Kekaisaran Vysus, terletak di sisi lain gerbang Ramesta di wilayah Gracia Kerajaan Esfort.
Dengan jumlah populasi sekitar 10 juta orang dan memiliki luas wilayah yang cukup besar, bahkan bisa dikatakan sebagai yang terbesar di benua Grunewt. Istana kekaisarannya dibangun dengan cukup mewah, bahkan ruang singgasana nya berhiaskan emas dengan ornamen-ornamen kelas tinggi.
Dan kini di ruang kerjanya, duduklah sang kaisar ke-38, Fernandez van Visus di salah satu kursi mewahnya. Dia yang selalu hidup bergelimangan kemewahan, dan selalu mengenakan pakaian yang berkelas, dengan rambut coklat bergaya roll miliknya, sambil menopang perut yang terlihat sangat berat itu.
“Bagaimana dengan keadaan [Itu]?”
Sambil menggenggam segelas wine di salah satu tangannya, Fernandez mengarahkan pertanyaan itu kearah dinding di ruangan yang seharusnya tak ada orang lain selain dirinya itu.
“Dapat diperkirakan beberapa tahun lagi saatnya akan segera tiba… Kita juga telah berhasil untuk menyelundupkan puluhan tentara kesana dan mereka saat ini sedang beraktivitas layaknya warga sipil…”
Seorang pria berpakaian serba hitam tiba-tiba muncul entah darimana, dan berlutut di hadapan sang kaisar.
“Tinggal beberapa tahun lagi ya… Jika saatnya tiba nanti, aku akan menjadi yang pertama dalam sejarah yang berhasil mewujudkan keinginan para kaisar sebelumnya…”
“Gyoi”
Jawab pria berpakaian hitam itu dengan sigap.
TL Note : ‘Gyoi’ itu semcam respon tentara?/ pasukan jepang jaman dulu? Kalau pernah nonton film Doctor-X pasti tau…
“Lanjutkan pantau terus kondisinya… jika satnya tiba, segea untuk memulai pergerakan…”
“Gyoi”
Bersamaan dengan itu, sosok pria berpakaian hiam itu menghilang. Fernandez meminum habis wine di tangannya, lalu meletakan gelasnya diatas meja. Setelah itu ia keluar menuju ke teras, dan meandang kota yang ada di bawahnya.
Kekaisaran Visus adalah sebuah negeri militer, dan sering memicu negara-negara lain unuk berperang, dan menambah pengaruhnya atas negara-negara lain serta menambah pemasukan mereka.
Dengan mengumpulkan pembayaran serta sumber daya dari negara yang ada dalam pengaruhnya, Kekaisaran mampu meyiapkan persenjataan mereka dan menginvasi negara lain.
Puluhan tahun sebelum Cain lahir, ketika Fernandez baru diangkat menjadi kaisar, ia memiliki kenangan pahit. Ia pernah menyerang kerajaan Esfort yang berada di tengah benua dan harus mundur tanpa bisa menjatuhkan benteng yang ada di perbatasan. Pada saat itu, pasukan kerajaan Esfort dipimpin oleh Garm, ayah Cain.
Fernandez beranggapan bawha orang yang bisa menjadikan tanah yang berada di tengah benua, tanah yang telah di taklukan olrh seorang pahlawan 300 tahun yang lalu itu, akan dapat menagatakan bahwa dirinya yang terbaik sepanjang sejarah.
Namun, hanya ada tiga jalan yang dapat ditempuh dari kekaisaran menuju kerajaan Esfort. Yang pertama adalah melalui benteng Ramesta, dengan menembus hutan monster, atau menembus jalan pegunungan yang sngat luas.
Jika melalui Hutan monster, mereka harus mempertimbangkan dampak kerusakan akibat serangan monster ganas di perjalanan, terlebih karena hutan itu membentang luas, akan jadi sulit untuk memimpin sebuah pasukan disana.
Seedangkan di jalan pegunugan, tebingnya sangatlah curam, itu memang memungkinkan bagi prajurit infanteri untuk melaluinya namun itu akan sulit untuk mengangkut persediaan. Maka satu-satunya pilihan adalah melalui kota Ramesta.
“Awas saja kalian orang-orang Esfort… Aku tidak akan pernah melupakn penghinaan kalian waktu itu!!”
Di teras itu, Fernandez mengepalkan tngannya.
◇◇◇
Cain duduk di sofa sambil menghela nafas panjang setelah di ceramahi oleh yang mulia dan perdana menteri.
“Sepertinya anda sangat lelah, Cain-sama… Apa anda membuat masalah lagi?? “
Collin berdiri di depan pintu ruang kerjanya dan menyapa Cain.
“Aku menyerahkan hadiah yang aku buat sendiri kepada Teles dan Silk, namun aku diceramahi karena katanya itu adalah benda langka yang bernilai sangat tinggi….”
“…Sebenarnya apa yang sudah anda berikan?”
Cain menjawab pertanyaan Collin yang terlihat khawatir itu dengan nada santai.
“Sebuah kalung yang akan memberitahu ku posisi mereka saat mereka dalam bahaya… Cuma itu saja efeknya…”
Collin pun menghela nafas mendengar jawaban santai dari Cain.
