Hiruk pikuk suara ribut
memenuhi seisi ruangan kantin. Ada banyak siswa yang berlalu-lalang membawa
nampan di tangan mereka.
Saat jam istirahat makan siang,
Masachika mengunjungi kantin bersama kedua temannya. Melihat menu yang menempel
di pintu masuk, Ia dengan cermat memeriksa apa yang harus dipesan.
“Oh, ada menu hidangan mie baru.”
Masachika memperhatikan ramen
mapo yang ditempel dengan label yang menunjukkan hidangan baru di atasnya.
Kombinasi ramen dan tahu mapo
sangat cocok untuk selera Masachika karena Ia pencinta ramen dan menyukai makanan pedas juga.
“Mapo ramen? Kelihatannya
seperti makanan Cina yang ditumpuk di atas makanan Cina lainnya.”
Orang yang mengatakan itu dan tertawa
geli adalah Maruyama Takeshi. Ia adalah cowok berbadan lebih pendek dari
Masachika dan memiliki rambut cepak. Takeshi merupakan teman Masachika sejak
masih SMP.
“Takeshi, kalau boleh jujur
sih, ramen itu sedikit berbeda dari makanan Cina, oke?”
“Eh, masa?”
“Iya, lagipula nama ‘ramen’ sendiri hanya muncul di Jepang.”
Orang yang memberikan informasi
sepele itu adalah Kiyomiya Hikaru. Ia teman Masachika juga sejak SMP sama
seperti Takeshi. Ia memiliki rambut coklat muda berpigmen dan merupakan seorang
pemuda tampan tipe androgini.
Ia merupakan salah satu dari
lima cowok paling tampan di sekolah dan banyak gadis-gadis yang memasuki kantin
terus-terusan meliriknya dengan penuh
gembira.
“Apa kalian berdua sudah
memutuskannya?”
“Aye.”
“Pastinya.”
Mereka bertiga saling
mengangguk. Mereka memasuki kantin, dan meletakkan sapu tangan dan tisu saku di
kursi kosong untuk mengamankan tempat. Mereka pergi untuk mengambil makanan
mereka sendiri-sendiri.
Masing-masing memesan menu
mereka dan kembali ke tempat duduk untuk mulai makan. Tentunya yang menarik
perhatian adalah ramen mapo yang dibawa oleh Masachika.
“Whoah… Melihatnya secara
langsung, kelihatannya lebih merah dari yang aku duga.”
“Emangnya tidak pedas? Ramen yang
itu.”
“Hmm, tidak juga, kok?
Sebaliknya, pedasnya masih kurang. Rasanya masih tetap enak, sih.”
Takeshi dan Hikaru duduk
berseberangan dengan Masachika, dan ekspresi mereka terlihat kagum saat melihat
Masachika menyeruput mapo ramen. Masachika sendiri, menyantapnya dengan lahap.
“Hmm, ijinkan aku menyicipinya
sedikit.”
“Ah, aku juga mau coba.”
“Yah, boleh-boleh saja sih.”
“Terima kasih… huh, rasanya
cuma pedas doang !?”
“Uuuh, ini yang akan datang
nanti…. Uu ”
Karena penasaran, Takeshi dan
Hikaru mengulurkan sumpit dan mencoba ramen tersebut. Tapi mereka langsung
mengerutkan kening dan cepat-cepat meminum air. Melihat tingkah laku dua orang
itu, Masachika mengatakan hal absurd seolah-olah menegur mereka.
“Hei, kamu tidak bisa menyebut
itu makanan pedas jika uapnya tidak menyengat matamu, kan?”
“Standarmu itu terlalu aneh.”
“Sepakat, standarmu aneh
sekali.”
“Lagian, aku bahkan tidak bisa
menyeruput ramen yang benar-benar pedas karena itu akan melukai bibirku.”
“Itu, di mana kamu menulis ‘pedas’ dan dibcara ‘keras’,’ kan”
“Maksudku, menyakiti bibirmu adalah….”
“Tentu saja perutmu juga akan sakit,
‘kan?”
“Jangan makan sesuatu yang akan
membuat perutmu sakit, oke”
Saat Takeshi menanggapi
perkataan Masachika, area pintu masuk kantin menjadi berisik. Masachika dan
yang lainnya secara refleks menengok ke sumber keributan dan tiga gadis baru
saja memasuki area kantin.
“Oh, anggota OSIS. Ketua dan
wakil ketua… enggak ada di sana, ya. Tetap saja, sungguh menakjubkan bisa melihat
mereka bertiga berkumpul bersama, ya.”
Takeshi yang melihat sosok
mereka memuji dengan oenuh kekaguman. Dan kemudian reaksi serupa terjadi di
berbagai tempat di sekitaran kantin. Ketika mereka bertiga lewat, para cowok
menjadi bersemangat dan para gadis bahkan memandang mereka dengan tatapan kagum.
