Hal itu membuat ku merasa sedikit lebih nyaman. Aku memberi tahu resepsionis tentang urusan ku di sini dan dengan cepat diberitahu kamar mana yang harus kutuju.
Memikirkan bahwa diriku akan segera bertemu dengan orang asing, aku merasa cukup gugup. Belum lagi fakta bahwa orang ini adalah seorang gadis yang hampir selalu berada di rumah sakit .
Aku sedikit gelisah saat menunggu lift rumah sakit.
“Kudengar dia sangat cantik,” kata seseorang kepadaku.
Ternyata, namanya adalah Watarase Mamizu.
Selama kelas pertama di tahun pertama ku di SMA, Yoshie-sensei, wali kelas kami, berbicara dengan suara yang cukup keras .
“Watarase Mamizu-san telah dirawat di rumah sakit sejak SMP karena penyakit serius,” katanya.
“Ibu harap dia akan keluar secepatnya dan menikmati kehidupan sekolahnya bersama semua orang.”
Ada satu kursi kosong di dalam kelas. Sekolah kami adalah sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas swasta, jadi siswa yang hadir tidak benar-benar berubah dari sekolah menengah pertama. Meskipun begitu, tampaknya hampir tidak ada yang mengenal Watarase Mamizu.
“Kudengar itu adalah penyakit Luminescence.”
“Kalau begitu dia mungkin tidak akan bisa datang ke sekolah, ya.”
“Siapa dia?”
“Sepertinya dia tidak masuk sekolah sejak bulan Mei di tahun pertama SMP.”
“Aku sama sekali tidak ingat dia.”
“Apa tidak ada yang punya fotonya di ponsel mereka?”
Orang-orang di kelas mulai bergosip sedikit tentang dia, tetapi tidak ada informasi yang signifikan tentang dia, sehingga dengan cepat berhenti.
Jika penyakitnya seperti itu , akan sulit baginya untuk kembali ke sekolah. Penyakit itu dikenal sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Penyebabnya tidak diketahui. Metode pengobatannya pun belum ditemukan.
Penyembuhan secara menyeluruh akan sulit. Itulah mengapa kebanyakan orang dengan kondisi ini menghabiskan seluruh hidup mereka di rumah sakit.
Penyakit ini berkembang seiring dengan pertumbuhan pasien menjadi dewasa, dan gejalanya tiba-tiba muncul suatu hari.
Dikatakan bahwa sebagian besar pasien mengalami gejala pada usia remaja atau usia dua puluhan. Begitu gejala muncul, angka kematiannya tinggi.
sebagian besar pasien meninggal sebelum menjadi dewasa.
Ada banyak gejala yang berbeda, tetapi gejala yang khas adalah fenomena aneh pada kulit.
Kulitnya bersinar.
Dikatakan bahwa pada malam hari, ketika cahaya bulan menyinari tubuh seseorang dengan kondisi ini, ia memancarkan cahaya neon yang samar-samar.
Tampaknya, cahaya yang dipancarkan itu menjadi lebih kuat seiring dengan perkembangannya.
Itulah mengapa disebut penyakit Luminescence.
… Bagaimanapun juga, kecil kemungkinan gadis bernama Watarase Mamizu ini akan datang ke sekolah, pikirku, dan memutuskan untuk segera melupakan semuanya.
Beberapa hari setelah itu, saat jam istirahat, apa yang tampak seperti selembar kertas diberikan kepadaku.
“Okada, tulislah sesuatu di sini,” kata orang yang memberikannya kepada ku.
“Apa ini?” Aku bertanya.
“Kau tahu, apa itu tadi? Seseorang-san, yang memiliki penyakit Luminescence. Semua orang harus menulis sesuatu dan kemudian akan diberikan kepadanya.”
Note : Mungkin dia mau nyebut nama orang tapi lupa.
Tidak tertarik, aku menggoreskan pena di atas kertas itu.
kuharap penyakit musegera sembuh. Okada Takuya.
Aku menulis kata-kata ini dengan lancar dalam waktu tiga detik dan kemudian melihat sekeliling untuk memberikan kertas yang telah ku tulis tadi kepada orang berikutnya.
“Wow, Okada, itu sangat tidak jelas.”
“Kepada siapa aku harus memberikannya?”
“Semua orang di sekitar sini sudah menulisnya. Ah, Kayama belum, ku pikir. Pergilah dan berikan padanya. Kau dan Kayama dekat, kan?”
“Kami tidak terlalu dekat,” jawabku sebelum menghampiri tempat duduk Kayama.
Kayama Akira terlihat tidak rapi seperti biasanya. Kemeja seragamnya menjuntai keluar dari celananya, dan dia merosot ke depan di kursinya, tidur seperti batang kayu. Tubuhnya tinggi dan rambutnya panjang. Dia tidak memberikan aura seorang anak nakal. Dia tidak memiliki kecenderungan kekerasan, tetapi dia bisa digambarkan sebagai “tidak serius”. Dia masih populer di kalangan para gadis karena dia memiliki wajah yang tampan, tetapi dia biasanya menanggapi orang dengan agak sombong, sehingga sebagian besar pria sedikit menghindarinya.
“Kayama, bangun,” kata ku.
“Tidak menyangka bahwa aku akan terpilih sebagai manajer asrama wanita yang penuh dengan wanita cantik…”
Kayama berbicara dalam tidurnya. Tampaknya, dia sedang bermimpi yang sangat indah. Dengan gigih, aku mengguncangnya, mengembalikannya ke dunia nyata.
