Mentari pagi menyinari bagian dalam kuil melalui jendela kaca di langit-langit. Langit-langit terasa cukup tinggi di ruangan yang luasnya bisa menampung ratusan orang berkumpul disini.
Terdapat patung dewa pencipta di bagian tengah, dan masing-masing 3 dewa lain di setiap sisinya. Patung-patung itu didesain lebih megah dari patung yang ada di gereja manapun dan memiliiki tinggi sekitar lima meter.
Dan di hadapan patung-patung itu, ada empat orang yang berlutut dan berdoa.
“Aku tidak tahu apakah kalian semua bisa ikut atau tidak…. Tolong ingat itu….”
Hinata, Cardinal Denter, dan Bishop Hanam mengangguk setelah mendapat peringatan dari Cain. Mereka semua menyatukan telapak tangan mereka dan berdoa, seketika bidang pandangan menjadi putih.
“Ternyata kamu datang ya….”
“Ya, ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kalian….”
Cain menjawab pertanyaan Zenom. Dan ketika ia barbalik, ia melihat sosok Hinata yang sedang dalam pose berdoa. Cain pun menghela nafas, karena ternyata ia tidak bisa membawa Bishop Hanam dan Cardinal Denter.
“Hinata, berdiri dan kemarilah….”
Ketika mendengar perkataan Cain, Hinata pun membuka mata. Ketika ia melihat ke sekitar dan menemukan sosok para dewa, dengan panik ia pun berdiri.
“Lama tidak berjumpa….”
Hinata dan Cain pun duduk.
“Aku sudah mendengar percakapan kalian berempat…. Meskipun begitu, aku tidak bisa memanggil kalian semua kemari… tolong mengertilah….”
Mereka berdua mengangguk setelah mendengar perkataan Zenom.
“Cain, Zenom-sama mungkin tidak mau mengatakannya, tapi untuk memanggil Cain sendirian saja sudah menghabiskan banyak energi dewa… Karena kebetulan Cain dan Hinata memiliki kecocokan dengan dewa kami bisa memanggil kalian berdua bersamaan, jika sampai memanggil kalian berempat sekaligus itu akan membutuhkan energi yang sangat banyak…. Selain itu tekad mereka berdua yang disana itu masih kurang…”
Lime pun menjelaskan hal itu menggantikan Zenom. Ketika ia mengetahui bahwa untuk memanggil dirinya sendiri saja sudah membutuhkan energi sihir yang lebih banyak daripada seluruh energi sihir manusia yang di kumpulkan, ia pun merasa sedikit gemetaran.
“Baiklah…. Maafkan aku telah meminta hal yang tidak mungkin… Kalau begitu langsung saja ke intinya, aku sudah memberitahu apa yang Lime-sama katakan kepada orang yang bersangkutan…. Namun Cardinal Denter memiliki fraksi yang paling sedikit… Akan sulit untuk memenangkan pemilihan ini….”
“Cain… kenapa kamu harus mengkhawatirkan soal jumlah pemilih?? Kamu hanya harus membalik semuanya….”
“Meskipun anda bilang membaliknya…..”
Tak peduli apapun yang dikatakan Cain dan Hinata, itu tidak akan mengubah jumlah suara. Cain benar-benar bingung apa yang harus ia lakukan untuk membalik semua ini.
“Kok kalian bingung…. Itu adalah hal yang mudah…. Mereka tidak dengar karena yang bicara itu adalah Cain dan Hinata…..”
“……Ah!!”
Hinata tiba-tiba bersuara seolah ia baru teringat sesuatu setelah mendengar perkataan Zenom.
“Hinata?”
“Cain-sama… mereka tidak akan mendengar jika itu adalah perkataanku dan Cain-sama…. Namun bagaimana jika itu perkataan Saint dan juga Utusan dewa???”
“… Ohhh!!! Begitu ya!!!”
Berkat penjelasan Hinata, Cain pun akhirnya menyadari maksud perkataan itu. Jika itu perkataan Cain dan Hinata jelas mereka akan menganggapnya sebagai candaan saja, namun jika itu adalah perkataan Saint dan Utusan Dewa, maka mereka harus menerimanya mau atau tidak.
Terutama ini adalah wilayah kerajaan Kepercayaan Marineford yang sangat memuja Ketujuh Dewa. Cain dapat memahami bahwa mereka akan mengutamakan perkataan Utusan Dewa ketimbang masalah fraksi.
“Tapi, bagaimana cara mereka bisa mengerti aku adalah utusan Dewa???”
“Aku tahu kau akan menanyakan itu… Hei cepat keluarkan….”
Ketika Zenom memberikan instruksi kepada Grimm sang dewa keterampilan, dia pun meletakan dua jubah serta permata diatas meja.
