“Sudah kubilang, aku cuma kebetulan saja bertemu Yuki dan Ayano di sana, tau?”
“Hmmph”
“Astaga, kamu masih tidak mempercayainya …”
“Tidak juga kok? Kamu tidak perlu menutup-nutupinya segala. Bukannya bagus jika sesama teman masa kecil bisa saling rukun begitu?”
Alisa tidak berusaha menyembunyikan nada berdurinya, meskipun dia bilang kalau dia tidak mempermasalahkannya. Teman-teman sekelasnya, yang tadi pagi mengobrol santai dengannya, sekarang berpura-pura mengabaikannya karena suasana hatinya sedang buruk.
(Yah, wajar saja dia ngambek, tidak lucu juga saat melihat partnernya diam-diam bertemu kandidat lawan di ruang kelas yang kosong… terlebih lagi, Yuki adalah teman Alya dari jenis kelamin yang sama)
Masachika berasumsi bahwa itulah penyebab dari suasana hati buruk Alisa. Ya, kecemburuan Alisa ini bukanlah perasaan romantis. Dia ngambek bukan karena cowok yang dekat dengannya bertemu gadis lain. Yang pasti bukan itu alasannya.
(Hah … kalau begini terus, dia akan dikucilkan lagi di kelas …)
Menghela nafas dalam hati, Masachika memutuskan untuk tidak membahas lebih jauh topik ini, dan mencoba beralih ke topik lain.
“Ah, yah, kesampingkan masalah itu. Alya, maukah kamu belajar bersama untuk ujian sepulang sekolah hari ini?”
Mata Alisa melebar dengan jelas usai mendengar ucapan Masachika.
Belajar untuk ujian. Dia menanggapi dengan ekspresi yang sangat skeptis, seolah-olah tidak mempercayai bahwa kata seperti itu keluar dari mulut Masachika.
“… Lelucon macam apa itu?”
“Perkataanmu cukup nyelekit oi”
Masachika tersenyum masam pada jawaban Alisa yang terlalu jujur, dan mengangkat bahunya seraya berkata, “Yah, wajar saja reaksinya begitu.”
“… Yah, aku juga sedikit merenungkan tentang apa yang dikatakan Taniyama.”
Mendengar kata-kata ini, Alisa juga mengingat apa yang terjadi minggu lalu dan terdiam.
Acara perdebatan yang digelar Jumat lalu.
Setelah itu, Alisa dan Masachika mengetahui tentang perasaan Sayaka, dan memperbarui tekad mereka untuk memperebutkan kursi Ketua OSIS.
(Begitu … Kuze-kun juga, akhirnya mulai menjadi serius, ya)
Walaupun Alisa merasa senang bahwa partner-nya mulai termotivasi, dia memiliki perasaan campur aduk tentang fakta bahwa bukan dia yang jadi pemicunya. Namun, dia tidak mengungkapkan isi hatinya dan membalas “Yah, aku tidak keberatan”
“Ah~ … tapi, jika kamu tidak bisa berkonsentrasi kecuali kamu sendirian, kamu tidak perlu memaksakan dirimu sendiri, oke?”
Masachika dengan enggan mengatakan apa yang Ia pikirkan tentang reaksi naif Alisa. Sebagai tanggapan, Alisa mengangkat alisnya dengan kesal.
“Siapa bilang kalau aku tidak mau. Tentu saja aku akan menemanimu … karena, aku ‘kan partner-mu.”
“Ohh…yah, baiklah. Bagaimana kalau tempatnya di ruang OSIS saja?”
“Ya, aku tidak keberatan”
Mengangguk setuju atas saran Masachika, Alisa lalu memilin-milin rambutnya.
(Fufufu, yah kurasa sudah menjadi tugasku untuk membantu Kuze-kun belajar. Astaga, dasar partner yang merepotkan.)
Melihat Alisa yang memasang senyum puas di wajahnya, Masachika justru …
(Apakah suasana hatinya sedikit membaik …?)
… diam-diam membelai dadanya dalam hati dan merasa lega.
◇ ◇ ◇ ◇
Sepulang sekolah, Masachika mendatangi ruang OSIS bersama Alisa. Pada waktu mendekati ujian begini, ada banyak murid di ruang kelas dan perpustakaan untuk belajar, tapi di ruangan ini, hanya anggota OSIS saja yang datang, jadi mereka bisa belajar tanpa adanya gangguan. Itulah sebabnya Masachika memilih tempat ini.
“Baiklah kalau begitu, hah … ?”
Segera setelah duduk di kursinya yang biasa, Alisa juga secara alami duduk di kursi sebelahnya, dan Masachika tertegun.
(… Tidak, bukankah orang biasanya duduk saling berhadap-hadapan dalam situasi seperti ini?)
Apalagi, jarak di antara mereka begitu dekat. Jaraknya terlihat begitu dekat sampai-sampai bila ada orang lain yang melihatnya, mereka akan mengomentari ‘kenapa tidak pakai meja yang lebih lebar’.
“……Apa?”
“……Tidak, bukan apa-apa”
Namun, Masachika sendiri tidak berani untuk mengatakan apapun tentang hal itu. Masachika lalu memalingkan wajahnya ke depan untuk menghindari tatapan Alisa.
(Ya-Yah, itu tidak masalah selama tidak ada yang melihat kami. Ketua dan Sarashina-senpai, sebagai sepasang kekasih, mungkin akan belajar bersama di tempat dimana tidak ada orang lain yang akan datang, dan bahkan jika Masha-san datang, dia mungkin akan mengabaikanya, dan satu-satunya orang yang bakal mengomentari situasi ini, Yuki, mungkin sudah pulang ke rumah dan belajar bersama Ayano, jadi mana mungin dia datang ke sini—— )
“Ara? Aku sungguh minta maaf. Aku bahkan tidak mengetuk pintu … Ternyata di dalam sudah ada kalian berdua.”
(Imouto yoooooooo————!!)
Masachika berteriak dalam hati saat Ia sudah merasa lega tapi justru kacau kembali.
Saat menoleh, Ia bisa melihat Yuki dan Ayano yang berdiri di ambang pintu. Sekilas, Yuki terlihat memasang ekspresi meminta maaf, tapi Masachika bisa melihat dengan jelas bahwa dibalik ekspresinya itu terdapat senyum jahat.
『Kamu pikir kamu bisa berduaan? Aku takkan membiarkannya!! 』
『Kamu … buat apa kamu datang kemari? 』
『Itu sih tentu saja … 』
『Tentu saja? 』
『Untuk mencegah sesi belajar pelajaran reproduksi yang akan terjadi di ruang OSIS ini! 』
『Reproduksi dengkulmu! 』
Yuki memiringkan kepalanya sambil mempertahankan sikap anggunnya, meski tatapan matanya begitu intens.
“Apa kalian berdua sedang belajar untuk ujian? Jika tidak keberatan, apa kami boleh bergabung dengan kalian?”
Terlepas dari niat Yuki, Masachika tidak punya alasan untuk menolaknya jika dia mengatakannya dalam mode ala Ojou-sama. Masachika hanya bisa memelototinya, dan dengan enggan menyetujui——
【Enggak mau】
(Ugufuohh!)
Masachika berusaha mati-matian untuk tidak bereaksi terhadap suara merajuk dalam bahasa Rusia yang terdengar dari belakangnya.
“… Alya? Yuki bilang begitu, tapi kamu sendiri bagaimana?”
Meski di dalam batinnya hampir roboh, tapi Masachika berhasil mengendalikan ekspresinya dan berbalik untuk melihat sosok yang ada di sampingnya. Alisa pun menanggapi dengan ekspresi pura-pura tidak keberatan sambil mengangkat bahunya.
“Kurasa tidak masalah. Tidak ada alasan untuk menolaknya juga.”
“……Begitu ya”
Mengesampingkan bahasa Rusianya, Masachika sudah mendapatkan persetujuan Alisa dalam bahasa Jepang, jadi Ia menoleh ke arah Yuki lagi, tapi ──
【Aku maunya berduaan】
(Fugu!)
Gumaman manis bahasa Rusia yang terdengar membuat Masachika tidak sanggup lagi berdiri. Ia mirip seperti anak rusa yang baru lahir.
(Dasar, dasar tsundere! Jangan bilang sesuatu yang imut begitu! Jangan bilang sesuatu yang imut begitu!! Jantungku hampir copot tauuuuuu!!)
Di dalam batinnya, Masachika meringis kesakitan sambil membenturkan dahinya ke tanah dalam keadaan merangkak. Ia ingin berbalik untuk memelototi orang yang di sampingnya, tapi Masachika tidak berani karena Ia tidak yakin kalau pipinya tidak berkedut.
Mau tak mau Ia hanya bisa menatap Yuki sambil mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengendalikan otot-otot wajahnya.
(Sialan, gimana nih? Tapi aku juga tidak bisa menolak permintaannya … Jika aku menolaknya, rasanya seolah-olah aku ingin berduaan dengan Alya! Dan kamunya juga, Yuki! Kenapa kamu tidak mengatakan, “Kalau begitu, karena aku sudah mendapat persetujuan dari Alya-san …” dan cepat-cepat duduk! Apa kamu saking ingin mendengarnya persetujuan dari mulutku!!)
Masachika memelototi adik perempuannya yang meski peka terhadap suasana, tapi masih berani mengabaikannya. Namun, Yuki hanya memiringkan kepalanya seraya memasang senyum palsu, seolah-olah tidak memahami tatapan Masachika. Ayano masih menjadi udara.
