Setelah kami bertemu dengan Isshiki-kun dan Ishida-kun untuk pertemuan pertama kami dengan kami berempat, Hitomi dan aku memasuki sebuah kedai kopi, kami berdua sendirian. Setelah aku membeli kopi manis ukuran grande, aku tiba di tempat dudukku dan segera menyadari bahwa Hitomi, yang sudah duduk sendiri di depanku, sedang menatapku dengan mata nakal saat dia meletakkan dagunya di tangannya.
“Apa?”
Aku bertanya padanya terlebih dahulu, yang membuat Hitomi semakin menyeringai.
“Ah, bukan apa-apa kok. Hanya saja, hari ini kamu terlihat sangat aneh, Touko~”
“Apanya yang aneh?”
“Aku sedang berbicara tentang pertemuan barusan. Isshiki-kun, kan? Ini pertama kalinya aku melihatmu berbicara terus terang dan tanpa khawatir dengan seorang pria, Touko.”
“Begitu? Tapi, kupikir aku berbicara seperti biasanya.”
Aku menjawabnya sesaat sebelum membawa secangkir kopi ke arah mulutku.
“Nee, Touko. Apa kamu tertarik padanya? Anak itu?”
…. Mmgh!!
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Hitomi, membuatku hampir menumpahkan kopi yang sudah aku minum.
Namun, agar tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa aku terkejut. Aku menjawabnya dengan santai.
“Ini tidak ada hubungannya dengan ketertarikanku atau apapun… Bukankah dia Kouhai-ku di kampus? Aku tidak memiliki minat khusus atau semacamnya untuknya.”
“Begitu? Tapi, Touko yang aku tahu tidak akan berbicara seperti itu dengan Kouhai normal mana pun.”
“Itu karena Isshiki-kun berada di posisi yang sama denganku. Kami berdua sama-sama dikhianati oleh pacar kami. Kami adalah partner yang sudah memutuskan untuk membalas dendam bersama di masa depan.”
“Tapi, kau tahu, Touko yang kukenal akan menangani semuanya sendiri bahkan dalam situasi itu. Sebaliknya, tidakkah cukup menyudutkan Kamokura dengan pertanyaan sampai kamu membuatnya mengaku tentang perselingkuhannya?”
“Kamu pikir kita sedang membicarakan tentang apa, Hitomi? Ini perselingkuhan, kau tahu? Mana mungkin aku akan membiarkannya hanya dengan kata ‘Maaf’ sederhana dari mereka.”
“Jika itu tidak cukup untukmu, kamu selalu bisa menampar wajahnya dan putus dengannya. Kalau kamu tidak ingin putus dengannya, kamu selalu dapat membuatnya membelikanmu dompet atau sepatu mahal sebagai kompensasi atau semacamnya. Belum lagi Touko yang kukenal akan berpikir sesuatu seperti, ‘bahkan jika pasanganku yang selingkuh, alasannya mungkin terletak pada diriku’ dan kemudian dia akan tetap diam, bukan?”
Aku merenungkannya sejenak. Tentu saja, apa yang dikatakan Hitomi mungkin ada benarnya.
“Ini hanya tebakanku, tapi… aku mungkin merasa bersalah dengan Isshiki-kun. Lagipula, dia akhirnya terluka karena Tetsuya selingkuh dengan Karen…”
“Hmmm.”
Hitomi menatapku dengan mata setengah terbuka, hampir seolah-olah dia ingin mengatakan bahwa dia mengetahui niatku.
“Apa kamu yakin hanya itu saja?”
“Apa maksudmu?”
“Kamu yakin bukan karena kamu hanya ingin bertemu dengan Isshiki-kun, Touko?”
Pff! Kali ini kopi yang aku teguk membuatku batuk.
“Tidak peduli seberapa tepat tebakanku di sana. Kamu seharusnya tidak terlalu bingung, kan?”
Hitomi berbicara sambil tertawa dan menawariku tisu.
Aku mengambil tisu sambil memelototinya.
“Bukannya aku tersedak karena kamu tepat sasaran. Itu karena kamu mengatakan beberapa hal yang sangat aneh, Hitomi.”
“Ya, iya. Kalau begitu, yang penting kamu tidak tertarik sedikitpun pada Isshiki-kun ‘kan, Touko?”
Setelah menyeka mulutku dengan tisu, aku membalasnya.
