“…Onee-chan, Onee-chan.”
“Kenapa ?”
“Agak menarik, bukan? Rumah bertingkat seperti ini tidak ada di dekat rumah.”
“Daripada rumah bertingkat, ini adalah sebuah apartemen, oke?”
Setelah melewati pintu masuk, Miki tiba-tiba mulai melihat sekeliling dengan hati-hati. Tampaknya itu memicu minatnya karena sepertinya tidak ada apartemen di dekat rumah Yuizaki.
Rumah Yuizaki berjarak satu jam perjalanan menggunakan kereta api; Sandai ingat pernah mendengar tentang hal itu. Lebih jauh dari pinggiran kota dari segi jarak… itu sudah sedikit pedesaan.
Tetapi, itu tampaknya menjadi pengalaman baru bagi Miki yang masih sangat muda dan kemungkinan hanya memiliki sedikit kesempatan untuk pergi ke daerah perkotaan.
“….Kau seharusnya tidak melihat-lihat begitu banyak seperti itu, Miki. Ini tidak seperti di dekat rumah kita. Aku tidak peduli jika kau dimarahin orang, oke?”
“Siapa yang akan marah? Untuk saat ini, Onii-chan tidak terlihat marah tuh. Berarti sedikit saja tidak apa-apa, kan?”
Deduksi Miki tidak salah; Sandai tidak terganggu oleh perilaku Miki karena di apartemen ini ada kesepakatan tak terucapkan untuk saling tidak mengintervensi di antara penghuni.
Tidak ada yang akan marah hanya karena seorang anak kecil yang tidak bisa tenang.
Namun, sebelum Sandai bisa membela kata-kata dan tindakan Miki, “Tapi tetap saja,” Shino menyentil dahi Miki.
“Owie… Apa yang kau lakukan, Onee-chan?”
“Bahkan jika tidak ada yang peduli atau marah, bukan berarti perilaku buruk itu dianggap oke.”
“Tidak seperti penampilanmu, kau anak alim di dalam, ya, Onee-chan… haahh… Mungkin cium-cium jadi mustahil.”
“Cium-cium itu… err yah…”
Cium-cium atau semacamnya-Sandai tidak begitu yakin apa yang Shino dan Miki bicarakan di tengah jalan, tapi bagaimanapun juga, meskipun terlambat, dia mengatakan pada Shino mengapa dia tidak keberatan dengan perilaku Miki.
Tetapi, meskipun mendengar apa yang Sandai katakan, “Nuh-uh,” Shino menggelengkan kepalanya, tidak menyerah. “Bahkan jika tidak ada yang peduli, perilaku buruk itu tidak baik,” kata Shino.
Baik dalam hal moral dan pendidikan terhadap anak-anak, Shino berada di pihak yang benar. Sandai tetap diam, karena dia tidak dapat membuat bantahan dan merasa bahwa melakukan perlawanan kecil mungkin menyebabkan perselisihan yang tidak perlu.
Setelah memasuki rumahnya dan menuju dapur, Shino mulai mengeluarkan berbagai peralatan memasak dari keranjang anyaman yang dibawanya sambil menyenandungkan sebuah lagu.
“Ooh… Jadi ini adalah peralatan untuk membuat manisan. Menggunakan berbagai macam benda ya.”
“Ya. Sekarang yang kita butuhkan adalah oven.”
“Oven? Mungkin tidak ada di sini.”
“Ada kok, masa gatau?”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Aku membuat sarapan di sini, kan? Aku menemukan oven saat itu, jadi ada satu. Yang ini.” Tap-tap, Shino mengetuk sebuah kotak di sudut dapur.
Jika Sandai tidak salah, kotak itu selalu ada di sana menurut ingatannya.
