Tiba-tiba, aku sedang memikirkan sesuatu.
Aku tidak suka kata “bocchi.”
“Bocchi” adalah orang yang selalu sendiri, tanpa satu teman sedikitpun.
Itu singkatan dari “kesepian”. Ini cukup mudah untuk dipahami.
Alasan mengapa aku membenci kata “bocchi”?
Sebelum ada kesalahpahaman, ini bukan karena aku kesepian.
Tidak, aku biasanya agak kesepian, tapi di sini, bukan itu alasannya.
Alasannya adalah…
__________________________________________
Ini … “bocchi” selalu digunakan dengan cara yang buruk. yaitu “Bocchi” adalah kata yang buruk.
Sedih, bukan?
Aku ingin meneriakkan perasaanku.
…Hah? Apa itu?
“Maaf, karena tiba-tiba memanggilmu ke gym…”
“Tidak, tidak apa-apa. Jadi…”
Aku secara refleks bersembunyi di balik bayangan.
Rupanya, aku menemukan adegan “aneh”.
Kekacauan yang merepotkan di mana seseorang mencoba mengatakan sesuatu yang penting.
“Aku selalu menyukaimu! Tolong berkencanlah denganku.!”
_________________________________________
Bisakah kamu, seperti, mengantarkannya saja? Dan pergi? Aku menghela nafas saat aku menyembunyikan diri.
Aku tidak bisa menahannya, aku akan kembali ke cerita.
Tidak selalu buruk untuk sendirian.
Itu semua adalah pilihanmu jika kamu ingin bersama seseorang, atau sendirian.
Dan aku menyukai satu orang.
Dan itu saja. Tidak ada yang lain lagi.
Namun, “Bocchi” selalu bermulut buruk.
Itu hanya menjadi selektif. Tidak ada yang buruk tentang itu.
Itu sebabnya aku suka menyendiri, tapi aku tidak suka kata ‘bocchi’.
Aku tidak mengatakan itu untuk mencari alasan lain.
situasi yang aku alami ini karena kemampuan komunikasiku.
_____________________________________
aku tidak…
Demi Tuhan, aku ingin kau percaya padaku.
“Maaf, tapi aku harus menolak. Selamat tinggal.”
Pukulan langsung.
Sebuah kata-kata yang kejam.
Bagaimanapun, kehidupan sekolah menengah terbatas pada kesendirian.
Jika kamu mencoba menemukan cinta, itulah yang akan kamu dapatkan.
Jika kamu menemukan cinta, maka itu bagus.
Setelah selesai, kamu akhirnya putus.
_________________________________________
Aku ingin melewatinya, jalan pintas menuju kehidupan.
Jalan di depan penuh duri, dan bahuku berat.
Sungguh berbeda kali ini.
“Hah?! Tunggu!”
“… Masih ada sesuatu?”
“Bisakah kita setidaknya berteman? Aku yakin kamu akan mencintaiku, cukup beri satu kesempatan saja!”
Betulkah? Apakah kamu masih bersemangat?
Aku menghormati semangat itu, tetapi aku bertanya-tanya apakah pria yang gigih akan lebih dibenci.
“Aku tidak ingin memberimu kesempatan itu. Jadi permisi.”
______________________________________
“Haa!”
Tidak ada bendera untuk dikibarkan.
Namun, argumen gadis itu jelas lebih masuk akal.
Aku benar-benar tidak berpikir dia tertarik pada anak itu.
Pengakuan satu pihak.
Terutama ketika datang ke seseorang yang tidak kamu sukai, itu hanya dorongan untuk bantuan dan paksaan untuk memilih.
Apakah kamu ingin berkencan dengan orang lain, atau tidak?
Pengakuan memaksa orang untuk membuat keputusan itu, meskipun mereka tidak perlu memikirkannya.
Seharusnya tidak ada yang memiliki hak itu.
______________________________________________
Ketika cinta adalah alasannya, semua orang tidak peduli tentang mengganggu orang lain seolah-olah mereka memiliki keadilan.
“Mengapa?! Kenapa kita tidak bisa berteman saja?”
“…Aku merasa tidak perlu untuk itu.”
“Tidak perlu? Ayolah!”
“Ah!!”
___________________________________________
…Tidak, ini lucu, tidak peduli bagaimana kamu melihatnya.
Dia benar-benar ditolak dan mencoba lagi untuk mengaku.
Itu benar-benar lucu.
Tapi menyakiti gadis itu…
Ada banyak yang bisa dikatakan untuk itu.
“Aku tidak bisa mengajakmu kencan hanya karena kamu cantik. Sebenarnya aku suka sama kamu.”
“Tidak, tolong hentikan, AHH, itu menyakitkan.”
Belajarlah lagi
Anak laki-laki itu mencengkram lengannya cukup keras.
…Sial.
Nasib buruk!
Jika itu masalahnya, aku akan menyerah untuk pergi diam diam.
Aku melompat keluar dari tempat persembunyian dan berteriak dengan suara keras yang biasanya jarang aku keluarkan.
“Takeda-sensei! Tolong! Ayo cepat!”
“Guru?! Brengsek!”
Biarkan aku menggunakan nama konselor tanpa izin.
(TN: Sebenarnya itu “guru bimbingan siswa”, tapi…yah…)
____________________________________________
Anak laki-laki yang mengaku itu ternyata kecil dan dewasa.
Dia melarikan diri dengan cara yang sangat aneh dan berbelok ke sudut dan menghilang.
Biarkan aku berpikir… Mungkinkah ada cara yang lebih baik?
Sudah terlambat untuk mengubah apa yang telah terjadi, dan aku juga tidak mampu melakukannya.
Aku frustrasi, tetapi aku tidak ingin terbiasa.
“…Di mana Takeda-sensei?”
Saat aku meletakkan tanganku di rahang, aku mendengar suara yang dingin tapi jelas, namun sedikit gemetar.
Rambut sebahu, itu jarang di antara gadis-gadis, tapi gaya rambutnya biasa.
Namun, wajah…
___________________________________
Dia sangat cantik dengan kehadiran yang luar biasa.
Mata yang indah, hidung yang mungil, dan bibir yang mungil.
Suasana yang membuatmu merasa santai, namun percaya diri.
Kamu hanya perlu melihat sekilas.
Gadis cantik ini mungkin sebenarnya kebalikan dari apa yang mungkin kita pikirkan.
Untuk sesaat, aku terpesona olehnya.
Tapi, aku akan segera kembali ke diriku sendiri.
Aku mengabaikan apa yang dia katakan, dan melewatinya bahkan tanpa melhatnya.
Aku tidak menginginkannya, dan aku juga tidak mengharapkannya.
Seperti yang aku katakan, jika kamu mencoba untuk meminta cinta, yang kamu dapatkan hanyalah rasa sakit.
______________________________________
Hari ini aku kebetulan frustrasi dengan omelan anak laki-laki itu.
Dia menyia-nyiakan waktuku dan menghalangi jalanku.
Itu sebabnya sudah berakhir.
Tidak akan terjadi lagi.
“Itu dia.”
Mulai sekarang, aku akan kembali ke kehidupan normalku.
Pulang, makan, tidur.
Aku baik-baik saja dengan itu.
