Setelah itu, para gadis mengajukan banyak
pertanyaan tentang siapa yang aku sukai, tapi aku menjawab mereka dengan tepat.
Agak sulit untuk menyembunyikan fakta bahwa wanita yang kusukai adalah
Sei-chan dan membicarakannya tanpa
mereka sadari, tapi aku mungkin sedikit bersenang-senang membicarakan kehidupan
cintaku dengan mereka.
Saat aku berbicara dengan mereka sambil memikirkan itu, aku merasakan ponsel di sakuku bergetar.
Sementara
Sato-san, Kato-san dan yang lainnya sedang berbicara, aku
mengeluarkan ponselku dan melihat ke layar untuk mengetahui bahwa ada chat RINE di ponselku.
Apakah… Sei-chan?
Aku melirik Sei-chan sejenak.
Sama seperti sebelumnya, dia sedang mengobrol dengan para cewek tapi kali ini, di tangannya dia
memegang ponsel yang sebelumnya tidak dia
pegang.
Aku
bertanya-tanya apakah dia mengirimiku pesan.
Aku membuka RINE untuk melihat bahwa aku menerima pesan darinya.
“Mari kita bertemu dan berbicara setelah ini.”
Aku berusaha sangat keras untuk menahan seringai yang muncul di
wajahku.
Aku tidak mengira dia akan mengajakku ketemuan setelah ini.
Aku akan segera membalasnya balik.
“Tentu, kamu ingin pergi sekarang?”
Saat aku mengirimnya, aku bisa melihat dari sudut mataku kalau Sei-chan
menatap layar ponselnya.
Pesanku segera dibaca dan balasan datang.
“Aku
tak masalah. Tapi
sepertinya kamu sedang berada di tengah-tengah sesuatu.”
Apakah kamu mendengar percakapan kami, Sei-chan?
Menurutku dia tidak akan bisa tahu apakah aku
sedang berada di tengah-tengah sesuatu atau tidak tanpa
mendengar percakapan kami.
Tidak, kurasa itu karena sebelumnya, ketika aku menjawab apa yang aku sukai tentang Sei-chan,
Sato-san dan yang lainnya berteriak dan menjadi sangat bersemangat.
Mungkin itu yang dia dengar.
“Aku ingin keluar dari sini sekarang agar aku
bisa berbicara dengan Sei-chan.”
Balasanku langsung terbaca seolah-olah obrolan chat dibiarkan
terbuka.
“HMMM?!”
“Shimada-san, ada apa?”
“T-Tidak, tidak apa-apa, aku hanya tersedak
sedikit. Maaf.”
Kudengar Sei-chan sedikit tersedak, aku ingin tahu apakah dia baik-baik saja…
“Baiklah, kita akan bertemu di taman terdekat, apa tidak
apa-apa?”
“Siap. Aku akan pergi dulu. Sei-chan sebaiknya pergi beberapa menit kemudian.”
“Oke, aku akan segera ke sana.”
Aku melihat pesan itu dan mengembalikan
ponselku ke saku.
Baiklah, ayo pergi dari sini.
“Kurasa aku akan pulang sekarang.”
Aku mengatakan itu kepada para gadis saat aku berdiri.
“Eh? Bukankah itu terlalu cepat? Ini bahkan belum jam delapan.”
“Ya, ayo ngobrol lagi.”
Aku senang karena mereka ingin berbicara lebih banyak denganku, tapi aku lebih suka berbicara
dengan Sei-chan.
Aku sudah gatal ingin berbicara dengan Sei-chan dari tadi.
“Maaf, tapi adik perempuanku akan sangat marah jika aku tidak
segera pulang.”
“Eh? Kamu punya adik perempuan?”
“Ahh, ya, aku punya adik perempuan yang imut.”
“Haha, jadi kamu siscon ya? Hisamura-kun.”
“Kurasa begitu. Maaf, aku bersenang-senang hari
ini. Sampai jumpa besok di sekolah.”
Aku takut mereka akan menanyakanku soal Rinke jadi aku cepat-cepat mengucapkan perpisahan dan pergi.
Barang bawaanku diletakkan di tempat Yuuichi, Tojoin-san dan Fujise duduk.
Yuuichi masih… makan sepenuh hati.
