Keesokan harinya, sepulang
sekolah, setiap anggota OSIS melakukan berbagai persiapan untuk upacara akhir
semester dan pertemuan dengan pihak terkait. Dengan bagan kemajuan upacara
akhir semester di tangan, dua atau tiga pasang siswa berjalan mondar-mandir di
sekitar gedung sekolah.
Sementara itu, Masachika dan
Alisa yang sudah menyelesaikan tugas mereka, sedang berlatih di atas panggung gimnasium
untuk penampilan besok.
“Sekian dari saya, terima kasih
banyak atas perhatiannya.”
Masachika yang mendengarkan di
bawah panggung, bertepuk tangan pada Alisa yang baru saja selesai berpidato
tanpa mikrofon.
“Oke, jika kamu bisa melakukan
ini di hari pelaksanaan, sepertinya kamu akan baik-baik saja.”
Saat Ia menaiki tangga menuju
panggung, ekspresi Alisa diliputi sedikit kecemasan.
“Benar juga … bahkan di hari
pelaksanaan …”
“Kamu masih merasa cemas?
Padahal selama debat kemarin, kamu bisa berbicara dengan lancar.”
“Waktu itu … aku bisa
berbicara lancar karena aku berkonsentrasi pada batinku sendiri. Selain itu, besok
akan ada lebih banyak orang daripada waktu itu, ‘kan?”
“Yah, semua siswa di sekolah
akan ada di sini besok. Gimnasium ini akan penuh, lo?”
Tidak ada gunanya menipunya,
jadi Masachika mengangkat bahunya dan berkata dengan jujur, lalu berbalik dan
memberitahunya dengan nada santai.
“Tapi, apa yang harus kamu lakukan
tidak berubah, bukan? Tidak peduli seberapa banyak penontonnya, selama kamu
fokus pada apa yang ingin kamu katakan…”
“Tapi kupikir itu saja masih
belum cukup.”
“Hmm?”
“Pada debat terakhir … aku
melihat apa yang kamu bicarakan, dan aku tahu persis apa yang kamu maksud. Ada
perbedaan besar antara berbicara kepada diri sendiri dan berbicara dengan
audiens. Terutama saat ‘berpidato’,
kupikir aku harus harus menatap mata dan wajah para penonton.”
Alisa berkata dengan ekspresi
serius saat melihat ke bawah panggung, dan kemudian mengalihkan tatapannya yang
kuat ke arah Masachika.
“Nee, bagaimana caranya supaya
aku bisa berbicara dengan penonton seperti kamu?”
Menanggapi pertanyaan Alisa,
Masachika menggaruk kepalanya sembari dalam hati mengagumi betapa ambisiusnya
dia.
“Meski kamu bertanya bagaimana
caranya, aku sendiri tidak tau harus menjawab apa … karena ini semua tentang
membiasakan diri. Setidaknya, kamu harus bisa berbicara dengan sempurna tanpa
melihat naskah, dan kemudian mengubah nada suara dan mengambil jeda sambil
melihat reaksi penonton …. lalu membuat beberapa lelucon untuk menjaga fokus
penonton …”
“…”
Alisa langsung terdiam dengan
ekspresi sulit saat mendengar saran Masachika. Masachika sendiri sadar bahwa Ia
menuntut sesuatu yang cukup sulit, jadi Ia menambahkan dengan senyum masam.
“Yah, mana mungkin bisa
melakukannya dengan sempurna dari awal. Seperti yang sudah kubilang sebelumnya,
ini semua tentang membiasakan diri … Untuk kali ini, kamu cukup menghadap ke
depan dan berbicara secara terbuka saja.”
“… Apa itu saja sudah cukup?”
“Ya, anggap saja ini sebagai
latihan untuk kampanye pemilihan yang akan datang. Aku sudah memberitahumu
kemarin, ‘kan? Kalau kamu terlalu bersaing dengan Yuki, dia akan membuatmu
mengguncang tempomu.”
“!!”
Begitu mendengar perkataan
Masachika, mata Alisa melebar saat menyadari kalau dia secara tidak sadar
merasa tergesa-gesa untuk menghindari kekalahan dari Yuki. Masachika lalu
menepuk bahu Alisa dengan ringan untuk menenangkannya, dan mulai sedikit
mengecilkan suaranya.
“Kalau begitu … bagaimana
kalau aku memberitahumu satu trik rahasia yang bisa membantu meredakan
keteganganmu sekaligus menarik perhatian penonton?”
“Trik rahasia??”
“Iya.”
Ketika Alisa mengangkat
alisnya, Masachika diam-diam memberitahunya. Alisa tampak terkejut sejenak pada
isi trik yang tak terduga, dan kemudian mengangkat alisnya ketika merenungkan
isi dari trik rahasia yang dimaksud.
“Jadi itu trik rahasianya …?”
“Gimana? Gampang, ‘kan? Tapi
tetap efektif.”
“… Ya. Aku akan mencobanya.”
Alisa mengangguk dengan
ekspresi serius, dan Masachika balas tersenyum padanya. Kemudian, mereka
mendengar suara memanggil dari luar area panggung.
“Apa kamu sedang latihan untuk
besok?”
Mereka berbalik pada saat
bersamaan ketika mendengar suara itu, dan melihat Yuki dengan senyumnya yang
biasa. Di belakangnya ada Ayano yang memberikan anggukan tanpa ekspresi kepada
Masachika dan Alisa.
“Oh, apa kamu sudah
menyelesaikan tugas bagianmu?”
“Ya, semuanya berjalan lancar.”
Mereka berdua saling bertukar
kata dengan ramah, tapi ada ketegangan tidak biasa di sana. Saat dia berjalan
perlahan menuju Masachika, Yuki meletakkan tangannya di depan mulutnya dan memiringkan
kepalanya.
“Fufufu, ada apa? Masachika-kun.
Wajahmu terlihat sedikit menakutkan, tau?”
“Berani-beraninya kamu
mengatakan itu dengan blak-blakan … Bukankah kedok Ojou-sama-mu sudah mulai luntur?”
“Ara ara, fufufu.”
Yuki membuka matanya sedikit
sembari memasang senyum ala Ojou-sama yang sempurna. Mata yang mengintip dari
balik tatapan matanya yang menyipit memiliki cahaya dingin, tanpa ada jejak
senyum keramahan sedikit pun.
Di hadapan tatapan yang akan
membuat kebanyakan orang merasa merinding, Masachika mengangkat bahunya dan
melihat kembali ke Alisa yang ada di belakangnya.
“Kamu bisa melihatnya sendiri,
‘kan? Beginilah sifat dia yang sebenarnya. Seperti yang pernah aku bilang
sebelumnya, jangan tertipu oleh wajah anggunnya.”
“I-Iya…”
“Ara, Alya-san. Apa aku
membuatmu kecewa?”
Saat Yuki memiringkan
kepalanya, Alisa perlahan menggelengkan kepalanya.
“Tidak, aku memang sedikit
terkejut, tapi aku tidak merasa kecewa.”
“Ara …”
“Kita belum terlalu mengenal satu
sama lain. Wajar saja jika keadaan berubah, kamu akan menunjukkan sisi barumu.”
“…”
“Selain itu … apa benar kalau
kamu ingin berteman denganku?”
“… Ya, tentu saja.”
“Kalau begitu, tidak apa-apa.”
Yuki melebarkan matanya karena
terkejut, karena tidak menduga kalau Alisa mengangguk dengan begitu mudah.
“Apalagi … berkat Yuki-san,
aku bisa melihat kembali diriku dengan pandangan baru.”
“… dan, apa itu?”
Dengan tatapan lurus ke arah
Yuki yang menarik kembali senyum palsunya dan memiringkan kepalanya, Alisa pun
menyatakan.
“Yuki-san, waktu itu kamu
bertanya kenapa aku ingin menjadi ketua OSIS …, aku akan menunjukkan jawaban
dari pertanyaan itu besok. Selain itu, aku akan mendapat lebih banyak dukungan
daripada dirimu.”
Mendengar pernyataan Alisa yang
mengesankan, Yuki mengedipkan matanya dengan wajah datar dan kemudian
terkikih-kikih.
“Fufu, Alya-san benar-benar
mempunyai sifat lugas … dan orang yang baik, ya.”
“Ap-Apa-apaan itu.”
Tatapan Alisa ke sana kemari
dalam kebingungan pada pujian yang datang tiba-tiba. Namun, Yuki terus melanjutkan
tanpa merasa malu sama sekali.
“Itu perasaanku yang
sebenarnya, lo? Aku merasa sangat senang bisa berteman dengan Alya-san.”
“…..”
Ketika Alisa memalingkan
wajahnya seolah-olah dia tidak tahan lagi, Yuki berkata dengan senyum yang
lebih lebar.
“Untuk Alya-san yang begitu
luar biasa … aku ingin memberitahumu tentang satu hal.”
“… Apa?”
“Mengenai pembicaraan kepergian
kakakku … itu maksudnya, bukan berarti Ia sudah meninggal, tau?”
“Hah?”
Ketika Alisa berbalik dengan
ekspresi kebingungan, Yuki tersenyum jahat dan nakal.
“Ia cuma meninggalkan rumah.
Walaupun Ia memutuskan semua hubungan dengan keluarga Suou, Ia masih
sehat-sehat saja, lo?”
“Ap-Ap…!”
Alisa tiba-tiba tersipu karena
merasa salah paham dan memelototi Yuki. Masachika yang tersenyum lalu berdiri
di depan Yuki, yang menepis tatapan tajam Alisa dengan senyum dingin.
“Syukurlah, aku senang
persahabatanmu dengan Alya tidak terputus.”
