Ryuzaki itu terlalu jauh.
Ia bersandar ke sebuah pohon, terkantuk-kantuk.
Azusa berjalan perlahan menghampirinya.
“Bang Ryoma…, apa kamu baik-baik saja? Kamu tampak tidak enak badan, jadi menghampirimu. Apa ada… …sesuatu yang terjadi padamu?”
Aku mesti menyembunyikan diri sedikit lebih jauh agar dapat melihat yang lebih jelas.
Ryuzaki masih terkantuk-kantuk dengan tampang menyedihkan di wajahnya, meskipun Azusa telah datang untuk menemuinya.
“…Tidak ada apa-apa kok.”
“Pasti ada apa-apanya, iya kan?”
“Aku kan sudah bilang tidak ada apa-apa!”
Aku rasa ia tidak punya ruang di hatinya. Ryuzaki, orang yang biasanya baik pada para heroin sampingan, sekarang membentaknya.
Tampaknya itu terdengar seperti seorang pria membentak itu lebih menakutkan bagi wanita dan anak-anak dari yang bisa kita bayangkan.
Tetapi Azusa tidak terpengaruh dan malah menatap Ryuzaki.
“…Bang Ryoma, kamu tampak sangat payah saat ini.”
“Apa!?”
Suara Azusa itu tegas dan keras.
Ryuzaki memelototinya sambil marah, tetapi Azusa tidak mundur sama sekali.
“Tidak heran kalau Shimotsuki-san tidak menyukaimu saat kamu tampak seperti itu.”
Ryuzaki sangat terkesima dengan kata-kata ini.
“Mengapa kamu membicarakan tentang Shiho…?”
“Aku tahu, aku tahu. Aku tidak perlu diberi tahu kalau Bang Ryoma mencintai Shimotsuki-san, aku sadar soal itu. Karena Azusa telah memperhatikan Bang Ryoma cukup lama, kamu tahu? Kamu telah memikirkannya sepanjang waktu. Bagaimana bisa aku tidak mengerti~!”
Dan akhirnya, itu dimulai.
Adegan terbesar dan paling menyedihkan bagi para heroin sampingan terbuka sekarang…
“Karena Azusa mencintai Bang Ryoma.”
–Pada akhirnya, Azusa mengakui perasaannya.
Bahkan sang protagonis yang paling tidak peka tidak akan mampu untuk menyalahpahami sesuatu ketika itu sudah dikatakan dengan sangat jelas.
“…Apa? Tadi kamu bilang apa?”
Tetapi sekali lagi, …sang protagonis juga memiliki keahlian untuk tidak mendengar dengan cermat.
Berkat hal ini, ia dapat mengabaikan kasih sayang dari para heroin sampingan tanpa mereka menyadari pemikirannya.
Tetapi keahlian ini tampaknya tidak berguna saat ini.
“Aku tadi bilang kalau aku mencintaimu…, bukan sebagai teman. Aku mencintaimu sebagai cowok. Aku mau menghabiskan sepanjang waktuku bersamamu, Bang Ryoma. Aku mau berkencan denganmu, aku mau menyentuhmu, aku mau kamu menyentuhku, dan aku mau berpacaran denganmu. Aku mau kamu memberikan segalanya yang kamu punya. Itulah seberapa besar aku mencintaimu!”
Tanpa ada sedikitpun ruang untuk ragu-ragu, Azusa mengungkapkan perasaan cintanya.
Bahkan sang protagonis yang paling tidak peka tidak dapat berpura-pura tidak menyadari ketika seseorang mengatakan sesuatu semacam itu.
“…Oh, kamu itu bercanda, bukan? Aku tidak bisa percaya kalau… Azusa menyukaiku. …Kamu pasti bercanda, bukan?”
“Aku serius. Aku mencintaimu, Bang Ryoma. …Kalau kamu masih tidak bisa mendengarku, aku akan memberi tahumu sebanyak yang kamu mau. Kalau kamu tidak percaya padaku, maka aku bisa memberikanmu seratus alasan mengapa aku menyukaimu. Jadi, percayalah padaku, …aku tidak bercanda, dengarkan aku. Terimalah perasaan Azusa. …Biarkan aku setidaknya bilang kalau aku mencintaimu!”
