DOWNLOAD NOVEL PDF BAHASA INDONESIA HANYA DI Novel Batch

Kanojo NTR Volume 1 Chapter 9 Bahasa Indonesia

Simulasi kencan bersama Touko-senpai

Minggu, ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu. Aku meninggalkan rumah dengan salah satu mobil milik orang tuaku.

 

Aku sampai ke Stasiun Kemigawahama. Meskipun, masih ada lima belas menit dari waktu yang ditentukan. Touko-senpai sudah menungguku di tempat itu.

 

“Selamat pagi. Touko-senpai, kau datang lebih awal dari waktu yang kita tentukan, kan? Btw, aku nggak telat ‘kan?”

 

“Yah, itu karena kamu selalu datang lebih awal dari waktu yang kutentukan. Jadi, sesekali aku datang duluan.”

 

Setelah mengobrol singkat, kami kembali ke mobil dan memasang sabuk pengaman.

 

“Jadi, kemana kamu akan membawaku hari ini?”

 

“Setelah mempertimbangkannya, aku merasa ingin mengambil banyak foto. Jadi, aku berpikir untuk pergi ke Minamiboso..”

 

“Eh? Kamu mau ngambil foto?” kata Touko-senpai dengan ekspresi terkejut.

 

“Ya. Aku akan memberikan semua foto itu padamu setelah ini selesai. Aku ingin Touko-senpai melihatnya dan menggunakannya sebagai referensi untuk apa yang kuanggap ‘Imut’….”

 

Dia tampak tidak puas, tapi kemudian menjawab dengan ‘Baiklah.’ Segera setelah aku menyalakan mobil, aku menuju jalan raya.

 

Pemberhentian pertama adalah Kisarazu. Kami mengambil jalan raya ke arah Futtsu.

 

“Bagian mana dari Minamiboso yang akan kita tuju?”

 

“Aku berencana untuk pergi dari Gunung Nokogiri ke Tateyama, mengunjungi Nojimazaki di ujung selatan semenanjung Minamiboso dan kembali dari Katsuura.”

 

“Jadi, maksudmu setengah dari daerah Minamiboso, ya? Hmm, sebagai penduduk asli prefektur Chiba, itu cukup normal.” kata Touko-senpai, sambil tersenyum

 

“Sebenarnya, aku agak bingung. Harus pergi kemana. Tapi, karena di Tokyo tidak banyak tempat untuk mengambil foto dengan tenang. Jadi, aku memutuskan pergi Minaminoso. Aku juga sangat ingin pergi ke Taman Tepi Laut Hitachi di Prefektur Ibaraki, tapi bunganya tidak bermekaran di musim begini.”

 

Taman Nasional Pantai Hitachi di Prefektur Ibaraki adalah tempat terbaik untuk mengambil foto di antara perbukitannya yang tertutup bunga.

 

Di musim semi, bukitnya berwarna biru nemophila dan di musim gugur warnanya pink kochia. Tetapi pada akhir November, itu kosong.

 

“Bukankah itu bagus? Aku lebih suka menghabiskan hari liburku di tempat di mana aku bisa bersantai daripada di tempat yang ramai seperti Tokyo. Selain itu, bahkan pada musim seperti ini, di Minamiboso tampaknya hangat. Dan cuacanya juga bagus hari ini.”

 

“Ya. Kupikir itu bagus juga. Ngomong-ngomong, kita akan banyak berjalan hari ini. Apa kau baik-baik saja tentang itu?”

 

“Jangan khawatir ‘kan sebelumnya kamu sudah bilang padaku untuk menggunakan sepatu yang nyaman karena kita akan keluar ruangan, ingatkan?”

 

“Ah, iya.”

 

Aku mengambil jalan Tateyama.

 

Dari sana, kami menuju selatan di National Highway 127, sebelum memasuki jalan pendakian, kami tiba di Kuil Nihonji di tengah gunung.

 

* * *

 

“Mungkin ini pertama kalinya aku datang ke Gunung Nokogiri.”

 

Saat dia mengatakan ini, Touko-senpai melihat sekeliling dengan penuh minat pada berbagai patung Buddha yang telah diukir dari reruntuhan tambang. Dia memiliki ekspresi kekanak-kanakan yang mengejutkan di wajahnya.

 

“Sepertinya kau menikmatinya. Aku khawatir gadis-gadis tidak akan tertarik dengan hal semacam ini.”

 

“Apa kamu benar-benar berpikir begitu? Saat ini ada banyak gadis yang suka mengunjungi kuil atau semacamnya.”

 

Aku memotret Touko-senpai dengan kameraku saat dia berbalik.

 

Backgroundnya, kau bisa menyaksikan jalan setapak menuju Hyakushaku Kannon, tempat yang sejuk dengan dinding batu yang curam di kedua sisinya. Bayangan pepohonan sangat atmosfer, sangat mirip dengan adegan dari film Studio Ghibli yang terkenal.

 

“Hei, apa kamu baru saja memotretku tanpa memberitahuku?”

 

Touko-senpai mengerucutkan bibirnya tidak senang.

 

“Ya. Aku ingin mengambil foto yang senatural mungkin. Ini hanya foto Touko-senpai dari sudut pandangku.”

 

“Mmm…”

 

Touko-senpai masih tidak senang. Tapi, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dari sana, kami mendaki ke puncak gunung.

 

Ini adalah singkapan berbatu yang terlindung, yang bagian bawahnya naik secara vertikal sejauh seratus meter.

 

“Dikatakan bahwa melihat ke bawah dari atas tampak seperti melihat neraka.”

 

Segera setelah aku mengatakan itu, Touko-senpai memasang ekspresi cemas.