Ia tidak yakin sejak kapan kotak itu ada di sana, dan menyadari bahwa itu adalah sebuah kotak yang ia tidak ketahui dan tampak seperti oven microwave tapi entah bagaimana berbeda, namun…
“Jadi itu adalah sebuah oven, huh…”
“Eh? Kau tidak tahu… tunggu, kalau dipikir-pikir kau tidak memasak dan sejenisnya, kan? Kalau begitu, kurasa tidak ada salahnya jika kau tidak tahu karena kau tidak menggunakannya…”
“Aku sangat senang kau mengerti.”
“Tidak malu?”
“Aku tidak terlalu peduli tentang itu. Lebih penting lagi, ada sesuatu yang agak menggangguku…”
“….Sesuatu yang mengganggumu?”
“Aku tidak melihat Miki-chan dimanapun. Jadi dimana dia ?”
Untuk beberapa alasan Sandai tidak bisa menemukan Miki dimanapun; meskipun, Sandai telah menyadarinya setelah tiba di dapur.
“Hah?” Shino memiringkan kepalanya, tampaknya menyadarinya begitu Sandai menunjukkannya. “Kau benar. Aku ingin tahu kemana dia pergi…”
“Seharusnya dia bersama kita ketika kita melewati pintu depan, jadi kupikir dia mungkin ada di suatu tempat di sini, tapi… aku akan pergi melihat ke sana.”
“Oke, tolong bantu ya.”
Mereka berpencar dan mulai mencari Miki.
Ada beberapa ruangan, tetapi tidak sebesar rumah terpisah, jadi Miki ditemukan dengan cepat. Sandai melihat Miki berbaring di sofa di ruang tamu.
“Itu dia, Miki-chan.”
“Wuh?”
“Dia ada di sini!”
“Okaaay!”
Shino bergegas menghampiri untuk menanggapi laporan temuan Sandai; lalu menyipitkan matanya dalam ketidaksenangan begitu ia melihat Miki.
Dia marah.
“Miki…”
“Kau membuat wajah yang menakutkan, Onee-chan…”
“Dengar, ini bukan rumahmu, Miki. Ini rumah Onii-chan ini. Itu tidak sopan dan hanya menimbulkan masalah jika kau bertingkah seolah-olah ini rumahmu sendiri, kan?”
“Bahkan jika kau bilang itu.”
“Bahkan jika aku bilang… apa?”
“Tidak, itu bukan apa-apa. Selain itu, kehebatan Miki adalah makan, jadi kalian berdua silahkan membuatnya, ‘kay?”
Miki tampaknya tidak merasa bersalah sampai tingkat yang mengejutkan, dan Shino memelototinya. Meskipun, itu hanya untuk sesaat.
Shino perlahan-lahan kehilangan semangat dan menundukkan kepalanya ke bawah, wajahnya entah bagaimana terlihat seperti dia bisa menangis kapan saja.
“….Apa yang kau inginkan, apa yang akan kulakukan jika bahkan aku yang kakak perempuan akan dianggap sebagai wanita egois karena kau seperti itu. Apa yang akan kulakukan jika Fujiwara membenciku…”
Kata-kata yang dikeluarkan oleh Shino terdengar sedikit gemetar; lebih jauh lagi, volumenya terlalu rendah membuat Sandai tidak dapat mendengarnya dengan jelas.
Namun demikian, setelah berpikir bahwa dia harus menghibur Shino jika dia sedang sedih meskipun tidak tahu apa yang dia katakan, Sandai mencoba mengatakan sesuatu padanya.
Namun, mulutnya tidak bergerak untuk beberapa alasan-tangannya bergerak.
Tangan itu bergerak sendiri, dan Sandai mendapati dirinya mengusap kepala Shino. Itu benar-benar tindakan yang tidak disadari.
“Eh… Tung…”
Dengan kepalanya tiba-tiba diusap, meskipun jelas, Shino terkejut, tetapi ia segera tersipu dan mengalihkan pandangannya ke bawah.
Tidak ada tanda-tanda dia melawan.