Perasaan murni Azusa bergema di hutan ini dalam gelapnya malam.
Dari kejauhan, aku dapat mendengar dengan samar suara teman-teman sekelasku. Mungkin acara api unggunnya sudah hampir dimulai… Sedikit demi sedikit, ini jadi semakin bising.
Di lain sisi, hal-hal juga menjadi semakin dan bertambah seru di sini.
Ketika sang protagonis mendengar kata-kata Azusa, ia secara perlahan mengangkat kepalanya.
“Jadi, itu memang benar…”
“Iya, tetapi aku tidak mau melihatmu sekarang. Aku tidak mau melihat wajah Bang Ryoma saat ini. ….Aku tidak mau melihat wajahmu ketika kamu sedang merintih dan menderita. Bang Ryoma kesukaan Azusa itu punya wajah yang lebih tampan, kamu tahu? Walaupun Azusa mencoba yang terbaik untuk mendekatimu, kamu itu tetap saja mencoba untuk terlihat keren dengan mengatakan, “Ya ampun.” …Aku tidak tahu berapa kali aku ingin menonjokmu.”
…Jujur saja, aku mau menutup telingaku.
Aku tidak bisa melihat akan ke arah mana percakapan ini.
Ini seperti sebuah lelucon. Ini gim yang mengerikan, dan ini bahkan tidak lucu.
Walaupun dia telah mengatakan banyak hal, apa yang mau Azusa sampaikan itu cuma satu poin, “Aku suka Ryuzaki.”.
Dan Ryuzaki, berkat diberi tahu berkali-kali lagi, pada akhirnya tampak mulai menyadari hal ini.
“Jadi, jangan murung, oke? Kamu masih akan tetap bisa menjadi Bang Ryoma kesukaan Azusa. …Kamu mencintai Shimotsuki-san, iya kan? Kalau memang begitu, akan memalukan kalau kamu menyerah begitu saja, iya kan? Bang Ryoma kesukaan Azusa itu pria yang sangat lemah, tetapi kamu tidak akan tinggal diam…, kamu pasti akan melakukan sesuatu.”
Penegasan itu menjadi sebuah obat.
Ini merupakan cara yang hebat untuk menyemangati sang protagonis yang kehilangan kepercayaan dirinya.
“Kamu benar… Aku masih melakukan apa-apa. Aku bahkan belum memberi tahu Shiho bagaimana perasaanku padanya, dan itu… …memalukan untuk menyerah dan terpuruk.”
Suara dari sang protagonis, yang sedari tadi cemberut sampai beberapa waktu yang lalu, mendapatkan kembali kekuatannya.
“Bukan seperti ini itu diriku yang biasanya. …Aku jauh lebih keren mengetahui bahwa Azusa menyukaiku. …Jadi, iya. Aku akan mengakui perasaanku dengan benar!”
Akhirnya, waktunya telah tiba.
Kecacatan terbesar dari sang protagonis harem, telah dihilangkan oleh pengakuan cinta dari sang heroin sampingan.
Ini merupakan “kesadaran” yang unik dari sang protagonis.
Tidak ada satupun yang dapat menghentikannya sekarang.
Cerita ini hanya akan bangkit. Setiap angin yang berhembus mulai sekarang akan menjadi angin belakang bagi sang protagonis, dan ia akan sang pemilik oportunisme yang sah.
“Azusa… …Terima kasih karena telah mencintaiku seperti ini. Aku akan mencoba lakukan yang terbaik untuk menjadi Ryoma Ryuzaki yang kamu cintai.”
“Iya… Aku lebih mencintai Bang Ryoma yang keren.”
Dan sekali lagi tersadar, kalau sang heroin sampingan ini tidak ‘berguna’ lagi.
“…Tetapi maafkan aku. Aku tidak bisa menerima… …pengakuan cinta Azusa karena aku punya seseorang yang aku sukai.”
Dan begitulah, Azusa ditolak.
