[Haaah…]
Saat mengelap meja di pekerjaan paruh waktuku, aku menghela napas panjang.
Itu mengingatkanku tentang apa yang terjadi selama hari ini. Saat tangan kami bersentuhan, dia menarik kembali tangannya seolah-olah dia menghindariku… Ah, s*al, mengapa sih aku mencoba memegang tangannya secara paksa.
Itu benar bahwa Hiiragi-san memberi tahuku cara melakukannya, tetapi memikirkan kembali, bukankah itu sedikit awal? Haruskah kami meluangkan waktu kami untuk membangun hubungan kami? Setidaknya, tidak perlu terburu-buru dan mencoba membuat kontak kulit yang tiba-tiba. Semakin aku memikirkan tentang itu, semakin banyak penyesalan yang aku punya.
Tidak peduli betapa khawatirnya diriku tentang itu, tidak ada yang akan berubah, dan hal terbaik yang bisa aku lakukan adalah menanyakan Hiiragi-san, yang merupakan orang terbaik untuk diajak bicara tentang itu. Itulah apa yang aku pikirkan dan aku terus menunggunya menyelesaikan sifnya sambil mengerjakan sifku.
[Hiiragi-san, aku ingin mengobrol denganmu sebentar setelah aku menyelesaikan sifku, apakah itu tidak apa-apa?]
[…Tentu.]
Suara yang agak rendah menjawabku. Merasa tidak nyaman dengan keadaan depresinya yang luar biasa, aku kembali menyelesaikan sifku.
Seusai pekerjaan paruh waktu kami, kami mulai berdiskusi seperti biasanya.
[Aku mencoba untuk memegang tangannya ketika kami pulang hari ini. Tetapi saat aku menyentuh tangannya, dia menghindariku… Ini berarti dia tidak menyukaiku, bukan?]
[I-Itu tidak benar!]
[…Eh?]
Ketika aku memberi tahunya apa yang terjadi hari ini, Hiiragi-san menjawab dengan kuat, yang mana itu tidak seperti dirinya. Dia membantahnya, dan dengan suara yang agak terburu-buru, dan aku tidak bisa apa-apa selain merasa terkejut dan mengeluarkan suara aneh.
Aku rasa dia bisa mengerti kebingunganku, kare dia batuk dan mendapatkan kembali ketenangannya.
[Ah… Tidak… Maafkan aku atas riuh suaraku yang tiba-tiba. Itu bisa jadi karena alasan lain, bukan?]
[Begitu ya?]
[Itu benar. Para cewek akan jadi sangat gugup ketika orang yang mereka sukai menyentuh mereka. Bahkan jika mereka harus berpegangan tangan… mereka jadi gugup dan merasa sangat malu.]
Pipi Hiiragi-san perlahan-lahan memerah saat dia berbicara, yang anehnya memikat. Aku tidak bisa apa-apa selain tertarik padanya saat dia dengan lembut mengungkapkan perasaannya. Tentu saja, aku tahu kalau itu memalukan untuk membicarakan tentang hati seorang cewek kepada seorang cowok, tetapi ketika dia bertingkah begitu malu-malu, itu membuatku malu juga. Keterbukaan perasaan Hiiragi-san membuatku gugup.
[A-Aku mengerti…]
[Ketika kamu disentuh oleh orang yang kamu suka, kamu akan menyadarinya. Itulah mengapa jika itu tiba-tiba atau tidak terduga, kami akan gugup. Itu bukan berarti kami tidak menyukainya, itu hanya sedikit menegangkan, itu saja.]
Dia sedikit memalingkan kepalanya dengan rasa malu dengan pipinya berwarna merah. Dia terus memegang tangannya saat dia bergumam dengan suara yang samar.
[Aku mengerti. Itu benar bahwa aku terburu-buru mencoba memegang tangannya. Itulah mengapa…]
Pendapat Hiiragi-san cukup meyakinkan bagiku untuk sampai pada suatu kesimpulan. Bukan hanya para cewek yang akan gugup, tetapi para cowok juga. Aku tidak tahu seberapa gugup atau tenangnya diriku nantinya jika aku berhasil memegang tangannya. Aku rasa itu juga sama baginya.
Hiiragi-san menyilangkan lengannya seolah-olah untuk berpikir sebentar, dan kemudian datang dengan saran yang baru.
[…Kalau begitu, mengapa kamu tidak menanyakannya dengan benar kali ini? Aku yakin dia akan mengizinkanmu memegang tangannya, bukan?]
[Tetapi, jika dia benar-benar tidak menyukainya, bukankah dia akan lebih membenciku?]
Pendapat Hiiragi-san masuk akal, tetapi selalu ada peluang. Dia tidak jago berurusan dengan lawan jenis secara alami sehingga tidak ada yang bisa membantah kemungkinan bahwa dia tidak ingin disentuh, bahkan jika itu oleh seseorang yang dia sukai.
Jika begitu kenyataannya, itu akan menjadi ide yang buruk untuk melakukan dan menanyakannya. Aku tidak bisa apa-apa selain merasa canggung tentang itu.
[Aku rasa tidak begitu… Jika itu kenyataannya, itu bahkan lebih baik jika kamu bertanya. Kamu tidak akan tahu apa yang dia pikirkan jika kamu tidak bertanya. Jika kamu bertanya, lalu kamu akan mengerti mereka, bukan?]
[I-Iya.]
Tentu, aku memikirkan tentang itu, tetapi itu hanyalah apa yang aku bayangkan. Kamu tidak akan tahu apa yang dia pikirkan sampai kamu benar-benar menanyakannya.
Kegalauan tidak akan hilang kecuali kalau kamu menanyakannya. Bahkan jika dia tidak ingin berpegangan tangan, itu tidak berarti dia akan kehilangan hubungannya denganku. Mungkin aku harus menanyakannya dengan benar.
[Tentu saja, aku bisa meyakinkanmu bahwa dia tidak akan keberatan, jadi tolong dengarkan aku. Pasti, apakah itu jelas?]
[Iya, aku mengerti.]
Dia menatapku dengan ekspresi yang agak serius, dan aku bisa merasakan keputusasaannya. Dia ingin aku mendengarkan dan mengambil sarannya dengan baik, karena dia sangat bersikeras. Aku tidak punya pilihan selain mengangguk setuju.