 

“A-Aku tidak suka ketinggian…”

 

Touko-senpai menatapku dengan kesal.

 

“Tenang, aku akan berjalan di sampingmu, kita bisa berpegangan tangan.”

 

Dia ragu-ragu sejenak. Tapi, kemudian diam-diam mengulurkan tangannya padaku.

 

“Asal tahu saja, efek jembatan gantung tidak bekerja padaku.” [TN: Efek jembatan gantung singkatnya adalah fenomena psikologi dimana seseorang salah mengartikan debaran jantung akibat rasa takut sebagai rasa cinta]

 

Bahkan saat dia mengatakan itu, Touko-senpai memegang tanganku erat-erat saat dia berjalan ragu-ragu ke atas batu.

 

“Kita sudah sampai.”

 

Aku melihat ke bawah dan perasaan kakiku mencuat ke ruang kosong di bawahku membuat lututku terasa lemas.

 

Touko-senpai tanpa sadar meremas tanganku lebih erat. Aku memanfaatkan momen itu dan mengambil gambar lain dari profil Touko-senpai.

 

Suara kamera sudah cukup baginya untuk menyadari bahwa aku telah memotretnya lagi.

 

“Kamu memotretku lagi?”

 

“Aku ingin memotretmu dari semua ekspresi yang mungkin kau miliki hari ini.”

 

Touko-senpai mengalihkan pandangannya dengan malu-malu.

 

“Kamu harus menghapus semuanya setelah ini.”

 

Aku tertawa setelah kata-katanya dan mengubah topik pembicaraan.

 

“Di sinilah para biksu biasanya melatih kekuatan mental dan konsentrasi mereka.”

 

“Aku tidak mengerti mengapa melakukan itu.”

 

Ekspresi wajah Touko-senpai menjadi tegang. Sesuatu sepertinya membuatnya tidak senang.

 

“Jika ada gempa bumi sekarang, batu ini akan runtuh dan kita tidak akan beruntung bisa keluar hidup-hidup.”

 

“Hei hentikan!”

 

Touko-senpai menoleh padaku. Dia terlihat sangat marah. Ini buruk.

 

“Maaf, aku hanya bercanda.”

 

“Hm, baiklah…”

 

“Tapi jika sesuatu terjadi, kau bisa percaya bahwa aku akan berada di sisimu untuk menyelamatkanmu, Touko-senpai.”

 

Touko-senpai menatapku dan kemudian berkata pelan.

 

“Sudah kubilang bahwa efek jembatan gantung tidak bekerja padaku.”

 

* * *

 

Setelah meninggalkan Gunung Nokogiri, kami menuju ke selatan.

 

“Ke mana kita akan pergi sekarang?”

 

“Kita akan pergi ke Okinoshima, di Tateyama.”

 

Melalui jendela kita bisa melihat benda-benda berjejer di atas bukit yang menghadap ke laut.

 

Ini seperti negara yang berbeda dari tempat kita tinggal. Bahkan di Tokyo, ada wilayah yang belum dijelajahi di mana beruang bernama Okutama muncul.

 

Setelah melewati Stasiun Tateyama, kami menuju Pangkalan Udara Pasukan Bela Diri Maritim Tateyama. Di sisi barat pangkalan adalah pulau tak berpenghuni yang disebut Okinoshima.

 

Tempat parkir terletak di depan pantai berpasir yang mengarah ke pulau.

 

“Wow, dari sini kamu bisa melihat bahwa pulau ini terhubung dengan pantai yang indah.”

 

Touko-senpai berkata sambil turun dari mobil dan memegangi rambutnya.

 

Aku memotretnya lagi dan kali ini dia tidak menyadari bahwa aku melakukannya.

 

“Mari kita berjalan ke arah sini sampai kita tiba di pulau itu.”

 

Kami berjalan berdampingan.

 

…. Apakah kami terlihat seperti pasangan?

 

“Okirishima dulunya adalah pulau yang terpisah, tetapi setelah Gempa Besar Kanto, pulau itu terhubung dengan daratan.”

 

“Begitu? Ini mirip dengan yang terjadi di Enoshima.”

 

“Iya, meskipun di Enoshima lebih buruk.”

 

“Jadi begitu. Meskipun tempat ini tidak terlalu ramai, ini seperti pantai Asia Tenggara.”

 

“Tidakkah menurutmu itu pujian yang terlalu besar?”

 

“Aku rasa tidak. Jika ada kastil di atas pulau, itu akan seperti Mont Saint-Michel di Prancis, bukan?”

 

Aku mengerti. Okinoshima tidak lebih dari taman yang ditumbuhi pepohonan, tetapi jika ada kastil di atasnya, mungkin akan terlihat seperti kastil.

 

“Tempat ini berada di sisi barat Semenanjung Boso, kan? Kalau kita datang ke sini saat matahari terbenam, itu akan luar biasa.”

 

Tentu, itu benar… 

 

Dan dari sini kita bisa melihat Gunung Fuji dengan sangat jelas. Dan yang terbaik adalah menghadap ke laut.

 

Kalau kau ingin melihat matahari terbenam, Gunung Fuji dan laut secara bersamaan, tidak ada tempat yang lebih baik untuk melakukannya selain di sini.

 

“Mungkin kita bisa datang sore hari.”

 

Aku bergumam pada diriku sendiri.

 

“Hei~ ada kolam alami dan gua.”

 

Touko-senpai tiba-tiba melihat ke arah papan informasi informasi dengan mata berbinar seperti anak kecil.

 

Aku mengambil fotonya lagi dengan smartphoneku. Tapi, dia memperhatikan lagi dan tatapannya tertuju padaku.

 

“Kamu barusan memotretku lagi, kan?”