“…”
“…”
“Miki belum makan permen apapun, tapi perut Miki sepertinya sudah kenyang… Jika seperti ini, mungkin ciam-cium akan cukup mudah?”
Ketika Miki mengendus-endus, Sandai menyadari apa yang dia lakukan. Dia buru-buru menarik tangannya dan dengan cepat melangkah menjauh dari Shino.
“Aku…”
Sandai menelan ludahnya dan menatap tajam pada tangannya sendiri. Apa yang tiba-tiba ia ingat adalah kata-kata Nakaoka.
★
‘Betapa merepotkannya dirimu… Apakah kau tidak punya ketegasan? Hah? Punya nyali untuk memaksanya melihat ke arahmu. Tunjukkan keinginan yang cukup untuk membuatnya menjadi suasana hati yang baik dan menggairahkannya. Jadilah serigala! Rawr! Rawr rawr rawr!
★
Sandai tidak menganggap serius kata-kata Nakaoka.
Sesuatu yang pasti muncul di benaknya; namun, pikiran untuk tidak ingin membuat masa lalu yang kelam dengan membuat gerakan saat ia sedang bersemangat lebih kuat.
Sebagian dari dirinya juga tidak ingin menempatkan Shino di tempat yang membuat kesalahpahaman yang aneh.
Terlepas dari semua itu, tubuhnya telah bergerak dengan sendirinya.
Sandai menjadi semakin bingung tentang apa yang sedang terjadi. Dia berusaha mati-matian untuk berpikir dan menemukan alasan dari tindakannya sendiri, tetapi tidak peduli seberapa keras dia mencoba, dia tidak bisa menemukan jawaban yang benar.
Sebagai upaya terakhir, Sandai sekarang memutuskan untuk secara paksa mengubah topik pembicaraan untuk melarikan diri dari pertanyaan ini.
Dia berpikir: jika topiknya berubah, suasana hati akan berubah; jika suasana hati berubah, dia tidak akan memikirkan hal-hal yang tidak perlu; dan kemudian dia harus kembali ke dirinya yang biasa.
“Kalau dipikir-pikir… tidak ada bahan untuk membuat manisan!”
“…Aku berpikir untuk pergi berbelanja sambil bertanya tentang seleramu.”
“Aku mengerti! Kalau begitu kita harus pergi berbelanja!”
“…Oke.”
Shino menatapnya dengan puppy eyes. Matanya berkaca-kaca, dan Sandai mundur dan memalingkan wajahnya sebagai tanggapan.
Ia merasa seperti tidak akan bisa mempertahankan kewarasannya jika ia terus menatap matanya.
“….Padahal sudah sangat tanggung~,” bisik Miki pada dirinya sendiri, mengangkat bahunya saat dia melihat kedekatan mereka. “Onii-chan, dia benar-benar bisa menahan diri. Tidak, hanya sedikit ?”
4
Setelah keluar untuk membeli bahan-bahan untuk membuat manisan, Sandai mulai tenang karena dia merasa suasana hati entah bagaimana telah berubah.
Tampaknya dia benar dalam penilaian: jika topiknya berubah, suasana hati akan berubah.
Namun, ketika Sandai merasa lega, Miki mengatakan bahwa dia ingin pergi ke tempat besar yang juga memiliki game arcade-ke kompleks komersial yang besar-berbanding terbalik dengan Shino yang mencoba pergi ke toko khusus bahan permen, yang menyebabkan hampir terjadi pertengkaran lagi antara dua saudara perempuan itu.
Namun, pertengkaran sampai pada titik kejatuhan yang pasti tidak pernah terjadi, dan hal berikutnya yang dia tahu, Shino dan Miki berbaikan dan mulai melakukan pembicaraan rahasia secara diam-diam.
“Ya ampun… Ayo, jadilah gadis yang baik, aku memintamu.”
“Hmm?”
“A-apa?”
