Setelah acara rekreasional, kami juga punya acara mandi dan bakar-bakaran barbekyu dalam jadwal.
Selama saat-saat itu, Shimotsuki berurusan denganku kapanpun dia punya kesempatan. Tampaknya dia benar-benar ingin dihibur.
Ryuzaki terus menatap ke arah Shimotsuki. Ia terkadang memeriksa Shimotsuki, tetapi ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari Shimotsuki, bahkan cuma sebentar.
Ia pasti sedang berada dalam banyak konflik dan penderitaan. Mudah-mudahan saja, ia akan tetap jadi dirinya untuk waktu yang lama, tetapi karena ia merupakan sang… …protagonis, itu mustahil.
Kapan ia akan memulai serangan baliknya yang besar?
Aku sudah waspada terhadap hal itu.
Namun, waktu itu tidak datang dengan mudah.
Sekarang sudah waktunya tidur. Hanya tinggal dua hal yang tersisa dalam jadwal untuk hari ini.
Uji nyali dan api unggun.
Itu merupakan acara yang sempurna untuk menggerakkan cerita.
“…Nakayama-kun, aku itu orangnya agak sedikit buruk dengan hantu, jadi aku cuma akan pura-pura tidak enak badan dan istirahat. Apa para guru sudah tidak waras membuat kita berjalan melalui hutan saat malam hari seperti itu? Bukannya aku takut sama mereka, kamu tahu. Hanya saja aku sedikit buruk dalam hal itu.”
Begitulah katanya, Shimotsuki curang saat uji nyali.
…Aku penasaran apa cewek itu benar-benar sang heroin utama.
Uji nyali merupakan tempat yang hebat buat seorang heroin menjadi aktif.
Dia bisa memeluk sang protagonis sambil berkata, “Ooh, aku takut.” dan mendekatkan jarak di antara mereka berdua secara fisik dan mental sambil melakukan pendekatan romantis.
Tetapi buat Shimotsuki, yang sudah menyimpang dari rute utama dan menuju ke rute luar, jaminan macam itu tidak akan memberikan pengaruh. Dia merobek jalan ceritanya sesuka hati.
Makanya aku memutuskan untuk menguji nyaliku tanpa Shimotsuki.
“Hei, Ryoma-san, aku takut… hantu, bisakah kamu tetap bersamaku?”
“Iya, …oke.”
“Aku juga tidak takut hantu, tetapi jangan pernah tinggalkan aku!”
“Iya, …itu benar.”
“…Bang Ryoma, tolong aku!”
“…”
Tentu saja, para harem Ryuzaki mencoba untuk bermesraan dengan sang protagonis sebisa mungkin.
Namun, tampaknya itu bukanlah ajang yang berarti karena Ryuzaki sendiri tidak memperhatikan.
Aku yakin pikirannya saat ini sedang penuh tentang Shimotsuki.
Tidak peduli apa yang Azusa dan yang lainnya lakukan padanya, Ryuzaki tidak bereaksi dengan baik.
“Bang Ryoma…?”
Azusa dan yang lainnya juga menatap Ryuzaki dengan tampang khawatir.
Jadi, acara uji nyali ini berakhir dengan mudah tanpa adanya banyak kegembiraan.
Akhirnya, ada acara api unggun, tetapi… …sebelum itu, sang protagonis mulai mengobrol denganku, seorang karakter mob.
Ini hampir sampai ke akhir cerita. … Normalnya, seorang karakter mob sudah harus mengakhiri perannya saat ini. Tetapi sang protagonis tampaknya punya sesuatu untuk dibicarakan denganku.
“Nakayama…, sejak kapan kamu dan Shiho mulai akrab?”
Setelah uji nyali, petugas eksekutif dari acara belajar satu malam mempersiapkan api unggun.
Aku bosan, jadi aku duduk di posisi yang tidak mencolok, saat Ryuzaki secara tidak terduga datang untuk mengobrol denganku.
Ini merupakan tempat di mana aku menghabiskan siang hari bersama Shimotsuki saat acara rekreasional. Dia tampaknya pintar dalam menemukan tempat yang tidak mencolok, dan ini merupakan tempat yang sangat bagus.
Sebagai tambahan, ini tidak terlalu menonjol, jadi tampaknya tidak mungkin kalau kamu akan secara kebetulan melihatku dan mengobrol denganku… …Mungkin saja Ryuzaki telah bersusah payah mencariku.
