[Kudengar kelas sebelah ada proyek riset hari ini?]
[Eh, Serius?! Berarti Saito-san akan berada di sana dong, iya kan?]
[Itu benar.]
Mereka tidak benar-benar berbisik, jadi aku bisa mendengar percakapan teman-teman sekelasku.
°
Saat ini, aku dalam perjalanan menuju perpustakaan, meskipun ini bukan sepulang sekolah. Alasannya adalah karena aku memiliki pelajaran yang disebut “studi riset”.
Seperti nama yang dipilih, ini adalah pelajaran di mana siswa-siswi menggunakan perpustakaan untuk meriset <meneliti> dan menjelaskan temuan mereka, bagaimanapun di era digital <eranya telepon pintar> ini, metode ini sangat tidak efisien.
°
Ya, protes tidak mengubah apapun, jadi aku berpindah ke perpustakaan secara diam-diam.
°
Selagi aku berjalan ke perpustakaan, kelas sebelah juga hadir untuk studi riset.
Serasa agak tidak nyaman dengan suasana yang berbeda, aku mulai untuk mencari buku.
Aku sudah memutuskan topik untuk presentasiku, jadi aku mengumpulkan buku-buku yang terkait dan dengan cepat duduk di tempat dudukku.
Sudah banyak orang yang duduk, jadi jika aku tidak buru-buru, aku tidak akan kebagian tempat duduk.
°
Aku mengeluarkan desahan lega, dan tiba-tiba mengingat percakapan teman-teman sekelasku tadi.
(Apa dia di sini.)
Melirik sekilas ke sekeliling, aku menemukan seorang gadis yang duduk di meja secara diagonal di depanku dengan sosok yang menonjol bahkan di tengah-tengah kerumunan.
Itu luar biasa caranya menarik perhatian semua orang di sekitarnya meskipun dia hanya membaca.
Ada banyak siswa yang menatap ke Saito, yang duduk dan membaca buku di dalam hati.
Membawaku ke sebuah momen untuk menatap ke arahnya, tetapi dia malah menengadah saat itu lalu mataku bertemu dengan matanya.
Aku menatapnya dari kejauhan, tetapi mata kami saling bertemu, dan ketika aku membiarkan tatapanku berkelana, sebuah senyuman kecil muncul di mulutnya.
[Oh, tunggu, dia tersenyum? Hei, bukankah dia tadi baru saja tersenyum, Si Saito-san itu?]
[Maaf, aku tidak melihatnya. Tetapi pasti kamu salah lihat. Saito-san itu terkenal dengan sikap kasar dan dinginnya. Tidak ada seorangpun yang pernah apapun lagi selain ekspresi kosongnya, jadi bagaimana mungkin dia tersenyum di sini?!]
[Itu benar! Aku bersumpah dia tersenyum.]
Orang yang duduk di sebelahku juga melihat wajah tersenyumnya dan memberi tahu temannya tentang itu, tetapi temannya mencipir dan menolak untuk percaya.
Aku rasa itu adalah berkah. Tidak ada seorangpun yang bisa membayangkan kalau dia akan tersenyum. Aku hanya terkejut ketika dia melakukannya untuk pertama kali.
Dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, dia menjadi lebih berekspresi, jadi aku bertanya-tanya apakah dia mendukungku dengan segala cara.
Aku menatap ke arahnya sekali lagi, masih belum bisa menarik kesimpulan akan seperti apa rasanya berkenalan dengan gadis tercantik di sekolah.