Setelah mendengar dari Saito, dia ingin pergi ke mana, dan telah siap dengan rencana kencan itu, aku memutuskan untuk menanyakan pendapat Hiiragi-san tentang rencana itu.
Aku diberi tahu untuk memberi tahu Hiiragi-san ketika saya telah menyiapkan rencana kencanku, jadi dia mungkin bersedia untuk mendiskusikan hal itu denganku.
Seperti biasa, aku berbicara dengannya saat pekerjaan paruh waktuku selesai.
[Hiiragi-san, bolehkah aku menanyakan beberapa pertanyaan pada tentang sesuatu yang kita bicarakan waktu itu?]
[…Iya, tidak masalah.]
Hiiragi-san tiba-tiba menunjukkan ekspresi yang serius dan menoleh ke arahku seakan-akan dia sudah lumayan siap.
[Sebenarnya, aku sudah berhasil mengajaknya berkencan sejak saat itu, dan kami akan berkencan pada pekan depan.]
[Aku mengerti. Senang mendengarnya.]
[Iya, aku lumayan gugup sih, tetapi itu sepadan. Dia tampaknya sangat senang dan menerima ajakan itu.]
[A-Apa dia tampak sangat senang?]
Hiiragi-san melihat ke kanan dan kiri dan terdiam, seakan-akan agak terkejut. Apakah ada sesuatu yang sangat mengejutkanmu?
[Iya, begitulah. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan wajahnya tampak senang sekali, jadi aku tahu kalau dia cukup menantikannya.]
[Iya, pasti memang mudah untuk dimengerti.]
[Iya, bahkan diriku saja bisa tahu kalau dia senang sekali.]
Dia memalingkan wajahnya dariku, mengecilkan tubuhnya, menundukkan kepalanya selama beberapa saat, dan melihat ke bawah. Tetapi tidak lama, dia menoleh lagi dengan suara batuk.
[Ngomong-ngomong, tampaknya kamu senang sekali.]
[Akan sangat bagus kalau aku dapat membuat orang yang aku cintai sangat menantikan kencannya denganku.]
[Aku mengerti.]
Orang yang aku cintai menantikan kencannya bersamaku, dan tentunya itu membuatku sangat senang. Saat dia akhirnya hampir kehabisan tenaga, Hiiragi-san menyipitkan matanya ke belakang lensa seolah-olah dia tengah melihat sesuatu yang mempesona, dan tersenyum tipis sambil mengeluarkan tawa kecil.
[Aku yakin itulah sebabnya kamu mau meminta saran dariku. Tentang hal yang kita bicarakan waktu itu tentang memberi tahu kalau kamu ingin bersikap proaktif?]
[Oh, iya, memang benar. Aku telah membuat rencana kencan, dan aku ingin meminta pendapatmu tentang rencana itu.]
[Iya, itu tidak masalah. Kamu berencana pergi ke mana dulu?]
Aku kepikiran untuk pergi ke bioskop dulu, cuma untuk cari aman saja, tetapi aku rasa film adalah cara yang terbaik. Alasannya karena itu bisa menjadi topik pembicaraan selanjutnya, dan yang terpenting, aku tertarik dengan film yang diangkat dari novel yang saat ini sedang hangat dibicarakan. Saito telah menyebutkan judulnya sebelumnya kalau dia tertarik dengan film itu, jadi aku yakin dia akan sangat menikmatinya.
[Apakah itu nonton film bareng? Aku rasa itu merupakan hal bagus.]
[Iya, aku kepikiran untuk akan bergandengan dengan tangannya di sana.]
[Eh, langsung begitu saja?]
Hiiragi-san mengeraskan suaranya lebih keras dari biasanya sambil mengunyah. Apakah ini terlalu cepat? Tetapi aku rasa aku telah berhasil terakhir kali dan aku harus bertahan pada langkah yang sama seperti terakhir kali untuk membuat dirinya lebih sadar akan diriku. …Aku jadi semakin khawatir dengan reaksi Hiiragi.
[Tidak. Bukankah itu…? Gelap, dan aku kepikiran untuk berpegangan tangan dengannya.]
[Tidak, tidak, aku rasa itu tidak masalah. Oke, jadi kamu akan berpegangan tangan dengannya dari awal….]
Dia menggumamkan beberapa kata dan terus mengalihkan pandangannya dariku dengan tergesa-gesa dari kanan ke kiri. Tetapi kemudian dia tiba-tiba terdiam dan menengok ke atas seakan-akan dia tengah memperhatikan sesuatu. Pipinya tampak sedikit memerah.
[Ada apa?]
[Em, tidak kok… maksudmu itu seperti berpegangan tangan dan berciuman di bawah selimut di kegelapan?]
[Tidak, tidak, tidak! Aku tidak akan melakukan hal itu! Apa yang kamu bicarakan?]
Mana mungkin aku berani membuat perkembangan yang mendadak semacam itu, dan perlu dicatat, kami belum sedekat itu untuk melakukannya. Hiiragi-san mulai mengatakan sesuatu yang aneh, dan aku buru-buru menyangkalnya.
[Oh, iya, benar juga. Maafkan aku. Aku bilang kalau kamu akan melakukan sesuatu yang terlalu proaktif, aku akan mencegahmu, tetapi aku malah mengatakan sesuatu yang aneh.]
[Tidak kok.]
Mungkin sadar kalau dia telah mengatakan sesuatu yang aneh padaku, dia berbalik arah dengan ekspresi sedikit malu di wajahnya.