Karena tiba-tiba dipanggil, Palma yang sedang tertunduk merenung itu perlahan mengangkat wajahnya. Dan ia melihat Cain berdiri dihadapannya sambil tersenyum. Dan dibelakang Cain ia melihat Liltana, sosok yang pernah berkunjung ke tokonya.
Palma merasa tidak percaya bahwa mereka berdua bisa muncul ditempat seperti ini.
“Palma! Kamu memang hebat… Syukurlah kamu tidak apa-apa… aku datang menjemputmu…”Liltaa mengatakan itu sambil tersenyum, namun Palma masih menunjukan ekspresi kebingungannya.
“Cain-sama…. Tuan puteri Liltana.. ke-kenapa bisa ada disini…”
“Tamanisan segera datang ke mansion ku dan mengatakan kalau Palma diculik… Dan karena itu aku berusaha mencarimu sekuat tenaga… Syukurlah kamu tidak apa-apa…”
Melihat Cain tersenyum, perlahan lahan air mata Palma mulai mengalir dipipinya. Air mata itupun berjatuhan kelantai.
“Hiks… Terimakasih… kukira aku tidak akan bisa bertemu dengan semuanya lagi… Pria yang menculiku bilag ingin menjualku sebagai budak… Hiks…”
“Sudah… sekarang kamu sudah aman… Untuk sekarang, mari kita pergi dari sini…”
Cain menyentuh jeruji besi itu perlahan, dengan kedua tangannya, dan sekejap, jeruji itu pun bengkok. Benkokan antar jeruji itu cukup besar sehngga bisa dilewati oleh satu orang. Liltana dan Nigito yang menyaksikan ini dari belakang lagi-lagi tak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.
Cain masuk melalui celah itu, dan meraih tangan Palma dan membantunya berdiri.
――Dan perlahan menepuk kepala Palma dengan lembut.
“Kamu sudah aman sekarang…”
Melihat sosok Cain yang tersenyum itu, Palma langsung melompat dan menempelkan wajahnya ke dada Cain.
“Wuaaaaaaaaa! Aku takut!! Aku kira aku tidak bisa bertemu dengan semuanya lagi!!! Ayah… teman-teman sekolah… Semuanya!! “
Palma menangis terisak, dan Cain hanya membelai kepalanya tanpa mengatakan apapun. Ia terus membelainya selama beberapa menit, dan perlahan tangisan nya mulai mereda, dan menjadi tenang.
Dan ketika ia berhenti menangis dan tersadar bahwa sejak tadi ia menangis dipelukan Cain, tiba-tiba ia menekuk telinganya dan wajahnya memerah karena malu.
“Apakah sudah tenang? Mari kita naik keatas…. Kita juga harus pulang, Tamanis-san juga sangat mengkhawatirkanmu…”
Cain berusaha tidak membahas kejadian ini, dan hanya mengeluarkan sebuah selimut dari dalam [Item Box] lalu memberikannya kepada Palma. Palma pun menyeka airmatanya dengan tangannya dan kemudian mengarahkan senyumannya kepada Cain.
“Iya!”
Cain tersenyum puas melihat Palma yang menjawab dengan penuh semangat. Merekapun menaiki tangga menuju kelantai atas bersama dengan Liltana.
◇◇◇
Kita putar waktunya sedikit.
Ketika mereka bertiga menuruni tangga menuju ke ruang bawah tanah, Darmeshia yang tinggal sendirian itu berdiri siaga diruangan itu.
“Ya ampun… disaat seperti ini… merepotkan… “
Darmeshia mengela nafas sambil melihat para pengawal yang kini tengah kehilangan kesadaran mereka. Kemudian perlahan-lahan ia tenggelam dalam bayang bayang dan menghilang.
Pada saat itu, sebuag kereta kuda berhenti didepan perusahaan itu. Dan dari kereta itu, turun dua orang sosok pria dengan perut yang besar dan tubuh yang berat.