(Fiuuh, santai. Aku harus tenang. Pertama-tama, tentang Alya … seberapa serius dia tidak ingin Yuki dan Ayano untuk ikut berpartisipasi. Sejujurnya, aku juga cukup kesal kalau harus menerima permintaannya … benar juga, jika aku menolak dengan nada bercanda seperti “Aku tidak mau betingkah sok akrab dengan musuh”———)
“Oh iya, aku baru saja meminjam lembar soal ujian pada tahun-tahun sebelumnya dari Ketua dan Sarashina-senpai. Kalau kalian mau———”
“Kalian berdua, selamat datang”
Masachika dengan mudah menyetujui saat disuguhkan lembar contekan ujian. Ucapan 【Baka】 Alisa dalam bahasa Rusia langsung menusuk punggungnya.
◇◇◇◇
Sepuluh menit kemudian, kelompok belajar yang sekarang berjumlah empat orang itu berjalan dengan lancar, terlepas dari perasaan batin mereka.
Alisa diam-diam memecahkan kumpulan soal fisika. Yuki yang duduk di depannya, menjawab beberapa soal tentang sejarah dunia. Di samping Yuki, Ayano sedang memecahkan soal matematika. Saat masing-masing mereka bertiga menggerakkan pulpennya, Masachika sendiri justru …
“…”
Diam-diam membaca lembar jawaban dari soal matematika tanpa mengeluarkan alat tulisnya di atas meja.
“… Nee, Kuze-kun”
“Hmm?”
“Dari tadi kamu terus membaca lembar jawaban, tapi … apa kamu benar-benar sedang belajar untuk ujian?”
Jika kamu melihat penjelasan jawaban dari soal ujian sebelum kamu bisa menyelesaikannya sendiri, kamu hanya akan merasa seperti kamu sudah memahaminya, tapi sebenarnya kamu justru tidak memahami apa-apa … atau itulah opini umum kebanyakan orang dan Alisa setuju dengan itu.
Itu sebabnya Alisa memandang skeptis Masachika, yang sepertinya tidak berusaha untuk menyelesaikan soal sama sekali, tapi … Masachika tidak terlalu terganggu dengan itu dan mengangkat bahunya.
“Buat apa membuang-buang waktu memikirkan soal yang tidak kamu pahami? Ketimbang buang-buang waktu begitu, jauh lebih cepat untuk mengetahui cara memecahkan soalnya.”
“Ya ampun … bukan begitu juga caranya, ‘kan? Bukan berarti kamu mendapatkan soal yang sama persis dalam ujian, dan jika kamu tidak terbiasa menyelesaikannya sendiri, kamu akan kehabisan waktu di ujian yang sebenarnya, kan?”
Alisa menegur Masachika dengan teori yang masuk akal, tapi Yuki menyela dengan senyum yang sedikit bermasalah di wajahnya.
“Fufu, kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu, kok? Alya-san. Masachika-kun selalu terlihat seperti ini. Iya ‘kan, Ayano?”
“Benar sekali. Metode belajar Masachika-sama selalu seperti ini.”
Alisa berbalik dengan alis yang sedikit terangkat saat mendengar perkataan dari dua teman masa kecil Masachika yang duduk di seberangnya.
“……selalu seperti ini?”
“Ya. Ia selalu cuma membaca buku pelajaran dan lembar jawabannya. Meski begitu, hebatnya Ia masih mendapat nilai yang bagus”
Yuki tersenyum pahit bercampur sedikit cemas. Namun, Alisa tampaknya masih tidak percaya dan mengeluarkan soal ujian matematika empat tahun lalu dari tumpukan soal yang ada di tepi mejanya (yang terakumulasi oleh OSIS selama beberapa generasi), lalu menyodorkannya di hadapan Masachika.
“Kalau begitu, coba selesaikan soal bagian ke-6 ini. Untuk batas waktunya … yah, sekitar 20 menit. Jika kamu berhasil menjawab dengan benar, aku takkan mengomel lagi.”
Ujian matematika terdiri dari bagian 1 hingga 6 soal utama, dan batas waktunya adalah 120 menit. Melalui perhitungan sederhana, setiap soal harus dikerjakan dalam kurun waktu 20 menit, meski soal bagian ke-1 dan ke-2 merupakan soal pertanyaan yang relatif mendasar, tapi itu sangat berbeda dengan soal bagian ke-5 dan ke-6 yang biasanya muncul dengan soal pertanyaan terapan dan tidak ada dalam buku soal. Memecahkan soal bagian ke-6 dalam 20 menit sudah menjadi rintangan yang sangat sulit.
Benar saja, Masachika menerima kertas soal ujian dengan enggan sambil memasang ekspresi “Ehh~” seakan-akan itu hal yang merepotkan.
“Hmm … yah, kalau ini …”
“Apa kamu sudah siap? Kalau begitu, mulai.”
“Tunggu dulu, peralatan tulisku—”
Masachika buru-buru mengeluarkan peralatan tulis serta buku tulisnya, dan mulai menjawab soal.
Tepat 20 menit kemudian, Masachika meletakkan pulpennya usai mendengar kata “waktu habis” dan menyerahkan buku tulisnya ke Alisa.
Alisa mengerutkan keningnya sejenak saat melihat rumus yang ditulis lebih jelas dari yang dia harapkan, kemudian dia berkata “Yah, tapi yang terpenting apakah jawabannya benar atau tidak” dan mulai berkonsentrasi untuk membandingkannya dengan lembar jawaban … tapi, ekspresi wajahnya berangsur-angsur menjadi suram.
Begitu melihat perubahan ekspresinya, Masachika mulai menyeringai puas.
“Hmm? Gimana? Apa jawabannya benar semua?”
“… iya, benar semua”
“Ossha, kubilang juga apa! Horeee~!”
Alisa mengembalikan buku tulis itu dengan kesal kepada Masachika yang tampak sombong karena terbawa suasana .
“… Yah, jika kamu bisa menjawabnya, tidak masalah.”
“Fufu, aku bisa mengerti perasaanmu … jadi percuma saja untuk mengkhawatirkannya. Sepertinya Masachika-kun dan kita mempunyai tingkat kecerdasan yang berbeda.”
“… Sebaliknya, aku merasa penasaran, jika kamu sangat pintar, kenapa kamu selalu mendapat nilai yang hampir di atas batas nilai remedial?”
“Hmm? Itu sih perkara mudah. Karena aku tidak belajar!”
“Memangnya itu sesuatu yang bisa kamu katakan dengan bangga?”
Tatapan Alisa menusuk wajah Masachika saat Ia mengatakannya tanpa ragu-ragu.
“Masachika-kun memang sudah biasa belajar kebut semalaman, iya ‘kan?”
Masachika membalas dengan senyum congkak kepada Yuki yang mengatakan itu sembari masih memasang senyum masamnya.
“Naif sekali, Yuki… belakangan ini aku … belajar ngebut di pagi hari! ”
“Kamu ini benar-benar bodoh ya?”
“Kalau di tingkat itu, aku sepemikiran dengan Alya-san”
“Tetap saja, aku bisa menghindari untuk tidak ikut ujian remedial. Hebat sekali, bukan~.”
“Aku sedang tidak memujimu sama sekali … tunggu, apa jangan-jangan kamu mengusulkan belajar bersama ini karena …”
Menanggapi tatapan Alisa, Masachika mengangguk seolah-olah itu hal yang wajar.
“Tentu saja, itu demi mengawasiku supaya aku tidak malas belajar, oke? Kalau aku belajar sendirian, aku pasti bakal malas-malasan”
“ … Sepertinya kamu sangat mengenal dirimu dengan baik, ya”
“Tetap saja, aku tidak bisa mengatakan itu dengan bangga, tau?”
Alisa dan Yuki hanya bisa tersenyum masam saat melihat Masachika mengangkat bahunya dengan lucu. Dan saat memalingkan mukanya untuk menghindari tatapan mereka, Masachika melihat Ayano memiringkan kepalanya di depan buku soal matematika.
“Ada apa, Ayano? Apa ada soal yang tidak kamu pahami?”
“Ah, tidak … yah, memang ada sedikit yang tidak saya pahami…”
“Soal yang mana?”
“Tidak, ini bukan sesuatu yang perlu ditangani Masachika-sama.”
Masachika tersenyum dan pindah ke kursi di sebelah Ayano, yang menolak dengan ekspresi datar.
“Jangan khawatir. Jadi, soal mana yang tidak kamu pahami?”
“Etto …”
“Tenang saja, aku takkan mengejekmu kok.”
“Tidak, saya lebih suka Anda mengatakan, 『Mengapa kamu tidak bisa memahami soal ini, dasar orang tidak berguna!! 』Dengan nada tanpa ampun”
“Aku takkan mengatakan itu, tau”
“Be-Begitu ya……”
“Eh? Kenapa kamu terlihat kecewa begitu?”
Masachika melakukan tsukkomi kepada Ayano yang masih tanpa ekspresi biasanya, tapi menunduk dengan aura suram. Melihat adegan tersebut, Alisa menatap mereka dengan ekpresi kebingungan.
“Nee … kalian cuma teman masa kecil, kan?”
“Eh? Iya, benar? Memangnya kenapa?”
“Kenapa kamu bilang … entah kenapa, meski kalian teman masa kecil, tapi jarak di antara kalian agak jauh… sama seperti Yuki-san dan Kimishima-san, hubungan kalian mirip seperti tuan-pelayan.”