Pemandangan ini mirip seperti
kemunculan idol, tetapi kenyataannya, ketiga gadis itu jauh lebih cantik
daripada kebanyakan idol di luar sana.
“Sungguh, mereka benar-benar
punya wajah yang cantik, ‘kan. Si Kujou-san bersaudari.”
Hikaru berkata dengan tulus dan
menatap Alisa yang menonjol di antara mereka bertiga dengan rambut
keperakannya, dan gadis di depannya, yang sedikit lebih kecil dari Alisa.
Benar, gadis di depan Alisa
adalah murid kelas dua dan sekretaris OSIS. Namanya adalah Maria Mikhailovna
Kujou. Nama panggilannya adalah Masha dan kakak perempuan dari Alisa yang satu
tahun lebih tua.
Namun, kesan dan suasana yang
ditampilkan dari kakak perempuannya sangat berbeda.
Alisa mempunyai kulit putih
bening, sedangkan Maria, dia mempunyai kulit putih tipikal orang jepang.
Rambutnya yang bergelombang dan
sebahu berwarna coklat muda. Matanya yang terlihat lembut dan sedikit sayup
juga berwarna coklat muda. Wajahnya sangat berbeda dengan Alisa, Maria mempunyai
wajah kekanak-kanakan yang jauh lebih terlihat seperti orang Jepang.
Jika dilihat sekilas, sulit
untuk mengetahui mana yang merupakan kakak perempuan ketika dia didampingi oleh
Alisa yang memiliki postur tinggi, ramping dan proporsional dengan penampilan khas
orang dewasa. Namun, dari leher ke bawah dia dengan tegas menunjukkan martabat
seorang “Onee-chan”.
Untuk lebih spesifiknya,
dadanya besar. Pantatnya juga terlihat montok. Alisa juga memiliki tubuh yang
bukan seperti orang Jepang , tapi dalam hal kefeminiman, Maria berada di luar
itu.
Tubuhnya yang menggairahkan,
kombinasi dari penampilannya yang terlihat lembut dan atmosfer yang nyaman; dia
memancarkan kualitas keibuan yang sulit dipercaya bagi anak kelas 2 SMA.
Bahkan dia dipanggil Madonna
sekolah oleh beberapa siswa.
“Dia memang cantik. Aku jadi ingin
mengenalnya lebih dekat.”
“Tapi dengar-dengar sih
Kujou-senpai sudah punya pacar, lho.”
“Betul sekali! Sialan, siapa
sih cowok yang beruntung itu!”
Takeshi yang tadinya
cengengesan dengan cabul, hampir menggertakkan giginya, setelah mendengar kata-kata
Hikaru. Mendengar percakapan mereka, Masachika terlihat terkejut.
“Eh? Kamu bilang siapa?…. Bahkan
Takeshi pun tidak tahu?”
“Aku penasaran kenapa kamu
bilang ‘bahkan aku’ tapi…. Dari yang
kudengar sih pacarnya itu orang Rusia.”
“Hmmm.”
“Apa mereka LDR-an? Padahal, aku
pernah mendengar pembicaraan mengenai Kujou-senpai yang bolak-balik antara
Rusia dan Jepang.”
Seperti yang dikatakan Hikaru,
karena pekerjaan ayah mereka, Kujou bersaudari sering bolak-balik antara Jepang
dan Rusia. Dalam kasus Alisa, dia menghabiskan lima tahun pertama hidupnya di
Rusia dan pindah ke Jepang saat duduk di kelas 1 SD.
Dan kemudian saat menginjak
kelas 4 SD, dia kembali lagi ke Rusia dan baru kembali ke Jepang saat kelas 3
SMP.
“Dengan kata lain, LDR-an
selama lebih dari setahun… kurasa aku tidak punya kesempatan, ya.”
“Yah, sepertinya semua cowok
yang dengan berani menembaknya sejauh ini ditolak metah-mentah karena bilangnya
sudah punya pacar…”
“Jika memang begitu, kurasa itu
mustahil untuk Takeshi juga.”
“Tututp mulutmu! Jangan
langsung songong karena kamu dekat
dengan Putri Alya, oke !? ”
Saat Masachika tanpa henti
menyadarkannya dari kenyataan yang kejam, Takeshi berteriak dengan suara
nyaring.
“Hmm~ Meski dibilang dekat,
yang ada malah aku hanya membuatnya kesal, tahu.”
“Tetap saja, itu lebih baik daripada
diperlakukan dengan acuh tak acuh. Putri Alya pada dasarnya jarang berinteraksi
dengan orang lain. Sekalipun ada, dia cuma berinteraksi kalau ada keperluan
saja, tidak ada obrolan santai, basa-basi atau semacamnya.”