“Cain-sama, hanya dengan itu saja, seluruh bangsawan mungkin akan berebut mendapatkannya… Jika kita diculik atau menjadi tawanan perang, kita bisa memberitahu posisi kita kepada orang lain… Meskipun mungkin ini tidak sekelas harta nasioal, namun ini akan mendapat nilai yng cukup tinggi saya pikir…”
“Begitu ya… Yah lagipula kali ini aku hanya membuatnya untuk Teles, Silk dan Tiffana, jadi ini bisa terlewati dengan sedikit ceramah…”
Pada awalnya ia hanya berniat untuk membuatnya untuk Teles dan Silk, namun ia berpikir akan jadi masalah jika dia tidak membuatkan untuk Tiffana yang juga merupakan tunangannya. Jadi ketika mereka selesai berlatih tanding ia pun menyerahkannya. Pada saat itu, wajah Tiffana yang terlihat imut ketika memerah tersipu malu, membekas dalam ingatannya.
“Dan juga, tentang Lula dan Laura, aku akan membwanya ke Drintle akhir pekan ini jadi tolong di persiapkan ya…”
“Kenapa tiba-tiba… Tidak, saya mengerti, saya akan segera melakukan persiapan untuk mereka… “
Akhir pekan pun tiba, di dalam ruang kerja, telah hadir Collin, Sylvia, Lula dan Laura beserta barang bawaan mereka berdua.
“Aku akan membawa Lula dan Laura ke Drintle, mulai saat ini mereka akan tinggal disana…”
Meskipun Lula dan Laura mengangguk pada perkataan Cain, namun mereka berdua heran kenapa mereka malah berkumpul di ruang kerja, bukannya di berkumpul di dekat kereta.
“Cain-sama, Laura msaih butuh banyak bmbingan, jadi mohon bimbingannya….”
Sylvia membungkuk hormat. Cain mengangguk pada permintaan ini, tentunya ia tidak berniat untuk mempekerjakan Laura yang masih sepuluh tahun pekerjaan yang berat.
“Ayo berangkat… Aku akan kembali lagi kemari nanti…”
Collin dan Sylvia mengangguk. Cain memerintahkan Lula dan Laura untuk memegang semua bawaan mereka, lalu ia menyentuh punndak keduanya.
“[Transfer]”
Seketika mereka bertiga mengilang dari ruang kerja itu.
“Apa mereka berdua akan baik-baik saja di Drintle…”
“Aku pikir Cain-sama punya pemikiran sendairi… Ayo kita lindungi rumahnya di Ibukota ini bersama-sama…”
Collin menjawab pertanyaan Sylvia, lalu mereka berdua keluar dari ruangan.
“Ehh?”
Lula dan Laura terkejut dengan pemandangan yang dalam sekejap berubah.
“Selamat daang, di koa Drintle… “
Cain menyambut mereka sambil tersenyum.
“… Apakah ini sihir pemindahan?”
Cain mengangguk pada pertanyaan Lula sang kakak.
“Mulai saat ini kalian berdua akan tinggal di mansion ini. Aku ingin Lula membantu kakak ku sebagai staff nya, sedangkan Laura, lanjutkan belajarmu sebagai seorang pelayan… Sebentar lagi mungkin Darmesia sang kepala pelayan disini akan segera datang, kamu bisa mengikuti instruksi nya nanti… “
Seketika pintu ruangan itu diketuk.
“Nah dia datang… masuklah…”
Setelah mendengar jawaban Cain, pintu ruang kerja pun dibuka, lalu Darmesia pun masuk. Meskipun penampilannya seperti orang tua yang rapuh, namun ia adalah pelayan yang berbakat. Dalam berbagai makna.
Meskipun Lula dan Laura terlihat gugup, namun wajah Lula agak memerah.
“Cain-sama, Ada tamu ya…”
Cain mengangguk pada pertanyaan Darmesia itu.
“Mereka adalah ras rubah putih bersaudara, namanya Lula dan Laura, aku meminta Lula untuk membantu kakak ku, dan karena Laura masih perlu banyak latihan, tolong ajari dia…”
Darnesia memperbaiki posisisnya dan kemudian membungkuk hormat sambil memerkenalkan dirinya.
“Nama saya adalah Darmesia, saya adalah kepala pelayan di rumah Cain-sama di kota Drintle.. mohon kerjasamanya…”
Darmesia melakukan perkenalan diri yang elegan dan sempurna. Wajah Lula semakin memerah, sedangkan Laura menundukan kepalanya.
“A-a-ku Lu-lula… Darmesia-sama, mohon bimbingannya…”
“Aku Laura. Mohon bimbingannya…”
“Saya akan segera menyiapkan kamar untuk kalian berdua, dan akan kembali setelah sudah siap, selagi menunggu, silahkan nikmati tehnya…”
Darmesia memandu mereka berdua agar duduk di sofa, lalu menyajikan teh. Mereka berdua menelan ludah setelah mencium aroma teh yang memenuhi ruangan.
“Maaf membuat menunggu… “
Darmesia meletakan cangkir teh dengan sempuna secara bergantian. Cain sudah terbisa dengan ini jadi dia langsung meminumnya. Sedangkan mereka berdua mulai meminumnya sambil jantung mereka berdegup kencang karena gugup.
“Enaaakk—-“
“Saya senang ini sesuai dengan selera kalian…. Kalau begitu, saya permisi dulu.. “
Setelah membungkuk, Darmesia pun meninggalkan ruangan. Cain memperhatikan Lula yang terus memandangi sosok Darmesia yang berjalan keluar ruangan.
“Hei Lula… Apa kamu penyuka orang tua? “
Tanpa pikir panjang Cain menanyakan hal ini. Seketika wajah Lula memerah, dan ia menembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya.
“——– Aku ini lemah pada laki-laki yang tampak rapuh seperti Darmesia-sama…”
Cain pun hanya mampu tersenyumm pahit mendegar pernyataan Lula yang ternyata penyuka kakek-kakek.