 

“Nggak kok.” kataku sambil tersenyum.

 

“Bohong! Kamu pasti memotretku lagi!”

 

“Serius, aku belum mengambil gambar apapun kok.”

 

“Hmm, jangan ambil gambar lagi.”

 

“Oke…”

 

Saat aku mengatakan itu, aku menunjuk ke jalan menuju ke belakang.

 

“Ini adalah jalan menuju pulau. Ayo pergi kesana.”

 

Kami berdua mengikuti jalan setapak melalui hutan. Setelah beberapa saat, pemandangan terbuka. Kami berada di laut. Ada pantai berpasir kecil dengan bebatuan di kedua sisinya.

 

“Wow! Pantainya sangat indah sekali~…”

 

Touko-senpai turun ke pantai dengan sedikit melompat. Dia memiliki kepribadian yang berbeda dari perilaku biasanya.

 

“Wow, airnya sangat bersih dan kamu bisa melihat dengan jelas sampai ke dasar.”

 

“Pantai ini selalu mendapat peringkat ganda A, level tertinggi dalam survei kualitas air yang dilakukan oleh kementerian lingkungan.”

 

Touko-senpai menatapku lagi.

 

“Apa kamu pernah ke sini sebelumnya?”

 

“Tidak, ini juga pertama kalinya aku kesini.”

 

“Aku juga. Aku tidak tahu ada begitu banyak tempat bagus di dekat sini.”

 

“Benar. Aku juga membaca bahwa ini adalah batas utara karang dan kau dapat melihatnya jika kau menyelam di sini. Ditambah ikannya juga banyak.”

 

“Nee, ada ikan kecil. Hora.” kata Touko-senpai sambil menunjukknya dengan jari kecilnya.

 

Aku juga melangkahi batu itu dan mendekatinya. Bahkan, ada banyak ikan kecil yang berenang di kolam air pasang yang kecil.

 

Ada sekelompok ikan kecil dan di sini ada sesuatu yang terlihat seperti ikan tropis yang agak besar.

 

“Di mana?”

 

“Di sebelah sini…”

 

Saat Touko-senpai hendak memanjat batu pijakan, dia terpeleset dan menjerit kecil.

 

Dan aku segera memeluknya dengan tanganku di belakang punggungnya sambil meletakkan tanganku di bahunya.

Tapi bersamanya, salah satu kakiku terjun ke laut. Pada saat yang sama, smartphoneku bergetar.

 

“M-Makasih.”

 

Touko-senpai berkata kepadaku dengan tatapan terkejut.

 

“Jangan khawatir. Aku senang kau tidak jatuh. Di tempat berbatu seperti ini, kau bisa melukai dirimu sendiri.”

 

“Tapi, karena aku. Sepatumu jadi basah.”

 

“Tidak apa-apa, jangan khawatir tentang itu.”

 

Ketika aku mengatakan itu, aku memperhatikan bahwa wajah Touko-senpai sangat dekat denganku. Jaraknya tidak lebih dari 30 sentimeter.

 

Tampaknya Touko-senpai juga memperhatikan situasinya. Dia mengalihkan pandangannya ke sisi lain dan berkata.

 

“Kamu sudah mengambil banyak fotoku.”

 

“Eh, ya, aku tahu.”

 

Pasti ada suara rana yang datang dari smartphoneku.

 

“Kamu tidak perlu mengambil fotoku sampai sejauh itu.”

 

Dia tampak sedikit malu.

 

“A-Aku tidak sengaja melakukan itu.”

 

Touko-senpai menatap langsung ke arahku. Aku bisa melihat bayanganku di mata hijau gelapnya.

 

Aku yakin dia juga melihat bayangannya di mataku. Setelah itu, dia memberiku senyum lembut.

 

“Ayo pergi dari sini. Kalau kita terus berdiri di sini, kita akan semakin basah karena ombak.”

 

Aku mengangguk tanpa suara dan menarik tangannya ke arah pantai.

 

Kemudian kami pergi ke sisi lain pulau untuk melihat gua dan kuil dan kemudian kembali ke mobil.

 

Saat itu sepatuku, yang basah karena laut, sudah cukup kering untuk tidak meninggalkan jejak.

 

“Oke, sekarang kita akan pergi ke Mercusuar Nojimasaki.”

 

Mengatakan itu, aku menyalakan mobil. Mercusuar Nojimasaki terletak di ujung selatan Semenanjung Boso.

 

Saat kami melewati hutan, kami tiba-tiba tiba di Samudra Pasifik yang luas. Berkat cuaca yang baik, laut biru bersinar terang, meski sudah hampir bulan November.

 

Kami melanjutkan jalan dengan laut di sebelah kanan kami dan pegunungan di sebelah kiri kami. Hanya ada beberapa bangunan yang tersebar di sepanjang dua sisi jalan.

 

Akhirnya, kami melihat sebuah bangunan putih cerah. Ini adalah Mercusuar Nojimasaki. Mercusuar ini terletak di semenanjung kecil yang menjorok ke laut.

 

Situs ini dirancang agar pengunjung dapat berjalan di sekitarnya dengan berjalan kaki.

 

“Karena kita sudah ada di sini. Bagaimana kalau kita pergi ke ujung sana. Itu titik paling selatan Semenanjung Boso.”

 

“Oke, ayo pergi!”

 

Area di sekitar Mercusuar Nojimazaki telah dibersihkan dengan hati-hati dari rumput dan puing-puing lainnya. Tepat di luar boardwalk adalah pantai berbatu.

 

“Enak rasanya melihat lautan terbentang tanpa apa-apa selain cakrawala seperti ini.”