Peka……!
Masachika menelan ludah sejenak pada kepekaan yang tak terduga, dan mulai berpikir cepat tentang bagaimana cara mengelabuinya. Namun, sebelum Masachika bisa mengatakan sesuatu, Alisa berkata dengan ekspresi yang agak mendesak.
“Apa jangan-jangan … Kuze-kun dan Yuki-san … kalian berdua …”
“!!!”
Jantung Masachika hampir copot saat Alisa tiba-tiba menyebutkan hubungannya dengan Yuki. Namun, apa yang dia katakan selanjutnya adalah sesuatu yang sama sekali tidak terduga.
“Ber-Bertunangan…?”
“Siapa korban dari insiden Sakuradamon[1]?”
“Eh?”
“Masachika-kun, itu sih Ii Naosuke.”
“Yuki memang hebat, langsung paham, yeayyy!”
Masachika dan Yuki melakukan tos di atas Ayano setelah melakukan lawakan yang sempurna.
Alisa yang tidak bisa bereaksi terhadap lawakan mendadak itu, tampak cemberut sejenak dan mengerutkan bibirnya.
“Hei … jangan mengalihkan pembicaraan saat aku bertanya serius padamu.”
“Tidak, aku minta maaf. Habisnya kamu mengatakan sesuatu yang sangat menarik.”
“Menarik apanya … padahal aku sudah memikirkannya dengan serius, kok?”
“Oi, oi, coba pikirkan baik-baik. Yuki, putri dari keluarga Suou yang terkenal, dan aku, putra dari keluarga kelas menengah biasa. Kesalahan macam apa yang bisa menyebabkan kita berada dalam hubungan tunangan kayak gitu?”
“Itu sih … karena hubungan orang tua kalian begitu dekat?”
“Ini bukan manga romcom kali … Tidak peduli seberapa dekat hubungan orang tuanya, mana mungkin mereka akan berpikir 『Kalau begitu, mari kita nikahkan anak kita satu sama lain』”
“… Aku tidak menyangka kamu akan mengatakan tsukkomi macam itu.”
Alisa mengerutkan kening pada kenyataan pada Masachika, yang biasanya membuat komentar seperti otaku, mengkritik ide otaku miliknya.
Sebagai tanggapan, Masachika tersenyum kecut padanya.
“Apalagi, pemikiranmu itu masih sedikit naif … Jika berbicara tentang pertunangan yang diputuskan oleh orang tua, pasangannya harus gadis cantik berpayudara besar, dengan rambut hitam panjang yang terlihat cocok dalam balutan kimono, dan sosok yang sangat menggambarkan Yamato Nadeshiko[2]!”
“… Bukannya itu hampir benar?”
“Hah?”
Mendengar tanggapan Alisa, Masachika tanpa sadar memiringkan kepalanya dan kemudian menatap Yuki lagi.
(Rambut hitam panjang, dia memakai kimono saat les merangkai bunga, yah jika dia kembali ke mode Ojou-sama, penampilannya cukup elegan … oya oya?)
Memang, semua yang Ia katakan hampir benar. Tapi …
“… Ya. Bagian itu, tahu sendiri, ‘kan?”
“Masachika-kun? Kamu melihat ke arah mana?”
“Masachika-sama, saya rasa tatapan Anda sangat tidak senonoh”
“Dasar cabul”
Masachika mengangkat bahunya pada tatapan penuh celaan dari para gadis yang diarahkan kepadanya saat Ia berbicara dengan cara yang sama kepada Yuki saat mereka ada di rumah.
“Tidak, ya. Yah … pokoknya, mana mungkin kita bertunangan atau semacamnya. Lagian, kenapa baik Takeshi maupun kamu, sangat ingin memasangkan aku dengan Yuki?”
“Fufufuu, bukannya itu menunjukkan seberapa cocoknya kita berdua?”
Sambil mengatakan itu, Yuki melirik ke arah Alisa. Tatapan yang penuh arti tersebut menyebabkan Alisa mengangkat alisnya.
“Bukan apa-apa … aku hanya berpikir kalau kalian berdua sangat dekat”
“Itu sih… hubungan kita memang sangat dekat sekali, iya ‘kan? Masachika-kun?”
“Ah~ … yah, begitulah”
Masachika mengangguk, tapi langsung mengalihkan pandangannya saat Alisa mengangkat alisnya dengan kesal. Namun, bukan Yuki namanya kalau tidak mengatakan sesuatu yang sensasional.
“Aku juga sering menginap di rumahnya”
“Tidak, itu … memang benar sih.”
Mumumumu! Kata “menginap” membuat kening Alisa semakin berkerut dan Masachika jadi berkeringat dingin … Jadi, Ia memutuskan untuk melarikan diri.
“Yah, sudahlah jangan dibahas lagi. Jadi? Soal mana yang tidak kamu pahami, Ayano?”
“Soal ini.”
Masachika melarikan diri dengan kedok mengajari Ayano, tapi bahkan saat sedang mengajari, Ia masih bisa merasakan tatapan Alisatertuju ke arahnya.
Hal tersebut tidak berubah bahkan setelah menyelesaikan pertanyaan Ayano. Masachika masih berkeringat dingin saat kembali ke tempat duduknya dan menoleh ke orang yang ada di sebelahnya.
“… Alya? Ada apa?”
“… Aku penasaran apa ada soal yang tidak kamu pahami…”
“Untuk sekarang sih tidak ada …”
“Begitu ……”
Alisa mengangguk seakan-akan puas dan menatap tangannya sendiri. Jadi, Masachika akhirnya mengendurkan badannya …
【Setidaknya kamu bisa mengandalkanku sedikit】
Masachika lupa. Kalau gadis Rusia ini suka menikamnya dengan kalimat tsundere jika Ia tidak waspada.
(Mu-Mungkin ini alasan kenapa dia duduk begitu dekat denganku?)
Masachika mempunyai tatapan jauh saat di dalam batinnya hampir memuntahkan darah. Namun, karena kerusakan tambahan yang disebabkan oleh tatapan terus menerus, Masachika berhasil mempertahankan ekspresinya dan memanggil Alisa.
“Ah, maaf. Ada bagian soal yang tidak kupahami …”
“A-Ara. Begitukah?”
“Iya, apa kamu bisa mengajariku sedikit pada bagian ini?”
“Hmm~? Apa boleh buat deh …”
Sambil mengatakan itu, Alisa menyisir rambutnya dengan gembira. Masachika mati-matian menjaga ekspresinya sambil mencubit pahanya, saat melihat ekspresi Alisa yang gampang sekali dimengerti.
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Mereka berempat saling memandang dan Alisa menanggapi sebagai perwakilan yang lain.
“Silakan masuk”
“Semuanya~ kerja bagus~”
Menanggapi suara Alisa, orang yang mengetuk ternyata kakak perempuan Alisa, Maria, yang memasuki ruang OSIS dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Masha? Bukannya kamu sedang belajar dengan teman-temanmu?”
“Ya. Tapi karena sudah selesai, jadi kupikir aku akan membuatkan kalian teh sebelum pulang jika kalian masih bekerja keras.”
“Wah, aku sangat berterima kasih untuk itu.”
Yuki dengan senyum anggun di wajahnya, segera berdiri dan pergi membantu Maria, sembari menghentikan Ayano yang juga hendak berdiri. Setelah beberapa menit kemudian, teh yang dibuat Maria ada di tangan semua orang, dan mereka memutuskan untuk istirahat sebentar.
“Araa? Apa ini?”
Tiba-tiba Maria meninggikan suara dengan heran dan mengambil sebuah buku yang tergeletak di atas meja Ketua. Di sampul depannya terdapat tulisan『Pengantar Hipnosis yang bisa dilakukan siapa saja: Hari ini kamu juga seorang ahli hipnotis!~ 』,sebuah judul buku yang benar-benar mencurigakan.
“Oh, sepertinya itu buku yang disita Sarashina-senpai. Bukankah dia berniat menyerahkannya ke komite disiplin nanti?”
“Hmm~”
Maria membolak-balik isi buku tersebut dengan penuh ketertarikan, lalu duduk di sebelah Alisa dan mengangkat satu jari di depan wajahnya.
“……Apa?”
“Baiklah~ lihat jari ini baik-baik, oke ~? Lama-kelamaan kesadaranmu akan menurun~?”
“Tidak, kamu ini bicara apa sih …”
“Umm … saat aku menepuk tanganku, kamu akan jatuh ke dalam dunia mimpi. Apa kamu sudah siap? Aku mulai, ya? Tiga, dua, satu—— hai!”
Saat mengatakan itu, Maria meletakkan buku itu di atas meja dan bertepuk tangan dengan keras. Kemudian dia menatap Alisa dengan tatapan penuh harap. Alisa balas menatap Maria dengan tatapan mata yang menyebalkan.
“… bagaimana?”
“Tidak, itu tidak mempan. Mana mungkin itu bisa mempan? Palingan juga itu buku palsu.”
“Eh ~? Hmm~~ kalau gitu, sekali lagi, sekali lagi”
“Enggak mau. Jika kamu ke sini untuk mengganggu belajarku, pulang sana.”
“Lalu, apa Alya-chan mau melakukan hipnotis?”
