Senin mungkin adalah hari yang paling tidak disukai kebanyakan orang Jepang.
Setiap Senin setelah akhir pekan, mereka yang pergi ke sekolah atau bekerja akan dipaksa untuk menyeret tubuh mereka yang berat ke tempat tujuan sambil berpikir ‘Menyusahkan’.
Di sisi lain, beberapa orang akan begadang hanya karena mereka ingin malam Minggu mereka berlangsung selamanya.
Aku dulu juga melakukan itu, tapi itu hanya membuatku merasa lebih buruk keesokan harinya, dan itu membuat sekolah dan bekerja menjadi jauh lebih sulit dari biasanya.
Tapi akhir-akhir ini, aku sering berdoa “TOLONG CEPATLAH BERAKHIR, SABTU DAN MINGGU!”
Aku tidak mengira kalau aku akan berubah sebanyak itu, tapi alasannya sangat jelas.
Biasanya aku akan berpikir kalau awal minggu baru saja dimulai lagi setiap kali Senin pagi tiba.
“Hmm, hari ini pagi yang sangat menyegarkan!”
Aku bangun setelah tidur nyenyak dan membuka jendela untuk menyerap sinar mentari pagi.
Sungguh pagi yang sehat hari ini!
Ketika aku meninggalkan kamar dan menuju ruang tamu, aku melihat kalau Rinke sudah bangun dan sedang memasak sarapan untuk kami berdua.
“Mmm… Pagi, Onii-chan.”
“Pagi, Rinke.”
Rinke masih mengantuk, matanya masih setengah terbuka saat dia menyiapkan sarapan.
Agak berbahaya baginya untuk memasak seperti itu, tapi inilah yang biasanya dilakukan Rinke.
“Rinke, apakah kamu ingin membuat sarapan bareng hari ini?”
“Eh? Onii-chan bisa memasak?”
“Hm? Ahh… Aku bisa kalau itu sesuatu yang simpel.”
Di duniaku sebelumnya, aku bekerja paruh waktu di kafe, jadi aku bisa memasak makanan simpel dengan baik.
Seperti yang bisa kalian bayangkan, aku tidak sehebat Rinke yang memasak sarapan, makan siang, dan makan malam setiap hari. Tapi, aku masih merasa kalau aku bisa memasak lebih baik daripada kebanyakan gadis di daerah sekitar sini.
Aku berdiri di samping Rinke dan mulai memotong sayuran untuk membuat salad.
“Kamu cukup pandai melakukan ini… Kapan kamu belajar memasak?”
“Fufu, aku jenius yang bisa melakukan apa saja, jadi ini hal mudah untukku.”
“Tidak, dasar idiot.”
Adikku mengejekku, tapi tidak apa-apa karena dia memiliki senyum yang sangat manis di wajahnya.
Seperti biasa, kami membuat sarapan dan memakannya bersama.
Maksudku, Ibu dan Ayah keluar rumah pagi-pagi sekali, kan?
Bahkan jika aku bangun lebih awal dari sekarang, mereka sudah bekerja.
Dengan memikirkan ini, aku selesai memakan sarapan yang aku buat bersama Rinke, dan kami kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap-siap ke sekolah.
“Oke, ayo berangkat, Rinke.”
“Ya.”
Setelah berganti seragam sekolah, kami meninggalkan rumah bersama, dan seperti biasa, aku mengendarai sepedaku sementara Rinke duduk di belakangku.
“Apakah ada yang kelupaan?”
“Ya, tidak ada. Apa kau sudah membawa makan siangmu, Onii-chan?”
“Oke, aku mengerti. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan bento berharga yang dibuatkan Rinke khusus untukku?”
“…Kalau begitu, kita siap berangkat.”
Jawabannya agak tertunda. Apakah ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan dalam situasi ini?
“Ayo berangkat.”
“Ayo.”
Aku mengayuh sepeda ke sekolah berboncengan. Yang mungkin diperbolehkan di dunia ini.
TLN: Di Jepang aslinya gak boleh naik sepeda boncengan
Ketika aku mendekati sekolah, aku biasanya akan memikirkan hal-hal negatif seperti, “Ini akan sangat menyebalkan, hari ini ada pelajaran itu.”
Sejujurnya, kadang-kadang aku masih berpikir begitu.
