POV Kengo
“Ini, hapus ingusmu dengan ini, kau meruskan kecantkanmu,
tahu?”
“Zuzuzuz!!”
Aku terus memberinya tisu sampai dia tenang.
Setelah satu jam lebih menunggu.
Akhirnya, dia berhenti menangis…
Kemudian, aku memeriksa seluruh tubuhnya.
Sepertinya dia mengalami banyak stress lagi.
Rambut hitamnya, yang biasanya sangat indah hingga
memunculkan partikel-partikel, kini telah kusam.
Kulitnya agak kasar… mungkin karena shocknya.
Ketika aku menatap dirinya, dia memegang tangannya.
“Kengo, kau tidak berpikir akan memeluk kakakmu yang
patah hati, kan?”
“Tentu saja tidak!”
Kau dengar dia? Apakah kau dengar itu?
Aku menolak ajakan pacarku, dan inilah yang dia katakan padaku?
Sebaliknya, aku merasa lega! Aku senang dia baik-baik
saja!
“Hanya kau tahu, Shota-kun lah satu-satunya yang bisa
menyentuh tubuh ini”
“Siapa yang telah ditolak Komori?”
Aku dengan cepat menyadari bahwa aku salah bicara mengatakan
itu.
Aku mengatakannya dengan reflek, tetapi kupikir ini bukan
ide bagus untuk mengatakan ‘ditolak’ kepada kakakku sekarang.
Aku sungguh bodoh.
Benar saja, kakakku,
“Uuuu-uuu… uuuuuUWAAAAAAHHHHH!!!! Kengo~, Kengo~, kau~!”
Dia mulai menangis dengan keras lagi, dengan air mata
yang deras mengalir di wajahnya.
Oioioi… beri aku istirahat.
Mengapa aku harus mengurus kakakku Ketika aku sudah di SMA?
Jika ada yang tahu, datanglah dan jelaskan padaku.
Aku merasa seperti aku seorang pahlawan yang berhadapan
dengan Mr. O.
…Hah~. Ini akan menjadi hari yang panjang setelah sekolah
hari ini.
※※※※※
“Tidak peduli apa, kakak tidak bisa menjadi penguntit,
kan?”
“…Guhhh. Orang yang tidak ada disana bisa mengatakan apa
yang mereka mau. Tapi aku mendengarnya dengan pasti”
Setelah satu jam lebih menangis, kakakku menjelaskan
kepadaku bagaimana Komori menolaknya.
Tentu saja, aku tidak disana, jadi aku hanya bisa berspekulasi.
Bagaimanapun, dalam pikiranku, kupikir kakakku lah yang
menyebabkan masalah.
Tetapi ini merepotkan karena dia menolak untuk
mengakuinya.
“Jika Komori dan yang lainnya menyadari kakak menguntit,
bukankah kau pikir mereka akan memberitahumu langsung?”
“Itulah mengapa mereka akan memberitahuku disekolah! Kami
pacarana sekarang, jadi kumohon jangan ikuti kami lagi, seperti itu!”
“Tentu… saja tidak…”
Satu-satunya alasan aku dapat masalah menentukan karena itu
hanyalah kabar angin yang bertele-tele.
Pertama-tama, sumber informasinya adalah seorang pelayan.
Ini sangat sulit.
Ini karena tidak ada seorang pun yang mendengar percakapan
Komori.
Dengan kata lain, itu masih banyak kemungkinan.
Contohnya, si pelayan salah mendengarnya.
Mungkin penguntit yang dibicarakan hanyalah basa basi, tetapi
dia menerapkan itu kepada Komori dan Tamakine dan memberitahu kakak tentang
itu.
Kau tahu apa lagi yang dapat kupikirkan?
Si penguntit ini nyata (tapi bukan kakak) dan Komori
menjadi pacar Takamine untuk meredakan kecemasannya. (TN: Ping pong, anda
benar)
Aku cukup yakin seperti ini skenarionya, tapi… aku tidak
bisa mengatakan apapun sampai aku tahu kebenarannya.
“Apa yang harus kulakukan sekarang?”
Dia berkata dengan lemah.
Suaranya yang sombong indah.
Disinilah aku berpikir keras.
Sejujurnya, aku ingin kakakku yang menentukan apa yang
ingin dia lakukakn.
Meskipun jika kakak adalah perempuan yang cantik dengan
tingkatan yang tinggi, tidak ada kemungkinan bahwa percintaannya akan terpenuhi
di masa depan.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia bertanya
kepada adiknya untuk saran setiap harinya.
Itulah mengapa aku tidak akan memberinya jawaban, aku
akan membuatnya memutuskannya,
“Tak perlu dikatakan, kau hanya punya dua pilihan”
“Eh?”
“Itu adalah ‘menyerah’ atau ‘tidak pernah menyerah’.”
“Tidak, tidak ada yang namanya ‘tidak pernah menyerah’,
kau tahu?”
“Apakah begitu? Jika itu yang kakak pikirkan, tidak
apa-apa”
“Apa? Kau melemparku seperti aku orang asing”
“Itu karena kenyataanya. Tidak peduli jika kau kehilangan
cinta karena kesalahpahaman atau tidak. Satu-satunya hal yang penting adalah
bagaimana perasaanmu. Katakanlah Komori punya pacar – apakah perasaanmu menjadi
sangat lemah yang membuatmu menyerah karenanya?”
“APA!!! Tidak, tentu saja tidak! Perasanku pada Shota-kun
nyata!”
Aku tersenyum dalam hati dan melanjutkannya.
Aku menatap kakaku tepat ke matanya.
“Kalau begitu rebut dia. Rebut Komori”
“Merebut dia (Shota) darinya (Mayuka)… apakah itu maksudmu?
Tidak peduli apa, itu hanyalah–”
“–Apakah begitu? Maksudku, jika dia menikahi seseorang,
maka kau juga harus menyerah, tapi kita masih pelajar, ingat? Ini kurang lebih
seperti mereka akan tinggal bersama. Jika kita bandingkan ini dengan game
catur, sekarang, kau telah kehilangan banyak bidak dari lawanmu. Jika terlalu
membingungkan, kita ganti dengan Othello. Kau mungkin kalah pertama-tama, tapi jika
kau mendapatkan kembali semuanya, kaulah yang menang”
Aku memberitahunya semi-agersif.
Dia meletakan tangannya di dagunya dan merenungkannya.
Akhirnya, dia datang dengan keputusannya.
“Benar. Kengo benar. Selama aku berakhir dengan
Shota-kun, kan?”
“Ya, itulah yang kukatakan”
Kurasa dengan ini, aku mengambil kaitnya.
“Itu artinya ini penting untuk Shota-kun menyadari
karismaku, kan?” (TN: Yah kurasa dia bakal datang dengan ide gilanya lagi)
“…Ah, ya. Itu benar”
Whoa. Dia lebih agresif dari pada yang kupikirkan.
Apakah dia mendapat beberapa ide gila lainnya? (TN: Mas
Kengo pun sama ternyata)
Kutunggu dengan antisipasi untuk kata-kata kakakku
selanjutnya,
“Aku akan meminta bantuanmu seumur hidup, Kengo. Berpura-puralah
menjadi kekasihku”
Eh, apa? Ini aneh.
Aku dapat mendengar suara anak kecil berkacamata yang
selalu menemukan tempat pembunuhan.
Apa-apan proses berpikirnya itu!?
Jika ada yang tahu, datangah dan jelaskan padaku.