“Tentu saja, bukankah sudah jelas? Apa kamu benar-benar berpikir aku akan melakukan sesuatu seperti mencari anak laki-laki berikutnya yang menjadi sasaran pandanganku begitu cepat hanya karena Tetsuya selingkuh…?”
“Oke. Kalau begitu, sekarang, posisi seperti apa yang dimiliki Isshiki-kun untukmu, Touko?”
…Posisi Isshiki-kun?…
Aku secara alami teringat pada Sabtu malam itu ketika perselingkuhan Tetsuya dan Karen diklarifikasi di hadapanku.
‘Setidaknya biarkan aku menghiburmu untuk saat ini, Touko-senpai.’
Saat itu, aku akhirnya menangis di pelukannya.
Terlepas dari betapa mengejutkannya sesuatu yang terjadi, aku tidak berpikir aku akan bisa melakukan hal semacam itu dengan pria lain.
Tentu saja, aku mungkin merasakan semacam kenyamanan khusus darinya yang membuatku merasa aman.
“Kamu memang memberitahuku sebelumnya bahwa Isshiki-kun adalah rekan seperjuangan yang bertarung bersama denganmu. Tapi…”
Hitomi menatapku dengan penuh minat.
“Kurasa dia seperti.. adik laki-lakiku?”
“Haah…”
Hitomi melemparkan tubuhnya ke sandaran kursi karena bosan.
“Adik laki-laki, ya … Kamu lolos dari itu dengan cukup baik, Touko.”
“Apa? Aku tidak benar-benar melarikan diri dari…”
“Ya, iya…”
Hitomi menegakkan dirinya lagi sambil melambaikan tangan kanannya.
“Baiklah. Kalau kamu sendiri tidak menyadarinya, Touko, maka itu baik-baik saja dengan caranya sendiri. Mari kita serahkan pada adik laki-laki itu untuk saat ini.”
“Apa yang kamu maksud dengan ‘belum menyadarinya’!? Ini hampir seolah-olah kamu mengatakan bahwa aku–!”
“Touko, biarkab aku memberitahumu sesuatu. Setiap kali kamu bersama Kamokura, kamu selalu merasa seperti sedang waspada.”
Hitomi mulai berbicara bahkan tanpa mendengar sepatah kata pun yang kukatakan.
“Hal yang sama berlaku ketika kamu berbicara dengan pria lain. Rasanya seperti kamu selalu menarik garis di suatu tempat atau seolah-olah kamu sedang menurunkan tirai transparan antara dirimu dan mereka.”
Diam-diam, aku menyesap kopiku. Aku memperhatikan dengan seksama untuk tidak tersedak kali ini.
“Tapi, aku tidak merasakan perasaan itu datang darimu saat kamu bersama Isshiki-kun. Sepertinya kamu menghadapinya dengan jujur dan terbuka, Touko. Selama aku mengenalmu, ini pertama kalinya terjadi.”
“Kamu … Kamu mungkin benar tentang itu.”
Aku harus memberinya untuk poin itu. Seperti yang dia katakan, aku merasa bahwa aku bisa menjadi diriku sendiri setiap kali aku bersama Isshiki-kun.
“Cinta di mana kamu terus-menerus harus menjaga aktingmu baik-baik saja, tetapi jenis cinta yang bertahan lama adalah cinta di mana kamu bertindak secara alami tanpa harus khawatir tentang apa pun. Touko, kamu memiliki kebiasaan buruk membawa terlalu banyak hal sendirian dalam segala hal yang kamu lakukan.”
“Bukannya aku ingin memiliki hubungan seperti itu dengan Isshiki-kun…”
Namun, Hitomi menatapku dengan ekspresi serius.
“Kesampingkan pendapatmu, Touko, sebenarnya Isshiki-kun mencintaimu. Dan ini juga dari lubuk hatinya, bahkan lebih dari yang dia sendiri sadari. Itulah mengapa mungkin saja ketika masalah ini telah diselesaikan, kamu mungkin perlu menemukan jawabanmu sendiri sehubungan dengan Isshiki-kun. Touko, mungkin yang terbaik adalah kamu bersiap untuk itu.”
… Beberapa jawabanku sendiri, sehubungan dengan Isshiki-kun…
Aku mengalihkan pandanganku ke cangkir kopi dalam upaya untuk melarikan diri dari tatapan Hitomi.