 

Touko-senpai berkata dan mengambil napas dalam-dalam. Aku langsung mengeluarkan kameraku dan mengambil gambar lain dengan cepat.

 

“Hei, kamu memotretku lagi?”

 

Touko-san mengungkapkannya saat dia melirikku.

 

“Tolong jangan marah. Ini jawabanku atas pekerjaan rumahku.”

 

Aku membalas dengan senyum kecut.

 

“Tetap saja, setidaknya aku ingin kamu memberitahuku kapan kamu akan melakukannya… Agar aku siap.”

 

Touko-senpai masih belum senang.

 

Kami berdiri berdampingan dan melihat ke laut. Di depan kami adalah lautan luas.

 

“Jadi, air dalam jumlah besar ini menghubungkan beberapa benua dan negara..”

 

Kata-kata mengalir dari Touko-senpai seolah ditarik oleh angin.

 

“Aku selalu ingin berkeliling dunia sendirian dengan kapal pesiarku sendiri.”

 

Keliling dunia dengan kapal pesiar?

 

Aku sedikit terkejut, aku selalu melihat Touko-senpai sebagai orang yang tidak suka bepergian.

 

“Saat aku masih kecil, aku berada di rumah sakit selama lebih dari sebulan. Aku membaca buku tentang pasangan yang melakukan perjalanan keliling dunia dengan kapal pesiar. Dan aku tidak bisa tidak berpikir bahwa aku ingin bebas, sama seperti mereka, untuk berkeliling dunia. Kurasa saat itulah aku jatuh cinta pada buku, awalnya hanya jurnal perjalanan dan buku tentang negara-negara di seluruh dunia.”

 

“Itu mimpi yang sangat indah.”

 

“Iya, ini mimpi yang indah. Tapi kenyataannya berbeda, kurasa aku tidak akan menemukan pasangan yang bisa tinggal bersamaku sepanjang waktu di kapal pesiar kecil.”

 

Aku memperhatikannya sejenak. Aku tidak berpikir aku akan pernah muak dengannya bahkan jika aku menghabiskan banyak waktu di sisinya.

 

Tidak, semakin banyak waktu kita bersama, semakin kuat ikatan di antara kita berdua.

 

“Ayahku selalu ingin melakukan perjalanan laut juga.”

 

Setelah mengatakan itu, dia melihat ke arah mercusuar di sisi lain.

 

“Sebuah mercusuar saat ini tidak lebih dari sebuah lentera kecil di kegelapan malam. Saat ini kita memiliki GPS, tetapi di masa lalu, mercusuar adalah tanda harapan bagi para pelaut. Jadi, mereka tidak melakukan apa-apa selain menuju sumber cahaya untuk menemukan daratan.”

 

Matanya menatap mercusuar, yang bersinar di atas kapur di bawah sinar matahari.

 

“Untuk alasan itu mereka menamaiku Touko. Sehingga aku bisa menjadi harapan bagi semua orang dan memberi mereka cahaya yang mereka butuhkan dalam hidup mereka.”

 

Saat aku memperhatikannya, aku berpikir.

 

…Touko-senpai, setidaknya, bagiku, saat ini dia adalah harapanku, pemanduku dan cahayaku di semua lautan petualangan yang gelap dan penuh badai ini… Dia adalah satu-satunya yang menerangi jalanku, memberiku tujuan dan memiliki menjadi harapan yang kuinginkan…. 

 

“Hei, apakah kamu mendengar suara datang dari suatu tempat?” kata Touko-senpai.

 

“Suara?”

 

“Iya, seperti jeritan…”

 

Setelah beberapa saat, aku mulai mendengar hal yang sama. Sepertinya itu adalah seorang anak yang menangis di balik ombak.

 

“Kedengarannya seperti suara anak-anak.”

 

“Jangan bilang itu… Seorang anak jatuh ke laut…”

 

Wajah Touko-senpai menjadi pucat.

 

“Jika itu masalahnya, ini adalah masalah serius. Isshiki-kun, cepat, lihat sekeliling!”

 

“Baik. Aku akan mencari tepi laut. Touko-senpai, coba cari di sisi mercusuar.”

 

Setelah mengatakan itu, aku mulai berjalan di sepanjang pantai berbatu. Touko-senpai pergi dari trotoar ke sisi taman bagian dalam.

 

Setelah berjalan sedikit lebih jauh menuju perak, aku melihat seorang anak laki-laki menangis di pantai. Untungnya dia tidak berada di dalam air, dia mungkin baru saja jatuh di antara bebatuan. Ini sangat melegakan.

 

“Touko-senpai, aku menemukannya, dia ada di sini!”

 

Aku berteriak ke arah mercusuar.

 

“Apa kau baik-baik saja?” tanyaku sambil mendekati anak itu.

 

Setelah melihatnya sebentar, aku dapat menyimpulkan bahwa dia akan berusia sekitar 6 tahun. Aku bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan di sini sendirian sambil menangis.

 

“Tidak aman bagimu untuk berada di sini, ikut aku, aku akan membantumu.”

 

Tapi bocah itu menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi, seolah-olah mengatakan tidak. Aku menatapnya dan melihat lututnya berdarah karena terluka oleh batu.

 

Karena tidak ada cara untuk membuatnya berjalan, aku harus menggendongnya dan kembali ke trotoar. Saat itu, Touko-senpai berlari ke arahku.

 

“Di mana kamu menemukannya, apa dia baik-baik saja?”

 

“Ya. Dia berada di antara bebatuan, tetapi jauh dari laut. Jadi, tidak ada hal berbahaya yang terjadi.”

 

Mata Touko-senpai tertuju pada lutut anak itu.

 

“Dia terluka.”