Senyum ceria yang tidak wajar
tersebut membuat Yuki meningkatkan kewaspadaannya dan dia memasang senyum ala
Ojou-sama-nya lagi.
“Ara ara, dari cara bicaramu
… Seolah-olah persahabatanku dengan Masachika sudah retak, ya?”
“Enggak juga, kok? Tapi aku
cuma berpikir kalau kamu sudah berani melakukan taktik semacam itu.”
Masachika berjalan ke arah Yuki
dan Ayano sambil mengatakannya dengan nada cerah serta senyum yang ceria. Alisa
menatap punggungnya dengan sedikit cemas, tapi Yuki tetap tersenyum meskipun
kakaknya tepat di depannya.
“Ara, apa jangan-jangan …
kamu marah karena aku sengaja mengincarnya saat kamu sedang jatuh sakit?”
“Bukan itu masalahnya. Itu
adalah taktik alami untuk menargetkan orang ketika mereka dalam keadaan lemah.
Faktanya, aku pikir kamu sudah melakukan pekerjaan yang sangat baik dengan
memberiku obat yang mempunyai efek samping tanpa membuatku menyadarinya sama
sekali.”
“Aku merasa tersanjung.”
Walau dia bilang begitu, Yuki
merasa bulu kuduknya berdiri saat melihat senyum kakaknya. Hal yang sama berlaku
untuk Ayano, yang dilirik sekilas oleh Masachika. Mereka berdua merasakan
keringat mengalir di punggung mereka saat Masachika memberi mereka tatapan yang
luar biasa kuat.
Namun, terlepas dari suasana
yang menakutkan, Masachika melanjutkan dengan nada ceria.
“Yaah~, kira-kira perasaan apa
yang sedang kurasakan ini, ya? Aku sendiri tidak begitu memahaminya … Jika
diberi perumpamaan, setengahnya aku merasa tergoda ingin mengelus-ngelus kepala
anjing lucu yang sudah berani menggigitku, dan setengahnya lagi, aku merasakan dorongan
untuk mendisiplinkannya supaya dia tidak menggigit lagi, mungkin perasaan
semacam itu?”
Itu adalah hal yang cukup
menakutkan untuk diberitahu, tapi Yuki tidak meremehkannya. Setelah melihat
keseriusan kakaknya, yang sudah lama tidak dia lihat, Yuki melepas kedok wajah
anggunnya.
Apa yang ada di dalam diri Yuki
sekarang adalah sedikit ketakutan, tetapi lebih dari itu, rasa kegembiraan. Hal
itu diekspresikan dalam bentuk sorot mata yang bersinar dan senyuman yang
ganas. Senyum Masachika juga berubah menjadi ganas pada tatapan yang
ditunjukkan adiknya.
“Tapi yah, jika ada satu hal
yang ingin kukatakan …”
Kemudian … Ia terus
melanjutkan sambil menatap Yuki dengan tatapan yang tidak menunjukkan senyuman
sama sekali.
“Jika kamu berani menggigit,
kamu harus mengeritkan gigimu, oke?[1]”
Dari tatapan matanya, ada rasa
superior yang menunjukkan kalau Ia tidak merasa terpojok sedikit pun. Yuki dan
Ayano menyadari bahwa mereka telah menginjak ekor singa yang sedang tertidur.
(Ahaha … Kupikir aku bisa membuatnya sedikit tidak sabaran,
tapi … ternyata aku masih terlalu naif, ya ….)
Itu adalah pernyataan perang
yang paling jelas dari kakaknya. Namun, itu juga hal yang kebetulan bagi Yuki.
Jika mereka bisa melakukan pertarungan langsung, Yuki pasti menginginkannya. Yuki
menggigil dan Ayano juga gemetar pada kewaspadaan dan kegembiraan yang
ditujukan padanya… meskipun tidak tahu kegembiaraan mana yang ditujukan Ayano.
Ketegangan luar biasa memenuhi
sekitar panggung, seolah-olah itu adalah hari sebelum pertunjukan. Namun,
suasana tegang tersebut langsung lenyap oleh suara yang menyela dari luar
panggung.
“Umm, boleh minta perhatian
kalian sebentar? Aku ingin melakukan pemeriksaan terakhir untuk besok …”
Ketika mereka menoleh secara
bersamaan ke arah sumber suara, mereka melihat ada tiga siswa kelas dua dari
OSIS.. Masachika dan Yuki menarik semangat juang mereka dan menuju ke Touya yang
memasang wajah sedikit kaku, untuk berkumpul. Alisa dan Ayano juga merasa santai
dan mengikuti mereka.
Meskipun Ia tampak sedikit
gelisah dengan suasana tegang dari empat siswa kelas 1, Touya terus melanjutkan
untuk melakukan pemeriksaan terakhir sebagai persiapan upacara penutupan akhir
semester besok.
Dan topik mereka akhirnya
beralih pada pidato dari semua anggota OSIS.
“Sekarang, tentang bagian
penting, pidato salam dari para anggota OSIS … Urutannya berawal dari aku dulu
sebagai Ketua, kemudian Chisaki yang menjabat wakil ketua, lalu Kakak Kujou,
dan kemudian anggota yang dari kelas satu. Karena tahun ini anggota OSIS-nya
tidak terlalu banyak, jadi tidak ada batasan waktu, tapi tolong sebisa mungkin
untuk melakukannya di bawah tiga menit. Apa kalian punya pertanyaan lain?”
Alisa sudah diberi pengarahan
singkat sebelumnya, jadi tidak ada orang yang mengangkat tangannya untuk
mengajukan pertanyaan. Setelah memastikan bahwa mereka semua mengangguk ringan,
Touya mengalihkan perhatiannya ke empat siswa kelas satu dengan sedikit enggan.
“Kalau begitu, urutan salam
buat yang kelas satu … Kalian maunya gimana? Tahun lalu sih, para kandidat
ketua saling melakukan suit batu-kertas-gunting.”
Mendengar kata-kata Touya, Yuki
dan Alisa saling bertukar pandang, dan Yuki memiringkan kepalanya sambil
tersenyum.
“Aku sih tidak keberatan dengan
suit batu-kertas-gunting?”
Alisa mencoba juga menyetujui
kata-kata Yuki … Tapi sebelum itu, Masachika angkat bicara duluan.
“Tidak, itu tidak bagus. Suit
batu-gunting-kertas hanyalah permainan peluang.”
“Yah, memang benar, sih.”
Alisa dan Touya mengangkat alis
mereka dengan “Hmm?” kepada Yuki yang
mengangkat bahunya, Chisaki mengangguk, “Paham
banget” dan Maria hanya tersenyum masam “Eehh~?”
. Ayano sudah membaur jadi udara.
Tapi, kedua kakak beradik ini sama
sekali tidak bercanda.
Sebagai otaku garis keras,
mereka selalu siap untuk terlibat dalam permainan otak yang mempertaruhkan
hidup mereka, jadi permainan batu-gunting-kertas adalah langkah pertama yang
alami. Sekali lagi, permainan itu bukan sekedar permainan biasa.
“Kalau begitu, bagaimana dengan
lemparan koin?”
“Hmm, kalau yang itu mungkin
akan adil.”
“Baiklah. Bagaimana kalau Ayano
melempar koin dan Alya-san yang menebak sisi sebaliknya?”
“Tidak, lebih baik minta orang
lain untuk melempar koin.”
“Fufu, kamu selalu curigaan.”
Tentu saja, Masachika dan Yuki
tidak melakukan lempar koin karena ada kemungkinan melakukan kecurangan, dan
Ayano mana mungkin mempunyai keterampilan seperti itu.
Tapi bukan berarti Masachika
tidak punya alasan untuk mewaspadai Ayano, karena dia punya catatan mencoba
mencekoki orang dengan obat tanpa ragu sama sekali.
Tentu saja, fakta bahwa
Masachika dan Yuki tidak memainkan peran menebak sisi lain dari koin, karena
itu hanyalah permainan pengalih perhatian.
“Etto, bagaimana kalau aku saja
yang melakukannya ~?”
Ketika Masachika menoleh ke
kelompok murid kelas 2, Maria berkata begitu dan mengeluarkan koin 100 yen. Masachika
menatap Yuki untuk memastikan, dan Yuki mengangkat bahunya dengan santai. Masachika
mengangguk ke arah Maria, setelah menilai bahwa Yuki sudah setuju dengannya.
“Kalau begitu, mohon bantuannya.
Masha-san akan melempar koin, dan Alya
akan menebak sisi mana. Jika tebakannya benar, Alya bebas memilih mau giliran
yang pertama atau kedua, dan jika tebakannya meleset, Yuki yang memilih.”
“Baiklah, aku mengerti. Lalu sisi
koin yang bermotif adalah bagian kepala, dan yang bertulis angka 100 adalah
bagian ekor, ya~.”
Maria kemudian meletakkan koin
100 yen di kukunya, tapi Alisa yang dari tadi mengawasinya, membuka mulutnya
dengan tatapan curiga.
“Masha … apa kamu bisa
melakukannya dengan benar?”
“Ahh~ kamu meremehkan Onee-chan~.
Tentu saja aku bisa kok, coba lihat baik-baik, ya~? Eii~~!”
Dia menggembungkan pipinya saat
melihat tatapan Alisa, dan untuk beberapa alasan, Maria memantulkan tubuhnya ke
atas dan ke bawah saat melemparkan koin 100 yen.
Sementara semua orang
menatapnya dengan tatapan lembut, Maria menggoyangkan tubuhnya karena suatu
alasan dan mengikuti perputaran koin dengan matanya. Dia lalu menangkap koin
itu dengan kedua tangannya seolah-olah sedang menepak nyamuk.