“Tentang itu, yah, karena kami sudah
duduk bersebelahan selama lebih dari setahun, jadi….”
“Bukannya cuma kamu yang satu-satunya
boleh memanggil Putri Alya dengan nama panggilannya langsung di hadapannya… ”
“Memang, sih….”
“Kuuh ~ Bikin iri saja. Aku
tidak percaya putri penyendiri itu mengizinkanmu memanggilnya dengan nama
panggilannya.”
“Jika itu yang kamu pikirkan,
kenapa kamu tidak mendekatinya dengan agresif. Maksudku, kamu ‘kan teman
sekelasnya juga.”
Saat Masachika mengatakan itu,
Takeshi tersenyum getir dan melambaikan tangannya di depan wajahnya.
“Yah, itu sih mustahil. Dia itu
gadis super sempurna, jadi rasanya sulit untuk didekati.”
“Meski begitu, jangan lagi-lagi
mengambil fotonya diam-diam, oke.”
“Biasanya, jika kamu secantik
itu pasti ingin difoto, ‘kan?”
Ketika Masachika memberikan
tatapan mencela, Takeshi sepertinya tidak tersinggung.
Benar, Takeshi adalah salah
satu dari trio idiot yang smartphone-nya disita karena diam-diam mengambil foto
Alisa. Atau lebih tepatnya, Ia adalah pelaku utamanya.
“Tetap saja~, penampilannya benar-benar
menyegarkan mata, ‘kan. Aku bisa melihat dia selamanya. Aku bisa makan lima
piring nasi putih dengan wajah itu sebagai lauknya. Jika aku mendapatkan foto
Kujou-senpai sebagai tambahannya, aku bahkan bisa habis sepuluh piring.”
“Takeshi, perkataanmu tadi
benar-benar menyeramkan.”
“Ya, seperti yang diharapkan,
itu sudah terlalu berlebihan.”
Seperti yang diharapkan, kedua
teman dekatnya terkejut dengan wajah cengengesan Takeshi saat Ia menatap ke
arah Alisa dan yang lainnya. Namun, Takeshi melihat ke arah kedua temannya
dengan ekspresi seolah-olah mengatakan kalau merekalah yang aneh.
“Apa sih, kalian juga pasti berpikir
begitu, kan? Aku belum pernah melihat gadis secantik itu di tempat lain.”
“Yah, aku mengakui kalau dia
cantik tapi… kamu terlalu fanatik. Kesampingkan penampilan Alya, dia orang yang
ramah untuk diajak bicara, tahu?”
“Aah ~ mulai lagi, deh. ‘Sisi dirinya yang cuma aku yang tahu’.
Apa kamu mau pamer? Apa kamu ingin pamer, hah? ”
“Bukan begitu maksudku.”
“Sungguh orang yang ceria, ya….
Masachika sekarang sudah menjadi orang
yang hebat ‘kan, bisa memanggil Kujou-san seperti itu.”
“Apa maksudnya itu, Hikaru? Apa
kamu mencoba memberitahuku kalau aku jadi sombong? Hmm?”
“Maksudku bukan seperti itu …
Aku benar-benar terkesan karena kamu masih bilang begitu setelah dimarah-marahi
setiap hari.”
“Aaah…”
Masachika mengangguk samar
terhadap ucapan Hikaru sambil mengalihkan pandangannya ke samping.
Alasan mengapa Masachika tetap
bisa acuh dan tidak terlalu mempedulikan seberapa banyak Alisa mengomel
padanya, bukan hanya karena apa yang dikatakan Alisa memang ada benarnya juga,
tapi ada alasan lain. Itu karena kata-kata yang Alisa ceploskan dalam bahasa
Rusia terlalu manis.
Lagipula, jika Alisa benar-benar
tidak menyukai seseorang, dia pasti akan mengabaikannya. Selama dia tidak
mengabaikanmu, mungkin Alisa menikmati interaksi itu.
Ketika Masachika berpikir
begitu, Ia tidak keberatan kalau dimarahi terus. Meski begitu, Ia tidak punya niat
untuk mengungkapkan fakta tersembunyi seperti itu kepada siapa pun.
“Untuk saat ini, bagaimana
kalau mencoba berbicara dengannya secara normal? Kamu mungkin secara tidak
terduga bisa mengobrol dengannya, tahu? ”
“Bahkan jika kamu mengatakan
itu…. Setelah melihat apa yang terjadi tahun lalu, mendingan tidak deh.”
Masachika mengangguk setuju
dengan Takeshi. Tahun lalu, ada murid baru cantik yang muncul entah dari mana
seperti komet.
Awalnya, Alisa menjadi pusat
perhatian di seluruh sekolah.
Pertama-tama, ada murid pindahan
ke Akedmi Seirei sendiri benar-benar bukan perkara biasa. Alasannya sederhana.