Aku jurusan seni liberal, jadi aku tidak pandai matematika atau fisika.
TLN: Seni liberal adalah program studi luas yang memungkinkan bagi siswa individu untuk mengejar bidang studi yang menarik minat mereka. Program seni liberal umumnya berfokus pada seni dan kemanusiaan, seperti sejarah, antropologi budaya dan sosial, dan filsafat. Jadi mungkin kayak jurusan IPS di Indonesia cuman lebih luas, tapi mimin tetep nerjemahin secara harfiah ajalah.
Senin adalah yang terburuk karena kedua mata pelajaran itu, yang merupakan kelemahanku, muncul bersamaan.
Meski begitu, aku mungkin tidak akan pernah berpikir ‘Senin, jangan datang! Enyahlah dari sini selamanya!’ lagi.
Alasannya tentu saja, semua karena dia…
“Sei-chan.”
Aku memanggil nama gadis yang aku lihat di depanku saat aku sedang mengayuh sepeda.
Dia sedang melihat ponselnya, dan ketika dia mendengar namanya dipanggil oleh seseorang, dia terkejut sesaat dan kemudian menatapku.
Rambut perak pendeknya berkibar indah, bergoyang tertiup angin dan memantulkan sinar matahari ke mataku.
Aku sangat senang melihat mata naiknya menembus tajam ke pandanganku.
Akhirnya, aku melihat seragam sekolah yang tidak asing, tapi tidak peduli seberapa sering aku melihatnya, aku tidak akan pernah berhenti memikirkan betapa imutnya seragam itu dipakainya.
“Selamat pagi, Hisamura.”
Ketika aku mendekatinya dengan mengendarai sepedaku, dia tersenyum ringan.
“Pagi, Sei-chan.”
“Selamat pagi, Sei-san.”
“Ahh, pagi, Rinke. Senang melihat kalian berdua akur.”
“I-Ini biasa.”
Rinke berkata dengan malu-malu saat dia turun dari sepeda.
“Bagaimana kalau kita pergi bareng lagi hari ini, Rinke?”
“Ya.”
Setiap kali aku dan Rinke pergi ke sekolah bersama, dia akan berjalan sendiri dari daerah ini, dan kemudian aku akan pergi duluan dengan mengendarai sepedaku.
Rinke juga pada usia di mana dia mungkin tidak ingin teman-temannya melihat dia dan kakaknya pergi ke sekolah bersama, dan ya, aku merasa sedih ketika memikirkannya.
Namun, ketika aku mulai pergi ke sekolah bersama Sei-chan, Rinke juga mulai pergi ke sekolah bersamaku daripada dia yang biasanya pergi sendiri.
Senang sekali bisa pergi ke sekolah di pagi hari dengan pacarku, Sei-chan, dan terlebih lagi dengan adik perempuanku yang imut juga.
“Sei-san, maaf mengganggu waktu berduaanmu dan Onii-chan.”
“Aku tidak keberatan. Adik Hisamura, Rinke, sudah menjadi seseorang yang penting bagiku.”
“B-Begitukah.”
“Sei-chan, bisakah kamu tidak merayu adikku di depanku?”
“Aku tidak mencoba merayunya atau semacamnya, aku hanya mengatakan yang sebenarnya.”
Bukankah itu lebih buruk…?
Sei-chan tentu saja, SANGAT imut, tapi pada saat yang sama dia juga sangat keren.
Menurut informasi dalam cerita aslinya, Sei-chan tidak pernah ditembak oleh pria mana pun, tapi dia pernah ditembak oleh banyak wanita.
Aku bertanya-tanya apakah dia benar-benar ditembak oleh wanita di dunia ini, tapi setelah melihat Rinke, aku tahu dia sangat populer di kalangan wanita.
Ada sesuatu yang keren tentang cara dia biasanya berperilaku, cara dia berbicara, cara dia bertindak, cara dia yang lebih lembut terhadap wanita daripada pria. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan baik, tapi…
Tapi aku tidak ingin menyerahkannya pada pria atau wanita mana pun karena dia adalah milikku.
“Ayo kita segera berangkat ke sekolah.”
Aku berkata begitu, lalu turun dari sepeda. Aku mulai mendorong sepeda dan berjalan.