“Enggak”
“Eh kenapa~ Onee-chan juga mau mencoba melakukannya. Mau mencobanyaaa~”
Maria menggembungkan pipinya dan menggoyangkan badannya di kursi, tapi Alisa tidak menghiraukannya sama sekali. Saat dia tidak puas dengan adik perempuannya yang acuh, Maria menoleh ke Masachika daripada Alisa.
“Kalau begitu, Kuze-kun. Apa kamu mau melakukannya?”
“Eh, aku?”
“Habisnya … Alya-chan cuek sih.”
Menertawakan wajah cemberut Maria, Masachika bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di samping Maria, Ia lalu mengambil buku yang tergeletak di atas meja.
“Ummm, pertama-tama … cara melakukan hipnosis? Ini ya …”
Ia membuka bagian halaman yang Maria lakukan tadi, dan mencoba menirunya.
“Baiklah, perhatikan jari ini baik-baik. Lama-kelamaan, kesadaranmu akan semakin menurun”
Masachika membungkuk sedikit, lalu mengangkat jari telunjuknya di depan Maria yang sedang duduk di kursi, dan berkata begitu.
Perubahannya … langsung muncul dalam sekejap. Maria yang dari tadi berekspresi penuh harapan dan kegembiraan, tiba-tiba tatapan matanya berubah menjadi kosong dan kehilangan ekspresinya.
“Hmm, eh …?”
Walaupun terkejut dengan perubahan mendadaknya, Masachika berpikir kalau dia mungkin sedang berakting dan terus melanjutkan.
“… Saat aku menepuk tanganku, kamu akan terjatuh ke dalam dunia mimpi. Apa kamu siap? Tiga, dua, satu… hai!”
Kemudian, saat Masachika mmenepuk tangannya, kepala Maria tertunduk. Dengan ekspresi yang benar-benar kosong, dia menatapke suatu titik di lantai layaknya boneka.
“Ummm … eh? Masha-san? Masha-san?”
Masachika buru-buru melambaikan tangannya di depan wajah Maria, yang tingkahnya terlalu asli untuk disebut akting, tapi Maria bahkan tidak berkedip sama sekali.
“Eh? Masha-senpai … Apa dia benar-benar terkena hipnosis?”
“Mana kutahu … gimana nih?”
Saat mata Yuki berkedip dan bertanya padanya, Masachika menjawab dengan nada kebingungan. Kemudian Alisa, yang menatap dengan cemas, mengguncang bahu kakaknya dari belakang.
“Sudah, sudah, jangan akting terus … Masha?”
Namun, Maria hanya mengguncangkan tubuhnya dan tidak menanggapi suara Alisa.
“Hei ayolah … jangan bercanda— ”
Alisa mengangkat alisnya dan berdiri untuk berjalan di hadapan Maria, tapi matanya langsung melebar saat melihat situasi kakaknya yang janggal. Namun, dia tidak segera mempercayai dan dengan cepat mengangkat alisnya lagi untuk menatap tajam Masachika.
“Hei, bisa berhenti enggak? Apa kalian semua ingin mencoba mempermainkanku …”
“Tidak, ini berbeda. Aku juga terkejut karena jadi seperti ini …”
“Bohong. Mana mungkin teknik hipnotis payah semacam itu benar-benar mempan?”
“Aku juga berpikir begitu … tapi lihat, di sini tertulis kalau semakin banyak mereka ingin dihipnosis, mereka cenderung lebih mudah terkena hipnosis, bukannya itu yang sedang terjadi di sini?”
Alisa menatap curiga Masachika yang sedang menjelaskan situasi sekarang. Namun, dari sudut pandang Masachika yang tidak mempersiapkan apapun, Ia merasa kerepotan bila dipandang curiga begitu.
“U-Untuk saat ini, aku akan melepaskan hipnosisnya dulu …”
Demi menghindari tatapan Alisa, Masachika melihat ke buku hypnosis dan mempelajari cara menyadarkan keadaan hipnosis. Ia kemudian membungkuk di depan Maria lagi.
“Umm, kalau begitu, saat aku menyentuh bahumu, kamu akan kembali tersadar. Kamu siap? Satu, dua, hai!”
Sambil meninggikan suaranya, Masachika meraih bahunya dan mengguncangnya, lalu tak berselang lama Maria dengan cepat mengangkat kepalanya. Ekspresi wajahnya berangsur-angsur membaik dan dia berkedip seolah-olah bangun dari tidur.
“… Um, Kuze-kun? Selanjutnya?”
“Ya?”
Saat Masachika memiringkan kepalanya, Maria menggembungkan pipinya dan menunjuk ke buku.
“Mou, bukannya itu tertulis jelas di sana? Setelah mengangkat jarimu, kamu harus menepukkan tanganmu.”
“Tidak … tidak tidak tidak, eh? Kamu tidak mengingatnya?”
“Eh? Ingat apa?”
Ketika Maria menatapnya dengan ekspresi bingung, pipi Masachika berkedut seraya bilang “Ah, ini sih asli”. Akan tetapi, masih ada satu orang yang belum percaya meski sudah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
“Masha … sudahlah jangan bercanda terus”
“Alya-chan? Bercanda apanya?”
“Sudah kubilang, haa … sudahlah”
Saat Alisa menggelengkan kepalanya seakan-akan tidak ingin meladeninya lagi, Yuki tiba-tiba memanggilnya dari seberang meja.
“Kalau begitu, Alya-san, bagaimana kalau kamu meminta Masachika-kun untuk menghipnotismu juga?”
“Eh?”
“Ha?”
Saat Alisa dan Masachika menoleh secara bersamaan, Yuki tersenyum dan menepuk kedua tangannya.
“Hipnosis dari Masha-senpai tadi tidak mempan, tapi hipnosis dari Masachika-kun mungkin berhasil. Jika kamu bisa merasakan sedikit efeknya, bukannya itu akan menghilangkan kecurigaanmu?”
Sepintas, senyumnya tampak tidak mempunyai niat jahat.
Pipi Masachika berkedut saat merasakan senyum jahat Yuki yang tersembunyi di ballik senyum anggunnya, seolah menyiratkan, “Aku menemukan sesuatu yang menarik.”
Namun, Alisa tampaknya tidak menyadari niat terselubung Yuki sama sekali, dan kembali ke tempat duduknya, dia lalu menatap Masachika dengan pandangan curiga.
“… Baiklah, aku tidak keberatan.”
“Eh … kamu serius mau melakukannya?”
“Cepat lakukan. Aku akan menyelesaikan lelucon ini dengan cepat.”
Merasakan firasat buruk, Masachika mendekati Alisa yang mendengus tidak percaya kalau dirinya bisa terkena hipnosis.
“Ehh~… kalau begitu, coba perhatikan jari ini baik-baik. Lama-kelamaan kesadaranmu semakin kabur”
Lalu, saat Masachika mengacungkan jari telunjuknya di depan Alisa … Ekspresinya yang tadinya masih penuh kecurigaan, berangsur-angsur menjadi datar.
“… Saat aku menepuk tanganku dengan keras, kamu akan terjatuh ke dunia mimpi. Apa kamu paham? Tiga, dua, satu—— hai!”
Saat Masachika menepuk tangannya, kepala Alisa langsung jatuh tertunduk. Mata Masachika melebar saat melihat wajah kosongnya, dan Ia melanjutkan terknik hipnosisnya dengan setengah hati.
“Baiklah kalau begitu, saat aku menyentuh bahumu, kamu akan langsung tersadar~. Apa kamu paham~? Satu, dua——hai !”
Kemudian, Ia meraih kedua bahu Alisa dan mengguncangnya, Alisa pun mendongak sadar dan berkedip pelan. Beberapa detik kemudian, dia menatap Masachika dengan mata terfokus dan mengeluh.
“… Hei, jangan berhenti di tengah jalan. Apa selanjutnya?”
“Bukannya kamu juga bereaksi sama!!! Kamu juga mempunyai reaksi yang sama tauuuuuu !!?”
“Eh? Apanya?”
Alisa mengangkat alisnya dengan curiga saat Masachika berteriak. Yuki kemudian memanggilnya sambil tersenyum masam.
“Alya-san … kamu barusan benar-benar terhipnosis, loh?”
“Eh … bohong”
“Kenyataannya memang begitu. Iya ‘kan, Ayano?”
“Ya. Melalui penglihatan saya sendiri, anda benar-benar terlihat seperti orang yang terkena hipnosis.”
Saat diberitahu oleh Yuki dan Ayano, tatapan mata Alisa tampak gelisah. Namun, dia dengan cepat melirik Masachika dan berkata dengan nada memaksa.
“Bu-Bukti! Tunjukkan buktinya! Aku tidak mempercayainya kecuali kamu bisa menunjukkannya dalam bentuk video!”
“Ehh~ … ayolah, ini saja sudah cukup. Kamu tidak perlu terpaku tentang itu …”
“Enggak mau! Aku tidak sudi kalau aku ini dianggap sebagai gadis yang gampang dihipnotis!”
“Tidak, mending hentikan saja. Lagian, harga diri macam apa itu.”
“Ayo cepetan, sekali lagi!”
“Ya, ya”
Kemudian, Masachika kembali melakukan hipnosis seperti yang diminta Alisa … dan hasilnya tidak perlu ditanya lagi.
“Gampangan sekali … Aku terkejut kamu bisa memicu flag lagi begitu cepat.”
Di samping Masachika yang memegangi dahinya di hadapan Alisa yang mempunyai tatapan kosong, Yuki melambai-lambaikan tangannya di dekat wajah Alisa. Mungkin karena mengetahui kalau dia tidak dapat mengingat apa pun dalam keadaan ini, Yuki sudah tidak dalam mode Ojou-sama lagi.