 

Dia dengan cepat bergegas untuk menyeka darahnya dengan tisu dan mengenakan perban yang dia ambil dari tasnya.

 

“Lukanya tidak terlalu dalam. Kamu akan baik-baik saja, apakah masih sakit?”

 

“Mnm, sedikit.”

 

Jawab anak laki-laki itu.

 

“Dimana orang tuamu?”

 

Anak laki-laki itu menunjuk ke arah mercusuar dan berkata, “Di sebelah sana.”

 

“Dimanakah itu?”

 

Ketika ditanya lagi, anak itu hanya berkata, “Di sana.”

 

“Tidak berguna. Ayo pergi ke mercusuar atau museum. Kalau dia hilang, berarti orang tuanya pasti mencarinya di tempat itu.”

 

Touko-senpai mengangguk setelah mendengar kata-kataku dan kemudian menoleh ke anak itu.

 

“Apa kau sudah lebih baik sekarang, bisakah kau berjalan?”

 

Tapi sayangnya anak itu menyangkalnya, menyangkal bahwa dia bisa melakukan aktivitas seperti itu.

 

“Yah, kalau begitu, aku akan membantumu.”

 

Aku memunggungi anak itu dan dia langsung melompat ke arahku.

 

Apakah dia benar-benar tidak bisa jalan?

 

Itulah yang aku pikirkan, tapi kurasa tidak ada gunanya mengatakan itu di sini.

 

Aku berdiri, menggendong anak itu di punggungku.

 

“Oke, ayo pergi.”

 

Aku berdiri dan kami mulai berjalan.

 

“Siapa namamu?”

 

Touko-senpai bertanya pada bocah itu.

 

“Shota.”

 

“Kenapa kamu ada di sana?”

 

“Ada kepiting.”

 

“Seekor kepiting?”

 

“Tapi, aku tidak bisa menangkapnya.”

 

Jadi itu gara-gara kepiting?

 

Meski tetap tidak menjelaskan mengapa anak itu sendirian di tempat seperti itu. Kurasa dia melihat kepiting, mengejarnya untuk menangkapnya dan ketika dia mendarat di tempat berbatu di dekat pantai, dia jatuh dan mulai menangis.

 

Tiba-tiba, anak laki-laki di punggungku diam-diam menyerang.

 

“Apakah Onee-chan dan Onii-chan sedang ‘kencan’?”

 

Touko-senpai dan aku bertukar pandang.

 

“Apa kalian berkencan?”

 

Sekali lagi, anak itu bertanya.

 

“Hmm, yah, sesuatu seperti itu.”

 

Begitu Touko-senpai menjawab, bocah itu melangkah lebih jauh.

 

“Jadi, One-chan dan Onii-chan pacaran?”

 

“”Hah?””

 

Touko-senpai dan aku berteriak serempak.

 

Kenapa anak ini menanyakan hal seperti ini padahal beberapa saat yang lalu dia terlihat seperti anak yang penakut dan pemalu?

 

Sementara aku bingung dengan situasinya. Touko-senpai menjawab.

 

“Menurutmu begitu, ya?”

 

“Hmm, aku tidak tahu. Tapi, aku diberitahu bahwa jika anak laki-laki dan perempuan ‘berkencan’ itu artinya mereka pacaran.”

 

“Siapa yang memberitahumu itu?”

 

“Mi-chan.”

 

Aku tidak mengerti apa maksud anak itu. Tapi tetap saja, Touko-senpai tersenyum dan menjawabnya.

 

“Mnm, begitu, ya. Jika Mi-chan berkata begitu, maka itu pasti benar.”

 

Setelah kata-kata itu, bocah itu tertawa.

 

Setelah itu, Touko-senpai terus berbicara dengan anak itu.

 

Di sisi lain, aku hanya terdiam.

 

Namun, itu mengejutkanku.

 

Aku tidak menyangka kalau Touko-senpai, yang biasanya tenang dan pintar, sangat menyukai anak-anak.

 

Aku diam-diam menyalakan smartphoneku dengan satu tangan dan mengambil foto dia yang tersenyum dengan bocah itu.

 

…. Kuharap dia tidak menyadarinya kali ini..

 

“Ah, itu mama.”

 

Anak laki-laki itu menunjuk ke arah sang ibu, yang sedang menggendong bayi di lengannya, dengan seorang gadis yang bahkan lebih kecil. Aku berjalan ke arah ibu itu dan menurunkan anak itu.

 

Ketika Touko-senpai menjelaskan situasinya, ibunya menundukkan kepalanya berulang kali ke arah kami.

 

Rupanya, saat itu sang ibu sedang membawa putri kecilnya

ke kamar mandi.

 

Akhirnya, Touko-senpai berjongkok di depan anak itu dan berbicara padanya.

 

“Sampai jumpa lagi, Shota-kun. Jangan tinggalkan ibumu sendirian lagi.”

 

Dia meletakkan tangannya dengan lembut di kepalanya. Dan aku memastikan untuk mengambil foto itu dengan kameraku.

 

Saat kami sudah jauh dari mereka, aku berkata, “Touko-senpai menyukai anak-anak, ya,?”

 

“Ap-? Apa-apaan cara bicaramu itu?”

 

“T-Tidak, maksudku bukan begitu.”

 

Aku buru-buru mengoreksi perkataanku. Tapi, Touko-senpai menatapku sambil tersenyum.

 

“Mnm, aku menyukai anak-anak. Dan aku selalu ingin punya adik laki-laki.”

 

“Apa kau punya saudara kandung, Touko-senpai?”

 

“Iya, aku punya adik perempuan yang tiga tahun lebih muda dariku.”

 

Jika itu adik perempuan Touko-senpai. Dia pasti sangat cantik seperti Kakaknya..

