Setelah beberapa menit menggeledah ruangan, kami pun menemukan kotak bento.
Namun begitu kami menemukannya, kami juga
melihat beberapa kotak bento yang besar yang biasa digunakan untuk kegiatan outdoor.
Dia mungkin tidak membutuhkan kotak bento
sebesar itu.
Dan aku tidak yakin apakah Yuuichi bisa makan
sekotak besar makanan sendirian.
“Sementara itu, ayo kita ambil beberapa kotak makan siang kecil di
sana.”
“Y-Yeah…”
Sejak beberapa waktu lalu, reaksi Sei-chan agak lambat karena dia sepertinya
mengkhawatirkan sesuatu.
Aku bertanya-tanya apa yang
mengganggunya, dan apakah aku harus menanyakannya soal hal itu.
Jika dia bilang kalau dia terganggu dengan aku yang mengusap kepalanya
sebelumnya. Aku mungkin akan mati begitu saja.
Aku penasaran… tapi aku lebih memilih tidak menanyakannya.
Aku ingin tahu segalanya tentang Sei-chan, tapi aku juga tahu kalau ada beberapa hal
yang tidak ingin dia bicarakan juga.
Hanya karena kalian pacaran bukan berarti kalian harus berbagi segalanya satu sama lain.
Dengan pemikiran begitu, aku mengambil beberapa kotak bento.
“N-Ne, Tsukasa…”
“Hmm?”
“Yah, a-aku akan mengatakan sesuatu yang
memalukan, tapi maukah kamu berjanji untuk tidak tertawa?”
Sei-chan
berkata begitu sembari wajahnya memerah
“Kurasa,
itu tergantung pada isinya, sih. Selama itu bukan sesuatu untuk ditertawakan.”
“Eh? Itu… tergantung bagaimana kamu
melihatnya.”
Entahlah, meski suasananya tidak seberat sebelumnya sih
“Yah…”
“Un, yeah ..”
“Usap
kepalaku lagi…”
“…!”
Kami berduaan di ruangan besar ini, dan Sei-chan berada dalam jarak sentuh jika aku
mengulurkan tangan padanya sedikit.
Setelah dia mengatakan itu, dia menatapku dengan
cemas karena aku tidak mengatakan apa-apa untuk menjawabnya.
Aku tidak berpikir kalau dia
sadar karena dia melihat ke atas ke arahku, tapi efeknya terlalu kuat dan
jantungku
berdetak sangat cepat.
Aku merasa seperti akan mimisan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tapi aku berhasil menahannya.
“A-Apakah
tidak bisa?”
“T-Tentu
saja tidak apa-apa.”
Untuk meyakinkan Sei-chan yang cemas, aku meletakkan tanganku di kepalanya dan mulai mengusapnya lagi
“Ahh…”
Ketika aku melihat wajahnya yang cemas menjadi cerah dan sudut mulutnya perlahan
naik. Hidungku berdarah… GAWAT!
Hidungku mulai berdarah, tapi aku berhasil menahan
semuanya.
Perlahan dan lembut, aku mengusap Sei-chan sambil menahan semuanya.
“Hmm…”
Sei-chan
membuat suara yang aku tidak tahu apakah itu karena geli atau terasa enak, dan menggesekkan kepalanya naik padaku.
Kami sangat dekat, hanya beberapa saat yang
lalu kami berada dalam jarak
selengan, tapi sekarang, kami akan dapat menyentuh satu
sama lain hanya dengan bergerak maju sedikit.
Hal itu membuat mengusapnya semakin lebih mudah, tapi itu juga membuatku semakin gugup.
Mungkin Sei-chan tidak sadar seberapa dekat kami karena dia berkonsentrasi pada sensasi kepalanya yang diusap dengan memejamkan matanya…
Sial, aku tidak percaya aku mengusap rambut indah dan
lembut Sei-chan dari jarak ini.
Sungguh siksaan, aku ingin ini berlangsung
selama sisa hidupku.
“Sei-chan,
apakah kamu suka diusap di kepala?”
Aku merasa seperti akan mendapat banyak
masalah jika aku terus mengusapnya dalam diam, jadi aku berhasil mengucapkan beberapa patah kata padanya.
Sei-chan
menanggapi dengan tersenyum sambil memejamkan
mata.
“Ahh, ya, aku pikir aku sangat menyukainya. Ini nyaman.”
“A-Aku senang mendengarnya, aku pikir ini sungguh mengejutkan
bahwa kamu suka diusap.”
“I-Itulah sebabnya aku
menyuruhmu untuk tidak tertawa.”
“Aku tidak tertawa.
Tapi kamu harus memaafkanku jika aku sedikit tersenyum karena kamu sangat
imut.”
“Y-Yah, jika itu
alasannya, kamu tidak perlu memberitahuku.”
Saat kami melakukan
percakapan ini, tanganku terus mengusap kepala Sei-chan.
Aku tidak tahu berapa
lama lagi aku bisa melakukan ini. Tidak, aku benar-benar bisa terus melakukan
ini selamanya.
“Sei-chan, kita mungkin harus segera kembali
membawa kotak bento ini, mereka mungkin sudah selesai memasak.”