“Halo halo~, Alya-san~? Apa kamu sadar~?”
“ … ”
“Percuma, dia tidak bergeming sama sekali. Dia sudah mirip seperti mayat.”
“Jangan bilang begitu meski itu cuma candaan!”
Yuki tertawa kecil pada tsukkomi lemah Masachika dan mengalihkan perhatiannya ke arah Maria, yang duduk di sebelah Alisa.
“Jadi? Kenapa Masha-senpai bisa kena hipnotis meski targetnya bukan dia?”
“Mana kutahu”
Saat dua saudara kandung saling menatap, tak disangka-sangka, hanya karena sugesti saja (?) Maria juga terkena hipnosis.
Yuki menelan ludahnya saat melihat kakak beradik yang duduk merosot di kursi dengan ekspresi kosong.
“Seriusan nih … Bukannya itu berarti, kamu bisa melakukan semua hal erotis sesukamu?”
“Jangan katakan itu, walau kamu memikirkannya !!”
“Oi oi, apa yang akan kamu lakukan, Aniki … buku tipisnya bakalan jadi lebih tebal, loh.”
“Kenapa malah kamu yang jadi paling kegirangan?”
“Siapa yang enggak kegirangan coba … ada hipnotis sungguhan, loh? Astaga, itulah sebabnya kamu itu pengguna cheat 《10 kali lebih banyak poin pengalaman (tidak termasuk permainan bola) 》.”
“Jangan panggil aku pengguna cheat!”
“Coba buka layar statusmu? Kamu mungkin akan melihat “Hipnotis : Lv.3” telah ditambahkan ke kolom keterampilanmu.”
“Pertama-tama, aku tidak bisa membuka layar status.”
“Ngomong-ngomong, saat tingkat keterampilan hipnosismu sudah mencapai level MAX, kamu mungkin bisa menghipnotis seluruh murid di sekolah, dan akan ada peraturan konyol yang sangat erotis”
“Oke, bisa tidak tutup mulutmu dulu sebentar”
Masachika menatapnya dengan pandangan mencela, merasa penasaran mengapa adiknya ini bisa akrab dengan template klise larangan 18+. Mengabaikan tatapan kakaknya, Yuki menggerak-gerakan tangannya dengan mesum.
“Ap-Ap-Ap-Apa yang akan kamu lakukan? Apa mau meraba-raba oppai dulu??”
“Siapa juga yang mau meraba-raba!?”
“Kalau gitu, biar aku saja yang meraba-rabanya.”
“Oi baka, hentikan !”
Masachika buru-buru menghentikan Yuki, yang benar-benar akan meraba dada Alisa.
Yuki membuat wajah cemberut, tapi kemudian dia menepak tangannya dengan “Aha”. Dia lalu menyeringai dan mengacungkan jempol, diikuti dengan kedipan mata.
“Jangan khawatir, Aniki … ini sama seperti ciuman. Sudah menjadi rahasia umum kalau sesama gadis yang meraba-raba oppai itu tidak termasuk hitungan.”
“Tidak, kamu ini bicara apa, sih. Bukan begitu maksdunya, meski sesama gadis diperbolehkan, melakukannya pada orang yang tidak sadar masih tetap tidak etis.”
“Mu … Tapi, selain Masha-senpai, Alya-san biasanya tidak menunjukkan kecerobohan seperti itu…”
“Lagian dari tadi, kenapa kamu yang jelas-jelas seorang gadis, sangat ingin meraba-raba payudara?”
Yuki membuka matanya lebar-lebar dan berteriak dengan keras terhadap pertanyaan sederhana Masachika.
“Bakayarou!! Gadis-gadis juga sangat menyukai oppai besar tauu!! Jika bisa, aku ingin membenamkan wajahku di dada Masha-senpai! Pasti rasanya benar-benar nyaman dan nikmat!”
“… Gitu ya”
“Ja-Jadi ……”
“Tidak, aku takkan membiarkannya, oke?”
Masachika mencengkeram leher Yuki, yang benar-benar akan mencoba membenamkan wajahnya ke dada Maria, dan menariknya menjauh dengan kasar.
“Unya! Aku ini bukan kucing, tau!”
“Aku tahu, kok”
Masachika mencengkeram bagian belakang kerahnya seperti kucing, Yuki lalu menata rambutnya sambil menatap kakaknya dengan ekspresi tidak puas. Sambil menatap tingkah laku adiknya, Masachika memanggil Ayano yang hawa keberadaannya menghilang di belakangnya.
“Umm~ Ayano? Hanya karena Yuki suka payudara besar, bukan berarti kamu perlu bersaing segala, oke? Lagian juga, seorang gadis tidak boleh meraba-raba payudaranya sendiri di tempat seperti ini.”
Ayano yang telah menatap datar ke payudaranya sendiri saat dia meraba-rabanya, melihat ke arah pandangan Masachika dan diam-diam melepaskan tangannya dari payudaranya.
Yuki mengacungkan jempol ke Ayano sambil tersenyum cerah.
“Jangan khawatir Ayano. Aku juga sangat menyukai payudara Ayano, kok”
“Kamu ini!! apa kamu tidak mengenal kata pelecehan seksual?”
“Tentu saja aku tahu. Pertunjukan pelecehan yang seksi, kan?”
“Alya akan memarahimu, loh.”
“… Cuma bercanda, kok. Pelecehan terhadap sekretaris, iya, ‘kan?”
“Entah kenapa itu rasanya salah, tapi juga tidak salah”
“Anda tidak perlu cemas. Karena saya tidak merasa sedang dilecehkan.”
“Jangan memamerkan toleransi misteriusmu. Orang ini nantinya bakalan terbawa suasana.”
“Aduh, dibilang jangan tarik kerahku”
Yuki memandang kakaknya dengan tatapan protes sambil berjinjit. Jika ini adegan dalam manga, dia sepertinya sedang digantung. Tentu saja, Masachika tidak mempunyai tenaga sebanyak itu.
“Haa … untuk sekarang, aku akan melepaskan hipnosisnya.”
“Oi oi, kamu yakin tidak mau mengambil bukti dulu?”
“Eh? … Oh iya”
Mengingat bahwa Ia diminta untuk melakukan hal seperti itu, Masachika mengeluarkan smartphone-nya dan berkata, “Untuk sekarang, mengambil foto saja pasti cukup…”——
“Tiba-tiba acara bonus Otaku disini! Temanya! Ketika menghipnotis gadis-gadis cantik ♪♪ Apa sugesti pertama yang akan diberikan padanya!?”
… dan tiba-tiba perkataan Yuki bergema, dia mengangkat wajahnya dengan tangan di sakunya dan meneriakan jawaban dengan cepat.
“Membuat mereka bertingkah seperti balita!”
“Membuat mereka berkepribadian terbuka dan melepas pakaian!”
“Ah ummm … bagaimana kalau membuat mereka menceritakan rahasia yang memalukan?”
Mereka bertiga bertukar pandang saat memberikan jawaban mereka secara bergantian. Orang yang angkat bicara duluan adalah Masachika.
“Bukannya istilah ‘kepribadian terbuka’ sedikit keliru? Lagipula, bukannya itu terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa ‘kepribadian terbuka’ = ‘melepas pakaian’.”
“Tidak, tidak, bukannya sugesti bertingkah seperti balita terlalu agresif untuk sugesti pertama? Jika kita mau melakukannya, itu harus setelah mengambil beberapa langkah.”
“Hmph ……”
Usai membungkam Masachika, Yuki kemudian mengalihkan perhatiannya ke Ayano.
“Jawaban Ayano sih~ … yah, itu tidak buruk, tapi mungkin masih sedikit lemah. Jika ada rahasia mencengangkan terkuak, ada kemungkinan suasananya bakalan canggung.”
“Begitu rupanya …”
“Di sisi lain, alangkah baiknya jika kamu bisa membatasi pertanyaan yang ingin diajukan. Mungkin kamu bisa bertanya kepada mereka tentang tiga ukuran badan atau pengalaman mereka dengan pria.”
“Aku akan mempelajarinya lagi”
“Tidak, tidak, kamu tidak perlu mempelajarinya dengan serius.”
“Sedangkan jawabanku! Bukannya itu jawaban yang benar untuk membuat mereka memiliki kepribadian terbuka? Jika kita membuat mereka kepribadian terbuka, mereka akan menceritakan rahasia yang memalukan seolah-olah itu hal yang wajar!”
“Licik sekali! Bukannya itu sangat licik!?”
“Anda sampai memperhitungkan jawaban saya … Luar biasa sekali, Yuki-sama.”
“Yup, jawabanku menang dengan suara terbanyak! Jawaban atas tema pertanyaan “Ketika menghipnotis gadis cantik, apa sugesti pertama yang akan diberikan padanya?” Jawabannya adalah ‘Membuatnya punya kepribadian terbuka!’”
Setelah mengangkat tinjunya dengan penuh kemenangan, Yuki menyeringai dan berdiri di depan Alisa dan Maria.
“Oleh karena itu, Aku akan membuat kalian berdua memiliki kepribadian yang terbuka.”
“Jangan lakukan itu. Jangan coba-coba lakukan itu!”
“Fu~fu~fu~ Alya-san, Masha-senpai, kalian berdua akan menjadi semakin berpikiran terbuka. Kalian berdua akan kehilangan akal sehat, baik jiwa maupun raga kalian akan menjadi telanjang!”
