.Kereta yang dinaiki oleh Liltana tiba di markas prajurit. Para prajurit uyang ada merasa gugup karena tiba-tiba kedatangan kereta bangsawan yang disertai pengawalan.
Ketika Nigito membuka pintu kereta itu, Liltana turun dari kereta dengan masih memasang ekspresi marahnya.
“Kira-kira anda ada perlu apa di markas prajurit ini.. “
Setelah sejenak menatap prajurit yang bertanya dengan sopan itu, Liltana pun membuka mulutnya.
“Ada penculikan di distrik bangsawan!! “
Mendengar perkataan Liltana, suasana menjadi tegang. Bagi mereka yang menangani keamanan di distrik bangsawan, jika terjadi penculikan disana itu berarti adalah kegagalan pengamanan, dan itu adalah sebuah masalah besar.
“?! Ka-kalau begitu maei kita bicarakan didalam… saya akan memanggilkan penanggung jawab pengamanan…”
Mereka dipandu oleh seorang prajurit menuju ke ruang tamu sederhana. Berbeda dengan ruang tamu milik bangsawan, disana tidak terlalu banyak perabotan, hanyalah sebuah ruangan untuk melakukan pertemuan, itu saja.
Liltana yang sedang dlam suasana hati yang bururk itu duduk di bagian tengah sofa yang disediakan, sedangkan Nigito berdiri dibelakangnya. Prajurit itu pun meninggalkan ruangan setelah mengatakan bahwa dia akan memanggil atasannya.
Tak lama kemudian datang seroang prajurit yang armornya terihat sedikit ebih mewah, dan duduk dihadapan Liltana, dan juga satu orang lagi prajurit duduk disebelahnya untuk mencatat.
“Waduhh, Tuan puteri Liltana, saya mohon maaf membuat anda sampai repot-repot datang ketempat seperti ini… Saya adalah Baratta, penanggung jawab disini… Salam kenal…”
Sebelum Baratta sang kapten menyapa, ia sudah menyelidiki terlebih dahulu identitas kereta yang datang. Sebagai seorang kapten prajurit, dia harus bisa mengenali bangsawan hanya dengan melihat lambang di keretanya.
Tergantung kondisinya, jika dia tidak mengenali bangsawan, dia bisa saja dikenakan hukuman, jadi dia berusaha sekuat tenaga untuk menghapalnya.
Lambang di kereta milik Liltana bukan milik bangsawan kerajaan ini. Kereta iitu memiliki lambang kekaisaran Vysus. Karena ia kemari untuk alasan siswa pindahan, Baratta sangaat memperhatikan dan berhati-hati dengan sikapnya. Lalu Barata pun melanjutkan perkataannya.
“Kalau begitu tuang puteri, boehkan saay mendengar situasinya secara lebih rinci??”
“Baik.. Nigito, bicaralah… Katkan saja apa yang telah kamu katakan padaku…”
“Baik Puteri Liltana… Sebenarnya belum lama tadi…”
Nigito menjelaskan kejadian yang ia lihat. Seiring berlanjutnya penjelasan dari NIgito, terlihat kerutan di alis Baratta.
“Tiga keret kuda berwarna hitam?? Oii coba periksa apakah ada kereta semacam itu memasuki distrik bansawan!!”
Seorang prajurit yang sedang bersiaga di sudut ruangan pun segera meniggalkan ruangan.
“Terimakasih telah memeberitahuku informasi penting ini… kami akan memeriksa masing masing mansion bangsawan… dan juga kami akan memberikan laporan kepada Istana… serahkan tugas ini kepada kami…”
Baratta meletakan tangannya imeja dan membungkuk sedalam dalamnya. Liltana yang merasa puas dengan sikap sang kapten yang sopan dan responsif itu segera meninggalkan markas penjaga.
Setelah ia menaiki keretanya, Nigito yang duduk di tempat kusir pun segera menjalankan kereta itu.
“Kalau begitu mari kita kembali ke mansion….”
Ekspresi khawatir tak menghilang dari Liltana, dan iapun membuka mulutnya.
“–Tunggu sebentar…. Kita langsung ke mansion Cain…”
“Tunggu sebentar… kita belum membuat janji… Jika puteri Liltana ingin berkunjung, keluarga Earl Silford perlu bersiap-siap terlebih dahulu…”
Nigito keheranan mendengar perintah Liltana ini, namun tekad Liltana sudah bulat.