“Hah? Okada? Ada apa?” dia bertanya.
Aku tidak benar-benar ingin mendekatinya jika aku punya pilihan. Tapi itu bukan karena ada hubungannya dengan ku yang tidak bisa menghadapi kepribadiannya yang tidak teratur.
Di masa lalu, Kayama melakukan sesuatu yang baik untuk ku. Oleh karena itu, Mungkin kami tidak berteman. Kata “penyelamat” sangat tepat untuk menggambarkan sosok Kayama bagi ku.
Ada sesuatu yang aneh pada diri ku saat berinteraksi dengan Kayama – aku merasa gugup, bahkan ketika kami hanya mengobrol.
“Ini adalah surat,” kata ku. “Kau tahu, untuk orang yang menderita penyakit luminescence.”
“Ah.” Kayama mengambil kertas berwarna itu, lalu menatapnya dengan tatapan kosong. “Watarase Mamizu, ya.”
Sesuatu tentang nada dan ekspresinya tampak seperti dia sedang mengingat sesuatu di masa lalu.
“Apa kau mengenalnya?” Aku bertanya kepadanya, terkejut.
“Yah… Dulu, sedikit. Jadi, dia bernama Watarase sekarang,” kata Kayama linglung, seolah-olah berbicara sendiri. “Baiklah, Aku akan menulis sesuatu.”
Setelah diberitahu demikian, aku pun kembali ke tempat duduk ku.
“Okada, bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?” Kayama bertanya kepada ku dari balik bahunya.
“Bagaimana kabarku?”
“Apakah kau baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja,” jawab ku sambil menahan rasa kesal.
“Kau menderita dari waktu ke waktu,” kata Kayama dengan nada yang terdengar seolah-olah dia bisa melihatku.
“Aku normal,” kata ku. Itu bukan urusan mu, pikir ku, tetapi aku tidak mengatakannya dengan lantang.
“Surat bersama yang dituliskan semua orang baru-baru ini telah selesai, jadi Ibu berpikir untuk meminta seseorang membawanya ke dia pada hari libur berikutnya. Ibu yakin Watarase-san akan jauh lebih senang jika ada murid yang membawanya daripada Guru ini. Apakah ada yang mau?” tanya Yoshie-sensei.
Yoshie-sensei adalah seorang wanita yang relatif cantik di awal usia dua puluhanan, tapi mungkin karena dia belum lama menjadi guru, cara dia melaksanakan tugas sebagai guru masih agak kaku.
Bahkan setelah diberitahu tentang semua ini, tidak ada yang memikirkan hal lain selain, “Menyebalkan sekali.” Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua orang sudah menduga hal ini. Dengan begitu, Yoshie-sensei akan segera menunjuk seseorang untuk melakukan tugas tersebut. Semua orang menutupi wajah mereka, bahkan tidak berusaha menyembunyikan fakta bahwa mereka berharap tidak akan dipilih.
Lalu, tiba-tiba, Kayama mengangkat tangannya. Semua orang terkejut dan menoleh ke arahnya secara bersamaan.
“Aku akan pergi,” katanya.
“Ah, kalau begitu ibu rasa aku bisa menyerahkannya padamu,” kata Yoshie-sensei.
Pada saat itu, ada jejak sesuatu yang misterius dalam ekspresi Kayama. Ada sesuatu yang menyerupai keberanian yang suram. Sulit untuk membayangkan bahwa dia dengan senang hati menjadi sukarelawan.
… Kalau dia memang sangat tidak menyukainya, seharusnya dia tidak mengatakan apa pun. Mengapa Kayama mengatakan bahwa dia akan pergi? ku berpikir, sedikit penasaran.
Akhir pekan tiba, dan pada hari Minggu, Kayama tiba-tiba menelepon ku dan meminta aku untuk menemuinya.
“Aku ingin meminta bantuan,” katanya.
Kami tidak cukup dekat untuk membiasakan diri bertemu satu sama lain pada hari libur, jadi ini bisa dianggap sebagai peristiwa yang tidak biasa.
Itu adalah hal yang menyebalkan, tetapi aku pergi ke rumahnya seperti yang beritahunya.
“Aku masuk angin,” kata Kayama, yang datang ke pintu depan dengan piyama dan mengenakan masker bedah. “Aku agak demam, sepertinya.”
Tapi dia sama sekali tidak terlihat demam. Seolah-olah dia sedang menunjukkan cosplay orang yang sedang sakit.
“Jadi, apa yang kau inginkan?” aku bertanya, sedikit kesal.
“Ah, jadi… aku tidak bisa pergi mengunjungi Watarase Mamizu,” kata Kayama.
“Dan kau memintaku untuk menggantikanmu?” Aku bertanya, memastikan situasinya.
“Ya,” jawab Kayama singkat.
Dia kembali masuk ke rumahnya, dan setelah beberapa saat, dia kembali dengan satu set lengkap hasil cetakan dan apa pun yang perlu diberikan kepada Watarase-san.
“Aku serahkan pada mu,” katanya sambil mendorong semua itu ke arah ku.
Seakan menolak untuk berbicara lebih lanjut, Kayama menarik diri ke dalam rumahnya.
Sejujurnya, akutidak bisa mempercayai semua ini.