“Tidak, aku belum mendengar kalau ada dua orang yang sama-sama kena hipnotis bisa—”
Begitu Masachika hendak mengatakan sesuatu, kepala Alisa dan Maria jatuh ke depan dengan bunyi gedebuk dan mereka langsung mendongak dengan ekspresi linglung. Yuki pun tampak terkejut saat melihat situasi yang tidak biasa tersebut.
“Eh … eh? Jangan-jangan, beneran mempan?”
“Oi dasar tukang cheat. Kenapa kamu tidak ngaca kalau mau ngatain orang”
“Ti-Tidak, mana mungkin …”
Yuki menatap wajah mereka dengan ekspresi tegang, tapi tiba-tiba, Alisa dan Maria berdiri pada saat yang bersamaan dan bergerak menuju Masachika.
“Eh, tunggu dulu—— ”
Masachika melangkah mundur secara refleks, tapi jarak di antara mereka dengan cepat ditutup dan Masachika didorong ke bawah di sofa. Dan kemudian——
“… Oi, Yuki”
“…”
“Kenapa aku, dielus-elus begini?”
“En-Entahlah? Kenapa, ya?”
“Oi coba lihat ke arahku, dasar pelaku tak bertanggung jawab”
Sekarang, kepala Masachika sedang dielus-elus oleh Maria yang memegangi kepalanya. Sedangkan di sisi lain, kepala Alisa juga sedang dielus-elus dengan cara yang sama.
Alisa juga sepertinya ingin mencoba melakukan sesuatu pada Masachika, tapi tanpa disadari, dia mendapati dirinya sudah dalam posisi itu. Lagipula, mana ada adik yang bisa bersaing dengan kakaknya, kan?
Selain itu, Alisa yang biasanya pasti akan menepis tangan Maria dengan kesal, tapi ini mungkin juga karena efek dari hipnosis … Sekarang, dia diam-diam membiarkan kepalanya dielus-elus sembari menyipitkan matanya seolah-olah dia merasa agak nyaman.
(Ketimbang disebut kepribadian terbuka … Bukannya mereka menjadi berkepribadian lebih jujur? Walaupun Masha-san berubah menjadi seperti sosok yang lebih keibuan)
Masachika merasa penasaran apa ini berarti bahwa akal sehat dan rasa malu mereka telah memudar, saat Ia memikirkan hal itu dan mencoba melarikan diri dari kenyataan.
“Fufu, anak baik~ anak baik~♪”
Maria terlihat bahagia saat mengelus-ngelus kepala Masachika di tangan kanannya dan kepala Alisa di tangan kirinya.
Melihat pemandangan tersebut, Yuki (untuk saat ini, sudah berubah mode Ojou-sama) memasang ekspresi ngeri di wajahnya.
“Tak kusangka kalau itu bukan Masachika-kun, melainkan permainan harem Masha-senpai akan dimulai…!”
“Cara terkejutmu itu sendiri yang aneh.”
Setelah mengkritik melalui tatapannya, Masachika mendongak dan menoleh ke Maria.
“Umm~ Masha-san? Apa kamu bisa melepaskanku sebentar?”
“Hmm~? Enggak boleh~”
“Tidak mempan, ya”
Setelah diberitahu begitu, meski Masachika ingin membiarkan dirinya tetap dielus-elus, tapi Ia tidak bisa begini terus. Itu karena, posisi badannya cukup menyakitkan.
Saat ini, kepala Masachika sedang bersandar pada bahu Maria, tapi karena Masachika duduk lebih tinggi darinya, hal itu secara alami menyebabkan tubuh bagian atas Masachika akan condong ke arah Maria.
Walaupun Ia berusaha mencoba untuk menyeimbangkan dirinya dengan tangan, tapi tepat di sebelahnya ada kaki Maria, dan di seberangnya lagi ada kaki Alisa. Jadi, tidak ada tempat untuk meletakkan tangannya. Masachika juga sudah mencoba meletakkan tangannya di belakang sofa, tapi tubuh Maria menghalangi dan membuatnya tidak bisa menggerakkan tangannya.
Ditambah lagi, meski Ia sudah mencoba untuk tidak menyadarinya, tapi pada titik ini, tubuhnya sudah menyentuh banyak hal.
“Permisi sebentar~ …”
Sebelum Ia ambruk di atas Maria karena tenaganya mau habis, Masachika dengan ragu-ragu menepis tangan Maria dan mencoba melepaskan dirinya, tapi …
“Aan, mou. Jangan kabur~!”
“Tunggu, tenaganya kuat banget—”
Maria melingkarkan tangannya di belakang leher Masachika dan mendekapnya erat-erat. Masachika kehilangan keseimbangan dan buru-buru mencoba meraih sesuatu dengan tangannya, ternyata yang Ia dapat adalah kaki Maria, saat dalam keadaan panik, Ia pun terjatuh——
Munyu
Terdapat sentuhan lembut di tangan Masachika dan sensasi lebih kenyal yang menyentuh pipi dan hidungnya. Ditambah lagi, aroma yang sangat wangi. Kelembutan paha di tangan kirinya dan perwujudan sifat keibuan (secara fisik) tepat di depan matanya. Bisa dibilang, Ia serasa berada di khayangan. Fakta bahwa Ia merasa bimbang apakah harus bergerak atau tidak, membuat situasinya menjadi lebih memalukan dan luar biasa.
“Ma-Maafkan aku—— !?”
Masachika langsung panik dan mencoba menjauhkan tubuhnya, tapi upayanya itu tidak berhasil. Ia tidak bisa bergerak sama sekali karena lehernya ditahan oleh tenaga yang melebihi kekuatan manusia biasa.
Dengan kata lain, setiap kali dirinya bergerak, Masachika merasakan sensasi lembut nan kenyal yang tak terlukiskan di wajahnya, dan itu sangat berbahaya dalam banyak artian.
“Tungg—, Oi! Bantu aku—”
“Ayano! Cepat berbalik ke belakang!”
Permintaan SOS Masachika tumpang tindih dengan perintah tajam Yuki. Ayano yang hendak mencoba menyelamatkan Masachika, menegangkan tubuhnya dan berbalik ke belakang seolah-olah merespon teriakan “Cepat!” dari Yuki. Setelah itu, Yuki juga ikut membalikkan badannya, dan mengacungkan jempolnya ke arah Masachika yang ada di belakang punggungnya.
“Jangan khawatir! Kami belum melihat apa-apa! Demi bagianku juga, silahkan nikmati sepuasnya!”
“Aku tidak butuh perhatian semacam itu! Ayano! Cepat bantu aku!”
“Ayano! Tuanmu adalah aku, ‘kan! Patuhi perintahku!”
“… Tapi—”
Yuki mengerahkan kekuatannya! Lalu melakukan serangan langsung ke area rahim Ayano! Dan kemudian, simbol hati muncul di mata Ayano!
“… Ya, Saya akan mematuhi perintah Yuki-sama.”
“Oooi!?”
Ditinggalkan oleh Ayano, yang cuma menjadi satu-satunya harapannya, Masachika tak punya pilihan lain mengambil keputusan.
“Ahh masa bodo … Permisi atas kekasarannya!”
Ia meraih lengan Maria dan dengan paksa melepaskan dirinya, Ia kemudian berdiri dari sofa. Ia merasa sudah menyentuh berbagai tempat dalam proses melepaskan diri, tapi Masachika memutuskan untuk tidak memusingkannya saat ini.
(Maafkan aku, pacar Masha-san yang bahkan tidak kuketahui wajahnya)
Saat Masachika meminta maaf kepada pacar Maria (yang entah bagaimana gambarannya menjadi seorang cowok tampan berambut pirang) di dalam hatinya, Maria yang terlihat tidak puas mulai memeluk Alisa erat-erat dengan kedua tangannya.
“… Nyebelin”
Namun, Alisa mendorong Maria menjauh dan berdiri dengan ekspresi sebal di wajahnya. Dan kemudian, dia melepas blazernya tanpa pikir panjang lagi.
Apa wajahku menjadi panas karena kontak dekat, kali ya~ … Saat Masachika samar-samar berpikir begitu sembari mengipasi wajahnya dengan tangan … Ia memiringkan kepalanya dan bergumam, “hmm?” saat mendengar suara risleting ditarik ke bawah, lalu menoleh ke Alisa yang ada di belakangnya.
“Ganggu……”
“Tungg— Apa yang sedang kamu lakukan?”
Di hadapan Masachika yang kehabisan kata-kata … Alisa melepas tali pengait rok jumper-nya.
Secara alami, efek gravitasi menarik roknya hingga terjatuh. Kaki putih yang mulus dan kancut berwarna biru muda mengintip dari ujung kemejanya. Mata Masachika melebar saat melihat sosok yang terlalu menggairahkan ini——
“Penampilan wanita karir di pagi hari yang mahir dalam pekerjaannya tapi ceroboh di rumah!”
“Aku paham banget!”
“Hmm?”
“Ah—— ”
Segera setelah Masachika berteriak secara refleks, Ia mendengar suara balasan dari arah belakangnya. Ia pun berbalik dan melihat … sosok Yuki yang membelakanginya, tapi masih memeriksa keadaan dengan cermin tangannya.
“Oi, bukannya kamu jelas-jelas melihatnya?”