“Kamu tahu rumah Cain, kan? Sudah langsung saja kesana…”
“–dimengerti”
Nigito menghela nafas, dan memutar arah keretanya menuju ke mansion Cain.
◇◇◇
Setelah memastikan Liltana telah pergi, Baratta memanggil para prajurit yang sedang tidak berjaga, dan mengaplikasikan tanda darurat.
Ada skitar 60 orang prajurit yang bekerja di markas prajurit ini, mereka bekerja secara bergiliran dengan sistem shift. Namun dalam keadaan darurat mereka selalu bersiaga dan siap hadir kapan saja.
Ini adalah sebuah tugas penting yang dipercayakan oleh istana kepada mereka untuk melindungi keamanan di distrik bangsawan. Dalam waktu kuran dari satu jam, seluruh prajurot sudah berkumpul, dan Baratta sang kapten pun membuka suaranya.
“Ini adlah insiden besar pertama sejak aku menjadi kapten prajurit disini! Aku mendapat laporanbahwa telah terjadi penculikan di distrik bangsawan ini… sepertinya pelakunya menggunakan tiga kereta berwarna hitam… Kalian buat kelompok tiga orang dan cari lah kereta itu! jika sudah ketemu, dua orang tetap berjaga di tempat itu sedangkan satu orang laporkan ke markas segera. Kalau begitu berpencar!!”
“Siap!”
Mereka langsung membuat kleommpok dan bergegas pergi setelah mempersiapkan peralatan mereka. Mereka pun di bagi tugas antara yang melakukan penyelidikan dan yang mendatangi rumah rumah bagsawan yang memiliki puteri.
Dan tentu saja juga ada kelompo yang memeriksa catatan masuk distrik bangsawan.
Baraga memanggil Delga, wakil kaptennya, untuk menggantikan dia selama ia memberikan laporan ke Istana. Selama Baratta pergi, Delga yang mengambil komando di markas prajurit.
Ditengah kesibukan para prajurit yang melakukan pencarian, Delga yang sedang berada di ruangan yang tak ada seorangpun disana itu, tiba-tiba membuka mulutnya.
“Hei, kalian sudah menghilangkan buktinya kan!?”
Tiba-tiba pintu itu terbuka, dan tiga orang prajurit memasuki ruangan.
“…Tentu saja… kami sudah melenyapkan catatan masuk ke distrik bangsawan… tapi kami belum melenyapkan gadis itu… jika kapten tahu yang diculik adalah rakyat biasa.. nanti dia pasti akan kehilangan semangatnya…. Tapi aku tidak menyangka mereka akan dilihat oleh kereta puteri kaisar… mereka benar-benar payah….”
Seorang prajurit duduk di sofa, dan meletakan kakiknya diatas kaki yang lain, sambil mengatakan hal itu.
“yah jangan bilang begitu… lagipula kita juga bisa mendapatkan uang dari ini… jika kapten yang bertanggung jawab atas kejadian ini, maka selanjutnya akulah yang akan menjadi kapten kan… jika kita membuat alasan ini terjadi karena memberikan jabatan kepada oang biasa, mereka yang diatas pasti akan mengerti…”
Delga mengatakan hal itu, ia adalah Delga von Jinrit, salah seoran keluarga bangsaawan. Sebagai putera ketiga keluaarga baron, ia tidak memiliki hak waris. Merasa tidak puas akan hal ini, ia mengumpulkan orang-orang yang berpikiran sama dengan nya dan mengupulkan uang dari balik layar perusahaan-perusahaan.
Baratta adalah rakyat biasa, namun karena kepribadiannya yang baik dan kompeten, ia ditunjuk menjadi kapten prajurit. Dan itulah yang menambah kecemburuan Delga.
Mereka berempat duduk mengitari meja, dan setelah selesai melakukan pertemuan singkat itu, mereka kembali mellakukan tugas mereka.
“Karena satu bocah rakyat jelata aja sampai seribut ini… yah kasus ini mungkin tidak akan pernah dibahas lagi…”
Delga menggumamkan itu sambil tesenyum jahat melihat keluar jendela.