“Waduh Marquis-sama terimakasih telam mau datang sampai kemari… berkat anda, semua hal ini dapat berjalan dengan lancar… Gadis itu sudah kita tangkap… lalu jika kita bisa menukarnya…”
“Aku tidak peduli tentang itu!!! kamu tahu kan?? Jika semuanya berhasil…”“Tentu saja… Aku sudah menyewa petualang berperingkat tinggi yang terbiasa melakukan pekerjaan dibalik layar seperti itu… yah jika semuanya sudah selesai…. Kami akan membereskannya…”
Marquis Cordino bersama Mathias, ketua perusahaan Narnis itu tertawa bersa,a, dan mereka sampai di depan perusahaan itu. Baikm Mathias maupun Marquis Cordino tampak sedang dalam suasana hati yang bahagia.
Dan Mathias menyadari bahwa pntu di perusahaan nya yag sangat besar dan bisa dianggap sebagai lambang perusahaannya itu telah tidak ada.
“?!……Apa yang terjadi?”
Mathias masuk kedalam gedung dengan terburu-buru dan Marquis Cordino mengikuti dibelakangnya. Lalu apa yang mereka lihat adalah…. Sosok para petualang yang telah bergeletakan di lantai dan kehilangan kesadaran mereka. Dan salah satu diantara mereka telah kehilangan tangannya, serts tangannya juga tergeletak dilantai.
“A-ap!!?”
Mata mereka berdua terbelalak melihat pemandangan ini.
“Kalian!! Lindungi Marquis!! “
Para prajurit yang menyawal kereta langsung berdiri mengelilingi Marquis Cordino.
“Ap- Apa-apaan ini!! Apa yang terjadi! Mathias! Apa maksud semua ini!! “
“…Aku juga tidak tah apa yang terjadi…. Hei! Bagunkan Gelter!! Tanyakan dia apa yang terjadi disini!!!”
Mathias memerintahkan salah satu pengawalnya, dan pengawal itu pun segera membangunkan Gelter.
“-Uhh …”
Gelter yang tersadar kembali perlahan lahan berusaha untuk bangkit, dan ia pun melihat ke sekitarnya.
Cukup sekian hari ini, akan dilanjut besok lagi…
“Gelter! Apa yang terjadi ??”
Gelter, yang masih setengah sadar, perlahan membuka mulutnya.
“――Monster……!!”
Pada saat yang sama, Liltana dan pelayannya, Nigito, muncul dari dalam toko.
“Kalian ya! Yang telah menyebabkan semua ini!”
Awalnya Liltana dan Nigito merasa kebingungan karena ketika mereka baru saja kembali ke aula, mereka ditodongkan dengan pedang oleh sejumlah prajurit. Namun Liltana pun sadar, dan mulai menyatakan argumennya.
“Kalian ya pelaku sebenarnya dari penculikan Palma!! Aku akan segera menghubungi para prajurit!!! Tunggu saja!! “
Liltana mengatakan itu dengan semangat, namun Mathias nampaknya tidak memperdulikannya, dan tersenyum.
“Hmm… gadis yang penuh semangat… aku hanya akan mendapatkan sat mangsa lagi… Hei kalian!! Aku tidak butuh lelaki itu, Tangkap gadis itu!! “
“Kau bilang mau apakan gadis itu?? “
Cain yang muncul setelah menaiki tangga itu tiba-tiba masuk dalam pembicaraan mereka.
“Bocah! Kamu ya yang sudah melakukan semua ini! “
Mendengar itu, Cain merasa heran.
“Bocah?? Mathias-san, apa kamu mengatakan hal itu kepadku?? Bagaimana menurutmu Marquis Cordino yang terhormat?? “
Mendengar perkataan Cain, baik Mathias, para tentara yang tengah menodongkan pedang mereka, maupun Marquis Cordino membuka mata mereka lebar-lebar.
Dari celah antara pengawal yang sedang mengelilinginya, Cordino melihat sosok Cain yang menggunakan pakaian petualang, dan ia sangat terkejut.
“…Earl… Silford…. Kenapa…. Ada disini….?”
Para prajurit terkejut dengan perkataan Marquis Cordino yang menyebut nama Earl Silford, dan tentunya Mathias adalah orang yang paling terkejut diantara mereka.
“E-Earl… Si-silford…!?? “
“Mathias-san… lama tidak berjumpa ya… mungkin sejak pesta dirumahku ya…”
Cain menampakkan senyuman jahatnya.