“Suasana hati tadi bagus, bukan? Miki melakukan apa yang dia inginkan, dan ketika kamu sedih, Onii-chan mengusapkan, kan?”
“…Entah bagaimana kau terdengar seperti emang bertujuan untuk itu, tau?”
“Miki memang sengaja kok”
“Eh? Cius?”
“Cius.”
“Hm-Hmm…?”
“Dan, ‘kabar baik’ untukmu, Onee-chan… Sebelumnya Onii-chan terlihat seperti kepincut, tau ? Dia membuat wajah jatuh cinta ketika mengusap kepalamu. Itulah mengapa inilah saat yang tepat untuk melakukan serangan. Pura-pura kecelakaan, lalu ‘berciuman’. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Momentum itu penting, oke?”
“Miki… bukankah kau agak menikmatinya?”
“Tidak apa-apa kalau kau berpikir seperti itu. Karena kaulah yang memilih, Onee-chan. Hanya saja… kau bisa menutupinya sebagai kecelakaan alami lebih baik di toko-toko besar, kau tahu? Dan Miki bisa pergi bermain di game arcade untuk menjauh juga. Harus punya uang untuk bermain game, tapi.”
“…”
“Mungkin akan mengganggu Onii-chan jika kau memutuskannya terlalu lambat, dan lebih baik cepat memutuskan jika kau tidak ingin dibenci, tau kan ?”
“A-aku mengerti. Kau benar juga… Aku ikut. Lagipula, menjadi ragu-ragu bukanlah sifatku, jadi aku akan melakukannya dengan serius. Aku sudah mengambil keputusan.”
“Nn.”
Apa yang mereka bisikkan? Sandai tidak tahu sedikitpun, tetapi hanya diberitahu bahwa mereka memutuskan untuk pergi sesuai dengan permintaan Miki.
Mereka tiba di sebuah kompleks komersial yang besar, dan Miki segera mulai mencari game arcade. Game arcade berada di lantai dua.
Miki mengeluarkan suara kegembiraan saat melihat deretan mesin yang berkedip-kedip.
“Nyufufu, sekarang, Miki akan bermain di sini sendirian sampai kalian berdua selesai berbelanja.”
“….Ini sudah larut malam, apakah kau akan baik-baik saja sendirian?”
“Ada orang di konter tepat di sana, jadi tidak apa-apa. Kau pergi mengkhawatirkan dirimu sendiri daripada Miki.”
“Mulutmu kurang ajar sekali…”
“Uang.”
“Ini 500 yen.”
“500 yen, huh… Kau hanya bisa memainkan permainan bangau beberapa kali dengan ini. Miki tidak bisa menghabiskan waktu dengan ini kecuali jika itu adalah permainan medali. Tidak, mungkin itu masih akan sulit.”
“Jangan mengatakan hal-hal yang egois. Maksudku, aku juga tidak kaya.”
“Ya Miki tahu…”
Miki mengerutkan kening dan mengerang. Dia sepertinya tidak puas dengan jumlah uang belanja yang diberikan oleh Shino, tapi yah, benar juga bahwa jumlah waktu yang bisa dia habiskan untuk bermain tidak akan sebesar itu.
Sandai tidak berencana untuk berbelanja dalam waktu yang lama, tetapi ia merasa menyelesaikannya dalam lima atau sepuluh menit juga akan sulit.
Shino telah mengatakan bahwa dia akan bertanya tentang kesukaannya dan sebagainya. Dengan kata lain, itu berarti mereka tidak akan pergi membeli bahan-bahan yang sudah diputuskan sebelumnya, jadi menyelesaikannya dalam sekejap akan mustahil.
Hampir pasti Miki akan menghabiskan uangnya dan menunggu mereka, tapi… Sandai membayangkan pemandangan seperti itu pada Miki dan mulai merasa kasihan padanya, jadi dia mengeluarkan koin 500 yen dari dompetnya sendiri dan menyuruh Miki memegangnya di tangannya.