“Sekarang bukan waktunya untuk mengatakan itu, tau? Di belakangmu, sepertinya sedang terjadi sesuatu yang merepotkan, loh?”
“Eh——?”
Begitu mendengar kata “hal yang merepotkan”, Masachika berbalik dan melihat Alisa, yang entah sejak kapan, sudah melepaskan dasi pitanya, dan mulai membuka kancing kemejanya. Dan di sebelahnya, Maria juga mulai melepas blazernya.
“Tunggu, tunggu, kenapa mereka berdua sama-sama mulai membuka baju!?”
“Oh, aku baru ingat, kalau tidak salah, sugesti yang aku ucapkan adalah mereka “akan semakin” berkepribadian terbuka dan “baik jiwa maupun raga” mereka akan telanjang …”
“Dasar kampret, memangnya kamu ini jenius ya! Terima kasih banyak!”
“Kesanmu terlalu jujur loh, Masachika-kun.”
Namun, saat mereka sedang melakukan lawakan, Alisa sudah membuka kancing ketignyaa, dan Ia pun tidak bisa lagi membuat candaan tentang itu.
Sambil berusaha meredamkan perasaan bingung dan kegelisahannya, Masachika buru-buru mengingat mantra yang ada di benaknya dan mengucapkannya dengan setengah berteriak.
“U-Ummm kalau begitu, saat aku menyentuh bahumu, kamu akan kembali tersadar! Apa kamu paham? Satu, dua—hai!”
Lalu, Ia menatap mata Alisa dengan perasaan harap-harap cemas …
“…?”
“O-Oii !? Kenapa masih belum sadar juga!?”
Kancing keempat terlepas dengan lancar, memperlihatkan belahan putih menakjubkan dari bukit kembar serta kain biru muda yang mencuat, dan Masachika buru-buru mengalihkan pandangannya ke atas.
“Oi Yuki, waktunya gantian!”
“Eh? Buat ambil fotonya?”
“Memangnya kamu ini iblis apa! Maksudnya, kamu yang harus melepaskan hipnosis mereka!”
“Ah, ya”
Mungkin berpikir kalau situasinya mulai berbahaya, Ia bisa mendengar suara Yuki berlari mendekatinya, dan Masachika meninggalkan tempat itu sambil tetap menghadap ke atas.
“Umm… Lalu, saat aku menyentuh bahumu, kamu akan tersadar. Apa kamu paham? Satu, dua— hai!”
Suara Yuki bergema dan suasananya menjadi sunyi. Setelah beberapa detik dengan ketegangan yang menyakitkan, Yuki bergumam.
“Waduh gawat, sepertinya hipnosisnya tidak bisa lepas”
“Ooooiii!! Yang benar saja!?”
Bersamaan kata-kata yang penuh keputusasaan tersebut, Masachika mendengar suara rok yang jatuh lagi secara diagonal di depannya, dan kegelisahannya semakin meningkat.
“Seriusan, apa yang harus kita lakukan tentang ini?”
“A-Ayano! Aku akan menahan Alya-san, dan kamu menghentikan Masha-senpai—”
“Masha~? Aku sudah selesai dari tadi, loh …?”
Tiba-tiba, diiringi suara pintu terbuka, Masachika mendengar suara yang familiar dan saat berbalik ke arah sumber suara, Ia melihat mata Chisaki melebar karena terkejut.
“… Eh? Situasi macam apa ini?”
“Sa-Sarashina-senpai! Anu, umm sebenarnya … aku sedang mencoba buku hipnosis itu, tapi aku tidak bisa melepaskan hipnosisnya!?”
Usai mendengar perkataan Yuki, pandangan Chisaki tertuju pada buku yang tergeletak di meja panjang … Setelah mengangguk sekali, Chisaki menutup pintu dan berjalan ke sana.
“Permisi, maaf kalau sedikit kasar”
Kemudian, segera setelah Yuki yang memegang lengan Alisa, melangkah mundur, Chisaki memukul dagu Alisa dari samping dengan kecepetan yang luar biasa.
Selain itu, ujung jari dari kedua tangan Chisaki bergerak dengan kecepatan tinggi menyentuh pelipis dan pipi Alisa saat tubuhnya bergetar tidak stabil.
Kemudian, tatapan mata Alisa menjadi kosong, dan Chisaki dengan lembut membiarkannya bersandar di sofa, tubuhnya benar-benar lemah tak berdaya. Semua kejadian itu hanya membutuhkan waktu tiga detik.
Dia kemudian mengulangi proses yang sama kepada Maria, dan ketika kakak beradik itu duduk bersebelahan di sofa, Chisaki mengangguk puas.
“Yosh!”
“Tunggu, tunggu, tunggu”
Bahkan Masachika tidak mampu melakukan tsukkomi usai melihat kejadian itu. Lupa untuk mengalihkan pandangannya, Ia bertanya pada Chisaki dengan pipinya yang berkedut.
“Eh, tadi— apa yang baru saja Sarashina-senpai lakukan?”
“Eh? Tadi? Aku cuma melakukan reset, kok”
“Cuma ilmuwan gila yang menggunakan kata tersebut kepada manusia!?”
Segera setelah menimpali ucapan Chisaki dengan tsukkomi, Kujou bersaudari membuka mata mereka secara bersamaan dan bergumam “Uuhh~”, dan Masachika tersentak .
“A-Aree…kenapa aku bisa ada di sofa…?”
“Ara … rasanya seperti, kesadaranku jadi kabur …?”
“Umm, Alya-san, Masha-senpai, aku mengerti kalian berdua masih sedikit linglung … tapi untuk saat ini, sebaiknya kalian merapihkan penampilan kalian…”
“Eh?”
“Merapihkan …”
Tak berselang lama, jeritan melengking pun bergema, dan Masachika berbalik dengan sekuat tenaga. Namun, sebuah tangan dengan aura seram mencengkeram bahunya, dan Ia membalikkan badannya dengan kaku.
Kemudian, di depannya terdapat wajah cantik Chisaki yang tersenyum dengan indah.
Cowok normal pasti akan merasa malu dengan jarak yang begitu dekat, sampai-sampai ingin memalingkan muka, tapi … Masachika justru tidak bisa memalingkan wajahnya. Ia memiliki firasat jika Ia memalingkan muka, nyawanya bakalan terancam.
“Ngomong-ngomong, Kuze-kun … kamu tadi melihatnya, ‘kan?”
“ … ”
Masachika merasa kalau saat ini bukan waktunya berpura-pura dengan menjawab “lihat apa?”. Namun, Ia juga tidak sanggup bilang “Aku melihatnya” dengan jujur.
Alhasil, di depan Masachika yang menelan ludahnya tanpa bisa berkata apa-apa, Chisaki perlahan-lahan mengangkat tangan kanannya dan menekuk jarinya satu per satu untuk membuat suara berderak.
“Mau coba, reset juga?”
Masachika menggelengkan kepalanya dengan kecepatan tinggi kepada Chisaki, yang memiringkan kepalanya dengan senyum di wajahnya.
◇ ◇ ◇ ◇
“Kalau begitu, mari dengarkan kata-kata penyesalanmu.”
Setelah kembali ke rumah, sesi belajar seharusnya dilanjutkan di kediaman Kuze. Masachika sedang duduk di tempat tidur kamarnya dan menatap Yuki yang sedang duduk bersimpuh di atas karpet.
Setelah itu, situasinya benar-benar sangat sulit. Berkat Yuki yang berkata, “Akulah yang menghipnotis mereka !”, Masachika berhasil menghindari tindakan reset Chisaki, tetapi Alisa menatapnya seolah-olah Ia adalah penjahat, dan Maria yang tersipu malu, langsung buru-buru pulang …. Ekspresi macam apa yang harus Ia tunjukkan saat menemui mereka besok, memikirkan hal itu saja sudah membuat Masachika pusing.
Namun, untuk saat ini, Ia memutuskan untuk menyegel hipnosis yang mencurigakan itu secara permanen. Saat masalah itu sudah beres, satu-satunya yang tersisa adalah membereskan … kekacauan itu.
“Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan? Wahai terdakwa Yuki-san yang sudah melakukan pelecehan seksual terhadap teman dan senpai-nya dan membuat mereka melepas pakaian mereka?”
“… Bukan aku”
“Untuk sekarang, mari berhenti melakukan penyangkalan seperti itu, oke?”
“Ya, ya, aku mengakuinya! Akulah yang sudah membuat Alya-san dan Masha-senpai setengah telanjang! Tapi biasanya, kamu takkan mengira kalau hipnotis itu bakalan mempan, ‘kan!”
“Ya. Tapi bukan berarti kamu boleh memberikan sugesti sesukanya, oke ~?”
Masachika menatapnya dengan lembut, tapi Yuki hanya memalingkan mukanya.
Ia menghela nafas pada adik perempuannya yang seperti itu, dan kemudian—— mengalihkan perhatiannya ke Ayano, yang entah kenapa ikut duduk bersimpuh di lantai, meskipun tidak diperintahkan untuk melakukannya.
“Umm~ Ayano? Kamu tidak perlu ikutan duduk bersimpuh segala, tau? Lagi[ula. orang yang salah hanyalah Yuki.”
“Tidak, saya tidak bisa berdiri begitu saja saat Tuan sedang duduk bersimpuh di lantai.”
Ayano menjawab seolah-olah itu hal yang wajar. Sungguh loyalitas sekali. Inilah yang harus dikatakan seorang pelayan pribadi. Namun, satu-satunya hal yang membuat Masachika penasaran adalah ….