“Ini pertama kalinya aku lihat Shiho tampak sangat bahagia…, meskipun dia tidak tertarik pada orang lain. Dia selalu menyendiri, dan dia bahkan tidak akrab denganku karena dia sukanya begitu… …Apa yang sebenarnya kamu lakukan padanya?”
Aku penasaran apakah ia benar-benar terpojok.
Sang protagonis menggeram.
“…”
Di sisi lain, aku tidak tahu mesti bilang apa.
Seperti biasanya, aku ingin mengatakan sesuatu laksana seorang karakter mob penggigit anjing, tetapi aku tidak bisa memikirkan kata-kata.
Aku tidak kepikiran satu katapun untuk dikatakan, karena mustahil bagi seorang karakter mob untuk terlibat dalam adegan yang benar-benar penting.
“Hei, katakan sesuatu… Kamu bisa berteman dengan teman masa kecilku. Kamulah yang orang yang bisa melihat senyuman di wajahnya… Kamu seharusnya lebih bangga lagi pada dirimu sendiri. Mengejekku karena menjadi seorang pecundang meskipun merupakan seorang teman masa kecil!”
Ryuzaki mencibir dan mengeluarkan segala emosinya.
Aku, di sisi lain, cuma bisa menatapnya dengan tatapan kosong.
Aku penasaran apakah aku mesti membuatnya gelisah.
Haruskah aku mengolok-oloknya?
Haruskah aku menyangkalnya?
Haruskah aku menipunya?
Haruskah aku menegaskan hal itu?
Bermacam-macam pilihan terngiang-ngiang di dalam pikiranku.
Tetapi aku tidak bisa melihat arah ke depannya. Aku tidak tahu jawaban yang manalah yang tepat.
Aku rasa inilah batas dari seorang karakter mob.
Sampai saat ini, aku telah berhasil menundukkan kepalaku, tetapi… …aku aku tidak punya kekuatan untuk mengubah naratif. Aku cuma kebetulan masuk ke papan permainan sesuka hati Shimotsuki.
Dengan begitu, aku tidak dapat kepikiran cara apapun untuk menghadapi protagonis ini.
Kalau aku mesti memilih sesuatu yang lebih dari ini, aku tidak akan lama menjadi seorang karakter mob lagi.
Sang badut yang pernah salah mengira kalau dirinya itu merupakan sang protagonis seharusnya sudah menyerahkan segalanya dengan berpura-pura kalau ia merupakan seorang karakter mob.
Ketika ia dikhianati oleh teman masa kecilnya, adik tirinya, sahabatnya, dan semua orang yang ia sayangi, inilah alasan mengapa ia mati-matian ingin meyakinkan dirinya entah bagaimana.
“Aku itu seorang karakter mob, memangnya apalagi yang bisa aku lakukan?”
Sejak saat itu, aku telah memberi tahu diriku sendiri kalau aku tidak bisa menjadi sang protagonis karena aku itu seorang karakter mob.”
“S*alan…, tidak ada kata-kata buat pecundang? Aku bahkan tidak ada lagi di dalam pandanganmu, iya kan? Aku merasa seperti orang bodoh karena sudah merasa puas dengan teman masa kecil yang aku punya…”
Ratapan Ryuzaki menghilang dalam hutan di malam hari.
Ia meninju sebuah batang pohon dengan frustrasi dan kemudian berjalan menjauh.
“…”
Pada akhirnya, aku tidak bisa bilang apa-apa.
Lagipula…, Kotaro Nakayama itu seorang karakter mob.
Kalau saja aku mampu mengatakan sesuatu untuk membalas Ryuzaki di sini, aku mungkin akan mampu untuk ikut campur dalam cerita ini.
Mungkin saja bagiku untuk dapat menghancurkan cangkangku sebagai seorang karakter mob dan menjadi sesuatu yang lain.
Tetapi kalau saja aku sudah mampu melakukan hal itu, aku mungkin tidak akan lagi menjadi seorang karakter mob dari awal.
“Kamu memang seorang pecundang…, kamu terus bilang begitu.”
Saat aku melihat ke hutan di mana Ryuzaki menghilang, aku tidak bisa apa-apa selain mengingat masa lalu.
“Yang pecundang itu bukan kamu, itu… aku.”
Aku dulu mengira kalau akulah sang protagonis, kalau aku sang protagonis pada saat itu…