Masih ada beberapa hari menjelang pemilihan Pope, jadi Cardinal Denter diminta untuk sementara memperkuat fraksi pendukungnya. Meskipun dia sendiri merasa enggan melakukan itu, namun apa boleh buat, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menjadi Pope yang baru.
Tidak seperti sebelumnya, kini Bishop Hanam menjadi sangat mendukungnya. Hal ini dikarenakan sudah mendapat perintah resmi dari Cain yang merupakan utusan dewa. Ia berpikir, meskipun dia adalah saudaranya, jika orangnya sendiri tidak punya motivasi maka tidak bisa berbuat apa-apa.
Terlepas dari semua itu, Cain saat ini sedang berjalan-jalan dikota. Ia meminta bantuan Claude untuk hal ini.
Cain menghampiri penginapan tempat Claude dan yang lainnya menginap. Di ruang makan penginapan, Claude dan kelompoknya sedang mengelilingi meja makan.
“Jadi Cain… Apa permintaan mu?? Kami juga tidak terlalu mengetahui tempat ini…. Hal yang bisa kami lakukan terbatas…”
“Aku mengerti soal itu…. Aku ingin kalian menyelidiki siapa yang paling penduduk inginkan untuk menjadi Pope baru…”
“Kalau cuma itu tidak masalah…. Kita cuma perlu berkeliling dan mengumpulkn informasi saja kan???”
“Rina-san memang Hebat…. Benar seperti itu….”
Rina nampaknya lebih cepat memahami pembicaraan ini dibandingkan Claude. Milly dan Nina puun mengangguk menyetujinya.
“Jadi… kita juga memberikan gosip dan rekomendasi pilihan… dengan itu kita bisa menjatuhkan pamor…. Si… siapa ya yang menyerang kita itu? Ah!! Si Bangla itu….”
Cain mengangguk dan tersenyum pahit menyaksikan Rina mengatakan itu sambil menyeringai.
“Tapi Cain…. Kita ini begini-begini masih petualang peringkat A sama B loh…. Dan kita harus berkeliling toko-toko…. Mengertikan???”
Cain mengerti apa yang dimaksud oleh Rina. Para petualang biasanya hanya beraktivitas di Bar atau penginapan, namun bagi Rina dan ketiga perempuan ini, jangkauan mereka lebih luas. Memang mungkin untuk menjadikan Cardinal Denter sebagai seorang Pope, namun itu tidak ada artinya jika para penduduk menolak dan memberontak.
Cain pun mengeluarkan delapan koin emas dari bungkusan yang ia simpan di sakunya. Mata rina mun membelalak melihat jumlah uang yang tidak terduga itu.
“Sebagai biaya operasional masing-masing satu koin emas… dan hadiahnya masing-masing satu koin emas lagi, jadi totalnya delapan koin emas, bagaimana???”
Melihat Cain menyeringai, Rina pun ikut tersenyum.
“…Pantas sebagai seorang Margrave…. Cepat paham…”
Rina un membagikan koin emas kepada Milly dan Nina masing-masing dua koin emas. Lalu ia memasukan empat koin emas sisanya kedalam sakunya.
“……… Eh? Tunggu… Bagian ku mana…?”
Claude pun bertanya. Cain mengerti apa maksudnya. Rina tidak memberikan satu keping pun kepada Claude. Claude memandangi Rina dengan penuh harap, namun ia malah memalingkan wajah seakan tidak perduli. Mereka mengabaikan Claude yang duduk terlemas dan mulai membicarakan langkah selanjutnya.
“Apa memang semua calonnya begitu buruk???”
“Jujur saja, semua kandidat itu memiliki kekurangan yang fatal dalam hal tertentu…”
Cain pun menjelaskan karakteristik keempat kandidat tersebut. Bangla yang menggunkan kekuasaannya dan melakukan penyerangan. Samtam yang selalu mengatakan idealisme yang sangat tidak mungkin diwujudkan, serta Etoille, Cardinal termuda yang menggoda para suster serta mengajukan lamaran pada Hinata. Serta Denter yang mengabaikan kehidupan pribadinya sendiri karena ia suka merawat anak-anak yatim piatu.