“Kena! Lihat, aku bisa
menangkapnya, Alya-chan!”
Dengan tangannya yang terkatup,
Maria tersenyum gembira. Namun, tatapan mata Alisa berubah menjadi dingin.
“Jadi? Mana yang bagian atasnya?”
“Ehh …?”
Alisa menyuruhnya untuk melihat
ke bawah ke tangannya, dan Maria akhirnya menyadari bahwa dia tidak bisa
membedakan antara bagian atas dan bawah.
“Ettoo~, kalau begitu … apa
ini yang bagian atas?”
Kemudian, saat Maria meletakkan
tangan kirinya ke bawah dan tangan kanannya ke atas, Alisa menjawab dengan acuh
tak acuh.
“Bagian kepala.”
“Ehh~ kamu boleh memilihnya
sedikit lebih lama lagi, kok~ …”
“Jangan bercanda terus.”
“Muu … kalau begitu, ini
dia.”
Di tangan Maria yang terbuka
… koin bertuliskan angka 100 muncul. Alisa mengerutkan alisnya sejenak, dan
Yuki memperhatikan ekspresinya dengan cermat.
“Sayang sekali, tebakan
Alya-chan meleset. Kalau begitu… Yuki-chan, kamu mau giliran pertama atau
kedua?”
“Biar kupikir-pikir dulu …”
Saat Maria bertanya padanya,
Yuki meletakkan tangannya di dagu. Masachika menatap Yuki yang sedang seperti
itu.
(Aku berharap kalau Alisa bisa
memenangkan lemparan koin tadi, tapi … sekarang, seberapa jauh kamu bisa
melihat strategiku?)
Saat kakaknya sedang
menatapnya, Yuki berkonsentrasi pada pikirannya sendiri.
(Kalau dipikir-pikir secara normal,
giliran kedua yang meninggalkan kesan di akhir jauh lebih menguntungkan ….
Tapi, jika aku bisa menciptakan suasana 『Suou-san sangat hebat, jadi ayo jangan
bertepuk tangan buat Kujou-san』 pada
giliran pertama, aku bisa meraih kemenangan yang telak. Di sisi lain, giliran pertama bisa memberinya jumlah tepuk
tangan minimum, jadi sulit untuk memenangkan kemenangan telak kalau Alya-san
yang mendapat giliran pertama … Apalagi aku jadi tidak bisa beralasan 『Apa boleh buat karena dia mendapat
giliran pertama』 … apa aku harus memilih giliran pertama?
Dari awal, aku memang berencana begitu….)
Tapi…, pikir Yuki.
(Itu pun kalau aku mengincar kemenangan
yang telak, tapi karena Onii-chan sudah mulai bersikap serius, mungkin aku
harus mengincar kemenangan yang aman di sini … Jika memang begitu, apa lebih
baik memilih giliran kedua yang lebih menguntungkan? Kurasa lebih baik menunggu
dan melihat apa yang akan Onii-chan lakukan …)
Kemudian, Yuki tiba-tiba merasa
tidak nyaman tentang sikap kakaknya yang tadi. Intimidasi blak-blakan yang
dilakukan oleh Masachika.
(Omong-omong … mengapa Ia
mengintimidasiku begitu terang-terangan? Ini tidak seperti sifat Onii-chan yang
biasanya melakukan sesuatu di balik layar … apa jangan-jangan, cuma akting?)
Begitu kemunginan itu muncul di
benaknya, Yuki secara insting merasa kalau dugaannya itu benar. Yuki menoleh
sambil mengalihkan pandangannya ke arah Masachika.
(Kalau tadi itu cuma akting… apa tujuan
yang sebenarnya? Demi membuatku berpikir kalau Ia merasa marah dan mengira akan
bertarung secara langsung…? Tapi sebenarnya, Ia tidak berniat melakukan itu?
Selain itu… huh! Apa itu demi mengalihkan perhatian dari Alya-san!)
Dengan kilasan pencerahan, Yuki
melakukan kontak mata dengan Masachika. Meskipun dia tidak bisa membaca apa pun
dari ekspresi wajah poker kakaknya, tapi Yuki meyakini kalau perkiraannya
mendekati jawaban yang benar.
(Benar juga … Tanpa disadari aku terkecoh oleh Onii-chan,
tapi dari awal, targetku adalah Alya-san… Dan, sejauh yang kulihat, mental Alya-san
tidak sekuat yang kuduga.
Di tambah lagi, dia masih mengalami
trauma karena tidak bisa berbicara dengan baik di siaran sekolah kemarin. Aku
awalnya berencana melakukan serangan pada Alya-san saat tekanan tersebut muncul.)
Mengingat strategi awalnya,
Yuki menyadari kalau dia sedang digiring ke dalam jebakan. Namun, dia sudah menyadarinya.
(Tujuan Onii-chan yang sebenarnya adalah
mengincar hasil imbang dengan pembicara giliran pertama bisa mendapatkan tepuk
tangan minimum tanpa ada tekanan! Kalau begitu, aku harus mengincar kemenangan
telak seperti yang direncanakan seperti semula!)
Selama waktu tersebut, 5 detik telah berlalu. Yuki, yang mencapai
kesimpulan dengan kecepatan berpikir yang melampaui kemampuan orang biasa,
memberitahu Touya dengan senyum di wajahnya.
“Kalau begitu, aku minta
giliran pertama dulu.”
“Baiklah. Lalu, giliran pertama
adalah pasangan Suou dan Kimishima. Sedangkan giliran keduanya adalah pasangan
adik Kujou dan Kuze.”
Alisa mengangguk diam-diam pada
pengumuman Touya, dan Masachika tersenyum penuh arti.
◇◇◇◇
Kemudian, pada hari berikutnya.
Upacara akhir semester berjalan lancar tanpa ada kendala apapun, berkat
persiapan yang matang sehari sebelumnya. Pidato kepala sekolah, pengumuman
komite kesehatan masyarakat, dan acara lainnya berjalan lancar sesuai jadwal. Para
anggota OSIS terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama yang berada di sisi
bawah panggung ada Touya, Maria. Alisa dan Masachika. Sedangkan Chisaki, Yuki,
dan Ayano sedang menonton di sisi atas panggung.
“Kalau begitu acara
selanjutnya, salam perkenalan dari para anggota OSIS tahun ini. Untuk waktu dan
tempatnya, dipersilahkan.”
Akhirnya, waktunya telah tiba.
Anggota OSIS yang kelas 2, saling menyapa secara bergantian saat moderator yang
merupakan seorang anggota klub penyiaran, memanggil nama mereka. Touya
memberikan pidato karismatik dengan sikap yang mengesankan, dan mendapat
sorakan saat mengumumkan keputusan sekolah yang menyetujui untuk mengganti
seragam musim panas.
Chisaki memberikan pidato yang
agak umum sambil terkadang mengundang tawa dalam suasana yang ceria. Sedangkan
Maria, dengan senyum lembutnya yang biasa, memberikan pidato tegas meskipun
suasana dan nada suaranya terdengar bersahabat.
Kelompok kelas 2 menyapa para
siswa dengan tiga cara berbeda, tapi masing-masing dari mereka menarik
perhatian orang-orang. Sementara para siswa semakin bersemangat seolah-olah
mereka sedang menonton idola, akhirnya giliran kelompok kelas 1.
“Selanjutnya, angggota OSIS
yang menjabat bagian humas, Suou Yuki, akan memberikan pidato.”
Suasana di aula seketika
berubah saat kandidat ketua OSIS berikutnya muncul. Beberapa dari para penonton
menantikan pertempuran yang tenang antara para kandidat. Ada juga yang memperhatikan
dengan gembira.
Ada pula orang-orang yang
mencoba menilai situasi dengan tenang. Yuki berdiri di atas panggung dengan
segala macam tatapan tertuju padanya. Penampilan Yuki ditampilkan di layar di
atas panggung, dan penonton mulai sedikit bersemangat.
“Terima kasih atas
perkenalannya. Nama saya adalah Suou Yuki, dan saya menjabat sebagai humas OSIS
sekaligus mantan ketua OSIS pada divisi SMP Seirei Gakuen. Saya berencana untuk
mencalonkan diri menjadi ketua OSIS tahun depan. Oleh karena itu, saya berharap
bisa mendapat dukungan anda semua.”
Ketika Yuki membungkuk ringan
dengan senyum anggun menghias wajahnya, sorak-sorai dari para siswa datang
segala penjuru aula. Dia menanggapi dengan mengangguk ringan dan sedikit menurunkan
nada suaranya.
“Sekarang, saya ingin
menceritakan sedikit tentang visi saya. Bila saya berhasil menjadi ketua OSIS
nanti, saya mempunyai tujuan, yaitu … membuat sekolah yang mencerminkan
pendapat para siswa. Ara? Pasti banyak yang berpikir kalau itu lebih normal dari
yang kalian kira, ‘kan?”
Yuki tiba-tiba bertanya dengan
nada sedikit jahil, membuat penonton tertawa ringan dan membuat suasana menjadi
lebih santai. Setelah itu, Yuki mengeluarkan sebuah kotak besar dari bawah
podium dan menunjukkannya kepada penonton.
“Secara khususnya … seperti
kotak saran ini. Benda ini sudah terpasang di sekolah selama bertahun-tahun …
Saya yakin, hanya sedikit orang yang pernah menggunakan layanan ini sekali.
Sebenarnya, saya sudah mengungkitnya berkali-kali dalam siaran laporan aktivitas
makan siang, namun saya merasa bahwa tidak ada banyak masalah atau permintaan
nyata di dalamnya. Saya pikir itu karena banyak yang berpikir, “Tidak ada gunanya menulis ke kotak saran
karena itu takkan pernah direalisasikan”, bukan?”