 

“Namun, yang paling kuinginkan adalah seorang adik laki-laki.”

 

Sambil mengobrol, kami berjalan kembali ke mobil.

 

“Sudah hampir waktunya makan siang, bolehkah kita pergi ke suatu tempat dan memesan makanan?”

 

* * *

 

Kali ini rute yang kami ambil adalah sisi timur Semenanjung Boso.

 

Akhirnya kami sampai di Michi no Eki Wadaura WA-O! [TN: Rest Area]

 

Itu sangat dekat dengan Stasiun Wadaura dan kerangka besar paus biru ditampilkan di luar situs.

 

Kami turun dari mobil dan memasuki restoran.

 

“Wadaura merupakan tempat perburuan paus, yang jarang terjadi di zaman modern. Dalam hal perburuan paus, Taiji di prefektur Wakayama samgat terkenal.” kataku sambil melihat menu.

 

Itu salah satu dari banyak informasi lain yang kudapatkan dari internet.

 

“Btw, aku mendengar bahwa ada beberapa nelayan ikan paus di Minamiboso. Dan sepertinya mereka menjual daging ikan paus.”

 

“Aku ingin mencoba daging ikan paus untuk mengetahui seperti apa rasanya.”

 

Saat dia mengatakan itu, dia tahu apa yang dia inginkan.

 

‘Menu spesial ikan paus.’

 

Itu adalah semangkuk nasi dengan topping sashimi ikan paus, tatsuta ikan paus goreng dan potongan daging ikan paus.

 

“Kurasa aku akan memilih ‘menu sashimi ikan lokal musiman’, aku tidak bisa makan daging ikan paus, itu rasanya aneh.”

 

“Tapi karena kita sudah sampai di sini, apa kau tidak ingin mencobanya? Kita tidak akan bisa makan daging paus lagi jika gerakan anti perburuan paus terus berlanjut.”

 

Meski begitu, Touko-senpai masih ragu.

 

“Kalau begitu, ayo kita pesan ‘sashimi paus’ ini. Dan juga, kita bisa membaginya berdua. Nggak apa-apa, kan?”

 

“Mnm, baiklah.”

 

Beberapa menit setelah kami memesan menu itu. Mereka langsung mengatarkan pesanan kami. Warna daging paus jauh lebih gelap daripada daging sapi. Itu tampak seperti daging kuda.

 

Begitu kami mencicipinya, rasa dagingnya lebih biasa dari yang kami duga. Rasanya seperti daging impor dan sepertinya Touko-senpai memiliki kesan yang sama denganku.

 

“Baunya agak khas. Tapi, tekstur dagingnya cukup normal.”

 

“Ya, warna dagingnya seperti daging kuda dan rasanya seperti paha sapi.”

 

“Tapi, paus itu aslinya berasal dari spesies yang sama seperti sapi dan babi. Wajar jika mereka memiliki selera yang sama. Saat ini, paus, sapi, babi dan rusa diklasifikasikan sebagai cetacea.” [TN: Cetacea]

 

“Hmm~”

 

“Ngomong-ngomong, hewan darat yang paling mirip dengan paus adalah kuda nil.”

 

“Seperti yang diharapkan dari ‘Dewi Perpustakaan’ pengetahuanmu sangat luas.”

 

Setelah aku mengatakan itu, Touko-senpai menatapku dengan tajam.

 

“Aku tidak suka julukan itu.”

 

“Kenapa? Menurutku mereka menggunakan julukan itu dalam artian yang baik.”

 

“Aku bukan objek pemujaan, apalagi seorang Dewi. Aku hanya gadis biasa yang bersekolah di SMA biasa dan saat ini sedang menjalani masa kuliahku.”

 

“Benar juga.. Tapi..”

 

“Aku tidak ingin Isshiki-kun, yang sudah mengenalku lebih lama memanggilku seperti itu.”

 

Touko-senpai mengatakan ini dengan perasaan sedikit sedih.

 

“Aku mengerti, maafkan aku.”

 

Saat aku meminta maaf, Touko-senpai tersenyum nakal padaku lagi.

 

“Kalau begitu, sebagai tanda permintaan maafmu, belikan aku es krim yang di jual didepan tadi. Dengan begitu, aku akan memaafkanmu.”

 

Jadi, kau hanya ingin membeli es krim, ya?

 

Tapi, cara Touko-senpai mengatakan itu sangat imut.

 

“Oke, aku akan membelikanmu dua- tidak, tiga!”

 

“Oh, serius? Kalau begitu, aku ingin es krim dengan campuran susu dan madu. Dan satunya lagi dengan kacang!”

 

Ketika kami selesai makan, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore.

 

Pada akhirnya, kami berdua membeli varian es krim yang berbeda dan saling bertukaran sambil berjalan. Itu adalah ‘ciuman tidak langsung pertamaku’ dengan Touko-senpai.

 

Aku juga sempat memotretnya saat dia sedang makan es krim.

 

“Kenapa kamu tetap memotretku ketika aku sedang makan es krim?”

 

Dia tampak sedikit tidak senang dengan apa yang baru saja kulakukan. Tapi, aku juga berpikir itu akan menjadi ide yang baik untuk memotretnya sambil makan dengan cara yang kekanak-kanakan.

 

* * *

 

Kami melanjutkan perjalanan dan menuju ujung selatan paling selatan Pantai Hama Kujukuri, yang juga dikenal sebagai “Meoto-Iwa”. Itu adalah pantai berpasir kecil dan ada batu berbentuk seperti potongan kue yang mencuat dari laut. [TN: Meoto-Iwa]

 

“Ini adalah tujuan terakhir kita.” kataku sambil turun dari mobil. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore.