Itu karena tingkat kesulitan ujian bagi murid pindahan sangatlah tinggi.
Bahkan dalam keadaan normal,
Akademi Seirei merupakan salah satu sekolah yang kualitas pembelajarannya
lumayan tersulit di Jepang, dan ujian untuk murid pindahan diatur ke beberapa
tingkat lebih sulit. Levelnya sampai ke tingkat di mana bahkan di antara murid
yang sudah masuk di Akademi Seirei, hanya sekitar 10% siswa yang dapat mencapai
nilai kelulusan.
Tidak hanya lulus ujian untuk
pindahan, Alisa bahkan menyabet posisi pertama di ujian tengah semester pertamanya.
Dan ditambah pula dengan penampilannya. Mau tidak mau dia menjadi pusat
perhatian banyak orang.
Sudah ada banyak orang yang
mencoba berinteraksi dengannya. Namun, Alisa menanggapi mereka seperlunya saja.
Dan tidak mencoba untuk dekat dengan siapa pun.
Dan entah bagaimana, Alisa bisa
disebut Putri Penyendiri.
“Sudah kuduga, Jika aku ingin
mengincar salah satu dari mereka… Itu pasti Suou-san, kurasa. ”
Ucap Takeshi sambil melihat ke salah
satu gadis dalam antrean.
Dia memiliki rambut hitam
panjang yang berkilau sepanjang pinggang dan meski tubuhnya kecil, tapi cukup
proporsional, yang mana menegaskan kefeminimannya. Sekilas, dia tidak segemilang
Alisa atau Maria.
Namun, penampilannya sangat
elegan, dengan sedikit keanggunan dalam keimutannya. Bahkan dari kejauhan, kamu
bisa melihat didikan baik gadis itu bila dilihat dari posturnya yang lurus dan
tingkah lakunya yang anggun.
Dia merupakan anak kelas satu
yang menjabat sebagai Humas di OSIS. Namanya adalah Suou Yuki. Dia adalah putri
sulung dari keluarga Suou, yang berasal dari mantan keluarga bangsawan dan sudah
turun-temurun memikul peran sebagai diplomat. Dia adalah seorang Ojou-sama
sejati.
Karena keterampilan sosialnya
yang tinggi dan perilakunya yang elegan, dia disebut Putri Bangsawan sedangkan
Alisa disebut Putri Penyendiri oleh murid-murid lain. Mereka disandang sebagai
dua gadis tercantik di antara anak-anak kelas 1.
“Yah, itu tidak merubah fakta
kalau dia masih sulit dijangkau tapi, berbicara tentang kesulitan, kemungkinan
besar kamu akan memiliki kesempatan bersamanya daripada dengan putri Alya.”
Saat Takeshi mengangguk pada
dirinya sendiri, Hikaru memiringkan kepalanya dengan tatapan ragu.
“Aku penasaran .. memangnya kamu
punya kesempatan? Aku dengar dia, Suou-san, sudah menolak lebih banyak cowok
daripada Kujou-san, tahu? ”
“Uggh… Kurasa kamu benar. Aku
ingin tahu apa dia tidak tertarik pada cinta? Atau mungkin, dia sudah memiliki
tunangan sama seperti Ojou-sama lainnya? Masachika, bagaimana menurutmu?”
“Kenapa kamu malah bertanya
padaku?”
“Aku lebih suka bertanya kepadamu
ketimbang dengan yang lain. Bagaimanapun juga, dia adalah Teman.Masa.Kecilmu,
‘kan? ”
Masachika menghela nafas pada Takeshi
yang menekankan setiap suku kata dengan tatapan iri.
“Sejauh yang aku tahu, dia
masih belum punya tunangan. Aku tidak tahu apa dia tertarik untuk menjalin
hubungan.”
“Kalau begitu tanyakan padanya
apa dia tertarik atau tidak.”
“Tidak mau, tanyakan saja
sendiri padanya.”
“Kenapa tidak! Ayolah. Kita ini
berteman, ‘kan? ”
“Teman sejati tidak akan
menggunakan persahabatan mereka sebagai perisai untuk menuntut permintaan.”
“Ah, aku setuju dengan perkataan
Masachika.”
“Guhaa!
Saat Takeshi tersungkur karena
ucapan kejam yang datang dari depan dan samping, Masachika melihat ke arah area
pemesanan karena suatu alasan.
Kemudian, ketiga anggota OSIS itu
mulai mencari tempat duduk dengan membawa makanan di tangan mereka. Rupanya
tidak ada tempat bagi ketiganya untuk duduk.
Tapi kemudian, di sudut
kafetaria sebuah tangan terangkat. Maria mendiskusikan sesuatu dengan dua orang
lainnya, lalu berjalan ke arah itu.
Mungkin, dia diundang oleh temannya
yang dari kelas 2.