Ketika Yuki mengajukan pertanyaan
spesifik, para siswa merenungi hal itu dan mengangguk setuju. Setelah melihat para
siswa merasa yakin, Yuki mulai menyebutkan alasannya.
“Namun, ini bukannya tidak
masuk akal. Lagi pula, kebanyakan dari anggota, baru pertama kalinya melakukan
tugas OSIS. Bahkan, seorang karyawan perusahaan perlu menghabiskan tahun
pertama mereka untuk mempelajari pekerjaan mereka, tetapi anggota OSIS hanya menjabat
selama satu tahun sementara masa jabatan mereka berakhir. Oleh karena itu, rasanya
akan sulit untuk mendengarkan permintaan siswa dan mewujudkannya. Terlebih
lagi, entah kenapa tahun ini… ya, entah kenapa! Kami kekurangan anggota OSIS
yang dari kelas 1, tahu?”
Cara Yuki yang sengaja
mengatakan hal itu membuat para siswa tertawa, “Memangnya salah siapa coba?”. Setelah tertawa terbahak-bahak saat
menindaklanjuti dengan para senpai yang juga anggota OSIS, Yuki memotong inti
masalah.
“Namun, ketika saya menjadi
ketua OSIS nanti, saya akan berusaha memenuhi permintaan yang dibuat di kotak
saran ini.”
Yuki menegaskan hal tersebut
dengan sangat jelas dan melanjutkan.
“Lebih tepatnya, saya akan berusaha
memenuhi setidaknya satu permintaan dari seorang siswa per bulan. Dan dengan
hasil tersebut, saya akan mulai mewujudkan permintaan yang lebih besar. Misalnya
saja seperti, mengubah acara festival olahraga. Atau menambahkan banyak acara
dan waktu untuk festival sekolah. Atau juga memperpanjang waktu luang untuk
karyawisata sekolah. Mungkin rasanya menarik juga bisa membuat acara baru pada
hari Halloween dan Natal, ya?”
Bagi kebanyakan siswa, janji
manis yang ditawarkan menimbulkan kegembiraan yang tak tertahankan, di antara
mereka bahkan ada yang bergumam “Apa
benar-benar bisa diwujudkan?” karena meragukannya.
Namun, Yuki sendiri yang
menjawab dengan tegas. Usai melihat sekeliling area penonton dengan senyum yang
kuat, Yuki pun menyatakan.
“Saya yakin bahwa hanya saya
yang mampu melakukan ini, setelah bertugas menjadi OSIS selama dua tahun di SMP
dan masih melayani di SMA. Selain itu, saya bermaksud untuk membuktikannya
melalui pekerjaan saya di masa depan. Untuk perhatiannya, saya haturkan
banyak-banyak terima kasih.”
Ketika Yuki menundukkan
kepalanya, ada banyak tepuk tangan dan sorakan yang bergema di seluruh
gimnasium. Yuki merespon dengan mengangkat tangannya dan kembali ke sisi atas
panggung. Masachika melihat pemandangan itu dengan senyum masam.
“Licik sekali. Dia hanya
mempermainkan kata-kata dan mengecoh dengan gambaran yang lebih besar, dia
bahkan tidak mengatakan apa-apa tentang apa yang akan dia lakukan di tahun ini.
Di tambah, dia sampai membuat alasan yang terlihat seperti tindak lanjut dari
senpai, “Kami tidak memiliki banyak
anggota OSIS tahun ini, jadi kami tidak dapat mewujudkan isi kotak saran.”
… dan yang terpenting, itu masih agak meyakinkan.”
Mendengar kata-kata Masachika,
Touya pun mengangguk dengan senyum masam yang bercampur kekaguman.
“Suou memang pandai berbicara
dan membual. Bukannya dia jauh lebih baik dariku?”
“Ahaha, itu sih masalah
pengalaman … apa itu berarti membuat Yuki menjadi sedikit pembohong, kali ya ?”
“Kamu ini memang tak kenal
ampun.”
Di sisi lain saat mereka
tertawa, Maria sedang berbicara dengan Alisa.
“Alya-chan, apa kamu baik-baik
saja? Apa kamu merasa gugup?”
“Aku baik-baik saja …
tinggalkan aku sendiri untuk saat ini.”
“Ya ampun, Alya-chan selalu
saja bersikap judes.”
Maria menggembungkan pipinya
pada adiknya, yang selalu bersikap judes seperti biasanya. Saat dia tersenyum
lagi, moderator acara memanggil Ayano ke podium.
Kemunculannya yang
diproyeksikan di layar menimbulkan sedikit keributan. Namun, wajar saja kalau
ada keributan di antara penonton. Itu karena, Ayano yang berdiri di podium…
meski mengenakan seragam, tapi gaya rambutnya disanggul dengan rapi layaknya
seorang maid.
Poninya yang selalu acak-acakan,
terlihat rapi, dan keningnya yang indah terekspos. Meski terlihat tanpa ekspresi seperti biasanya,
tapi wajahnya tampak bersemangat. … Tidak, mungkin itu cuma imajinasi
Masachika saja.
Bagaimanapun juga, Ayano, yang
biasanya tidak menonjolkan diri, berdiri di podium dengan poni terbuka,
menyebabkan banyak murid laki-laki berkata, “Siapa gadis cantik itu?” dan bahkan beberapa gadis berteriak, “Kyaa~! Ayano-chan manis sekali~!”.
Faktanya, terlepas dari penampilannya, Ayano cukup populer sebagai maskot di
antara beberapa gadis yang mengenalnya.
“Nama saya Kimishima Ayano, menjabat
sebagai urusan umum di dalam OSIS. Dalam kehidupan pribadi saya, saya adalah
pelayan keluarga Suou dan melayani Yuki-sama sebagai pelayan pribadinya.”
Suasana di gimnasium pada saat
itu secara sederhana bisa digambarkan sebagai “?!!” karena keterkejutan
penonton. Seorang gadis cantik misterius tiba-tiba muncul dan mengaku
sebagai pelayan pribadi Yuki. Bagi kebanyakan orang, mereka akan melakukan
tsukkomi, “Eh, tunggu sebentar, ada
banyak informasi yang perlu dicerna dulu.”
Namun, Ayano terus melanjutkan
tanpa menghiraukan keributan penonton.
“Tahun depan, saya berencana
untuk mencalonkan diri dalam pemilihan bersama Yuki-sama. Saya akan menggunakan
pengalaman saya sebagai pelayan Yuki-sama sejak kecil, dan mendukungnya. Yuki-sama
adalah orang yang luar biasa yang pantas disebut berperilaku baik dan berbakat.
Saya yakin bahwa dia akan memimpin sekolah dengan baik sebagai ketua OSIS.”
Ayano terus berbicara tanpa
ragu seolah-olah dia sedang membaca naskah.
Tapi, caranya berbicara yang
tanpa sedikit pun terlihat seperti akting atau dilebih-lebihkan, serta tatapan
matanya yang begitu lugas, memberikan kesan kebenaran yang aneh pada apa yang
dia ucapkan.
Entah bagaimana, penonton bisa
mengetahui bahwa dia hanya mengatakan yang sebenarnya. Dan faktanya, Ayano
hanya menceritakan apa yang benar untuknya.
“Yuki-sama selalu menjadi siswa
berprestasi di sekolah, dan kemampuan bahasa Inggris sudah mencapai tingkat
penutur asli. Baru-baru ini, dia belajar bahasa Cina dan telah mencapai tingkat
yang memungkinkan untuk percakapan sehari-hari. Selanjutnya, piano dan
merangkai bunga. Dia juga menunjukkan bakat hebat dalam piano, merangkai bunga,
karate, dan lain-lainnya. Dia benar-benar orang yang penuh dengan banyak bakat.
Meski begitu, Yuki-sama tidak pernah sombong atau arogan, dan selalu
memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Bahkan untuk pelayan seperti saya, dia
selalu memberi hadiah yang berharga setiap tahun di hari ulang tahun saya.”
Kemudian Ayano memejamkan
matanya, mengangkat dagunya sedikit dan menutup erat bibirnya. …… Rupanya,
dia berniat memasang wajah puas … tapi ekspresinya sama sekali tidak berubah.
Melihat wajah puas Ayano (?) beberapa
gadis berteriak dengan nada cempreng. Seolah terbawa suasaa, tawa mulai
menyebar di sekitaran penonton dengan berkata, “Gadis itu agak menarik juga, ya.”
Sambil mengedipkan matanya
sedikit pada reaksi yang tak terduga, Ayano kemudian dengan bangga … mungkin
dengan bangga dan antusias membicarakan Yuki. Penonton pun turut menyimak
cerita Ayano, karena suasana unik yang dibawakannya.
“Yah, pasti jadinya akan
begini.”
Masachika bergumam pada dirinya
sendiri saat mendengarkan pidato Ayano dari sisi panggung.
“Pidato persuasif Yuki didukung
oleh prestasinya saat SMP dulu. Dan Ayano semakin mempertegasnya dari sudut
pandang seorang pelayan yang sudah melayaninya sejak kecil…”
Masachika memberikan penilaian
yang tinggi setelah melakukan analisis objektif terhadap kedua rivalnya
tersebut. Kemudian, Ia menoleh kembali ke arah Alisa dan berkata.
“Ini adalah pidato yang
sempurna. Dia berusaha keras untuk menyerang lebih dulu dan mencoba meraih
kemenangan telak.”
Masachika dengan tenang
mengakui bahwa situasinya cukup sulit, tetapi Alisa bertanya dengan tatapan
yang tidak menunjukkan sedikit pun kegelisahan.