Walaupun dia telah berusaha sekeras mungkin untuk mengakui perasaannya, perasaan… …nya diabaikan dengan mudah.
Ini merupakan hasil yang wajar.
Tidak mungkin baginya untuk mengakui perasaannya pada Ryuzaki, yang sedang terganggu oleh Shimotsuki, dan membuatnya menerima pengakuan cintanya.
Walaupun begitu, Azusa ingin menghibur Ryuzaki.
Meskipun dia tahu kalau dia akan ditolak… …dan tersakiti, dia menyimpan ‘rasa cinta’-nya untuk dirinya sendiri.
“Begitu… Tetapi mau bagaimana lagi. Acara api unggun ini sudah mau dimulai, kamu tahu. Kalau kamu telah memutuskan untuk mengakui perasaan cintamu, kamu lebih baik pergi sekarang. Ada ramalan yang mengatakan kalau kamu mengakui perasaan cintamu pada saat acara api unggun, kamu akan berhasil.”
“Benarkah? Kalau itu memang benar, kalau begitu… …itu waktu yang tepat. Terima kasih karena sudah memberi tahuku. Azusa, kamu itu teman terbaik yang aku punya!”
–Itu merupakan dosa karena tidak peka.
Itu… …sangat kejam untuk menyakiti seseorang dengan sangat mudah tanpa kebencian.
Aku rasa Azusa telah mencapai batasnya.
“Iya, iya. Kalau begitu buruan sana pergi! Pastikan kalau kamu memberi tahunya tentang perasaanmu… …Dadah, Bang Ryoma.”
Dia mendorong punggung Ryuzaki dan membuatnya pergi ke barisan.
“Hei, oke, kamu tidak perlu mendorong…, aku akan pergi. Azusa ini… benar-benar suka menyentuhku, iya kan? Aku senang kamu melakukannya, terima kasih… jadi sampai jumpa lagi.”
Dan kemudian Ryuzaki meninggalkan tempat itu.
Pada saat itu, Azusa terperosok seakan-akan dia telah kehilangan akalnya.
“Hei, Abang? Abang ada di sini, ya?”
“…Iya, Abang ada di sini.”
Dia memanggilku, jadi aku menampakkan wajahku.
Tetapi dia tidak menatapku, dia menundukkan kepalanya.
Pemandangan itu sangat menyakitkan sehingga itu… …membuatku sakit hati.
“Azusa, kamu telah melakukan yang terbaik, bukan? Kamu tidak perlu menahan diri lagi, iya kan?”
“…Iya, tidak perlu menahan diri lagi. Azusa itu cewek yang kuat.”
Aku harap ini dapat membuatnya merasa baikan. Aku tahu kalau ini naif untuk berpikir begitu, tetapi aku tidak bisa apa-apa selain mengatakan kata-kata yang baik padanya.
Adik tiriku, yang pernah memutuskan hubungan denganku, …itu masih bagian dari keluarga bagiku.
Dia itu sedang sangat sedih untuk dilihat sekarang.
“Uhhhhhhhhhhhhhh!!”
Langsung saja, Azusa mulai menangis.
Dia tidak menyeka air matanya, tetapi terus menangis kesakitan, meneteskan banyak air mata.
“Aku sangat mencintaimu. …Ini merupakan cinta pertamaku…mengapa kamu tidak mencintaiku juga, Bang Ryoma? Aku sangat mencintaimu, sangat…!!”
Tidak ada yang bisa aku lakukan pada ratapan menyedihkan itu.
Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan yaitu berada di sana untuknya.
Kami sudah tidak cukup dekat lagi buatku untuk memeluknya.
Kebenarannya yaitu, tentu saja aku ingin menghiburnya. Aku mau menghibur Azusa, yang sedang sedih.
Tetapi aku tidak bisa lakukan itu.
Aku tidak bisa, dan tidak akan, menjadi abang yang ideal yang Azusa bayangkan, maka aku tidak punya hak untuk… …memeluknya.
Ini merupakan hasil dari pilihan yang Azusa pilih.
Sekarang, satu-satunya orang yang bisa menghiburnya yaitu… …”abang ideal” yang dia akui itu.