Dan kemudian, dua orang yang
tersisa melihat sekeliling… Dan tatapan mata Yuki bertemu dengan mata Masachika
dengan sempurna.
Dia langsung mengenali wajah
Masachika dan dengan cepat meluncur ke samping. Di sana, di ujung meja tersedia
kursi persis untuk dua orang.
(Ah,
jangan datang ke sini)
Begitu Masachika punya firasat
buruk, benar saja, Yuki mengajak Alisa dan berjalan lurus ke arah Masachika.
Tak lama kemudian, Takeshi menyadari hal itu juga, dan buru-buru menegakkan
postur tubuhnya.
“Masachika-kun, apa kami boleh ikut
duduk di sini?” Tanya Yuuki.
Saat Yuki mengatakan itu, Alisa
yang mengikuti di belakangnya, mengerutkan keningnya. Namun, termasuk
Masachika, ketiga orang itu memusatkan perhatian mereka pada Yuki sehingga
tidak ada yang memperhatikan perubahan ekspresinya.
“Yeah, kurasa boleh-boleh saja.
Kalian juga tidak keberatan, ‘kan?”
“Ah, O-ooh.” Balas Takeshi
dengan gugup.
“Ya, tentu saja.” Hikaru
menjawab dengan santai.
“Terima kasih banyak.”
Dia berterima kasih kepada
ketiga orang itu dengan senyum indah menghiasi wajahnya. Yuki lalu berjalan
mengitari meja dan duduk di samping Masachika. Sesaat kemudian, di samping
Takeshi, Alisa pun duduk secara diagonal tepat di depan Masachika.
“Aah, seperti yang kuduga,
Masachika-kun juga memesan menu yang sama, ya?”
Persis seperti yang dia katakan,
di nampan Yuki ada semangkuk ramen mapo sama seperti Masachika.
Gadis elegan seperti Yuuki dan
makanan murahan tapi terlihat lezat benar-benar tidak serasi..
“Bahkan Suou-san…. Kamu
menyukai makanan seperti itu?”
Yuki mengeluarkan ikat rambut
dari sakunya dan mengikat rambutnya ke belakang telinganya sambil tersenyum
pahit pada Takeshi yang mengatakan itu dengan agak gugup.
“Kamu tidak perlu berbicara
terlalu formal, kok? Bukan berarti kita tidak mengenal satu sama lain, lagipula
kita sama-sama kelas 1.”
“Tidak, yah baiklah…. Iya”
“Lagipula, aku juga suka makan
ramen, tahu? Aku tidak memakan ramen di rumah, tapi aku sering keluar untuk
memakan ramen di hari libur.”
“He-hee ~ itu mengejutkan
sekali.”
Yuki, yang diperlakukan seperti
gadis anggun, membuat komentar seperti rakyat jelata. Takeshi dan Hikaru
terlihat sangat terkejut. Senyuman kecil Yuki semakin melebar ketika melihat reaksi
keduanya saat dia dengan sopan berkata, “Ayo makan”, dan dengan elegan
menyeruput ramennya. Di sampingnya, Masachika melakukan kontak mata dengan
Takeshi.
『Kamu
terlalu gugup』
『Berisik,
jangan samakan aku denganmu』
『Kamu
ingin mengenalnya lebih dekat, ‘kan? Kenapa kamu sudah gugup begitu, padahal
cuma mengoborol biasa begini 』
『Maaf,
Seperti yang diharapkan dia di luar jangkauanku』
『Kamu
menyerah terlalu cepat!』
Saat Masachika dan Takeshi
sedang bercakap-cakap melalui kontak mata mereka, Yuki menarik napas
dalam-dalam setelah kurang lebih mencicipi ramennya.
“Rasanya lumayan enak, ya. Aku
pikir rasanya bisa jadi sedikit lebih pedas.”
“Benar. Aku jadi ingin menambahkan
lebih banyak minyak cabai.”
“Meski di sini sudah ada garam
dan kecap, tapi tidak ada minyak cabai, ya. Mungkin kita bisa
mempertimbangkannya untuk agenda OSIS berikutnya ”
“Hei, kamu mencampur aduk
urusan publik dan pribadi.”
Yuki tertawa mendengar ocehan
Masachika sambil berkata, “Aku hanya bercanda”.
Mendengar percakapan akrab
kedua orang itu, Alisa, yang sedang makan makanannya mengerutkan keningnya.
Sama seperti sebelumnya, Masachika dan yang lainnya tidak menyadarinya.
Sementara area di antara
alisnya semakin mengerut, Alisa memejamkan mata dan mengoreksi ekspresinya, dan
bertanya dengan nada santai.
“Aku penasaran apa kalian
berdua memang sedekat itu?”
Mendengar pertanyaan Alisa,
Yuki menghadap ke depan dan menjawab sambil tersenyum ramah.
“Yah, karena kami adalah teman
masa kecil.”