“Hmm? Tsukasa… kamu sudah mau pergi?”
“Ah, ya. Aku lelah jadi aku akan pulang lebih
awal.”
“Oke, sampai jumpa besok.”
“Sampai
jumpa, Hisamura-kun.”
“Sampai jumpa besok. Hisamura-kun.”
“Ya, sampai jumpa besok.”
Setelah mengucapkan perpisahan kepada mereka
bertiga, aku
mengambil barang bawaanku dan pergi.
Sesuatu tentang cara
Tojoin-san dan Fujise, yang melirik ke arah lain saat mengucapkan
selamat tinggal yang sepertinya mengisyaratkan sesuatu dalam kata-kata itu,
menggangguku… tapi ya sudahlah.
Saat aku meninggalkan
ruang tatami yang besar, aku melirik Sei-chan dan mata kami bertatapan.
Aku mengangguk sedikit
seolah memberitahunya bahwa aku sedang menunggunya dengan isyarat mata, dan
Sei-chan juga mengangguk seolah berkata, “Oke.”
Aku ingin tahu apakah
aku satu-satunya yang senang dengan hal-hal kecil seperti ini.
***
Meskipun cuaca semakin
panas di bulan Mei, malam masih cukup dingin.
Tapi tidak sedingin
itu, ini lebih merupakan perasaan sejuk yang menyenangkan.
Berjalan kaki singkat
dari toko, ada taman yang agak besar.
Aku pergi ke sana dan
membeli dua minuman hangat dari mesin penjual otomatis terdekat.
Aku membeli secangkir
kopi yang tidak terlalu manis bersama sekaleng minuman coklat.
Aku membeli dua
minuman dan duduk di bangku, melihat ke langit dan menunggu Sei-chan.
Langit tidak berawan,
jadi aku bisa melihat bintang dan bulan dengan jelas.
Mungkin cukup terang
hingga dapat melihat sekeliling tanpa lampu jalan di taman.
Astaga, aku tidak
sabar menunggu Sei-chan tiba di sini.
Aku melirik layar
ponselku untuk melihat waktu.
Sudah lima menit sejak
aku meninggalkan toko, dan dia masih belum datang.
Sudah 10 menit dan dia
masih belum datang.
Kupikir kami sepakat
bahwa dia akan pergi beberapa menit setelah aku pergi, tapi apa yang terjadi?
Mungkinkah aku telah
ditipu?
Aku berpikir sejenak,
tapi tidak mungkin Sei-chan melakukan
sesuatu yang tidak penting seperti itu.
Jika itu Yuuichi, dia
mungkin akan mengirimiku RINE jika dia terlambat. Tapi Sei-chan pasti
tidak akan melakukan itu dan dia akan datang.
Jadi aku menunggu
dengan keyakinan bahwa dia tidak akan meninggalkanku. Setelah sekitar lima
belas menit, Sei-chan datang.
Sei-chan datang
ke taman dengan berlari sedikit, terlihat seperti sedang terburu-buru.
Sei-chan
melihat sekeliling dengan ekspresi tidak sabar, tapi menghela nafas lega saat
dia melihatku duduk di bangku.
Menurutku bahkan
sikapnya yang itu pun imut, dan pipiku rileks secara alami.
“Maaf aku terlambat.
Aku tahu ini alasan, tapi orang-orang yang berbicara denganku tidak
membiarkanku pergi…”
“Jangan khawatir, aku
baru saja sampai.”
“Tidak, jelas tidak
begitu. Kamu keluar sepuluh menit yang lalu.”
“Haha, kurasa itu
benar.”
“Astaga…”
Sei-chan
tertawa ringan mendengar leluconku.
Bukannya aku keberatan
sama sekali, tapi dia tampak sedikit terganggu karena dia terlambat.
Dia menarik napas dan
duduk di sebelahku.
Penampilannya
diterangi oleh cahaya bulan yang lembut saat rambut peraknya yang indah
bersinar terang.
Hanya dengan
membuatnya duduk di sebelahku, pemandangannya terlihat seperti dunia fantasi
yang indah.
Saat aku menatapnya,
dia memiringkan kepalanya dengan penasaran.
Rambut peraknya
berayun bersinar di bawah cahaya bulan, dan itu bahkan terlalu indah untuk
tidak dilihat.