“Aku akan memberikan ini padamu…. Ini adalah….”
Setelah mendengarkan penjelasan serta cara pemakaian benda-benda tersebut, ia pun meletakan benda-benda itu ke dalam Item Box miliknya.
“Ah iya… aku akan memberikan ini juga…”
Zenom mengangkat tangan kanannya dan ditelapak tangannya bersinar lalu kemudian muncul sebuah topeng. Topeng itu menutupi seluruh bagian wajah, dan hanya ada lubang dibagian mata.
“Jika kamu menggunakan topeng ini, suaramu akan berubah otomatis… Kamu juga tidak ingin orang mengenali wajahmu sebagai seorang utusan kan??”
“Terimakasih… ini sangat membantu…”
“Terus… mumpung nanti akan ada muncul Pope baru… Aku ingin…..—————— Begitu lebih baik kan… “
Meskipun Zenom dan para Dewa tersenyum puas setelah menjelaskan hal itu, Cain hanya bisa ikut tersenyum pahit. Sedangkan Hinata yang ada disampingnya terlihat senang sekali.
(Kurasa itu benar-benar memalukan…. Apa aku bisa ya….)
“Aku akan sangat menantikan untuk bisa melihat pertunjukanmu Cain… kamu mengertikan???”
“….Ya. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik….”
Cain pun mengangguk dengan pasrah.
“Waktunya sudah habis… Aku serahkan semuannya pada kalian berdua…”
Bersamaan dengan perkataan Zenom, bidang pandangan mereka berdua menjadi putih. Dan ketika mereka sadar mereka berdua sendang dalam posisi berdoa di depan alter. Cain dan Hinata pun segera berdiri.
Setelah menyadari akan hal iniini, Cardinal Denter dan Bishop Hanam pun menghentikan doa mereka.
“……Bagaimana?”
Cain mengangguk dan tersenyum untuk menjawab pertanyaan Cardinal Denter.
“Aku sudah bertemu dengan para dewa… sepertinya ada beberapa batasan, jadi mereka tidak bisa memanggil kalian berdua juga….”
Meskipun wajah mereka sedikit menyesal, namun ketika melihat ekspresi Cain dan Hinata terlihat cerah, mereka pun memperbaiki perasaan mereka.
“Kurasa kita akan baik-baik saja… Para dewa selalu menyaksikan kita….”
Semua orang menyetujui pendapat Hinata.
Mentari pagi menyinari bagian dalam kuil melalui jendela kaca di langit-langit. Langit-langit terasa cukup tinggi di ruangan yang luasnya bisa menampung ratusan orang berkumpul disini.
Terdapat patung dewa pencipta di bagian tengah, dan masing-masing 3 dewa lain di setiap sisinya. Patung-patung itu didesain lebih megah dari patung yang ada di gereja manapun dan memiliiki tinggi sekitar lima meter.
Dan di hadapan patung-patung itu, ada empat orang yang berlutut dan berdoa.
“Aku tidak tahu apakah kalian semua bisa ikut atau tidak…. Tolong ingat itu….”
Hinata, Cardinal Denter, dan Bishop Hanam mengangguk setelah mendapat peringatan dari Cain. Mereka semua menyatukan telapak tangan mereka dan berdoa, seketika bidang pandangan menjadi putih.
“Ternyata kamu datang ya….”
“Ya, ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kalian….”
Cain menjawab pertanyaan Zenom. Dan ketika ia barbalik, ia melihat sosok Hinata yang sedang dalam pose berdoa. Cain pun menghela nafas, karena ternyata ia tidak bisa membawa Bishop Hanam dan Cardinal Denter.
“Hinata, berdiri dan kemarilah….”
Ketika mendengar perkataan Cain, Hinata pun membuka mata. Ketika ia melihat ke sekitar dan menemukan sosok para dewa, dengan panik ia pun berdiri.
“Lama tidak berjumpa….”
Hinata dan Cain pun duduk.
“Aku sudah mendengar percakapan kalian berempat…. Meskipun begitu, aku tidak bisa memanggil kalian semua kemari… tolong mengertilah….”
Mereka berdua mengangguk setelah mendengar perkataan Zenom.
“Cain, Zenom-sama mungkin tidak mau mengatakannya, tapi untuk memanggil Cain sendirian saja sudah menghabiskan banyak energi dewa… Karena kebetulan Cain dan Hinata memiliki kecocokan dengan dewa kami bisa memanggil kalian berdua bersamaan, jika sampai memanggil kalian berempat sekaligus itu akan membutuhkan energi yang sangat banyak…. Selain itu tekad mereka berdua yang disana itu masih kurang…”
Lime pun menjelaskan hal itu menggantikan Zenom. Ketika ia mengetahui bahwa untuk memanggil dirinya sendiri saja sudah membutuhkan energi sihir yang lebih banyak daripada seluruh energi sihir manusia yang di kumpulkan, ia pun merasa sedikit gemetaran.
