca sebuah buku di sebelahku, tetapi hari ini dia menulis sesuatu di buku catatannya, dan aku penasaran dengan apa yang dia lakukan.
[Itu tidak biasanya, kamu tidak membaca buku. Apa yang sedang kamu lakukan?]
[Ini ada tugas sekolah. Liburan musim dingin kan hampir berakhir.]
[Ahhh, aku mengerti. Aku terkejut bahwa kamu mengerjakannya di akhir-akhir liburan. Aku selalu mengira kalau kamu adalah tipe yang menyelesaikannya setelah liburan dimulai.]
Ini hanyalah pendapatku pribadi, tetapi aku memikirkannya sebagai seseorang yang menyelesaikan tugasnya dengan segera dan menghabiskan liburannya dengan nyaman.
Tentu saja, itu hanyalah asumsiku saja, jadi begitulah. Ketika aku memiringkan kepalaku ke dalam, merasa sedikit aneh, dia melanjutkan.
[Biasanya aku begitu, tetapi…]
[Tetapi?]
[Emm… Kali ini, aku memiliki sesuatu di dalam pikiranku, dan aku begitu terganggu sehingga aku lupa mengerjakan tugas-tugasku…]
Dia bergumam dengan suara yang agak gelisah. Tatapannya bergeser dariku ke samping dan pipinya merah merona.
Suaranya menunjukkan kalau dia merasa malu.
[Hmm?]
Aku mengangguk, penasaran apakah melupakan sebuah tugas adalah sesuatu yang memalukan.
Dia adalah orang yang serius, jadi mungkin saja akan memalukan jika orang-orang mengetahui jika dia membuat kesalahan.
[Apakah kamu sudah menyelesaikan tugasmu, Tanaka-kun?]
[Tentu saja. Aku sudah menyelesaikan itu semua dalam dua hari pertama liburan musim dingin. Aku mengerjakannya supaya aku bisa membaca bukuku dengan nyaman.]
Pernah sekali, aku begitu bersemangat dengan sebuah buku baru, jadi aku memprioritaskannya, tetapi ada waktu di mana aku tidak dapat berkonsentrasi karena perasaan yang tertinggal akan tugas-tugas di pikiranku.
[…Aku bisa bilang apa ya, itu benar-benar seperti Tanaka-kun.]
Ketika dia mendengar kata-kataku, dia membuka matanya dan terdiam dalam keadaan linglung untuk beberapa saat. Kemudian dia menyantaikan ekspresinya dan cekikikan.
[Aku tidak merasa seperti itu adalah sebuah pujian.]
Aku menyadari bahwa aku buta ketika itu berhubungan dengan buku, jadi aku tidak menemukan kata-kata untuk berdebat, aku hanya bisa mengangkat bahuku dan mengeluarkan senyuman pahit.
[Oh, ngomong-ngomong, apa saja yang kamu ingin lakukan setelah liburan musim dingin? Bisakah kita pergi ke perpustakaan seperti sebelumnya?]
[Tidak, selama itu Tanaka-kun, di rumahku tidak apa-apa.]
[Benarkah? Maafkan aku, kamu jadi harus melalui semua ini untukku…]
Itu memang tidak terduga, tetapi aku merasa bahagia bahwa dia sangat mempercayaiku. Ketika aku mencoba untuk tidak tersenyum, dia membuka mulutnya dengan suara yang lembut dan pelan.
[Memang nyaman bisa bersama Tanaka-kun… dan…]
[Nn?]
Dia memalingkan kepalanya ke samping, memerah sebanyak-banyaknya, seolah-olah dia memiliki masa sulit untuk mengatakan sesuatu. Dia sedikit melirikku, seperti dia sedang mengintipku.
[Dan… Aku bisa berada di sebelah Tanaka-kun di rumah…]
Suara dengan nada yang manis menggelitik telingaku. Saat aku mendengar kata-kata itu, kepalaku menjadi kosong dan panas tubuhku naik ke wajahku.
[O-Oh, begitu ya…]
Aku tidak dapat menyembunyikan keterkejutanku, dan wajahku memanas. Aku buru-buru berpaling, mencoba melarikan diri dari rasa malu.
(S*al, itu benar-benar buruk buat jantungku…)
Jantungku berdebar begitu kencang. Aku dapat mendengarnya. Rasa sakit yang tidak tergambarkan dan membuat frustrasi serta rasa manis menyebar melalui dadaku.