“Mmm… Mungkin begitu.”
“Ya…”
“T-Tapi… Sedikit lagi
saja.”
“Siap.”
Saat aku hendak
melepaskan tanganku sejenak, Sei-chan
menjawab dengan “Sedikit lagi saja.” dan mengusapkan kepalanya ke tanganku.
Kupikir dia terlihat
seperti kucing manja meskipun aku tidak pernah memelihara kucing seumur
hidupku.
Aku tidak berharap
Sei-chan bertindak semanis ini.
Dan dia sudah sangat
dekat denganku sejak beberapa waktu yang lalu.
Kami belum pernah
sedekat ini sebelumnya.
Pertama kali aku
datang ke dunia ini, ketika aku menembaknya dengan terbawa emosi bahwa itu
semua adalah mimpi. Aku mulai membenturkan kepalaku ke dinding.
Aku terlalu malu
setelah melakukan itu, meskipun itu sedikit di luar ingatanku.
Tapi, sekarang,
setelah dia sudah menjadi pacarku, dia sangat sering memanjakanku.
Dia terlalu manis,
terlalu rumit, terlalu berharga.
“Apakah kamu tidak
kesulitan, menepuk kepalaku begitu lama?”
“Tidak, tenang saja,
aku bisa melanjutkan ini sampai setengah hari lagi.”
“Fufu, itu terlalu lama, tapi itu ide yang bagus.”
“Kuu… Sei-chan, kenapa kamu tiba-tiba punya cara
yang imut seperti ini untuk memanjakanku.”
“Uuu, J-Jangan katakan
itu keras-keras.”
Sei-chan juga merasa malu dan melihat ke
lantai.
“I-Itu karena Tsukasa
mengatakan tidak apa-apa untuk sedikit memanjakanmu.”
“Eh?”
“K-Kamu lupa? Kamu
bilang begitu padaku ketika aku memintamu menemaniku berlatih untuk turnamen.”
“Ah…”
Kalau dipikir-pikir,
kurasa aku memang mengatakan sesuatu seperti itu setelah aku menurunkan Sei-chan di rumahnya naik sepedaku.
Aku tidak mengira dia akan
mengingat peristiwa itu sampai sekarang.
“Apakah itu hanya
basa-basi?”
“Tidak, tentu saja
tidak. Aku senang dimanjakan olehmu, Sei-chan,
dan aku juga bahagia untukmu.”
“T-Terima kasih… A-Aku
juga senang.”
Sei-chan berterima kasih padaku, dan
menatapkan matanya ke atas.
Kemudian wajah Sei-chan seketika menjadi merah padam,
seolah-olah dia tidak sadar seberapa dekat dia denganku selama ini.
Sei-chan yang biasanya hanya akan melangkah
mundur dan berkata, “A-aku minta maaf,” lalu mencoba untuk tenang.
Tapi… Entah kenapa,
dia tidak menjauh.
Aku akan terus
melihatmu Sei-chan. Tanpa menahan
diri.
Matanya besar dan
sedikit tertunduk, dan dia memiliki kecantikan yang tampak menyedot tatapan
matamu ke dalamnya.
Sei-chan lebih tinggi dari kebanyakan wanita
tapi aku masih 10 sentimeter lebih tinggi darinya.
Jarak antara kami
hampir seperti tubuh kami saling menempel, dan jarak antara wajah kami hanya
beberapa puluh sentimeter.
Aku meletakkan tangan
kananku di belakang kepalanya, dan tanpa aku sadari, dia meletakkan tangan
kanannya di dadaku.
Aku bertanya-tanya
apakah suara jantungku tersalurkan ke tangan kanan Sei-chan, jantungku pasti
membuat suara yang sangat keras.
Aku bertanya-tanya
apakah Sei-chan juga gugup. Aku bisa
melihat wajahnya sangat merah dan matanya yang indah sedikit lembab.
Tapi tetap saja, pada
jarak ini, tak satu pun dari kami berpaling.
Aku tidak akan
mengatakan sepatah kata pun.
Apakah ini saatnya?
Aku tidak tahu, ini
pertama kalinya untukku.
Akal sehatku menyuruhku
untuk berhenti, tapi instingku berteriak padaku untuk melakukannya.
Aku mendekatkan
wajahku sedikit ke wajahnya.
“……!”
Melalui tangan yang
bertumpu di belakang kepala dan leher Sei, aku merasakan tubuhnya sedikit
berkedut.
Kurasa dia tahu apa
yang akan aku lakukan dan apa yang ingin aku lakukan.
Aku akan berhenti
begitu dia menunjukkan sedikit pun tanda ketidaksenangan, sebenarnya aku akan
berhenti setelah reaksinya saat ini.
Namun, Sei-chan malah menutup matanya.
Aku mendekatkan
wajahku ke wajahnya, seolah-olah Sei-chan
tumbuh sedikit lebih tinggi.
Jantungku berdetak
kencang.
Aku memejamkan mata
dan menyiapkan tangan kananku di lehernya dan menariknya sedikit lebih dekat.
“Hnng.”
Mungkin aku terlalu
kuat, namun aku mendengar suara seksi Sei-chan
keluar dari mulutnya dan…
Kemudian…