Jika berdasarkan metode eliminasi, maka semua orang sudah tidak heran lagi jika Denter akan tersingkir dengan mudah.
“Kita juga masih lama tinggal disini, kita juga harus ke guild petualang, jadi kami akan mencoba berusa———”
“Hei disini ada banyak cewek cakep rupanya!!!”
Tiga orang berjubah putih menghampiri dan memotong kalimat Rina. Mungkin usia mereka sekitar 20an, dan siapapun dapat melihat mereka adalah orang dari gereja.
“Satu laki-laki dan satu bocah… kalian pasti kesepian kan??? disini ada tiga laki-laki, udah tinggalin aje mereka dan minum bareng kami yuk…”
Di kerajaan Esfort, tak ada yang berani menggoda Rina dihadapan Claude. Para petualang sudah mengetahui kekuatan dari duo Flame Ice yang merupakan party rank A. Namun ini adalah Kerajaan Marineford. Tidak heran jika mereka tidak mengenal kedua orang ini.
Ini harusnya release kemarin, ternyata ada error setting tanggal hahaha…
“Sayangnya lelaki disini sudah pas kok.. jadi jauh jauh sono…. Tidak ada satupun laki-laki di dunia ini yang lebih baik dari mereka berdua…. “
“Hei, Rina. Tadi kamu bilang aku Laki-laki yang baik kan???”
Melihat Claude yang sangat bersemangat dan mengabaikan ketiga pria itu, membuat mereka kesal.
“Hei, bung…. Apa kau tidak lihat?? Kami ini Priest loh…. Dan kami ini adalah anggota fraksi Cardinal Bangla sang calon Pope…”
Rina pun menghela nafas setelah mendengar itu.
“…Sepertinya benar… Kalau yang diatas sudah sampah, bawahannya juga sampah ya….”
“Rina, itu keren….”
“Iya Quotesnya mantap…”
Nina dan Milly pun tertawa mendengar perkataan Rina. Namun ketiga Priest itu semakin marah.
“Hei kalian…. Apa kalian mengerti apa artinya menghina kami para Priest di dalam kerajaan Ini???!!”
Merasa ini tidak akan berakhir, Cain pun pasrah dan akhirnya berdiri.
“Kalian ini…. Disaat pemilihan Pope seperti ini apa kalian bisa bertingkah mencemarkan nama Cardinal Bangla begini?? Atau ayo kita langsung saja ke Kuil Utama? Lagipula kami ini adalah orang-orang dari Kerajaan Esfort… Kami kemari sebagai pengawal Bishop Hanam, jika ada sesuatu aku bisa melaporkannya pada Cardinal Denter… Atau kita panggil saja mereka? Bishop-sama atau Cardinal sekalian??”
“Apa, apa yang kamu…. Kalau kalian pengawal… Apa kalian itu petualang…..”
“Iya dong… Nih Kartunya…”
Semua orang selain Cain mengeluarkan kartu mereka. Claude dan Rina memegang Golden Card milik peringkat A. Sedangkan Milly dan Nina mengeluarkan Silver Card milik peringkat B.
“Kalau kalian menggunakan ancaman kekerasan seperti itu tentunya kalian sudah punya tekad untuk mati kan?? Yah karena kalian itu berhadapan dengan peringkat A loh…”
Seakan memamerkan kekuatannya, ia melayangkan bongkahan es di aras ujung jarinnya. Melihat Rina yang marah, Cain hanya tersenyum pahit.
“Ka-kalian awas ya!!! Ayo pergi!!”
“Tunggu aku!!”
Setelah satu orang lari, kedua orang lainnya pun mengikuti nya. Sambil melihat punggung mereka, Rina mulai tertawa.
“Ah, aku jadi puas…. Ayo kita bersulang sekali lagi….”
Rina pun mengangkat gelasnya seolah tak ada yang terjadi. Semua orang pun dengan ringan menubrukan gelas mereka dan mulai meminumnya. Di hari itu, tak ada satupun orang yang berani mengganggu Cain dan kelompoknya.