“Teman masa kecil…”
“Ya, kami sudah satu sekolah
sejak TK, Sayangnya, kami belum pernah berada di kelas yang sama.”
“Be-Begitu ya”
Alisa mengangguk setengah hati,
seolah dia merasa yakin dan tidak yakin pada saat bersamaan. Kali ini,
Masachika yang mengajukan pertanyaan.
“Apa kalian berdua seakrab itu?”
Orang yang menjawab pertanyaan
itu adalah Yuki. Alisa yang bingung harus menjawab apa, Yuki menoleh ke arah
Alisa dengan senyum lembut sambil memiringkan kepalanya.
“Kupikir kami sedang mencoba
untuk akrab? Setidaknya, aku ingin berteman dengan Alisa-san.”
Mendengar jawaban blak-blakan
Yuki, mata Alisa terbuka lebar dan matanya berkeliaran seolah-olah berada dalam
sedikit masalah.
“…. Kurasa tidak ada serunya
berteman denganku.”
Yuki berkedip beberapa kali,
lalu tersenyum lagi pada penolakan aneh yang dikatakan Alisa sambil membuang
muka.
“Dengan kata lain, Alisa-san tidak
keberatan untuk berteman denganku, ‘kan?”
“Eh…. Aku rasa begitu?”
“Kalau begitu, ayo kita
berteman! Kita sama-sama anggota OSIS dan anak kelas satu. Aah, benar! Jika kamu
tidak keberatan, boleh aku memanggilmu Alya-san? Aku dengar Masha-senpai dan
Masachika-kun memanggilmu seperti itu, dan kupikir itu cara yang bagus untuk
memanggilmu”
“Ya-ya…. Kupikir, tidak
apa-apa.”
“Fufuu, aku senang. Sekali
lagi, aku berharap bisa berteman denganmu, oke? Alya-san. Dan tolong panggil
aku dengan namaku, Yuki ”
“Iya…. sama-sama, Yuki-san ”
Alisa tersentak kaget pada ucapan
agresif Yuki, yang tersenyum senang sambil menggenggam kedua tangannya.
“Mau memperdalam persahabatanmu
sih boleh-boleh saja, tapi, jika kamu tidak segera makan, ramennya akan lembek,
tahu.”
“Aaah! Betul sekali!”
Setelah diperingati Masachika,
Yuki buru-buru melanjutkan makannya. Alisa melihat itu dengan ekspresi agak
tercengang, tapi saat menyadari kalau Masachika sedang menatapnya, dia terlihat
agak canggung dan cemberut.
“Bagaimanapun juga, Kuze-kun,
apa yang biasanya kamu katakan tentangku kepada…. Yuki-san? ”
“Eeh ~? Yah, tidak ada yang
khusus sih… Seperti, kamu selalu memarahinya atau mengomelinya, sesuatu semacam
itu.”
“Jangan seenaknya membicarakan
orang lain seolah-olah aku punya sifat sumbu pendek. Itu semua karena salahmu
sendiri, ‘kan?”
Alisa mengangkat ujung alisnya
sambil terus terang mencemoohnya. Masachika menggaruk-garuk belakang kepalanya
dan berkata, “Hehee, kamu benar sekali”. Yuki yang melihatnya tersenyum
kemudian tertawa terbahak-bahak.
“Kamu tidak perlu malu-malu
begitu, Masachika-kun.”
“Hah?”
“Alya-san. Masachika-kun selalu
mengatakan kalau Ia sangat menghormatimu karena kerja kerasmu yang luar biasa,
tahu? ”
“Eh….?”
“Hah, aku tidak pernah bilang kalau
aku menghormatinya, ‘kan?”
“Tapi Masachika-kun, bukannya
kamu pernah bilang kalau kamu menaruh rasa hormat kepada orang yang sudah
bekerja keras?”
“… ..”
Masachika mengalihkan pandangannya
dengan canggung ketika Yuki mengatakan itu seolah-olah dia melihat semuanya.
Dan kemudian, melalui kontak mata, Ia mengirim kode, “Oi, bilang sesuatu, kek”, kepada Takeshi yang duduk di depannya
dan Hikaru di sebelah Takeshi. Kemudian keduanya saling bertukar pandang,
mengangguk ringan, dan berdiri dengan membawa nampan mereka.
“Baiklah, kita sudah selesai
makan, jadi….”
“Kami akan kembali sekarang”
Melihat pengkhianatan keduanya,
Masachika memprotes melalui kontak mata.
『Oiiiiii!』
『Yah,
entah kenapa rasanya terlalu menyilaukan, itu terlalu berlebihan untukku』
『Aku,
agak payah kalau berhubungan dengan gadis』
Protes Masachika sia-sia, dan
keduanya dengan cepat memutuskan kontak mata mereka dan meninggalkan area
kantin dengan tergesa-gesa. Saat Masachika melihat mereka pergi dengan
pandangan mencela, bahasa Rusia Alisa terdengar di telinganya.