“… Tapi, kita bisa
memenangkannya, ‘kan?”
“Ya, semua itu berkat usahamu.”
Masachika mengangguk pada
kepercayaan tak tergoyahkan yang diarahkan padanya. Ia kemudian tersenyum puas
karena Alisa tidak terganggu oleh pidato saingannya, dan dengan lembut
meletakkan tangannya di bahu Alisa.
“Oleh karena itu, kamu tidak
perlu melakukan pidato aneh yang terlalu berlebihan untuk bersaing dengannya.”
Sejak awal, Masachika tahu
bahwa Alisa tidak punya kesempatan melawan Yuki jika mereka bertarung di medan
yang sama. Pihak lain pun mengetahui hal tersebut, dan mereka mungkin mencoba
membangkitkan rivalitas Alisa untuk membuatnya masuk ke medan yang sama.
“Aku tahu … kepalaku sudah
menjadi dingin berkat apa yang kamu katakan padaku.”
Tapi sekarang dia sudah tenang
setelah mendengar kata-kata Masachika, Alisa tidak punya keinginan untuk
bersaing dengan Yuki.
“Syukurlah kalau begitu. Kamu
masih mengingat nama dari acara ini, ‘kan?”
Pertanyaan Masachika dijawab
oleh Alisa dengan senyum tipis di wajahnya.
“Tentu saja. “Pidato salam” dari para anggota OSIS,
bukan?”
“Benar, pidato salam. Ini sudah
menjadi kebiasaan untuk berpidato, tapi awalnya bukan itu niat aslinya. Pertama-tama
…”
Masachika lalu mengalihkan
perhatiannya ke murid-murid yang berkumpul di gimnasium.
“Mari kita mulai dengan
mengenalmu.”
Pada saat yang sama, Ayano
menyelesaikan pidatonya tepat tiga menit, membungkuk, dan turun dari podium.
Dia kemudian bergabung dengan Yuki, yang keluar dari sisi atas panggung, dan
bersama-sama membungkuk kepada penonton. Segera, ada tepuk tangan meriah dan
sorak-sorai yang sepertinya akan mengguncang gimnasium.
Deruan tepuk tangan dan
sorak-sorai berlanjut selama lebih dari sepuluh detik saat moderator merasa
ragu-ragu untuk melanjutkan, dan akhirnya mulai tenang ketika Yuki dan Ayano
pergi ke belakang panggung.
“Umm kalau begitu, selanjutnya
adalah pidato dari Kujou Alisa sebagai bendahara OSIS.”
Di hadapan para siswa yang
masih heboh , Alisa naik ke podium. Para siswa akhirnya mulai memperhatikan
gadis berambut perak yang muncul di layar.
Suasana di antara penonton
adalah 50% menunjukkan ketertarikan, 30% acuh tak acuh, dan 20% merasa kasihan.
Sebagian besar siswa terpesona oleh pidato dari pasangan Yuki-Ayano, dan
beberapa dari mereka tampak bersorak atau mengharapkan sesuatu dari Alisa.
Dengan suasana yang seperti itu, Alisa diam-diam membuka mulutnya dan berkata …
「Спасибо за
представление. Я казначей ученического совета Кудзё Алиса. На будущий год я
планирую выдвинуться кандидатом на выборах председателя совета. Прошу вас
поддержать меня.」
Dia mulai berbicara dalam
bahasa Rusia dengan kecepatan tinggi. Sebagian besar siswa terperangah
melihatnya. Ketika semua siswa yang masih heboh dengan pidato Yuki dan Ayano mengalihkan
perhatian ke Alisa, dia tiba-tiba menutup mulutnya dan berkedip perlahan.
“… Maaf, saya terlalu gugup
sampai-sampai saya keceplosan berbicara bahasa Rusia.”
Para siswa menertawakan kalimat
yang diucapkan Alisa dengan ekspresi serius. Fakta bahwa Putri Alya mengatakan
sesuatu yang tampak seperti lelucon dengan ekspresi wajah yang sulit mengira
kalau dia sedang bercanda membuat para penonton saling membalas, “Tidak, mana mungkin bisa begitu ‘kan”, “Eh?
Tadi itu lelucon?” dan seterusnya.
Alisa menghela nafas lega pada
respon yang diharapkan. Momen menarik perhatian ini adalah trik rahasia yang
Masachika berikan kepada Alisa kemarin.
『Dengarkan
baik-baik, dari awal, langsung berbicaralah dengan bahasa Rusia. Karena Yuki
dan Ayano adalah orang yang pertama pergi lebih dulu, pada saat giliranmu berbicara,
suasana di aula pasti masih meriah karena pidato Yuki dan Ayano. Kemudian, kamu
perlu meredakan suasana aula dengan bahasa asli Rusiamu. Hal ini juga bisa
membantu meredakan keteganganmu juga. Kamu mungkin akan sangat gugup saat di atas
panggung, dan bahkan jika kamu tidak menyadarinya, kamu mungkin masih memiliki
trauma karena tidak bisa berbicara dengan baik di siaran sekolah. Jadi, berbicaralah
dalam bahasa Rusia sampai kamu merasa nyaman. Kamu tidak perlu risau~, kalau
itu dalam bahasa Rusia, tidak ada yang menyadarinya meskipun kamu sedikit
mengacaukannya. 』
Alisa diam-diam tersenyum saat
mengingat apa yang dikatakan Masachika. Dia kemudian mengambil napas dalam-dalam,
dan berbalik ke arah mikrofon lagi.
“Sekali lagi perkenalkan, nama saya
Kujou Alisa selaku bendahara OSIS. Tahun depan nanti, saya berencana
mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.”
Namun, bahkan setelah menarik
napas dalam-dalam, butuh banyak keberanian untuk mengucapkan kata-kata
berikutnya. Masih ada sedikit keraguan di hatinya. Alisa masih bimbang apa
hanya sebatas ini saja sudah cukup. Tapi … ini adalah “Pidato salam”. Ini adalah salam untuk memberi tahu semua orang
tentang siapa gadis yang bernama Alisa Mikhailovna Kujou ini.
Lalu… Aku harus bicara jujur. Aku tidak bisa memalsukannya. Aku
harus berterus teras tentang diriku sendiri!
Menginspirasi dirinya sendiri,
Alisa berbalik ke depan dan mulai berbicara.
“Saya baru saja pindah ke
sekolah ini tahun lalu dan belum memiliki prestasi yang bisa dibanggakan. Saya
baru saja mulai bekerja sebagai anggota OSIS dan saya tidak berani mengatakan
bahwa saya sepenuhnya memahami kerja keras dan tanggung jawab menjadi seorang pemimpin.
Saya yakin ada banyak kekurangan yang saya miliki untuk menjadi ketua OSIS di
sekolah ini.”
Alisa merasa takut dengan
reaksi para penonton. Dia merasa tidak pantas untuk menunjukkan dirinya yang
masih tidak sempurna.
Tapi Masachika mengakuinya. Partner-nya,
yang lebih dapat diandalkan daripada siapa pun, mengatakan bahwa Ia ingin
mendukung Alisa apa adanya. Seraya mempercayai kata-katanya, Alisa berusaha
terus melanjutkan.
“Tapi, jika ada satu hal yang
bisa saya banggakan…”
Lalu, Alisa meletakkan
tangannya di dadanya dan melihat sekeliling ke arah penonton, dan menyatakan
dengan jelas.
“Hal itu adalah saya merupakan
tipe orang yang bisa bekerja lebih keras daripada orang lain.”
Ya, hanya ini yang bisa dia
katakan. Dia bisa meyakinkan kalau itu bukanlah suatu kebohongan.
“Saya selalu berusaha untuk
mencapai hasil yang saya inginkan. Hal ini bisa anda lihat dari fakta
bahwa saya telah menempati peringkat teratas dalam ujian sejak saya masuk ke sekolah ini.”
Namun, tiba-tiba, Alisa merasa kalau
dirinya kesulitan bernapas. Pada saat itulah dia baru menyadari bahwa napasnya
tersengal-sengal. Tapi, tidak ada waktu untuk mencemaskan hal itu sekarang. Dia
harus melanjutkan pidatonya tanpa terputus …!
“Selain itu, saya terpilih sebagai
atlet MVP untuk kategori perempuan di festival olahraga tahun lalu, dan stan
kelas saya memenangkan hadiah utama dalam festival sekolah. Tentu saja, saya
tidak melakukannya sendirian, tapi ada …”
Aku tidak bisa bernafas…!
Kakiku gemetaran.
Aku bahkan tidak bisa mendengar dengan baik.
Tidak, apa aku menolak untuk mendengarkan diriku sendiri?
“Memang benar, kalau saya masih
kekurangan sesuatu, sebagai ketua OSIS sekarang, tapi …”
Kata-kata yang ditujukan kepada
penonton selama debat itu kembali terngiang di benak Alisa, begitu pula dengan
ucapannya sendiri selama siaran sekolah. Dia merasa kalau tenggorokanya terasa
sesak saat memikirkan bagaimana harus berbicara dengan benar supaya kejadian
yang sama tidak terulang kembali.
Ahh, sudah kuduga ini mustahil. Mana mungkin aku bisa menatap mata
penonton dan berbicara langsung dengan mereka. Aku selalu berlari sendirian
sepanjang hidupku, dan belum pernah mengakui siapa pun.
Alisa merasa bidang
penglihatannya menjadi kabur. Paru-parunya terasa sesak, dan dia tidak bisa
bernapas dengan baik——
“Не вешай нос!” (Lihatlah ke depan!)