Masih ada beberapa hari menjelang pemilihan Pope, jadi Cardinal Denter diminta untuk sementara memperkuat fraksi pendukungnya. Meskipun dia sendiri merasa enggan melakukan itu, namun apa boleh buat, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menjadi Pope yang baru.
Tidak seperti sebelumnya, kini Bishop Hanam menjadi sangat mendukungnya. Hal ini dikarenakan sudah mendapat perintah resmi dari Cain yang merupakan utusan dewa. Ia berpikir, meskipun dia adalah saudaranya, jika orangnya sendiri tidak punya motivasi maka tidak bisa berbuat apa-apa.
Terlepas dari semua itu, Cain saat ini sedang berjalan-jalan dikota. Ia meminta bantuan Claude untuk hal ini.
Cain menghampiri penginapan tempat Claude dan yang lainnya menginap. Di ruang makan penginapan, Claude dan kelompoknya sedang mengelilingi meja makan.
“Jadi Cain… Apa permintaan mu?? Kami juga tidak terlalu mengetahui tempat ini…. Hal yang bisa kami lakukan terbatas…”
“Aku mengerti soal itu…. Aku ingin kalian menyelidiki siapa yang paling penduduk inginkan untuk menjadi Pope baru…”
“Kalau cuma itu tidak masalah…. Kita cuma perlu berkeliling dan mengumpulkn informasi saja kan???”
“Rina-san memang Hebat…. Benar seperti itu….”
Rina nampaknya lebih cepat memahami pembicaraan ini dibandingkan Claude. Milly dan Nina puun mengangguk menyetujinya.
“Jadi… kita juga memberikan gosip dan rekomendasi pilihan… dengan itu kita bisa menjatuhkan pamor…. Si… siapa ya yang menyerang kita itu? Ah!! Si Bangla itu….”
Cain mengangguk dan tersenyum pahit menyaksikan Rina mengatakan itu sambil menyeringai.
“Tapi Cain…. Kita ini begini-begini masih petualang peringkat A sama B loh…. Dan kita harus berkeliling toko-toko…. Mengertikan???”
Cain mengerti apa yang dimaksud oleh Rina. Para petualang biasanya hanya beraktivitas di Bar atau penginapan, namun bagi Rina dan ketiga perempuan ini, jangkauan mereka lebih luas. Memang mungkin untuk menjadikan Cardinal Denter sebagai seorang Pope, namun itu tidak ada artinya jika para penduduk menolak dan memberontak.
Cain pun mengeluarkan delapan koin emas dari bungkusan yang ia simpan di sakunya. Mata rina mun membelalak melihat jumlah uang yang tidak terduga itu.
“Sebagai biaya operasional masing-masing satu koin emas… dan hadiahnya masing-masing satu koin emas lagi, jadi totalnya delapan koin emas, bagaimana???”
Melihat Cain menyeringai, Rina pun ikut tersenyum.
“…Pantas sebagai seorang Margrave…. Cepat paham…”
Rina un membagikan koin emas kepada Milly dan Nina masing-masing dua koin emas. Lalu ia memasukan empat koin emas sisanya kedalam sakunya.
“……… Eh? Tunggu… Bagian ku mana…?”
Claude pun bertanya. Cain mengerti apa maksudnya. Rina tidak memberikan satu keping pun kepada Claude. Claude memandangi Rina dengan penuh harap, namun ia malah memalingkan wajah seakan tidak perduli. Mereka mengabaikan Claude yang duduk terlemas dan mulai membicarakan langkah selanjutnya.
“Apa memang semua calonnya begitu buruk???”
“Jujur saja, semua kandidat itu memiliki kekurangan yang fatal dalam hal tertentu…”
Cain pun menjelaskan karakteristik keempat kandidat tersebut. Bangla yang menggunkan kekuasaannya dan melakukan penyerangan. Samtam yang selalu mengatakan idealisme yang sangat tidak mungkin diwujudkan, serta Etoille, Cardinal termuda yang menggoda para suster serta mengajukan lamaran pada Hinata. Serta Denter yang mengabaikan kehidupan pribadinya sendiri karena ia suka merawat anak-anak yatim piatu.