“Baiklah…. Maafkan aku telah meminta hal yang tidak mungkin… Kalau begitu langsung saja ke intinya, aku sudah memberitahu apa yang Lime-sama katakan kepada orang yang bersangkutan…. Namun Cardinal Denter memiliki fraksi yang paling sedikit… Akan sulit untuk memenangkan pemilihan ini….”
“Cain… kenapa kamu harus mengkhawatirkan soal jumlah pemilih?? Kamu hanya harus membalik semuanya….”
“Meskipun anda bilang membaliknya…..”
Tak peduli apapun yang dikatakan Cain dan Hinata, itu tidak akan mengubah jumlah suara. Cain benar-benar bingung apa yang harus ia lakukan untuk membalik semua ini.
“Kok kalian bingung…. Itu adalah hal yang mudah…. Mereka tidak dengar karena yang bicara itu adalah Cain dan Hinata…..”
“……Ah!!”
Hinata tiba-tiba bersuara seolah ia baru teringat sesuatu setelah mendengar perkataan Zenom.
“Hinata?”
“Cain-sama… mereka tidak akan mendengar jika itu adalah perkataanku dan Cain-sama…. Namun bagaimana jika itu perkataan Saint dan juga Utusan dewa???”
“… Ohhh!!! Begitu ya!!!”
Berkat penjelasan Hinata, Cain pun akhirnya menyadari maksud perkataan itu. Jika itu perkataan Cain dan Hinata jelas mereka akan menganggapnya sebagai candaan saja, namun jika itu adalah perkataan Saint dan Utusan Dewa, maka mereka harus menerimanya mau atau tidak.
Terutama ini adalah wilayah kerajaan Kepercayaan Marineford yang sangat memuja Ketujuh Dewa. Cain dapat memahami bahwa mereka akan mengutamakan perkataan Utusan Dewa ketimbang masalah fraksi.
“Tapi, bagaimana cara mereka bisa mengerti aku adalah utusan Dewa???”
“Aku tahu kau akan menanyakan itu… Hei cepat keluarkan….”
Ketika Zenom memberikan instruksi kepada Grimm sang dewa keterampilan, dia pun meletakan dua jubah serta permata diatas meja.
“Aku akan memberikan ini padamu…. Ini adalah….”
Setelah mendengarkan penjelasan serta cara pemakaian benda-benda tersebut, ia pun meletakan benda-benda itu ke dalam Item Box miliknya.
“Ah iya… aku akan memberikan ini juga…”
Zenom mengangkat tangan kanannya dan ditelapak tangannya bersinar lalu kemudian muncul sebuah topeng. Topeng itu menutupi seluruh bagian wajah, dan hanya ada lubang dibagian mata.
“Jika kamu menggunakan topeng ini, suaramu akan berubah otomatis… Kamu juga tidak ingin orang mengenali wajahmu sebagai seorang utusan kan??”
“Terimakasih… ini sangat membantu…”
“Terus… mumpung nanti akan ada muncul Pope baru… Aku ingin…..—————— Begitu lebih baik kan… “
Meskipun Zenom dan para Dewa tersenyum puas setelah menjelaskan hal itu, Cain hanya bisa ikut tersenyum pahit. Sedangkan Hinata yang ada disampingnya terlihat senang sekali.
(Kurasa itu benar-benar memalukan…. Apa aku bisa ya….)
“Aku akan sangat menantikan untuk bisa melihat pertunjukanmu Cain… kamu mengertikan???”
“….Ya. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik….”
Cain pun mengangguk dengan pasrah.
“Waktunya sudah habis… Aku serahkan semuannya pada kalian berdua…”
Bersamaan dengan perkataan Zenom, bidang pandangan mereka berdua menjadi putih. Dan ketika mereka sadar mereka berdua sendang dalam posisi berdoa di depan alter. Cain dan Hinata pun segera berdiri.
Setelah menyadari akan hal iniini, Cardinal Denter dan Bishop Hanam pun menghentikan doa mereka.
“……Bagaimana?”
Cain mengangguk dan tersenyum untuk menjawab pertanyaan Cardinal Denter.
“Aku sudah bertemu dengan para dewa… sepertinya ada beberapa batasan, jadi mereka tidak bisa memanggil kalian berdua juga….”
Meskipun wajah mereka sedikit menyesal, namun ketika melihat ekspresi Cain dan Hinata terlihat cerah, mereka pun memperbaiki perasaan mereka.
“Kurasa kita akan baik-baik saja… Para dewa selalu menyaksikan kita….”
Semua orang menyetujui pendapat Hinata.