Tiba-tiba, suara orang
mengatakan bahasa Rusia terdengar di telinganya. Alisa merasakan panca indranya
mendadak menjadi jernih. Dia menyadari bahwa tatapannya sudah menunduk ke bawah.
(Mengapa, pakai bahasa Rusia … jangan-jangan, kamu sengaja
berlatih untuk saat ini?)
Pada saat yang sama pemikiran
tersebut muncul di benaknya, Alisa bisa merasakan tatapan kuat yang
mengawasinya dari sisi luar panggung. Seketika, Alisa merasa sedikit aneh. Dia
tidak bisa menahan senyum pada partner-nya yang terlalu overprotektif.
Saat mengangkat wajahnya, dia
bisa melihat wajah para siswa yang sedikit bingung. Dia bisa mendengar …
suaranya. Pada saat yang sama, Alisa mengingat tujuannya dan melihat ke depan,
dengan bangga membusungkan dadanya.
“Maaf atas jeda sedikit tadi. Saya
yakin masih banyak kekurangan saya sebagai ketua OSIS saat ini. Hal yang sama
berlaku untuk pengalaman saya berbicara di depan umum. Saya menyadari ini pada
tempo hari saat saya membuat kesalahan kecil dalam siaran sekolah.”
Sebenarnya, bahkan sekarang pun
masih sama. Bahkan sekarang, tanpa bantuan partner-nya, dia mungkin akan gagal
lagi. Tapi …
“Tapi, saya bisa berbicara seperti
ini sekarang. Dengan mulut saya sendiri, dengan kata-kata saya sendiri, dan
mulai sekarang, saya akan terus mengisi kekurangan saya, satu per satu.”
Sambil berbicara seperti itu, Alisa
merasa bahwa kata-kata tersebut meresap ke dalam hatinya.
(Ah, begitu rupanya ya … aku sama sekali tidak sempurna …)
Betapa sombongnya dia sampai
sekarang. Dia memandang rendah orang-orang di sekitarnya, meyakini kalau
dirinya lebih baik daripada orang lain berdasarkan penilaiannya sendiri.
Tapi sebenarnya, ada banyak hal
yang tidak bisa dia lakukan namun bisa dilakukan dengan mudah oleh orang lain.
Tidak hanya Yuki, orang pertama yang dia akui sebagai rival dari kelompok
sebaya, maupun Masachika, orang pertama yang dia hormati. Entah itu Sayaka,
Nonoa, Ayano dan orang lainnya … dia yakin kalau mereka memiliki sesuatu yang
lebih baik dari dirinya sendiri.
Sampai sekarang, dia tidak
memahami hal itu. Meski dia mengakuinya melalui kata-kata, tapi dia tidak
mengakuinya dalam hati. Tapi sekarang … dia akhirnya mulai memahaminya.
(Aku tidak menyangka kalau aku sudah dibuat terpojok sejauh ini dan
akhirnya menyadari hal itu …)
Alisa menertawakan dirinya
sendiri dalam hati, tetapi dia pikir kalau memang begitulah dirinya. Dia tidak
pandai berinteraksi dengan orang lain, dan enggan mengakui kekurangannya karena
harga dirinya yang tinggi. Tapi, karena harga dirinya itulah dia berusaha
mati-matian untuk mengatasinya. Itulah sifat dari gadis yang bernama Kujou
Alisa.
Pada titik tertentu, rasa takut
untuk menunjukkan dirinya yang tidak sempurna telah hilang. Tidak lagi
memusingkan naskahnya, Alisa berbicara langsung kepada penonton dengan ekspresi
agak segar.
“Saya dapat berjanji bahwa saya
akan terus berusaha untuk menjadi ketua OSIS yang ideal. Jika pada kampanye
pemilihan tahun depan saya tidak yakin apakah saya cocok untuk menjadi ketua
OSIS… Pada saat itu, saya akan langsung mengundurkan diri dari kampanye
pemilihan ketua OSIS.”
Kemudian, Alisa menundukkan
kepalanya dengan cepat.
“Maka dari itu, tolong awasi
saya mulai sekarang, dan jangan ragu untuk menunjukkan kekurangan saya sebagai
ketua OSIS. Saya akan berusaha menggunakan semua saran tersebut untuk menjadi
ketua OSIS yang Anda inginkan. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih
banyak.”
Saat Alisa turun dari podium,
ada tepuk tangan meriah yang mengiringnya. Itu bukan tepuk tangan antusias,
melainkan … tepuk tangan hangat seolah-olah memuji pertarungan yang bagus.
Alisa membungkuk dalam-dalam lagi dan meninggalkan podium.
Setelah mengkonfirmasi situasi
dari sisi panggung, Masachika merasa lega.
(Secara umum, ini adalah evaluasi yang
tinggi … mempertimbangkan suasana tadi yang sudah dibangun oleh pihak lawan,
dia sudah melakukan pekerjaan yang bagus. Tampaknya pidato Alisa mengarah ke arah
yang berbeda dari yang dilakukan Yuki.)
Setelah Ia dengan tenang
menganalisis seperti itu, Alisa kembali ke sisi luar panggung.
“Yoo~~, kerja bagus untuk
pidato tadi. Aku senang semuanya berjalan lancar.”
“… benarkah?”
“Ya, tadi itu bagus sekali.
Kamu kelihatan keren, kok.”
Masachika menepuk pundak Alisa
dengan ringan dan menatap matanya dengan penasaran.
“… Entah kenapa, matamu
terlihat lebih lega, ya?”
“Ya … aku merasa bisa sedikit
melangkah maju.”
“Begitu ya …?”
Masachika tidak bisa sepenuhnya
memahami arti kata-kata Alisa. Namun, pada saat itu, moderator memanggil nama
Masachika, dan Ia mengangkat wajahnya.
“Sepertinya sudah giliranku …
kalau begitu, aku pergi dulu.”
“Ya … berjuanglah.”
“Serahkan saja padaku. Lalu
…”
Saat menuju ke podium,
Masachika menyeringai pada Alisa … dan dua orang yang ada di belakang Alisa.
“Kalau begitu, aku akan
memenangkan ini dulu.”
Saat Masachika berjalan ke atas
panggung, perhatian para siswa tertuju pada anggota OSIS terakhir. Sembari berjalan
dengan nyaman di antara kerumunan, Masachika melihat sekeliling ke arah penonton
dengan seringai begitu menaiki podium.
“Halo, saya Kuze Masachika yang
menjabat urusan umum di OSIS. Tahun depan nanti, saya berencana mencalonkan
diri dalam pemilihan ketua OSIS bersama dengan Kujou Alisa. Dan …”
Saat melakukan jeda, Masachika
tidak menyia-nyiakan waktu dengan mengayunkan tangannya dan langsung mengambil
pose. Lengan kirinya menempel di bawah dadanya, tangan kirinya menopang siku
lengan kanannya, dan tangan kanannya, terangkat lurus ke atas, menutupi sebagian
wajahnya dengan mata terpejam layaknya seorang pengidap chunibyou[2]. Itu adalah pose
narsis dengan tatapan tajam. Faktanya, Masachika memasang senyum nihilistik dan
melirik ke arah penonton.
“Orang yang pernah mendukung
Suou Yuki menjadi ketua OSIS sebagai wakil ketua bayangan adalah diri saya ini
…”
Pengakuan itu dibuat dengan
banyak jeda dan pementasan yang berlebihan, dan reaksi para penonton …
“Pfftt.”
“…”
“Hmm.”
Beberapa penonton ada yang menanggapinya
dengan tertawa, ada juga yang bereaksi “apa
sih yang sedang Ia lakukan?”, dan sebagian besar bergumam “Hee~ jadi begitu ya”. Masachika mengedipkan
mata dan memiringkan kepalanya pada respon dingin penonton yang melebihi
dugaannya.
“… Eh? Apa perkenalan tadi
itu terlalu garing dari yang kukira?”
Persentase orang yang
menertawakan komentar Masachika yang terlalu jujur meningkat. Di tengah semua
ini, Masachika terbatuk untuk membersihkan tenggorokannya dan berkata untuk
mengubah suasana.
“Dan yah, saya adalah wakil
ketua OSIS SMP, di balik bayangan Suou Yuki. saya yakin, ada banyak dari kalian
yang bertanya-tanya, ‘Hah? Lantas, kenapa
kamu tidak mencalonkan diri bersama Suou-san? Apa kamu selingkuh? Apa kamu selingkuh
darinya?’ iya ‘kan~?”
Tawa menyebar seperti riakan
dengan cara yang aneh dan konyol saat Masachika mengatakan hal itu.
“Oleh karena itu, saya ingin
mengatakannya dengan jelas!”
Tawa penonton mereda saat
Masachika membanting tangannya ke podium dengan keras. Masachika melihat
sekeliling dengan tatapan tajam ke arah penonton, yang matanya melebar tanpa
meninggikan suara mereka, dan menyatakan dengan wajah serius.
“Saya sudah memutuskan hubungan
dengan Yuki! Jadi ini namanya bukan selingkuh!”
Di tengah suasana tegang,
kata-katanya disambut dengan gelak tawa, dan beberapa murid laki-laki dengan
bercanda membuat komentar ringan seperti, “Dasar
cowok keparat!” atau “Kamu terlalu
cepat ganti pasangan oiii”. Masachika menanggapi mereka dengan mengangkat
tangannya sebentar, dan kemudian mulai berbicara dengan suara tenang.