【Apa-apaan
itu, ya ampun】
Saat Masachika menoleh, ekspresi
Alisa terlihat cemberut. Meski begitu, terdapat ekspresi senang dan tak
terlukiskan di wajahnya. Dia melirik Masachika yang sedang menatapnya, lalu
cepat-cepat mengalihkan pkamungannya ke tangannya dan terus memakan porsi makan
siangnya.
Masachika, yang sudah menaruh
setiap tetes sup ramennya ke dalam perutnya, entah kenapa melihat sosoknya.
Kemudian Alisa melirik Masachika lagi dengan mata menengadah dan bergumam dalam
bahasa Rusia.
【Jangan
lihat ke sini, idiot】
Dan saat Alisa semakin
menunduk, tenggelam dalam makanannya, Masachika merasa hangat.
(Begitu
rupanya, jadi kamu merasa malu saat tahu kalau aku menghormatimu, bukan.
Uh-huh. Begitu ya)
Namun, Masachika tidak berhenti
menatap Alisa. Ini tidak seperti alasan Ia tidak mengerti bahasa Rusia atau
karena tidak peka, tapi di sini Masachika sengaja mengatakan kalimat khas
protagonist harem yang brengsek, “Eh?
Kamu bilang apa tadi?”
Yuki, yang tidak mengerti apa
yang sedang terjadi, sepertinya merasakan sesuatu yang aneh di antara mereka, “Ngomong-ngomong”,dia
lalu mengungkit topik ke Masachika.
“Masachika-kun, maukah kamu
mempertimbangkan pembicaraan tentang bergabung dengan OSIS?”
Menanggapi perkataan Yuki,
Masachika mengatakan, “Lagi-lagi masalah itu, ya”, sambil memasang ekspresi
muak dan sumpit Alisa berhenti bergerak.
“Sudah berapa kali aku
memberitahumu? Aku tidak punya niat untuk bergabung. Selain itu, bukannya kamu
sendiri yang bilang kalau kamu sudah mendapat anggota baru beberapa hari yang
lalu?”
“Iya, sih. tapi…. Seperti yang
diharapkan, mereka tidak bertahan lama.”
Jajaran anggota OSIS baru sudah
dibentuk pada awal Juni. Sekitar sebulan yang lalu.
Di sekolah ini, posisi OSIS
agak istimewa di mana ketua dan wakil ketua OSIS mencalonkan diri berpasangan,
dan anggota lainnya ditunjuk oleh ketua dan wakil ketuanya.
Oleh karena itu, jumlah anggota
OSIS berubah dari tahun ke tahun, tapi yang sekarang beranggotakan presiden dan
wakil presiden. Selain itu ada sekretaris, Maria; bendahara, Alisa; dan bagian
Humas, Yuki. Totalnya ada lima orang, dan saat ini tidak ada seorang pun yang
bertanggung jawab atas urusan umum.
“Bukannya kamu pernah bilang
kalau anggota cowok cuma terobsesi dengan urusan cinta dan mereka takkan
mengerjakan tugas dengan benar, jadi sekarang kalian merekrut anggota yang
cewek? Kamu bilang sudah ada tiga orang yang bergabung, jangan bilang kalau
mereka semua berhenti? ”
“Iya, mereka semua berhenti…. Kemampuan kami masih kurang, begitu kata
mereka…. ”
“Aah….”
Mendengar hal itu, entah
bagaimana Masachika bisa menebak situasinya.
Pertama-tama, gadis-gadis yang
ada di OSIS saat ini terlalu luar biasa dalam banyak hal. Wakil ketua dan si sekretaris
Maria adalah dua wanita tercantik di kelas 2. Alisa dan Yuki merupakan dua gadis
tercantik di kelas 1.
Oleh karena itu, meski mereka
dari jenis kelamin sama, mereka juga akan merasa minder. Tapi Alisa, yang juga
anak kelas satu, merupakan gadis paling berbakat di angkatannya. Dan
sejujurnya, Yuki adalah mantan ketua OSIS saat SMP dulu.
Jika kamu terus-menerus diperlihatkan
perbedaan penampilan dan kemampuan yang sebenarnya, hati seorang gadis biasa
takkan bertahan lama.
Sedangkan di sisi lain, yang
namanya cowok tetaplah cowok. Kebanyakan dari mereka punya niat tersembunyi
untuk mendekati gadis cantik. Mereka yang dapat melakukan pekerjaan dengan baik
akan patah hati dengan keterampilan praktis yang tinggi dari gadis-gadis yang
ada di OSIS.