 

“Kita mengunjungi banyak tempat hari ini. Kita pada dasarnya hampir berkeliling hampir setengah dari Semenanjung Boso.” kata Touko-senpai sambil turun dari mobil.

 

Melihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa selain kami. Di depan kami ada teluk kecil berpasir.

 

Di sebelah kiriku, ada sebuah batu karang berbentuk kue mencuat.

 

“Bagaimana kalau kita memanjatnya?”

 

“Um, bukankah itu agak berbahaya?”

 

“Nggak apa-apa kok.”

 

Aku berhenti di tanjakan dan mengulurkan tanganku ke Touko-senpai. Untuk sesaat dia ragu-ragu, tetapi menguatkan dirinya dan mengambilnya dengan kuat.

 

Sisi tanah bebatuan ditutupi dengan rumput dan lumpur, sehingga tidak terlalu sulit untuk didaki.

 

Bagian batu karang yang menghadap ke laut berdiri secara vertikal. Saat aku melihat ke bawah, aku bisa melihat itu semakin dalam dan air biru tua berputar-putar di sekitar bebatuan.

 

“Jangan terlalu dekat ke tepi.”

 

Saat Touko-senpai mengatakan itu padaku, aku mundur sedikit.

 

Langit sudah mulai gelap. Di dekat cakrawala, kami bisa melihat beberapa bintang. Yang paling terang mungkin adalah Venus.

 

Melihat ke arah lain, Matahari terbenam di atas puncak Pegunungan Boso. Touko-senpai dan aku duduk berdampingan di atas batu karang, menyaksikan matahari terbenam.

 

“Um, Touko-senpai. Terima kasih sudah mau menemaniku hari ini.”

 

Saat aku mengatakan itu, Touko-senpai menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil.

 

“Mnm. Aku juga menikmatinya.”

 

Kemudian dia mendongak dengan ekspresi cerah di wajahnya.

 

“Hari ini benar-benar menyenangkan~. Aku lebih senang berkencan denganmu daripada Tetsuya. Aku merasa bisa menunjukkan diriku yang sebenarnya.”

 

Aku tersenyum setelah mendengar kata-kata itu.

 

“Tapi, kalau ini kencan sungguhan. Bukankah buruk menyebut nama mantanmu?”

 

“Mungkin begitu.”

 

Touko-senpai kemudian memegang lututnya dengan kedua tangan.

 

“Tapi, sejujurnya, aku sedikit cemburu pada Karen-san. Aku cemburu karena kupikir dia selalu berkencan seperti ini denganmu.”

 

Untuk sesaat, aku tidak tahu harus menjawab apa. Namun, aku tidak berharap Touko-senpai berpikir seperti itu.

 

“Aku tidak pernah datang ke tempat seperti ini dengan Karen. Dia lebih suka pergi ke tempat-tempat di mana dia bisa berbelanja dan tempat populer.”

 

“Betulkah? Tapi… yah, setelah dipikir-pikir, kamu ada benarnya juga.”

 

Sekarang aku tidak bisa tidak bertanya-tanya seperti apa kencan yang dilakukan Touko-senpai dengan Kamokura. Rasa penasaran semakin menghantuiku.

 

Tapi, aku tidak bisa bertanya tentang hal-hal seperti itu. Jadi, aku memutuskan untuk menanyakan sesuatu yang lain.

 

“Kau pernah bilang sebelumnya kalau ‘tiga bulan adalah saat bagi pasangan untuk kepikiran soal putus’, kan? Apakah hal itu juga terlintas di benakmu, Touko-senpai?”

 

Dia meletakkan dagunya di atas lututnya dan berpikir sejenak.

 

“Hmm… Aku sudah memikirkannya selama beberapa waktu. Tapi, kupikir mungkin aku egois. Dia juga bilang padaku kalau aku itu terlalu berlebihan dan bertanya kenapa aku tidak puas pacaran dengannya”

 

Seperti yang diharapkan, orang seperti Kamokura memang sampah.

 

“Saat jarak di antara kami merenggang adalah di saat masa ujian. Lalu pikiran berikutnya datang saat liburan musim panas dan ada acara perkumpulan. Tapi kupikir, ‘Jika kami putus sekarang, itu akan menjadi canggung setelahnya, jadi ayo jalani saja sedikit lagi’…”

 

“Jadi, bagaimana menurutmu sekarang?”

 

Touko-senpai tetap diam untuk sementara waktu.

 

“Aku mengetahui kalau Tersuya adalah orang yang kesepian. Dia selalu berpura-pura ceria meskipun dia kesepian. Ketika aku melihat bagian dari dirinya itu, aku berpikir, ‘Kuharap aku bisa berada di sana untuknya’…”

 

Aku menyesal menanyakan pertanyaan itu padanya.

 

“Kamu punya teman, Ishida-kun, yang bisa kamu ajak bicara tentang apa saja dan yang akan membantumu saat kamu membutuhkannya. Tapi, Tetsuya tidak punya orang seperti itu. Dia selalu bisa menjadi pusat perhatian dari kelompok mana pun. Tapi, dia tidak punya orang yang peduli padanya…”

 

Suara Touko-senpai tampak memudar.

 

“Mungkin itu sebabnya dia merasa perlu dikelilingi oleh banyak hal, jenis gadis yang sama yang membuatnya merasa nyaman dengan dirinya sendiri.”

 

Aku diam-diam melihat profil Touko-senpai. Dia bergumam pada dirinya sendiri dengan mengejek.

 

“Mungkin aku hanya aksesori baginya. Aksesori yang bisa dia pamerkan, sesuatu yang bisa dia banggakan…”

 

Kemudian dia membenamkan wajahnya di pangkuannya untuk menyembunyikannya.