“Lalu, kenapa saya memutuskan
untuk tidak mencalonkan diri bersama Yuki dan justru memilih Alya … Sebelum
membicarakan hal itu, izinkan saya memberitahu sesuatu yang serius … Menurut
kalian semua, orang seperti apa yang layak untuk menjadi ketua OSIS? Orang yang
hebat? Saya pikir tidak. Saya pikir orang yang layak untuk menjadi ketua OSIS
adalah … seseorang yang menarik orang-orang di sekitarnya. … Oh ya, saya tahu
apa yang kalian maksud. “Bukannya
maksudmu itu Yuki?” Saya paham hal itu, tapi saya ingin kalian mendengarkan
sampai akhir dulu.”
Usai menimbulkan tawa lagi
dengan pidatonya yang terputus-putus, Masachika terus melanjutkan setelah
menghancurkan pertanyaan penonton terlebih dahulu.
“Kalau begitu, saya ingin membicarakan
secara khusus tentang seseorang yang menarik orang-orang di sekitarnya …
Bagaimanapun juga, menurut saya, orang yang dimaksud adalah orang yang lugas.
Seseorang yang dapat mendengarkan pendapat orang lain dengan baik. Dan juga,
harus orang yang pekerja keras. Seseorang yang bisa membuat orang-orang
disekitarnya berpikir, “Dia sudah bekerja
keras, jadi aku juga harus bekerja keras!” saat melihat orang tersebut. Dan
yang terpenting … seseorang dengan hati yang indah. Seseorang yang tidak
ingin menyakiti orang lain, dan dapat menjangkau orang lain dengan menghancurkan
keegoisannya sendiri. Orang-orang akan berkumpul di sekitar orang yang seperti
itu, dan saya percaya bahwa sosok yang bisa membuat banyak sekutu dengan cara
begitu lebih cocok untuk menjadi ketua OSIS.”
Setelah berbicara dengan teratur
dan logis, Masachika mengubah nada suaranya sedikit dan mengajukan pertanyaan.
“Berdasarkan hal tersebut … apa
yang kalian semua pikirkan ketika mendengar pidato Alya tadi? Saya tidak mau
membahas tentang isi dari pidatonya … Ah, tapi kalimat awal yang memakai bahasa
Rusia itu pengecualian, oke? Kalau boleh blak-blakan sih, itu ide saya untuk
membuatnya lebih menarik.”
Pada pengakuan tak terduga
Masachika, ada banyak suara terkejut para penonton yang dibarengi dengan tawa,
seperti “Kamu baru mengatakan itu
sekarang!” atau “Jadi tadi itu
ulahmu!”. Sebagai tanggapan, Masachika melambaikan tangannya ke samping
seolah-olah menyiratkan “Kagak, kagak”.
“Lagian, mana mungkin Alya
melakukannya sesuatu seperti itu atas niatnya sendiri … Sepertinya pembicaraan
jadi melenceng, mari kembali ke topik pembahasan tadi. Sejujurnya, saat
mendengarkan pidato Alya dari luar panggung, saya berpikir kalau dia
benar-benar sangat canggung.”
Dengan senyum masam di
wajahnya, Masachika memberikan komentar negatif tentang pidato rekannya, yang
mana hal itu menyebabkan sedikit kehebohan di antara penonton.
“Tapi pada saat yang sama, saya
merasa bahwa itu adalah pidato yang sangat lugas dan jujur. Saya yakin kalian
semua merasakan hal yang sama, ‘kan?”
Sejumlah besar siswa mengangguk
sebagai tanggapan atas pertanyaannya. Masachika balas mengangguk dengan puas,
dan berkata.
“Alya adalah orang yang jujur. Dia
tidak mencoba membuat dirinya terlihat sok hebat atau mencoba untuk mendapatkan
popularitas dengan membuat pernyataan besar yang tidak bisa dia wujudkan. Dia
hanya seseorang yang pekerja keras, seperti yang sudah dia katakan dalam
pidatonya tadi. Selain itu, dia orang yang polos. Saking polosnya sampai mau
menerima ide saya untuk membuat lelucon konyol.”
Setelah mengatakannya dengan
nada bercanda, Masachika mengubah sedikit ekspresinya untuk terlihat lebih
serius dan melanjutkan.
“Saya tertarik pada sisi Alya
yang seperti itu dan ingin mendukungnya. Itulah alasan mengapa saya memutuskan
untuk mendukung Alya daripada Yuki. Dan saya berharap semua orang akan
mendukung Alya juga.”
Setelah mengatakan itu,
Masachika melihat ke sekeliling penonton. Kemudian dia segera berteriak, “Yah.”
“Meski begitu, kalian tidak
bisa mempercayainya menurut pendapat saya sendiri. … jika ada yang bilang “Bukannya itu cuma masalah seleramu doang~”
percuma saja jadinya, ‘kan?”
Sembari mengangkat bahunya,
Masachika mengangguk seolah berkata, “Mungkin
itu ada benarnya,” dan kemudian mengacungkan jari telunjuknya.
“Kalau begitu, izinkan saya
memberi tahu kalian satu fakta.”
Kemudian, setelah melakukan
yang terbaik untuk menarik perhatian penonton hingga batasnya——— Masachika
mulai memainkan kartu andalannya.
“Saat Alya menjadi ketua OSIS,
… Taniyama Sayaka dan Miyamae Nonoa akan bergabung dengannya sebagai anggota
OSIS.”
Isinya terlalu sulit dipercaya.
Setelah jeda sejenak, keributan bisa terdengar.
“Saya sudah mendapat janji dari
mereka tentang ini. Apa kalian bisa mempercayainya? Orang-orang yang bersaing
satu sama lain dalam debat tempo hari, sekarang mengatakan kalau mereka akan
bekerja sama di OSIS baru. Ini merupakan hal yang mustahil bahkan untuk saya
dan Yuki yang dulu.”
Di hadapan para penonton yang kebingungan
dan memandangnya dengan curiga, Masachika melirik Yuki yang berada di luar sisi
panggung.
“Sebelumnya, Yuki mengatakan
bahwa hanya dia, orang yang memiliki pengalaman panjang sebagai anggota OSIS,
yang dapat mengubah sekolah. Tapi, apa memang benar demikian? Selain Alya, ada aku,
yang memiliki pengalaman sama seperti Yuki, serta Taniyama dan Miyamae, yang
pernah menjadi kandidat paling menjanjikan untuk menjadi ketua OSIS. Apa kalian
semua masih berpikir begitu setelah mendengarkan para anggota ini?”
Pertanyaan Masachika
menciptakan suasana di antara para siswa yang berkata, “Memang, kalau anggota itu, ….”. Kemudian, Masachika menekan
lebih jauh.
“Apalagi, Yuki juga sempat
bilang kalau tahun ini hanya ada sedikit anggota kelas satu di OSIS, jadi tidak
banyak yang bisa kami lakukan. Lantas, mengapa anggota kelas satu yang memasuki
OSIS hanya ada sedikit? Jawabannya sederhana. Karena mereka semua meninggalkan
OSIS setelah kalah dalam kampanye pemilihan di kelas 2. Dan ini berlaku juga
pada OSIS dari generasi sebelumnya. Hanya ada sepasang orang berbakat yang
mampu menjadi ketua OSIS, dan siswa kelas 1, yang akan menjadi generasi
berikutnya dari OSIS, akan pergi satu demi satu setelah saling bertanding dalam
perdebatan. Oleh karena itu, OSIS selalu kekurangan staf.”
Itulah fakta yang diketahui
semua orang. Namun, itu adalah kenyataan yang terlalu jelas sehingga banyak
yang tidak terlalu memikirkannya
“Tapi, kalau dilihat dari sudut
pandang sebaliknya… Jika ada anggota kelas 2 yang lebih berpengalaman,
bukankah kalian berpikir kalau OSIS bisa beroperasi dengan stabil tanpa
dipengaruhi oleh ketidakpastian anggota kelas 1? Dan hanya OSIS dengan Alya
sebagai pusatnya yang bisa melakukan itu. Bila Alya terpilih sebagai ketua
OSIS, dia dikelilingi oleh tim impian mantan kandidat ketua dan wakil ketua.
Ini adalah OSIS terbaik yang bisa saya bayangkan.”
Ada banyak siswa yang senang
dengan gagasan yang telah dikemukakan Masachika. Mantan lawan akan bergandengan
tangan dan menjalankan OSIS bersama. Banyak mata siswa berbinar pada konsep
seperti impian yang belum pernah terlihat sebelumnya. Masachika kemudian
melanjutkan dengan gebrakan yang lebih ampuh.
“Tentu saja, ini tidak
terkecuali untuk Yuki dan Ayano. Ketika Alya menjadi ketua OSIS, saya ingin
mereka bergabung dengan OSIS juga. Apalagi~ Yuki telah menunjukkan
antusiasmenya untuk bisa mengubah sekolah. Bahkan jika dia kalah dalam
pemilihan, aku yakin dia akan dengan senang hati memberikan dukungannya!”
Dengan cara bercanda yang
mengundang tawa, Masachika bahkan berhasil menarik simpatisan Yuki dengan
menyatakan bahwa Ia akan menjadikan Yuki sekutu di masa depan. Kemudian, Ia
membungkuk dengan gerakan teatrikal kepada penonton yang tertawa.
“Tak terasa pidato yang saya
berikan menjadi terlalu panjang, hanya itu saja dari saya. Demi mewujudkan OSIS
terbaik yang pernah ada, saya mohon dukungan dari kalian semua. Terima kasih
banyak atas perhatiannya.”
Ketika Masachika meninggalkan
podium, kejutan terakhir terjadi.
Begitu Masachika mulai berjalan
ke bagian bawah panggung, Alisa pun keluar dari sisi luar panggung. Dan di
belakangnya, …tak disangka-sangka, Sayaka dan Nonoa ikutan muncul.