“Ada apa, Hisamura?”
“Tidak, seperti biasa.
Aku hanya berpikir kalau kamu cantik Sei-chan.”
“HUH?! K-Kenapa
tiba-tiba begitu?”
Sei-chan
terlihat malu dan menyelipkan sehelai rambutnya yang menjuntai ke atas
telinganya.
Entahlah, tapi itu
sangat menakutkan karena semua yang dia lakukan membuatnya terlihat seperti
sebuah karya seni.
“Sei-chan, nih.”
Aku menyerahkan
minuman coklat yang aku beli sebelumnya.
“Hm? Apa ini?”
“Coklat.”
“Eh? Apa tak masalah?”
“Ya, mungkin ini sudah
jadi agak dingin.”
“Makasih. Tidak
apa-apa, ini salahku karena terlambat. Berapa harganya?”
“Tidak apa, kok.”
“Tapi…”
“Tidak apa-apa,
bagaimana kalau kita bersulang?”
Aku mengarahkan
minuman kalengku ke arah Sei-chan.
Aku bersulang karena
arahan Yuuichi sebelumnya tapi tidak dengan Sei-chan.
Kami bahkan tidak bisa
menyenggolkan minuman kami karena kami duduk berjauhan.
Ketika aku mengarahkan
kaleng kopi padanya, dia terkikik dan membuka kaleng coklat.
“Ahh, terima kasih.
Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini, Hisamura.”
“Kerja bagus hari ini
juga, Sei-chan.”
Aku dan Sei-chan
bersulang dan menyesapnya.
“Selamat karena telah
memenangkan turnamen basket Sei-chan”
Jika aku berbicara
dengannya tentang sesuatu hari ini, itu jelas tentang pertandingan.
“Oh, terima kasih.
Selamat atas kemenanganmu juga. Lemparan terakhir cukup kuat. Apakah lengan dan
bahumu baik-baik saja?”
“Un, aku sudah
mendinginkan bahuku dengan tepat, jadi aku baik-baik saja.”
Menurutku aku sudah
melempar lebih dari seratus lemparan, tapi kurasa aku akan baik-baik saja.
Aku melempar sangat
bertenaga dalam pertandingan tepat setelah Sei-chan menyemangatiku, tapi
di sisa waktu aku hanya melempar sekuat yang aku bisa.
“Yah, senang
mendengarnya. Kamu… cukup keren.”
“…! O-Oh, terima
kasih.”
Aku tidak mengira akan
dipuji langsung tepat di depan wajahku jadi aku tergagap.
Sei-chan bahkan tidak menatapku, dia
hanya melirikku.
Tapi bahkan di tempat
yang gelap ini, aku bisa melihat pipi Sei-chan sedikit merah.
Seolah menyembunyikan
rasa malu kami, Sei-chan dan aku menyesap minuman kami pada waktu yang
hampir bersamaan.
“Kamu juga sangat
keren, Sei-chan. Terutama pertandingan melawan Tojoin-san.”
Dibandingkan dengan
kekerenan Sei-chan, aku mungkin hanya sekeren kurcaci.
Pertandingan melawan
Tojoin-san benar-benar keren.
Baik laki-laki maupun
perempuan histeris pada Sei-chan dan Tojoin-san.
Popularitas Sei-chan di antara para gadis sangat
menakjubkan.
“Berkatmu-lah aku bisa
mengalahkan Tojoin-san.”
“Aku tidak melakukan
apa-apa, kok.”
“Kemarin dan kemarin
lusanya, kamu menemaniku latihan basket. Berkatmu, kami bisa mengalahkan
Tojoin.”
“S-Sama-sama…”
Oh tidak, aku merasa
seperti sedang digoda oleh Sei-chan.
Dia sangat keren, aku
bahkan tidak bisa melihat wajahnya secara langsung.
Akulah satu-satunya
yang malu di sini, karena Sei-chan tersenyum tanpa rasa malu,
seolah-olah dia mengucapkan terima kasih dengan cara yang sangat normal.
Jantungku berdebar
sangat kencang. Mau tak mau aku jadi berpikir bagaimana jika Sei-chan di
sebelahku bisa mendengar debaran jantungku.