“… Wahai Imouto-san yo”
“Ada apa, wahai Aniyan-san yo?”
“… Kenapa gadis ini terlihat sedikit bahagia?”
“Karena dia itu M”
Menanggapi jawaban cepat Yuki, Masachika melihat ke langit-langit kamarnya dan bermeditasi.
Usai melihat ke langit-langit selama sekitar 10 detik, Ia perlahan-lahan membungkuk ke depan dan memegangi kepalanya. Kemudian Ia mengeluarkan smartphone-nya, memulai aplikasi permainan dan memutar gacha.
“Cih, lagi-lagi dapet karakter Zashiki-warashi”
“…”
“…”
Ia mendecakkan lidahnya karena mendapat hasil gacha yang ampas, lalu melempar smarphone-nya ke bantal, dan berdeham pelan. Ketika Ia mengubah ekspresinya dan meletakkan siku di lututnya, Masachika mengarahkan tatapannya ke Yuki.
“Jadi, apa kata-kata penyesalanmu?”
“Tidak, buat apa momen singkat lari dari kenyataan tadi?”
“Bagaimana bisa aku menghadapi ini tanpa lari dari kenyataan!”
Masachika memegangi kepalanya saat mendengar tsukkomi Yuki yang tenang. Yuki menatap dingin dan menambahkan serangan lain kepada kakak laki-lakinya, yang mengambil posisi bertahan dengan kedua tangan di hadapan kenyataan yang tidak dapat diterimanya.
“Dan akting pura-puramu juga terlalu lama”
“Itu sih, maaf. Terima kasih sudah menunggu tanpa tsukkomi di tengah jalan.”
“Terima kasih kembali”
Masachika dengan lembut mengintip melalui celah di antara lengannya dan meminta maaf atas pengingat menyakitkan itu. Ia berpikir Ayano seharusnya boleh mengatakan “Lawakan macam apa ini?”.
“Haaa … Kalau begitu, kurasa sudah waktunya dengarkan kata-kata penyesalanmu?”
“Sudah kubilang, kenapa dari tadi kamu mencoba melarikan diri dari kenyataan?”
“Aku tidyak mendengar apya-apya!”
Di depan kakaknya yang mencoba berpura-pura berekspersi datar, Yuki bertanya pada Ayano yang ada di sebelahnya.
“Nee, apa Ayano itu seorang M?”
“Ya, saya adalah pembantu M”
“Begitulah faktanya, Aniue”
“Hentikannnnn!”
Masachika menggaruk-garuk kepalanya lagi pada pernyataan bahda dia itu gadis M dari mulut Ayano.
“Tidaakkkkkkk! Bukan hanya adikku saja yang sudah aneh begini, tapi ternyata teman masa kecilku juga ikutan abnormal!!”
“Oi, apa maksudnya itu? Perkataanmu seolah-olah membuatnya terdengar seperti kalau aku ini abnormal.”
“Memangnya kamu pikir kalau kamu itu normal?”
“Fumu, benar sih, keimutanku memang abnormal.”
“Ngaca dong, ngaca”
Saat Yuki mengangguk serius sembari menyilangkan tangannya, Masachika menatap sinis ke arahnya. Kemudian, Yuki menyeringai dan menatap Masachika dengan ekspresi sok imut.
“Tapi kenyataannya, aku ini memang imut, ‘kan?”
Yuki menutup satu matanya dan menempelkan jari telunjuk di pipinya, suatu gambaran dari ekspresi yang sangat imut. Namun, Masachika hanya melihat ke bawah sembari mengerutkan keningnya.
“Boleh aku menjawab dengan sangat serius?”
“Silahkan saja, ayo katakan!”
Saat Masachika bertanya dengan ekspresi serius, Yuki pun ikut-ikutan berekspresi serius. Di tengah suasana tegang seolah-olah pengakuan serius akan terjadi, Masachika membuat pernyataan serius.
“Sejujurnya … memang sangat imut”
“Makasih~. Gabacho”
“Memangnya kamu ini Koala!”
Dalam sekejap, Yuki melepaskan kedok keseriusannya, lalu dengan cekatan bergerak dari posisi duduk bersimpuhnya dan melompat ke atas Masachika yang sedang duduk di tempat tidur dengan kedua tangan dan kaki mendekapnya. Sosoknya itu, seperti yang dikatakan Masachika, tampak seperti koala yang menempel di tubuh induknya dengan kedua tangan dan kaki. Namun …
“Hm, dibilang mana yang lebih bagus—”
“Tutup mulutmu”
“Onii-chan Daishuki”
“Jangan tiba-tiba bertingkah seperti balita”
“… Aha, itu dia.”
Tiba-tiba merasa puas dengan sesuatu, Yuki menjauhkan diri dari Masachika dan meletakkan tangan kirinya di pinggang dan tangan kanannya di dadanya, seolah-olah dia baru saja mendapat ide bagus.
“Oke, baiklah. Kalau begitu, aku akan menerima hukuman karena sudah menghipnotis Alya-san dan Masha-senpai.”
“Apa? Hukuman?”
“Sesuai prinsip ‘mata dibalas mata, gigi dibalas gigi’, aku akan menggunakan sugesti-diri untuk bertingkah seperti balita sesuai yang Onii-chan inginkan, itulah hukumannya.”
“Tidak, memang benar kalau aku menjawab seperti itu saat di ruang OSIS tadi, tapi aku tidak serius menginginkan itu, tau …. Ayano, apa yang sedang tuanmu katakan?”
“Entahlah … rakyat jelata seperti saya takkan pernah bisa memahaminya.”
“Tidak, jangan mengatkannya seolah-olah Yuki punya pemikiran yang mendalam. Orang ini cuma asal ngoceh saja.”
“Meski terlihat begitu, tapi sepertinya dia mempunyai maksud lain …”
“Nai, nai. Memangnya kamu ini kroninya karakter utama yang selalu menafsirkan sesuatu dengan positif? Karakter yang akan mengatakan, “Sasuyuki” atau semacamnya? ”
“Permisi, maksud dari “Sasuyuki”…?”
“Itu singkatan dari ‘Sasuga Yuki-sama’, makanya disebut Sasuyuki.”
“Masachika-sama, itu tidak sopan memanggil “Sasuga” kepada beliau.”
“Tidak, aku tahu, kok”
Di depan Masachika yang sedang menatap Ayano, Yuki membuka kakinya lebar-lebar dan menurunkan pinggulnya, dia berpose seolah-olah sedang menantang sesuatu.
“Ikuze Onii-chan! Aku akan mengerahkan segalanya untuk menghilangkan rasa maluku! Aku akan memundurkan usia mentalku secepat yang aku bisa!!”
“Serius? Memangnya kamu ini punya rasa malu!”
“Tentu saja punya, dasar begoooooo!! Uwoooooooooooooooo!!! ”
Sejumlah besar energi terpancar dari Yuki.
Energinya sekuat prajurit yang meningkatkan auranya demi melakukan teknik jitu. Yuki menepak kedua tangannya di depan dadanya, dia meraung seraya membalikkan tubuhnya ke atas, dan kemudian berhenti dalam posisi membungkuk.
“… Oi, Yuki?”
“…”
“Oooi~”
“… Nii-sama?”
“Gubohaa!?”
Yuki menanggapi seraya mendongak dengan tatapan mata yang terlihat murni dan polos, dan Masachika membungkuk tubuh ke depan sambil memegangi dadanya. Yuki bergegas menghampirinya dengan cemas, karena Masachika tiba-tiba bereaksi seolah-olah dadanya tertembak oleh pistol.
“Nii-sama, ada apa? Apa anda baik-baik saja!?”
“Ugh, he-hentikan, bekas luka, bekas luka lamakuuu!”
“Luka …? Gawat! Saya akan memanggil dokter!”
“Bukan itu …! Hentikan tatapan mata polos itu!”
“Mata yang polos…? Kenapa? Padahal Nii-sama juga memiliki mata yang sama.”
“Enggak! Mungkin bentuknya sama, tapi mataku jauh lebih jelek!”
Yuki meletakkan tangannya di pangkuan Masachika saat dia duduk di tempat tidur dan memiringkan kepalanya. Dengan penampilannya yang mungil dan cantik, dia sangat menggemaskan layaknya bidadari. Namun bagi Masachika, yang kesedihannya telah ternodai, tatapan polosnya itu sangat menyakitkan.
“Nii-sama, apa Anda merasa sakit?”
“Be-Begini Yuki. Aku mengakui kalau akulah yang salah, jadi bisa tidak kamu kembali seperti semula?”
“Nii-sama, saya tidak tahu apa yang sedang anda bicarakan.”
“Aku sudah tidak tahan lagii! Ayano! Dia itu tuanmu, ‘kan! Tolong lakukan sesuatu tentang ini!”
Karena sudah tak tahan lagi, Masachika meminta bantuan kepada Ayano, tapi orang yang bersangkutan justru tiba-tiba menghilang dengan tatapan seakan-akan melihat sesuatu yang berharga.
“Oi tunggu. Jangan coba-coba membaur jadi udara! Cepetan kembaliii!”
“Nee, Nii-sama”
“Dibilangin, hentikan tatapan mata yang polos itu!?”
Yuki yang berubah menjadi layaknya bidadari dan Ayano yang membaur jadi udara. Tempat tersebut begitu kacau sehingga akhirnya, hari itu tidak ada lagi sesi belajar bersama.