“Hmm? Tiga orang… huh,
ehhhh?!?”
“Eh, mustahil!?”
“Hei, lihat itu!”
“Uwahhh, seriusan tuh!?”
Pemandangan yang langsung membuktikan
perkataan Masachika menyebabkan kegemparan terbesar hari ini..
Kemudian, ketika empat orang
yang bergabung bersama-sama menundukkan kepala, ada ledakan tepuk tangan dan
sorak-sorai. Para siswa tidak tahu interaksi macam apa yang terjadi di antara
mereka berempat. Tapi itu tidak masalah. Dua pasang calon yang seharusnya tidak
mungkin menjalin hubungan, kini mulai bergandengan tangan. Fakta itu saja sudah
cukup bagi mereka untuk mengangkat suaranya.
“Alya, ini adalah tepuk tangan
yang kamu menangkan dengan kekuatanmu sendiri.”
“…. !”
Dengan kepala masih tertunduk, Masachika
berkata seperti itu kepada Alisa yang ada di sebelahnya, dan bisa melihat kalau
dia terkesiap. Mengetahui hal ini, Masachika tidak berani melihat ekspresi
Alisa.
Kemudian, di tengah tepuk
tangan yang tidak kalah kerasnya dengan Yuki dan Ayano, mereka berempat kembali
ke sisi luar panggung.
“Yuhuu~, kerja bagus.” (Nonoa)
“… kerja bagus.” (Alya)
“Sama-sama~” (Masachika)
“…”
Mereka sudah bekerja keras untuk
satu sama lain, tapi hanya Sayaka yang memalingkan muka dengan ekspresi rumit. Dia
diam-diam mendorong kacamatanya dan berkata dengan nada datar.
“… Dengan begini, aku sudah
mengembalikan hutangku, ‘kan?”
“… Ya, terima kasih. Aku
merasa terbantu sekali.”
Tatapan Sayaka mengembara
dengan tidak nyaman pada Alisa yang berterima kasih padanya dengan jujur dan
menundukkan kepalanya.
“Seperti yang sudah pernah aku
bilang sebelumnya … aku tidak mendukung kalian. Aku akan menepati janjiku
untuk bergabung dengan OSIS jika kalian terpilih, tapi aku takkan membantu
dengan kampanye pemilihanmu.”
“Aku tahu hal itu. Aku akan berusaha
mencoba … untuk membuatmu ikut mendukungku.”
“… begitu ya.”
Sayaka berbalik dan menuju
pintu masuk keluar darurat yang ada di belakang gedung. Kemudian dia berhenti
sejenak dan melontarkan beberapa kata dari balik bahunya.
“… Aku akan menantikannya.”
Setelah mengatakan itu, Sayaka
keluar dari pintu. Dengan senyum kecut di wajahnya, Nonoa pun mengikutinya.
“Kalau begitu, berusahalah yang
terbaik, ya ~. Aku juga tidak bisa mengatakan dengan pasti kalau aku akan
mendukung kalian, tapi jika Alissa berhasil menjadi ketua OSIS, aku akan
bekerja sama dengan kalian, kok~”
“Oh~ makasih banyak, ya~”
“A-Alissa…?”
Setelah melihat punggung Nonoa
dengan perasaan bingung, Alisa melihat kembali ke sisi lain panggung. Dia
menyampaikan niatnya kepada Yuki yang berdiri di sana dengan tatapan yang kuat.
Inilah alasan mengapa dia ingin menjadi ketua OSIS.
(Awalnya, itu mungkin satu-satunya tujuanku … tapi sekarang, aku
mengemban harapan Kuze-kun,Taniyama-san dan Miyamae-san. Maka dari itu, aku
takkan kalah. Aku takkan merasa kewalahan oleh tekadmu lagi)
Menanggapi tatapannya yang kuat
… Yuki tersenyum santai. Aku juga tidak mau kalah. Tekad
yang bagus, kalau kamu sudah siap, ayo maju dan lawan aku.
Mereka berdua saling bertukar
pandang selama beberapa detik, tapi hal itu terganggu saat Alisa didekati
Maria. Saat melihat Alisa mulai berbicara dengan Maria dan Masachika berbicara
dengan Touya, Yuki bergumam dengan senyum masam.
“Pihak kita benar-benar kalah
telak, ya.”
Harusnya ini adalah permainan
yang bisa dimenangkan. Tidak, ini hanya perbedaan dalam pencapaian dan
pengakuan nama mereka. Setelah kemenangan pendahuluan yang luar biasa dalam
siaran sekolah, seharusnya ini adalah permainan yang bisa dimenangkan dengan
selisih besar.
Namun, hasil yang didapat
justru imbang. Tidak, walaupun jumlah tepuk tangan mereka hampir sama, tetapi
dalam kehebohan dan dampak terhadap penonton, pihak mereka mungkin kalah.
Hasilnya memang seri, tapi jika mempertimbangkan prosesnya, mereka mengalami
kekalahan telak.
“Yah~ aku tak menyangka kalau
dia berhasil menarik kedua orang itu menjadi sekutunya …aku benar-benar
terkejut.”
Yuki mengangguk pada Chisaki
yang mengatakan hal itu dengan nada terkesan.
“… Ya, benar sekali. Ini
benar-benar di luar dugaan.”
Ya, itu benar-benar situasi
yang tidak terduga. Dan ini mungkin … situasi yang disebabkan oleh Yuki
sendiri.
Pertempuran di siaran sekolah,
yang dibuat untuk menghancurkan hati Alisa dan membuatnya depresi. Mungkin
peristiwa tersebut yang menjadi pemicu bagi kedua orang itu untuk memihak Alisa.
(Sepertinya aku terlalu banyak membuat
skema … dan akhirnya justru menyoroti kepolosan Alya.)
Di tambah lagi, dia sampai
membuat kakaknya bersikap serius. Jadi
ini yang dimaksud seorang ahli strategi yang tertipu dalam skemanya sendiri,
saat Yuki menggertakkan giginya dalam hati, Ayano menundukkan kepalanya.
“Tolong maafkan saya, Yuki-sama.
Seandainya saja saya bisa berbicara sedikit lebih baik lagi——”
“Ini bukan salah Ayano. Ini
adalah kegagalanku karena salah menilai strategi Masachika-kun setelah tertipu
oleh dugaanku sendiri.”
Yuki menggelengkan kepalanya
untuk menyela perkataan Ayano.
Benar sekali. Seandainya saja
dia tidak terlalu terkecoh dengan dugaannya sendiri, dia pasti akan memilih
untuk berpidato di giliran terakhir. Dia menebak kalau pihak lawan mengincar
hasil yang imbang … Tidak, di suatu
sudut lubuk hatinya, dia berpikir hanya itu satu-satunya cara pihak lawan. Yuki
berpikir bahwa jika dia bertarung secara langsung … dia pasti takkan kalah,
meskipun lawannya adalah kakaknya sendiri. Dia dengan sombongnya berpikir begitu,
dan mengabaikan ancaman kakaknya sebagai gertakan belaka, serta mencoba untuk
meraih kemenangan yang telak.
(Aku yakin kalau ini semua sudah
diprediksi oleh Onii-chan juga …)
Kakaknya pasti merasa yakin
kalau dirinya sudah sepenuhnya menduga pikiran Yuki dan tahu bagaima reaksinya,
dan kemudian Ia melakukan ancaman yang begitu blak-blakan. Jika bukan karena
itu,, Yuki akan mewaspadainya dengan “Aneh
sekali, Ia terlalu tenang untuk masalah ini. Apa Ia sedang merencanakan
sesuatu?”
(Onii-chan memang lebih pandai dariku
dalam segala hal … Ahahaha, Onii-chan memang luar biasa)
Meski kalah … Yuki memiliki
perasaan aneh dan lega di hatinya.
Memang benar kalau dia ingin
mengalahkan kakaknya. Tapi pada saat yang sama, dia tidak ingin … kakaknya
itu kalah. Dia berpikir bahwa kakaknya, yang pernah dia kagumi dan hormati,
masih luar biasa. Pemikiran yang membuatnya ingin mempercayai hal itu memang
masih ada.
(Ah~ gawat. Jalan pemikiran seperti ini
tidak baik buatku…)
Baik keinginannya untuk
mengalahkan kakaknya dan keinginannya untuk tidak ingin kakaknya kalah adalah
benar semua. Tapi jika dia merasa lega karena dikalahkan, dia takkan pernah
bisa menang melawan kakaknya di masa depan nanti.
Oleh karena itu, Yuki menekan
emosinya dan tersenyum tanpa rasa takut.
“Yah, mari mengakui kekalahan
kita kali ini. Hanya kali ini saja, oke …”
Yuki bergumam, dan tersenyum
ganas sembari dipenuhi tekad untuk menang di waktu berikutnya. Chisaki langsung
memalingkan pandangannya, seolah-olah dia telah melihat sesuatu yang seharusnya
tidak boleh dia lihat.
Setelah melihatnya dengan
lirikan samping, Ayano diam-diam berbicara dengan Yuki.
“Yuki-sama.”
“Ya?”
“… jadi itu penggambaran dari
sifat karakter yang kuat, ya.”
Dengan mata berbinar-binar,
Ayano menyatukan kedua tangannya di depan dadanya seolah mengatakan, “Saya jadi
mulai memahaminya!”…
“Enggak, aku enggak bertujuan
untuk itu, tau .”
Yuki menghela nafas dan tanpa sadar melakukan tsukkomi
padanya.
[1] Kayaknya ini kalimat peribahasa, tapi mimin gak bisa nemu artinya
[2] Susah bayanginnya? Coba bayangkan Masachika lagi berdiri di atas panggung dengan pose begini