“Onii-chan…?”
“Itu membuatnya menjadi seribu yen. Sekarang kau bisa bermain lebih lama lagi, bukan?”
“Terima kasih! …Fufufu, baiklah, kalau begitu Miki akan mengatakan sesuatu yang bagus sebagai ucapan terima kasih, Onii-chan.”
“Sesuatu yang bagus…?”
“Pinjamkan telingamu pada Miki.”
Meskipun memiringkan kepalanya dengan penuh rasa ingin tahu, Sandai meminjamkan telinganya seperti yang diperintahkan.
“….Kau tahu, Onee-chan terkadang sangat ceroboh. Dia terkadang salah melangkah di tangga atau semacamnya. Itulah mengapa pada saat itu kau harus ‘memeluk’ dia, dan melindunginya agar dia tidak terluka, oke? Miki pikir dia akan melewatkan langkahnya hari ini.”
Itu adalah nasihat yang anehnya spesifik-seolah-olah dia tahu apa yang akan terjadi.
Sandai memiringkan kepalanya hanya untuk Miki yang berlari kencang ke dalam game arcade.
“…Kau tidak perlu memberi Miki uang. Dia akan belajar bahwa dia bisa mendapatkannya jika dia mengeluh.”
Shino menghela napas di sampingnya.
Mungkin benar bahwa itu buruk untuk pendidikan, tetapi di mata Sandai, Miki hanya terlihat sangat menyedihkan.
Selain itu, “Aku kan tidak melakukannya setiap hari, dan pada awalnya bukankah kau juga memberi Miki-chan uang belanja?”
“Ada… alasan…”
“Alasan? Sekarang aku tidak tahu tentang semua itu, tetapi kau tentu saja tidak bisa mengatakan apapun tentangku ketika kau sendiri juga memberinya uang belanja. Yah, maksudku, lihat, ingin bermain ketika pergi keluar adalah apa yang dilakukan anak-anak, jadi bukankah menurutmu itu tidak apa-apa hanya untuk hari ini?”
“…Kau sepertinya akan sangat memanjakan anakmu jika kau memilikinya, ya, Fujiwara.”
“Iyakah ?”
“Tentu saja. Entah bagaimana aku bisa membayangkan kehidupanmu setelah menikah. Aku merasa kau akan menjadi seorang papa yang baik hati.”
“Begitu katamu, tapi aku yakin kalo aku tidak akan mendapatkan pacar sebelum menikah. Aku seorang penyendiri. Bahkan aku tidak bertemu dengan siapa pun.”
“Aku pikir ada juga penyendiri yang memiliki pacar atau sudah menikah? Maksudku, bahkan kau pun pernah bertemu. Tidakkah kau merasa seperti … orang lain itu sangat dekat sekarang?”
Itu adalah komentar yang sangat sugestif, dan itu membuat Sandai ingin bertanya balik apa maksudnya.
Namun, dia merasa pada akhirnya tidak akan ada jalan untuk kembali begitu dia tahu jawabannya, membuatnya menjadi dingin dan tidak bisa bertanya.
“Aku merasa seperti… ada, tapi… aku juga merasa seperti… tidak ada.” Jawaban seperti itu adalah yang terbaik yang bisa ia berikan.
“Aku mengerti… seperti ada, dan tidak ada?”
“I-itu benar. Seperti itulah.”
“…Hmmmm?” Shino menyipitkan matanya; ekspresinya seolah-olah memeriksa, menyelidiki. Di ujung tatapan itu adalah bibir Sandai, tetapi orang yang sedang dilihat tidak menyadarinya.
Dia hanya merasakan bahwa udara di sekitar Shino telah sedikit berubah, tapi itu saja.
Meskipun, tidak peduli seberapa tidak peka Sandai, jika hal-hal yang disebut perasaan itu benar-benar dimasukkan ke dalam tindakan, ia tidak akan punya pilihan selain memahaminya.