Jika berdasarkan metode eliminasi, maka semua orang sudah tidak heran lagi jika Denter akan tersingkir dengan mudah.
“Kita juga masih lama tinggal disini, kita juga harus ke guild petualang, jadi kami akan mencoba berusa———”
“Hei disini ada banyak cewek cakep rupanya!!!”
Tiga orang berjubah putih menghampiri dan memotong kalimat Rina. Mungkin usia mereka sekitar 20an, dan siapapun dapat melihat mereka adalah orang dari gereja.
“Satu laki-laki dan satu bocah… kalian pasti kesepian kan??? disini ada tiga laki-laki, udah tinggalin aje mereka dan minum bareng kami yuk…”
Di kerajaan Esfort, tak ada yang berani menggoda Rina dihadapan Claude. Para petualang sudah mengetahui kekuatan dari duo Flame Ice yang merupakan party rank A. Namun ini adalah Kerajaan Marineford. Tidak heran jika mereka tidak mengenal kedua orang ini.
Ini harusnya release kemarin, ternyata ada error setting tanggal hahaha…
“Sayangnya lelaki disini sudah pas kok.. jadi jauh jauh sono…. Tidak ada satupun laki-laki di dunia ini yang lebih baik dari mereka berdua…. “
“Hei, Rina. Tadi kamu bilang aku Laki-laki yang baik kan???”
Melihat Claude yang sangat bersemangat dan mengabaikan ketiga pria itu, membuat mereka kesal.
“Hei, bung…. Apa kau tidak lihat?? Kami ini Priest loh…. Dan kami ini adalah anggota fraksi Cardinal Bangla sang calon Pope…”
Rina pun menghela nafas setelah mendengar itu.
“…Sepertinya benar… Kalau yang diatas sudah sampah, bawahannya juga sampah ya….”
“Rina, itu keren….”
“Iya Quotesnya mantap…”
Nina dan Milly pun tertawa mendengar perkataan Rina. Namun ketiga Priest itu semakin marah.
“Hei kalian…. Apa kalian mengerti apa artinya menghina kami para Priest di dalam kerajaan Ini???!!”
Merasa ini tidak akan berakhir, Cain pun pasrah dan akhirnya berdiri.
“Kalian ini…. Disaat pemilihan Pope seperti ini apa kalian bisa bertingkah mencemarkan nama Cardinal Bangla begini?? Atau ayo kita langsung saja ke Kuil Utama? Lagipula kami ini adalah orang-orang dari Kerajaan Esfort… Kami kemari sebagai pengawal Bishop Hanam, jika ada sesuatu aku bisa melaporkannya pada Cardinal Denter… Atau kita panggil saja mereka? Bishop-sama atau Cardinal sekalian??”
“Apa, apa yang kamu…. Kalau kalian pengawal… Apa kalian itu petualang…..”
“Iya dong… Nih Kartunya…”
Semua orang selain Cain mengeluarkan kartu mereka. Claude dan Rina memegang Golden Card milik peringkat A. Sedangkan Milly dan Nina mengeluarkan Silver Card milik peringkat B.
“Kalau kalian menggunakan ancaman kekerasan seperti itu tentunya kalian sudah punya tekad untuk mati kan?? Yah karena kalian itu berhadapan dengan peringkat A loh…”
Seakan memamerkan kekuatannya, ia melayangkan bongkahan es di aras ujung jarinnya. Melihat Rina yang marah, Cain hanya tersenyum pahit.
“Ka-kalian awas ya!!! Ayo pergi!!”
“Tunggu aku!!”
Setelah satu orang lari, kedua orang lainnya pun mengikuti nya. Sambil melihat punggung mereka, Rina mulai tertawa.
“Ah, aku jadi puas…. Ayo kita bersulang sekali lagi….”
Rina pun mengangkat gelasnya seolah tak ada yang terjadi. Semua orang pun dengan ringan menubrukan gelas mereka dan mulai meminumnya. Di hari itu, tak ada satupun orang yang berani mengganggu Cain dan kelompoknya.