“Dalam aspek itu, Masachika-kun
seharusnya tidak punya masalah dalam hal kemampuan, dan kamu bisa akrab
denganku dan Alya-san, itulah yang aku pikirkan. Bagaimanapun juga, kamu adalah
mantan wakil ketua OSIS.”
“Eeh?…”
Mata Alisa membelalak mendengar
pernyataan Yuki. Melihat ekspresi terkejut Alisa, wajah Masachika meringis
tidak senang.
“Kamu dulu di OSIS, Kuze-kun?”
“Iya, kamu baru tahu? Dua tahun
lalu, aku jadi ketua OSIS dan Masachika-kun jadi wakil ketua OSIS saat SMP
dulu.”
“Begitu ya…”
“Kejadiannya sudah lama sekali.
Aku tidak ingin melakukannya lagi.”
Yuki tersenyum kecut melihat
Masachika yang melambaikan tangannya dengan wajah enggan.
Dan kemudian dia memiringkan
kepalanya ke arah Alisa, yang sedang menatap Masachika dengan ekspresi penuh
keterkejutan.
“Alisa-san mungkin menganggap
hal ini mengejutkan, tapi, meski Masachika-kun terlihat begini, Ia adalah tipe
cowok yang melakukan sesuatu ketika Ia harus melakukannya, tahu? Yah Ia
biasanya memang terlihat seperti ini, sih.”
“Apa maksudmu, ‘terlihat seperti ini’? Hei, apa
maksudmu tadi? ”
“Fufuu, siapa yang tahu?
Perasaan macam apa itu, aku penasaran?”
Mendengar penjelasan Yuki,
Alisa menunjukkan ekspresi cemberut. Dan dia tampak tidak puas melihat mereka
bercanda gurau dengan alami.
【Aku juga
mengetahuinya, kok】
Kata-kata Rusia yang dia
gumamkan tidak terdengar oleh mereka berdua yang sedang berdebat.
◇◇◇◇
“Baiklah, aku akan pergi ke
ruang OSIS sebentar.”
“Iya, kalau begitu aku akan
bertemu denganmu lagi sepulang sekolah.”
“Ya, sampai jumpa lagi.”
“Sampai jumpa.”
“Tolong pikirkan baik-baik untuk
bergabung dengan OSIS, oke? ”
“Sudah kubilang kalau aku tidak
mau.”
“Fufu~”
“Hei, apa-apaan dengan eksrpesi
yang menyiratkan ‘Aku tahu, aku tahu’
itu”
“Tidak sama sekali, kalau
begitu, permisi.”
Beberapa saat setelah
meninggalkan kantin, mereka berpisah dengan Yuki. Dia membungkuk dengan indah
dan pergi menuju ke ruang OSIS.
Di sana, suara dingin Alisa terdengar
di telinga Masachika. 20% lebih dingin dari biasanya.
“Kalian berdua sangat dekat, ya.”
“Apa itu mengejutkan?”
“Ya, ini mengejutkan. Tak
disangka kalau kamu punya teman cewek.”
Masachika mengangkat alisnya ke
arah Alisa mengatakan itu dengan nada kasar.
“Eh? Kamu terkejut dengan itu?”
“Apanya?”
“Yah, maksudku….”
Kemudian Masachika menunjuk ke
wajah Alisa dengan ekspresi yang seolah-olah berkata, “kamu ini bicara apa sih?”
“Teman cewek.”
“….”
Alisa berkedip perlahan dengan
wajah lurus dan sedikit memiringkan kepalanya saat ditunjuk begitu oleh
Masachika
“Apa kita…. Teman? ”
“Eh? Apa aku salah?”
“….”
Saat ditanyai pertanyaan ini
dengan tatapan kaget, Alisa terdiam sesaat dan tiba-tiba membalikkan badannya.
Sambil memunggungi Masachika, dia menjawab dengan suara datar, seolah-olah dia
sedang menahan sesuatu.
“Itu benar, kita berteman.”
Setelah mengatakan itu, dia
mulai berjalan ke arah yang sama dengan Yuki.
“Hee ~ y, kamu mau kemana ~?”
“Aku baru ingat ada urusan yang
harus kulakukan di ruang OSIS. … .Jangan ikuti aku.”
Tanpa menoleh ke belakang,
Alisa dengan jelas menunjukkan penolakannya. Dan dia pergi menyelonong begitu
saja.
“Apa-apaan itu… Oh baiklah.
Benar, aku harus memprotes ke orang-orang yang kabur tadi.”
Masachika yang ditinggal
sendirian, menggumamkan sesuatu yang tidak menyenangkan pada dirinya sendiri
dan kembali ke kelasnya sendirian.
Pada hari yang sama di sore
harinya. Ada desas-desus di antara segelintir murid bahwa Putri Alya sedang
berjalan di koridor sambil bersenandung, tapi entah mengapa, gosip tersebut
tidak pernah sampai ke telinga Masachika.