 

“Sebenarnya, aku juga curiga bahwa Tetsuya berselingkuh. Tapi, dia juga biasanya sangat baik padaku dan mengutamakanku. Kupikir aku secara tidak sadar mencoba untuk tidak melihat itu. Kalau kamu tidak bersamaku. Aku yakin, aku akan menutup mataku menyangkal perselingkuhannya.”

 

Aku tidak tahu harus berkata apa padanya sekarang.

 

“Mungkin wajar bagi Tetsuya untuk memilih aksesoris lain. Aku yakin kalau aku sendiri tidak begitu menarik.”

 

“Itu tidak benar!”

 

Mendengar itu dari Touko-senpai. Aku langsung membantahnya.

 

“Kau sangat menarik, Touko-senpai.”

 

Tapi, dia menatapku dengan mata sedih.

 

“Itu hanya soal penampilan, kan? Namun, sebagai seorang perempuan.. aku…”

 

“Itu tidak benar.. Kau juga menarik sebagai seorang perempuan. Aku di sini untuk memberitahumu hal itu. Itulah alasan aku memintamu untuk menemaniku hari ini.”

 

Aku mengeluarkan smartphoneku dan menunjukkan padanya foto-foto yang kuambil sepanjang hari.

 

Touko-senpai berjalan ke arahku dan kami melihat layar bersama.

 

Setiap foto menunjukkan sisi terbaiknya. Pesona alaminya sebagai seorang wanita.

 

“Menurutku penampilan alami, senyum alami, dan cara Touko-senpai memperlakukan orang lain secara alami adalah yang paling imut. Itulah sebabnya Touko-senpai yang biasanya adalah yang paling imut. Touko-senpai yang mengekspresikan emosinya dengan jujur ​​seperti itulah yang menurutku sangat menarik.”

 

“…Terima kasih…”

 

Profil Touko-senpai, yang sedang melihat foto itu, bersinar oranye di bawah matahari terbenam.

 

Kemudian, dengan suara kecil tapi jelas, dia mengatakan.

 

“Ini lebih baik daripada foto mana pun yang pernah aku ambil sebelumnya. Ini lebih baik daripada foto yang diambil oleh seorang fotografer profesional.”

 

* * *

 

Setelah meninggalkan Batu Karang, aku dan Touko-senpai kembali ke kota dan aku menurunkan Touko-senpai di Stasiun Kemigawahama.

 

“Sampai jumpa di kampus.”

 

Setelah mengatakan itu, Touko-senpai turun dari mobil.

 

“Ya. Sekali lagi terima kasih sudah menemaniku seharian penuh hari ini.”

 

“Mnm. Itu sangat menyenangkan.»

 

“Senang mendengarmu mengatakan itu.”

 

Namun, meskipun dia turun dari mobil, dia tidak menutup pintu dan tetap dalam posisi yang sama.

 

…Apa dia melupakan sesuatu…?

 

Itulah yang kupikirkan dan menatap Touko-senpai. Dia juga melihat ke arahku.

 

“Isshiki-kun, kencan hari ini…”

 

“Ya?”

 

Setelah jeda singkat, dia berkata,

 

“Aku akan memberimu ‘Yu’! Itu ‘Yu’ untuk Yuu Isshiki.” [TN: Dalam bahasa Jepang, Kanji «優», yang merupakan bagian dari nama Yuu, sering digunakan sebagai kualifikasi di beberapa sekolah untuk memberikan nilai kepada siswa, membuat «Yu», nilai tertinggi, menjadi «sangat baik». dengan kata lain, itu adalah plesetan dari bagian Touko-senpai yang menunjukkan bahwa dia menyukai kutipan itu]

 

Dia mengatakannya sambil tersenyum.

 

“Kalau begitu, sampai jumpa!”

 

Dia menutup pintu dan pergi tanpa menunggu jawabanku.

 

…‘Kencan Hari Ini’, ya?

 

Di dalam mobil, di mana aroma Touko-senpai masih tertinggal, aku memikirkan hal itu.

 


Kanojo NTR Bahasa Indonesia

Kanojo NTR Bahasa Indonesia

Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu, Kanojo NTR (LN), 彼女が先輩にNTRれたので、先輩の彼女をNTRます
Score 7.6
Status: Ongoing Tipe: Author: , Artist: , Dirilis: 2021 Native Language: Japanese
“Touko-senpai! Tolong berselingkuh dengan saya! ” "Tenang, Isshiki-kun ... Aku tidak akan puas kecuali kita membuat keduanya yang berselingkuh dengan kita mengalami neraka itu sendiri!" Isshiki Yuu terkejut dengan pacarnya selingkuh, jadi dia memutuskan untuk menipu dia dengan pacar bocah yang mencuri pacarnya, Sakurajima Touko, yang juga merupakan senpai yang dia kagumi. Sebagai bagian dari rencana mereka, Touko mengusulkan untuk memiliki 'pengembalian' terbesar yang mungkin, jadi dia mulai membuat Yuu menjadi pria yang menarik dan populer dengan gadis -gadis!? Pilihan pakaiannya, topik percakapan, dll ... Yuu menemukan dirinya di tengah -tengah peningkatan reputasinya yang gila dengan para gadis; Namun, perasaannya terhadap Touko hanya terus tumbuh. Ketika rencana mereka terus berkembang, hubungan antara mereka berdua tiba -tiba tumbuh intim ... apa 'pengembalian' ini bahwa keduanya yang ditipu akan dilakukan pada Malam Natal?! Apa kesimpulan yang menanti mereka berdua!? Tirai naik pada komedi cinta balas dendam!

Komentar

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset