DOWNLOAD NOVEL PDF BAHASA INDONESIA HANYA DI Novel Batch

Roshi-dere Vol.2 Chapter 06 Bahasa Indonesia

Kalau Kamu Otaku, Kamu Pasti Pernah Memimpikannya

“Sepasang kartu Jack”

“Fufufu, Full House.”

“Haa!”

Pesta penyambutan untuk
Masachika dan Ayano diadakan di ruang OSIS pada waktu sepulang sekolah.

Setelah makan malam cepat di
kantin sekolah yang sebenarnya masih buka sampai malam hari, meskipun menunya
terbatas, mereka lalu beralih ke ruang OSIS untuk mengadakan pesta penyambutan
yang cuma berisi cemilan dan jus, mereka sekarang dibagi menjadi dua kelompok
untuk mempererat hubungan. Masachika, Touya, dan Chisaki duduk di sekitar meja
rapat OSIS. Sedangkan empat sisanya pindah ke kursi sofa untuk pengunjung dan
bermain kartu. Tapi kenyataannya, cuma Alisa dan Yuki saja yang benar-benar
bermain.

Di awal pesta penyambutan,
suasana di antara mereka terlihat sedikit canggung (atau lebih tepatnya, Alisa tampaknya tidak dapat mengukur jarak di
antara mereka), tapi setelah Yuki secara aktif berbicara dengannya, mereka
secara bertahap mengenal satu sama lain dan sekarang tengah bermain poker
bersama.

“… Fold. Aku keluar.”

“Ara~, begitu ya? Padahal aku
dapat kartu jelek, sepertinya gertakanku berhasil dengan ampuh.”

“Eeh!?”

“Arara Alya-chan, sayang
sekali, ya~”

Mereka bermain poker dengan
bertaruh pada cemilan kecil yang dibagikan ke setiap orang …. Mungkin karena
perbedaan pengalaman, sejauh ini Yuki terus mengalami kemenangan beruntun. 80%
cemilan milik Arisa sudah berganti menjadi milik Yuki.

Maria terkekeh saat melihat
situasi itu, dan Alisa memelototinya seakan-akan melampiaskan kekesalannya.
Sedangkan di sisi lain, Ayano dengan wajah datarnya yang biasa, berdiri di
antara Alisa dan Yuki sembari membagikan kartu dengan santai. Anehnya lagi dia
terlihat sangat cocok menjadi dealer.
Sungguh gadis pelayan super.

“Aku sudah lama kepikiran sejak
kami pernah bermain permainan papan sebelumnya … Tapi kelihatannya, Suou juga
lebih jago dalam permainan meja.”

Masachika mengangguk setuju
dengan penilaian Touya yang sedang menonton pemandangan itu bersama Chisaki.

“Yah, garis keturunan keluarga
diplomat memang beda … Tawar-menawar semacam itu sudah menjadi keahlian
Yuki.”

“Hmmm~… memang ada alasan itu
juga, tapi bukankah alasan gampangnya karena ekspresi Alya-chan mudah terbaca?”

“Sarashina-senpai … padahal
aku sudah berusaha untuk tidak mengatakan apa yang kupikirkan!”

Masachika ambruk di atas meja
karena komentar blak-blakan Chisaki.

“Ehh, aah … entah kenapa, maaf
banget.”

“Yah, jangan terlalu dipikirkan,
tapi … memang benar kalau Alya tidak bisa memasang wajah poker sama sekali.”

“Kamu juga sama-sama tidak ada
ampunnya, ya, Kuze.”

“Habisnya, Ketua bisa lihat
sendiri …, ‘kan?”

Masachika meletakkan tangannya
di sandaran kursi dan melirik ke arah Alisa, yang baru saja mendapat kartu dari
Ayano, sedang mengangkat alisnya dan mengerutkan bibirnya erat-erat.

Setelah berpikir beberapa detik,
dia mengajukan taruhan dengan agresif, tapi Yuki langsung melakukan raise dengan double push dan fold. Kebetulan,
kartu yang mereka pegang sama-sama jelek, tapi kartu yang Alisa pegang
mempunyai angka sedikit besar.

“…Kalau itu sih, siapapun
bisa langsung tahu dia memegang kartu jelek kalau memasang ekspresi semacam
itu”

“Kujou-imouto tak disangka
punya wajah yang sangat ekspresif. Aku mengira kalau emosinya jauh lebih sedikit
ketimbang kakaknya … Hmm, kalau begini, mungkin saja ekspresi yang sulit
dibaca itu kakaknya daripada adiknya.”

“Ahh… Memang sih”

Masachika mengangguk setuju
sambil melirik Maria, yang sedang menonton pertandingan kartu dengan senyum
mengembang di wajahnya. Chisaki pun ikut menyetujui sembari tersenyum masam.

“Aku sudah mengenalnya selama
lebih dari setahun … Tapi jujur saja, aku tidak bisa menebak apa yang ada di
pikirannya. Pada dasarnya, dia gadis yang sangat baik seperti “Gadis suci”, tapi terkadang dia juga mengatakan
atau melakukan hal yang aneh.”

“… Rasanya kayak punya
kepekaan yang unik, iya ‘kan.”

“Atau lebih tepatnya …
planga-plongo?”

“Meski sudah tau, aku sengaja
tidak mau mengatakan itu!”

Masachika membalas tsukkomi
lagi pada ucapan tanpa ampun Chisaki. Touya tertawa geli saat melihat Masachika
bertingkah seperti itu.

“Tadi itu tsukkomi yang bagus,
Kuze”

“Hahaha … Ngomong-ngomong,
kenapa Ketua memanggil Alya dan Masha-san dengan panggilan seperti itu?”

“Hmm?”

“Maksudku, panggilan seperti
Kujou-imouto dan Kujou-Ane  …”

“Ah……”

Pertanyaan Masachika dijawab Touya
dengan senyuman menyeringai sambil mengelus dagunya.

“Gimana bilangnya, ya …
bukannya yang begitu terdengar lebih keren? Rasanya mirip seperti orang penting
yang memanggil bawahannya.”

“… Eh? Cuma itu saja alasannya?”

Alasannya sangat tidak terduga
sehingga Masachika tidak bisa menahan diri untuk tsukkomi. Namun, Ia buru-buru
menyanggah ketika Touya sedikit meringkuk sedih.

“Ah tidak juga! Aku pikir itu
keren! Yup, memang keren sekali! Panggilan yang memakai nama plus kakak atau
adik! Aku paham banget! Hanya saja … aku tidak menyangka kalau itu alasannya
saat Ketua mengatakannya dengan wajah yang begitu serius.”

“Ooh. Jadi … kamu bisa
memahaminya, ya?”

Pada sanggahan Masachika, Touya
berdeham dan mendapatkan kembali ketenangannya. Tapi setelah itu, Chisaki
menggoda Touya sambil menyeringai.

“Meski kamu bilang begitu
dengan sok, tapi aslinya kamu cuma merasa malu memanggil nama gadis saja,
‘kan?”

“Ummm … yah, mungkin ada juga
yang seperti itu?”

“Jadi itu alasan aslinya, ye!”

Masachika secara spontan
membalas dengan dialek Kansai[1] terhadap balasan Touya, yang melihat ke sana-sini
pada alasan asli yang dibongkar pacarnya. Kemudian, Touya berkata kepada
Masachika dengan wajah tegas yang tidak diperlukan.

“Sebaliknya, Aku justru merasa
heran kenapa kamu bisa dengan santai memanggil Kujou bersaudari dengan nama
panggilan mereka.”

“Jangan mengatakan sesuatu seperti
orang suram yang non-komunal[2], dong …”

“Kuze… Apa kamu lupa? Sampai
setahun yang lalu, aku ini cowok suram yang tidak pernah berbicara dengan benar
pada seorang gadis, tau?”

“Benar sekali! Aku hampir
melupakannya!”

“Touya masih jadi orang pemalu,
iya ‘kan ~? Butuh waktu berapa lama sampai kamu bisa memanggil namaku~?”

“Yah, aku tidak berencana untuk
memanggil nama gadis lain, jadi tidak ada masalah.”

“… Apaan sih tiba-tiba bilang
begitu, mou!”

“Hahaha … cara menyembunyikan
rasa malumu terlalu kuat!”

Toshiya tertawa kering sambil
menahan serangan siku Chisaki. Di belakang mereka berdua, Ayano muncul sambil
berdiri tanpa mengeluarkan suara.

“Sarashina-sama. Apa anda mau
menambah minuman lagi?”

“Uwaahh !?”

Chisaki terkejut secara
berlebihan pada suara yang memanggilnya dari belakang, dan saat membalikkan
badan, dia melihat Ayano dengan senyum kaku.

“Ah, Ahaha … itu cara yang
bagus untuk menyingkirkan hawa keberadaanmu. Jarang-jarang ada yang bisa
menyelinap ke belakangku tanpa kusadari, tau?”

“Memangnya kamu ini pendekar
pedang?!”

“Tidak juga, Kuze, Chisaki
sebenarnya pendekar pedang, tau? Yah, lebih tepatnya sih, itu ditulis kanji
kepalan tinju ketimbang kanji pendekar pedang[3].”

“Sungguh kata yang bikin bulu
kuduk berdiri”

Saat Masachika mengatakan itu
dengan suara kaku, Ayano yang sedang menuangkan jus ke Chisaki, memiringkan
kepalanya ke arah Masachika seolah-olah bertanya padanya.

“Tidak, aku enggak usah.
Punyaku masih ada.”

“Begitukah? Bagaimana dengan Kenzaki-sama…?”

“Hmm? Ah, terima kasih. Kalau
begitu, aku juga minta.”

Menanggapi tawaran Ayano, Touya
meminum semua sisa minumannya dan memberikan cangkir kosong itu kepada Ayano. Dia
lalu menuangkan jus ke dalamnya. Meski ini minuman berkarbonasi, tapi fakta
bahwa minuman yang dia tuangkan hampir tidak berbusa sudah cukup mengesankan.

“Makasih. Ngomong-ngomong …
kemampuanmu sangat luar biasa sekali. Bisa dibilang sangat menggambarkan
pelayan pribadi Suou, tapi apa itu juga keterampilan sebagai pelayan pribadi
untuk tidak menimbulkan suara?”

“Ya, saya mempelajarinya dari
kakek-nenek saya.”

“Ohhh?”

“Ketua, kakek Ayano adalah
sekretaris kakek Yuki, dan neneknya adalah pelayan di keluarga Yuki.”

Touya dan Chisaki tampaknya
tertarik dengan penjelasan Masachika.

“Hee, jadi begitu rupanya.
Kalau begitu, orang tuamu juga?”

“Tidak, orang tua saya hanya
pekerja kantoran biasa.”

“Ehh? Masa?”

“Ya. Alasan saya menjadi pelayan
pribadi Yuki-sama ialah karena saya mengagumi kakek dan nenek saya dan ingin
menjadi seperti mereka. Hal ini bukan bisnis turun temurun dari keluarga atau
semacamnya.”

“Hmm~… Ngomong-ngomong, sejak
kapan kamu mulai bekerja sebagai pelayan
pribadi?”

Saat ditanya Chisaki, ekspresi
Ayano sama sekali tidak berubah tapi cuma tatapannya saja yang memandang ke
atas seakan-akan sedang memikirkan sesuatu.

“Saya tidak tahu persis kapan
tepatnya … Tapi kalau tidak salah, Saya baru duduk di kelas 2 SD saat memutuskan
untuk menjadi pelayan.”

“Bukannya itu terlalu dini!?”

“Itu menunjukkan seberapa besar
saya mengagumi kakek dan nenek saya … selain itu, Ma … Yuki-sama adalah orang
yang sangat cocok menjadi master saya.”

“Hmm”

Ada jeda yang tidak wajar di
tengah kalimatnya, tapi Touya dan Chisaki mengangguk tanpa merasa ada yang
janggal.

“Ayano, ke sini sebentar”

Ketika Masachika sedikit
mengerutkan alisnya, Ia kemudian memberi isyarat padanya, dan Ayano diam-diam
mendekati sisi Masachika. Dia kemudian meminta maaf dengan berbisik-bisik atas
kesalahan yang hampir dia lakukan.

“(Saya sungguh minta maaf, Masachika-sama)”

“(Yah, kuharap supaya kamu
lebih berhati-hati lagi … tapi …)”

“(……?)”

Apa
kamu sudah tidak marah lagi? Saat ingin bertanya begitu …
Masachika mengurungkan niatnya saat melihat tatapan lurus mata Ayano.

Itu karena, kata “Rasa hormat” sangat jelas tertulis di
tatapan matanya. Kemana perginya tatapan mata dingin saat istirahat makan siang
tadi? Tatapan matanya menunjukkan kesetiaan MAX pada Masachika.

(Nih anak sudah gawat, tatapan matanya
sudah dipenuhi tekad … Tapi, kenapa? Sejak kapan parameter sukanya jadi naik?)

Saat Masachika kebingungan
dalam hati karena parameter suka dan kesetiaan Ayano sudah maksimal meski Ia
tidak pernah ingat meningkatkannya, …… Touya kembali mengajak bicara ke
topik pembicaraan.

“Jadi, apa itu sudah menjadi
tata krama pelayan pribadi supaya tidak menimbulkan suara? Sesuatu sepeti …
tidak menganggu perhatian tuanmu?”

“Ya. Saya selalu diberitahu
begitu oleh kakek-nenek saya bahwa sebagai pelayan, saya harus berusaha menjadi
udara.”

“… Hmm? Bukannya itu punya
maksud yang berbeda?”

Masachika diam-diam setuju
dengan pertanyaan Chisaki.

Sebenarnya, niat asli dari
perkataan kakek-nenek Ayano memang berbeda. Bagian meminimalisir hawa kehadirannya
sih memang tidak salah, tapi hal yang ingin mereka sampaikan ialah “kita harus berusaha menciptakan lingkungan
yang nyaman bagi Tuan tanpa membuatnya menyadari kalau kita ada di sana”.
Akan tetapi … Ayano yang pada masa itu masih kecil, menanggapinya secara
harfiah. “Jadi begitu rupanya, menjadi
udara, ya!”.

Dan sejak saat itu, Ayano terus
mendedikasikan dirinya untuk menjadi udara. Pada awalnya, saat Ayano baru memulai
berperilaku hati-hati dan sopan supaya tidak bersuara, kakek-neneknya memandangnya
sambil tersenyum lembut, “Oya, oya, apa
dia sedang meniru kita?” “Ara, ara, sungguh
pelayan yang imut, ya.” Namun, begitu  sampai pada titik tertentu dimana Ayano sampai
tidak menggerakkan ekspresi di wajahnya, “Eh?
Sepertinya ada yang aneh?” saat mereka berpikiran begitu … Semuanya sudah
terlambat.

Lalu, kakek-neneknya yang sudah
menanamkan kesalahpahaman halus pada cucu mereka, meminta maaf kepada orang tua
Ayano, yang mana merupakan putra dan menantu mereka. Namun, karena Ayano
sendiri merasa puas dan Yuki yang pada saat itu sudah menderita sedikit
Chuunibyou sangat menyukainya dan mengatakan “pelayan tanpa ekspresi itu imut banget!”, jadi orang tuanya tidak
bisa berkata apa-apa lagi tentang itu.

Dan sejak saat itu, Ayano terus
menapaki jalan maid yang sedikit menyimpang… hingga sekarang. Dia berharap bisa
menjadi sekretaris Yuki di masa depan, tapi akhir-akhir ini keterampilan
bersembunyinya menjadi lebih terampil sampai-sampai membuat Masachika berpikir
apakah dia sedang mencoba menjadi seorang kunoichi[4] atau semacamnya.

“Ah, Ayano-chan. Apa aku juga
boleh minta jusnya?”

“Maafkan atas keteledoran saya.
Maria-sama.”

Kemudian, Maria datang
menghampiri sambil membawa cangkir kosong.

“Alya-chan memarahiku dan
menyuruhku untuk diam.”

Maria lalu duduk di sebelah Masachika
sembari menjulurkan lidahnya. Saat berbalik, dia melihat Alisa mengerutkan
alisnya dan menatap kartu dengan ekspresi serius. Cuma ada tiga cemilan kecil
yang tersisa di sisi Alisa. Rupanya permainan itu sudah memasuki tahap terakhir.

“Oi, oi … apa mereka
baik-baik saja? Ini enggak bakal menimbulkan pertengkaran, ‘kan?”

Masachika dan Maria mengangkat
bahu mereka secara bersamaan saat Touya menyatakan keprihatinannya pada suasana
tegang yang terjadi di meja permainan.

“Aku yakin itu akan baik-baik
saja. Meski terlihat begitu, Alya sendiri tampaknya sedang bersenang-senang.”

“Memang, atau bisa dibilang …
dia merasa gembira~ tumben-tumbennya~”

“Betul sekali.”

“Ara~, apa kamu bisa
mengetahuinya?”

“Tentu saja”

Mereka berdua saling bertukar
pandang dan tersenyum kecil. Touya dan Chisaki yang duduk berhadapan, memiringkan
kepala mereka dengan sangat tidak percaya, seraya berkata “Merasa gembira…? Muka serius kayak gitu….?”.

Namun, Masachika bisa melihat
bahwa Alisa merasa gembira pada tingkat yang belum pernah Ia lihat sebelumnya.
Masachika bisa melihat dari setiap ucapan dan tindakannya kalau Alisa menikmati
permainan bersama teman dari usia dan jenis kelamin yang sama, yang mungkin
belum pernah dia rasakan selama beberapa tahun.

Misalnya saja, caranya melihat
cemilan yang hampir habis. Itu bukanlah ekspresi ketidaksabaran karena hampir
kalah, melainkan ekspresi penyesalan bahwa permainan hampir berakhir. “Padahal aku masih mau main lagi!!Kalau
begini terus, permainannya akan cepat selesai!” itulah arti dari tatapan
matanya.

(“Putri penyendiri” …ya…)

Tatapan Masachika berubah
menjadi lembut saat memikirkan nama julukan yang diberikan orang lain kepada
Alisa. Sedari awal, Masachika tidak berpikir kalau Alisa adalah gadis yang
tidak bisa didekati, tapi saat melihatnya menikmati bermain kartu secara normal
seperti ini masih membuatnya dalam suasana hati yang tak terlukiskan.

“Ara ~ kebetulan saja sudah
habis?”

Saat Masachika menoleh ke arah
Maria, dia melihat bahwa botol plastik yang dibawa Ayano sudah kosong. Ayano mencoba
untuk mendapatkan penggantinya segera, tapi langkah kakinya terhenti ketika
menyadari bahwa semua jus yang dia beli sudah habis.

“Lalu, kurasa aku perlu
membelinya dari mesin penjual otomatis yang ada di bawah, ya”

“Kalau begitu, saya akan…”

“Enggak usah, enggak usah,
karena hari ini Ayano-chan lah yang jadi heroine-nya.”

“?”

Bukan hanya Ayano, tapi Touya
dan Chisaki juga ikut memiringkan kepala mereka saat mendengar komentar heroine misterius itu. Tapi tak
berselang lama, Masachika berhasil menebak apa yang dia maksud.

“Etto, karena kamu dan aku
adalah bintang utama dari pesta penyambutan ini, jadi karena kamu yang
wanitanya, bukannya itu membuatmu menjadi heroine?”

“Begitulah~. Kalau begitu, hero-san, tolong temani aku, ya?”

“Kenape aku juga disuruh
beli?!”

Seperti biasa, jalan pemikiran
Maria susah sekali untuk ditebak. Namun, Masachika menyadari kalau akan sulit
baginya membawa sendirian jus kalengan untuk semua orang, jadi Ia menghentikan
Ayano dan berdiri dari tempat duduknya. Ia kemudian menoleh ke arah Alisa dan
Yuki yang duduk di sofa untuk pengunjung, lalu memanggil mereka.

“Aku mau membeli minuman dari
mesin penjual otomatis yang ada di lantai bawah, kalian mau minuman apa?”

“Tolong belikan aku minuman
sari buah apel” (Touya)

“Cola … Eh bukan, aku mau ginger ale aja deh” (Chisaki)

“Etto, aku mau yang lemon tea” (Alisa)

“Aku cafe au lait. Ah, tapi yang warnanya cokelat ya, bukan yang putih.”
(Yuki)

“Aku mau Shiruko, tolong ya”
(Maria)

“Kalau saya, air putih saja
sudah cukup.” (Ayano)

“Aku ini bukan pangeran Shotoku[5], jadi
jangan berbicara secara bersamaan juga kali …. Terus Masha-san, kamu tidak
perlu memberitahuku segala. Karena kamu juga akan ikut membelinya bersamaku,
‘kan?”

“Oh iya, benar juga~”

Sambil menertawakan senyum
ceroboh Maria, Touya mencari sesuatu untuk menuliskan pesanan lagi, tapi sebelum
Ia bisa menemukannya, Masachika mulai membuka mulutnya.

“Haaa… jadi minuman yang mau
dibeli adalah sari buah apel, ginger ale, lemon
tea, cafe au lait coklat, shiruko
dan air putih, ya. Oke siap~”

“““Ehh?”””

Masachika meninggalkan ruangan
OSIS bersama Maria, diiringi wajah terkejut dari Alisa dan dua senpai-nya. Saat
memasuki koridor, sensor gerak bereaksi dan menyalakan lampu yang ada di
koridor. Setelah berjalan sebentar melintasi halaman sekolah yang berwarna
merah temaram karena sinar matahari senja, Maria berbicara pada Masachika
dengan nada tenang.

“Sekali lagi, terima kasih
banyak ya, Kuze-kun.”

“Mendadak ada apa, Masha-san?
Sampai mengatakan begitu segala”

“Mengenai kamu yang membantu Alya-chan.
Serta memutuskan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan ketua OSIS bersama Alya-chan.
Aku yakin…..kalau Alya-chan juga ikut merasa senang.”

Wajahnya dipenuhi ekspresi
simpati dan kasih sayang yang benar-benar layak dipanggil sebagai “Gadis Suci”.

“Itu sih, bukan sesuatu yang …
perlu diucapkan terima kasih segala oleh Masha-san …”

“Tentu saja aku harus berterima
kasih padamu. Selama ini Alya-chan tidak mempunyai siapapun untuk diandalkan,
tapi sekarang dia memiliki seseorang yang mendukungnya.”

“Haa …”

Masachika menghentikan langkah
kakinya dan mengucapkan beberapa patah kata saat melihat senyum tenang dan
lembut Maria yang sangat berbeda dari senyumnya yang biasa.

“Apa jangan-jangan …”

“Hmm?”

“Ah, bukan apa-apa …”

Setelah mengucapkannya tanpa
sadar, Masachika merasa ragu dan bimbang apakah Ia berhak menanyakan hal
seperti itu. Namun, seolah-olah didorong oleh tatapan lembut Maria, yang
berhenti dan berbalik menghadapnya, Masachika mendapati dirinya melanjutkan
pertanyaan tadi.

“Mungkin tebakanku ini salah,
tapi … Masha-san, apa kamu sengaja untuk tidak menunjukkan sisi seriusmu di
hadapan Alya?”

Maria mengedipkan matanya
dengan cepat, tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Masachika.

Dia kemudian mengalihkan
pandangannya ke luar jendela dan menunjukkan senyum dewasa yang gusar.

“Aku …. tidak ingin bersaing
dengan Alya-chan.”

Roshi-dere Vol.2 Chapter 06 Bahasa Indonesia

Balasan yang didapatnya merupakan
ungkapan, yang sekilas, bukan terlihat seperti jawaban. Tapi setelah mendengar
itu, Masachika merasa puas dengan perkataannya dan berpikir “sudah kuduga”. Monolog Maria bergema di
lorong sekolah yang sepi.

“Alya-chan adalah gadis yang
rajin dan selalu berusaha sekuat tenaga. …… dan aku menyayangi Alya-chan
yang seperti itu.”

“… Oleh karena itu, supaya Alya
tidak memandangmu sebagai pesaing… Masha-san sengaja berakting sebagai kakak
perempuan yang ceroboh dan santai?”

Pertanyaannya begitu blak-blakan,
tapi Maria justru membalasnya dengan tawa.

“Aku tidak berakting, kok. Jika
kamu hidup dengan mode serius terus sepanjang waktu, kamu pasti akan merasa
lelah, bukan? Terkadang kamu perlu yang namanya bersantai …. Tapi yah, aku
tidak menyangkal kalau aku sering bersikap ceroboh dan santai di hadapan
Alya-chan”

“Hahaha… bersikap ceroboh,
ya?”

“Fufu, habisnya Alya-chan terus
memanjakanku. Mau tak mau aku jadi bersikap ceroboh dan santai begini, ‘kan?”

“……Jadi begitu?”

Masachika tersenyum kecut sambil
berpikir kalau peran secaman itu biasanya terbalik dari saudari yang normal.

(Aku ingin tahu sampai mana seriusnya itu)

Ia menggaruk bagian belakang
kepalanya dan menatap langit-langit koridor sekolah, merasa tidak yakin kepada
Senpai yang punya sifat perhatian atau santai. Kemudian, gumaman Maria mulai
terdengar kembali.

“Aku tidak ingin meninggalkan
Alya-chan sendirian.”

Saat menoleh kembali, Ia
memandang ekspresi serius Maria. Masachika tersentak saat melihat sorot mata
yang menatap lurus ke arahnya. Kemudian ekspresi Maria berubah santai dan berkata
seolah-olah bergumam pada dirinya sendiri.

“Bukan cuma antar saudari
perempuan … tapi kebanyakan antar saudara juga sama-sama merasa kesulitan,
iya ‘kan. Keberadaan mereka lebih dekat daripada orang lain, tapi itulah
sebabnya kita jadi saling sadar-diri.”

“……Ah”

Masachika sangat memahami hal
itu dengan sangat baik. Dirinya yang sudah meninggalkan rumah tempat Ia dilahirkan.
Dirinya yang membenci ibunya, memberontak melawan kakeknya, dan melarikan diri
dari rumah itu. Dan setelah terbebas, … Ia menyadari bahwa dirinya tidak punya
apa-apa dan merasa hampa.

Ia tidak ingin melakukan
apa-apa. Ia tidak ingin menjadi apa-apa. Padahal Ia sudah melimpahkan semua
bebannya kepada adiknya demi memperoleh kebebasan.

[Aku
tidak bisa begini terus. Aku harus melakukan sesuatu. Sesuatu yang tidak bisa
kulakukan di rumah itu, sesuatu yang sangat ingin kulakukan. Jika tidak, untuk
apa aku meninggalkan rumah itu!]

…… Lama-kelamaan Ia menjadi
tidak sabar. Tapi ujung-ujungnya, tidak ada yang berhasil. Tidak ada sesuatu
yang mampu menggairahkan hatinya. Pada akhirnya, Ia cuma anak kecil yang kabur
dari rumah karena emosi sesaat dan kehilangan arah tujuan.

Adik perempuannya mewarisi jejak
kakak laki-lakinya dan tumbuh dengan baik sebagai penerus sah dari keluarga Suou.
Sedangkan Masachika sendiri tidak pernah memanfaatkan bakatnya yang cemerlang
dan justru menyia-nyiakannya hingga membusuk. Orang berbakat yang membusuk. Seseorang
yang tidak memiliki makna keberadaan karena tidak pernah berusaha melakukan apa
pun, kendati Ia bisa melakukan apa saja jika Ia mau.

Mau tak mau Ia membandingkan
dirinya yang hampa dan brengsek, dengan adik perempuannya yang terus berjuang
keras dengan cinta yang tak ada habisnya untuk keluarganya.

Meski begitu, fakta bahwa
mereka masih menjadi saudara dekat dan tidak membuatnya merasa minder, itu
semua karena upaya dari adik perempuannya.

Karena adiknya tidak pernah
berubah, baik dulu maupun sekarang, dan masih menyampaikan kasih sayangnya
secara lugas. Tak peduli apakah dirinya Suou Masachika atau Kuze Masachika, Ia
masih menjadi Onii-chan kesayangan Yuki. Oleh karena itu, Masachika juga bisa
menjadi kakak yang menyayangi adiknya tanpa perlu malu-malu mengatakan hal itu
padanya.

Jika tidak begitu,… Masachika
pasti akan menjaga jarak dari Yuki.

(Sungguh, adik perempuan yang sangat
pengertian)

Pada saat berpikir begitu,
Masachika tiba-tiba menyadari sesuatu. Karakter adik bodoh yang menyukai
hal-hal berbau otaku yang sengaja Yuki perlihatkan di hadapannya…… bukannya
itu juga merupakan upaya yang disengaja supaya kakaknya tidak merasa minder
dengannya. ….

(Tidak, kalau itu sih memang sudah
hobinya)

Mungkin Ia terlalu berlebihan
memikirkannya, tapi pada saat yang sama, Masachika juga berpikir kalau ada beberapa
aspek yang mungkin memang begitu. Usai melamuni hal tersebut, Ia merasa sedikit
memahami proses berpikir Maria yang sengaja menunjukkan sisi cerobohnya di
depan adik perempuannya.

Aku
tidak berakting. Karena aku menyukainya … Aku cuma ingin menyembunyikan
beberapa bagian dari diriku karena aku ingin disukai.
Kebanyakan orang ingin terlihat keren di depan orang yang mereka cintai. Tapi
dalam kasus Maria, dia melakukan hal yang sebaliknya.

“Masha-san … memang Onee-chan
yang baik, ya.”

“Fufu~n, benar sekali. Meski
begini-begini, aku sebenarnya Onee-chan yang baik, loh~.”

Maria membusungkan dadanya
dengan bangga dan memasang wajah sok. Namun, dia segera tersenyum nakal sambil
memejamkan satu mata, dan meletakkan jari di depan bibirnya.

“Pembicaraan tadi, tolong
jangan bilang-bilang ke Alya-chan, ya?”

Roshi-dere Vol.2 Chapter 06 Bahasa Indonesia

Jantung Masachika berdetak
kencang pada gerakan menggoda Maria, yang belum pernah Ia lihat sebelumnya.
Masachika tertawa ironis seolah-olah ingin mengelabui dirinya sendiri.

“…Aku tak akan mengatakannya,
kok.  Meski aku memberitahunya, dia
mungkin takkan percaya. Dia takkan pernah percaya kalau kakaknya sendiri
sebenarnya adalah orang dewasa yang serius.”

“Ara~ bukannya itu terlalu
berlebihan? Memang benar kalau aku jauh lebih santai ketimbang Alya-chan, sih.
Ditambah lagi…”

Seraya tersenyum bermasalah,
Maria menatap lurus ke arah Masachika seolah-olah bisa melihat segalanya.

“Bukannya Kuze-kun sama-sama
menyembunyikan sisi seriusnya juga?”

“…”

Ketika Maria mengungkapkan hal
itu, Masachika segera mencoba mengelabuinya … tapi Ia langsung menyadari
kalau upayanya itu sia-sia, dan cuma bisa mengangkat bahunya.

“… Dalam kasusku, aku tidak
mempunyai alasan mulia seperti Masha-san.”

Bukan untuk seseorang. Alasan
mengapa Ia sering bersikap malas-malasan dan main-main ialah untuk melindungi
dirinya sendiri.

“Pada akhirnya, aku masih
kekanak-kanakan”

Tanpa mengharapkan pengertian
Maria, Masachika melontarkan kata-kata di luar konteks dengan cara mencela
dirinya sediri.

Masachika sadar diri dan mengakui
bila dirinya itu brengsek. Namun, Ia masih takut membiarkan orang tahu mengenai
jati dirinya.

Ia terus bermain-main dan
bertingkah bodoh supaya orang lain tidak menyadari sifat brengseknya. Lebih mudah
dianggap sebagai orang bodoh yang malas ketimbang jadi orang brengsek. Ia tidak
pernah menganggap serius siapapun dan tidak pernah membiarkan orang lain
menyentuh lubuk hatinya yang paling dalam.

Begitulah cara Masachika
melindungi harga dirinya yang secuil. Karena Ia selalu hidup dengan cara
seperti itu… orang yang tidak berpura-pura dan menjalani hidup dengan
sungguh-sungguh terlihat sangat menyilaukan. Ia membenci dirinya sendiri karena
tidak bisa hidup dengan cara yang sama seperti mereka.

“… Yah, intinya aku cuma
ingin menjalani hidup dengan santai, jadi aku terus menjaga karakterku yang
tidak serius dan malas supaya tidak ada yang bisa mengandalkanku. Jadi, jangan
khawatirkan hal itu.”

Dan bahkan hari ini pun masih
sama, Ia mengelabui orang-orang di sekitarnya. Masachika takkan membiarkan
orang lain masuk ke dalam lubuk hatinya, Ia takkan membiarkan orang lain
menyadari kebusukannya.

Lagipula, mengapa Ia terus
mengocehkan hal ini? Sampai sekarang, Masachika tidak pernah mengungkapkan
perasaan aslinya kepada siapapun, bahkan dengan keluarganya sekalipun.

(Aneh sekali … Entah kenapa, bila
bersama Masha-san, kewaspadaanku selalu menurun …)

Apa
ini karena perasaan nyaman yang dipancarkannya? Sambil
menyesali bahwa dia telah mengizinkan Senpai yang baru Ia kenal dalam waktu
singkat untuk mengintip perasaannya yang sebenarnya, Masachika tersenyum masam
dan mengalihkan pandangannya.

Mary berjalan tenang mendekati
Masachika dan …  dengan lembut
mengangkat tangannya.

“Yoshi, yoshi”

“Huh!?”

“Kamu sudah melakukan yang terbaik.
Kamu sudah berjuang keras. Semuanya akan baik-baik saja …. Kuze-kun pasti
akan baik-baik saja.”

Maria berkata dengan lembut
sambil mengelus kepala Masachika.

“A-Aku,  tidak…”

Aku
tidak melakukan yang terbaik. Lagipula, Apanya yang baik-baik saja?

Pemikiran tersebut terlintas di
benaknya. Namun, tak satu pun dari pemikiran itu bisa diungkapkan dalam
kata-kata. Yang bisa Masachika lakukan hanyalah menunduk ke bawah.

Dadanya terasa bergetar tak
berdaya dan tak mampu mengucapkan sepatah kata. Sentuhan lembut nan nostalgia
yang anehnya melelehkan hati, yang mana bisa menyebabkan air matanya tumpah
jika Ia tidak hati-hati …… mau tak mau, Masachika tidak punya pilihan
selain mengeratkan giginya dan berusaha menahannya.

“Lagian kamu anak cowok, iya
‘kan~ … yoshi, yoshi”

Maria memandang Masachika
dengan tatapan mata selembut mungkin. Rasanya mirip seperti menghibur anak kecil
yang terluka, atau menenangkan bayi yang merengek.

Setelah beberapa saat, Masachika
menggelengekan kepalanya dengan tidak nyaman. Maria segera merasakan niatnya
dan melepaskan tangannya.

“… Maaf, sampai menghiburku
segala.”

“Tidak masalah~. Karena aku
adalah Senpai dan Kuze-kun ‘kan Kouhai-nya. Fufufu, aku justru merasa sudah melakukan
sesuatu yang sangat mencerminkan seorang Senpai untuk pertama kalinya di OSIS~.
Baik Alya-chan dan Yuki-chan sangat dewasa dan pintar, mereka tidak
membiarkanku melakukan sesuatu seperti seorang Senpai.”

“Haha, benar juga.”

Maria menggembungkan pipinya
tidak puas dengan senyum lembutnya yang biasa. Masachika juga sedikit
tersenyum, merasa berterima kasih atas perhatian Senpai-nya yang sudah bersikap
seperti biasa.

“Yah, aku juga sama … aku
akan berusaha supaya tidak menunjukkan hal semacam ini terus.”

“Ara, masa? Padahal kamu boleh
minta dimanjakan oleh Senpai-mu ini, loh.”

“Tidak, aku juga punya harga
diriku sendiri sebagai seorang cowok … Apalagi, aku merasa tidak enakan pada
pacar Masha-san juga.”

“Hmm… yah, benar sih… tapi
enggak masalah. Ia bukan tipe orang yang langusng marah pada tingkat segini!”

“Haa …”

Masachika mengangguk samar pada
Maria yang membusungkan dadanya dengan bangga. Ia penasaran, apa kata-kata
tersebut bisa dianggap serius….

“…Bagaimana kalau kita pergi
sekarang? Jika kita mengobrol terus, semua orang akan kehausan.”

“Benar juga, ayo”

Mengangguk pada kata-kata Maria,
Masachika mengesampingkan pikirannya tadi dan sekali lagi menuju mesin penjual
otomatis yang berada di lantai pertama. Lalu, setelah membeli minuman untuk
semua orang, mereka berdua membawa kaleng-kaleng minuman itu ke ruang OSIS.

“Ah, akhirnya kembali. Kalian
berdua cukup lama, ya.”

“Yah begitulah …”

“Maaf banget ya ~? Habisnya,
ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Kuze-kun ~”

“Begitukah? Yah enggak masalah.
Kebetulan juga aku baru saja menyelesaikan persiapanku …”

Ketika mereka membuka pintu ke
ruang OSIS, Touya sedang menunggu mereka dengan semacam senyum tak kenal takut
menghiasi wajahnya.

“Persiapan?”

Saat Masachika memiringkan
kepalanya, senyum Touya semakin lebar dan berkata dengan sikap tegas.

“Iya, persiapan untuk permainan
kecerdasan dari tradisi turun-menurun OSIS Akademi Seirei…”

◇◇◇◇

“… Mahyong?”

Di ruangan OSIS, terdapat meja
segi empat lebar yang terlihat seperti bukan pada tempatnya. Apalagi usianya
sudah cukup lapuk. Para gadis-gadis cantik dari anggota OSISS mulai mengelilinginya.
Meja lebar yang sudah terlihat asing, makin terlihat aneh lagi seusai
dikelilingi gadis-gadis cantik.

Touya yang mungkin menyadari hal
itu, tersenyum masam sambil mengaduk batu mahyong.

“Asal kalian tahu, apa yang
kukatakan tadi mengenai bermain mahyong di pesta penyambutan adalah tradisi itu
benar adanya, tau?”

“Haaa… setidaknya aku bisa
memainkannya, tapi apa yang lain bisa bermain mahyong?”

Masachika melihat sekeliling
anggota OSIS perempuan yang ada di sekitarnya, dan mereka semua bereaksi dengan
cara yang berbeda.

“Aku bisa melakukannya, kok. Keluargaku
juga sering memainkannya.” (Chisaki)

“Kalau menyusunnya saja, aku
bisa, kok?” (Alisa)

“Aku juga sama, kalau
menyusunnya saja juga bisa ” (Yuki)

“Maaf, saya tidak memahaminya
…” (Ayano)

“Aku bisa melakukan semuanya”
(Maria)

Anehnya, ada banyak orang yang
bisa memainkannya. Sementara itu, Masachika memikirkan tim seperti apa yang
perlu ikut permainan, sembari memandang busuk adik perempuannya yang merupakan
pemain master Mahyong tingkat-6 di internet, yang mengatakan “Kalau menyusunnya saja, aku juga juga bisa”,
Touya lalu dengan cepat membentuk sebuah tim.

“Baiklah, kalau begitu kita
akan bekerja sama dengan pasangan masing-masing sesuai tradisi. Aku dan Chisaki,
Suou dan Kimishima, Kuze dan Kujou-imouto. Kujou-ane akan sendirian, apa ada
yang keberatan?”

“Tidak sama sekali~ Aku yakin
ini sangat menyenangkan, bukan?”

“Tidak, tidak, Masha, apa kamu yakin
mau memainkannya sendirian?”

“Habisnya, aku cuma tahu aturan
dasarnya saja”

Masachika mengalihkan tatapannya
ke arah Alisa, yang mendecakkan lidah pada tawa lepas Maria saat duduk di
kursinya.

“E~tto, kalau begitu aku akan memberimu
penjelasan singkat sambil memainkannya, dan kamu bisa melihatku dari belakang,
gimana?”

“Mengerti.”

Masachika duduk di kursi yang
berhadapan dengan Touya, sedangkan Ayano duduk di sebelah kanannya. Rupanya,
Yuki berencana untuk melihat-lihat situasinya dulu.

“Lalu, gimana kalau kita mulai
saja sekarang? Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi sebelum sekolah tutup,
jadi kita akan memainkan beberapa ronde permainan. Oh, masih ada satu hal lagi
dan ini juga bagian dari tradisi……”

Setelah jeda sejenak, Touya
tersenyum menyeringai.

“Tim yang memenangkan permainan
boleh memerintah apapun kepada tiga tim yang kalah. Ah, tapi tentu saja,
perintahnya yang dalam batasan wajar, oke?”

“Nanii?!!”

Masachika yang tadinya mengeluh
karena pasangannya masih amatiran,  mengangkat alisnya karena terkejut, tapi tak
disangka-sangka, pemain gadis lainnya tampak sangat antusias.

“Nah gitu dong! Permainannya
jadi lebih menarik jika ada sanksi hukuman seperti itu!”

“Yah, kurasa anggota ini takkan
mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal, jadi oke-oke saja ~”

“Aku juga tidak keberatan”

“Semuanya seperti yang Yuki-sama
inginkan”

Jika ini yang terjadi, kamu
bisa membayangkan bagaimana tanggapan dari pasangan Masachika yang memiliki
semangat tidak mau kalah …

“Aku juga tidak keberatan
dengan itu”

“Bukannya kamu masih pemula
banget, ye …”

Jawabannya sudah seperti yang
Masachika harapkan, tapi saat Ia menoleh ke belakangnya, Ia melihat ekspresi
kuat Alisa seolah-olah dia tidak punya niatan untuk kalah.

(Kenapa dia bisa mempunyai tatapan
membara seperti itu …)

Meski dalam hati menggerutu,
Masachika dengan enggan mengangguk.

“Haa… kalau begitu, aku juga
tidak masalah. Omong-omong, perintah yang dimaksud ialah satu perintah
mewakilkan tim pemenang, dan bukan satu orang satu perintah, ‘kan?”

“Tepat sekali. Yah, jika satu
orang satu perintah, rasanya bakal tidak adil jika semisalnya Kujou-ane yang
memang.”

“Itu juga “semisalnya saja”
iya, ‘kan~.”

Sedari awal, Touya
memperlakukan Maria sebagai tim yang bakalan kalah. Orangnya sendiri cuma
tertawa seolah-olah tidak terlalu memedulikannya.

“Oh iya, Ketua. Bagaimana
dengan rincian aturannya?”

Masachika bertanya sambil
mengumpulkan batu mahyonh, dan Touya menjawab sambil menumpuk batu mahyong
dengan lihai.

“Hmm… benar juga. Mulai dari
30.000 poin, ada dora merah, ada nakitan, ada double trilon, ada juga double
yakuman dan triple yakuman… Yah, yang penting apa saja. Oh, tapi yang Tobi
enggak boleh, ya.”[6]

“Baiklah… aku mengerti.”

“Oke, kalau begitu… Chisaki,
kamu boleh melakukannya duluan!”

““Ehh?””

Chisaki yang tadinya berencana
untuk menjadi penonton saja, mengedipkan matanya dengan ekspresi melongo.
Masachika pun memasang ekspresi yang sama.

“Eh? Bukannya Ketua yang main
duluan?”

“Tenang saja, yang namanya pahlawan
sejati selalu datang terlambat.”

“Ah, begitu ya”

Dan begitu, pertandingan mahyong
akhirnya dimulai …

(Tidak, apa-apaan dengan isi grup ini?!)

Semua pemain yang menghadap
meja semuanya cantik-cantik dan manis kecuali Masachika. Baik yang ada di
hadapannya maupun dari kedua sisi, semuanya sangat menyengarkan mata. Dan di
antara mereka, ada satu cowok mob.

(Kalau semuanya sampai telanjang──)

“Kuze-kun?”

“Etto, mari kita lihat.
Sekarang, Masha dipilih sebagai dealer
dengan dadu, tetapi ketika dealer ini
mendapat poin ekstra untuk Rise, dan
boleh terus menjadi dealer lagi──”

Begitu imajinasi bejat yang
khas wibu terlintas di benaknya, hawa dingin berhembus dari arah belakangnya,
dan Masachika langsung buru-buru mulai menjelaskan.

Sambil berusaha mengabaikan
tatapan dingin dari belakangnya dan seringai yang terlihat dari arah diagonal
kanannya, Masachika terus melanjutkan penjelasannya.

“Yah, pada dasarnya, sepasang
dari batu mahyong yang sama. Selain itu, ada empat set tiga batu yang berurutan
atau tiga batu identik. Jika kamu sudah mempunyai total empat belas batu, maka
kamu bisa melakukan Rise.”

“Maafkan saya. Saya sudah
selesai.”

“Ah, Ayano sudah Rise, ya? Sebutannya Tsumo ketika kamu
mengambil batu pemenang sendiri, dan Ron saat kamu mengambil batu yang dibuang
orang lain.”

Seperti yang diharapkan, Alisa
adalah pembelajar yang cepat dan langsung memahami sebagian besar aturan pada
ronde keempat.

“Apa maksudnya dari akhir
Tobi?”

“Itu maksudnya, Tobi yang
tongkat poinnya hilang. Ada aturan bahwa permainan berakhir ketika seseorang
menapai keadaan itu, tetapi permainan kali ini tidak demikian. Syukur banget,
iya ‘kan! Kita bisa memainkannya sampai akhir, bahkan dalam keadaan terlilit
hutang!”

“… Apa itu hal yang bagus?”

“Yah, jika kamu berpikir kalau
ada kesempatan untuk membalikkan keadaan sampai akhir … Di sisi lain, jika
ini judi mahyong, ada risiko bakalan terjerumus lilitan hutang.”

“Judi mahyong … apa kamu
pernah melakukannya?”

“Oh, itu Pon”

“Kuze-kun?”

Pada akhirnya, di akhir ronde
keempat, Masachika digantikan oleh Alisa. Dalam empat ronde terakhir, Ayano dan
Chisaki masing-masing naik dua kali, dan urutan poinnya ialah: Ayano, Chisaki,
Masachika, dan Maria.

(Ayano bermain aman, sederhana dan
lumayan mahir. Sarashina-senpai tipikal orang bermain buru-buru. Sedangkan
Masha-san … apa dia benar-benar mengerti aturannya?)

Saat permainan berlangsung,
Masachika sesekali memberi saran kepada Alisa, tapi aliran dan momentum
permainan cenderung condong pada Chisaki dan Ayano yang bersaing satu sama lain
untuk meraih kemenangan. Begitu permainan memasuki babak kedua South Field, Chisaki bertukar tempat
dengan Touya dan Ayano digantikan oleh Yuki.

Segera setelah bertukar tempat,
Yuki langsung melakukan Rise, dan
ketika peran dealer beralih ke Touya,
Touya langsung Rise tiga kali
berturut-turut. Sembari melihat jalannya permainan dari belakang Alisa,
Masachika berpikir, Ketua… kamu
benar-benar mempermainkan mereka.

(Begitu rupanya, … jadi ini yang
dimaksud semuanya diperbolehkan. Yang artinya, bermain curang juga boleh, ya.)

Masachika melihat bahwa apa
yang dilakukan Touya ialah memuat dan menukar Tsumo. Ia mengisi tumpukan di
depannya dengan batu mahyong yang dibutuhkan dan menukarnya dengan batu
Tsumo-nya sesuai kebutuhan.

“Ups, Tsumo lagi.”

“Touya, kamu hebat sekali!”

“Hahaha, inilah yang disebut
sebagai martabat seorang Ketua.”

Touya menerima pujian Chisaki
dengan senum cerah. Tetapi, jika dilihat baik-baik, ada sedikit ekspresi
mendung di wajahnya. Ada perasaan bersalah yang mengganjal hatinya.

(Oh, jadi Sarashina-senpai tidak
menyadarinya, ya. Itu sebabnya, Ia bisa bermain curang sampai tidak ketahuan
bahkan jika dilihat dari belakang.)

Ketika Masachika merasa yakin, Touya
juga merasakan kalau Masachika sudah mengetahui perbuatan curangnya.

(Jadi kamu menyadarinya, ya … Kuze.
Hebat sekali. Meski rasanya sedikit mengejutkan kalau Suou juga ikut
menyadarinya … Jangan membenciku karena ini, hal ini juga merupakan tradisi
lain dari OSIS)

Ya, tepat sekali. Inilah yang
menjadi tradisi sebenarnya dari OSIS Akademi Seirei.

Pada pesta penyambutan anggota
OSIS anak kelas satu, Ketua dan Wakil Ketua akan membabak belur para anak kelas
satu dalam permainan mahyong yang penuh kecurangan. Dengan begitu, para Senpai
yang sudah berpengalaman akan mengajarkan pada mereka bahwa “Kalau tidak bisa melakukan ini, kamu takkan
bisa memenangkan pemilihan kursi Ketua OSIS!”…. Singkatnya, ini bukanlah
tradisi melainkan ajang balas dendam.

(Huhuhu… tahun lalu aku diberitahu
kalau “Ini juga bagian dari pembelajaran”, dan dipaksa berkeliling sekolah
sepuluh kali setiap selesai kegiatan OSIS selama sebulan …)

Touya tersenyum muram saat
mengingat masa lalu, ketika Ia dibuat babak belur karena curang dan diberi
perintah yang akan membuat PTA[7] kalang kabut. Berkat itu, Ia kehilangan berat
badannya, tapi hal itu juga membuatnya punya nyali dan rajin berolahraga,
tetapi…. Masalah itu ya masalah itu, dan sangat berbeda dengan situasi sekarang.

Ketua dan Wakil Ketua OSIS
tahun lalu  menemani Touya dalam
menjalani perintah lari mengelilingi sekolah meskipun mereka menyebutnya “Belajar,” dan ketika Touya berhasil
melewati bulan itu, mereka berkata, “Kamu
sudah melakukan yang terbaik,” dan membuatnya sedikit menangis, tapi cuma
itu saja. Mereka benar-benar Senpai yang baik, ya, dasar kampret!

(Tolong awasi aku dengan baik, Ketua,
Wakil Ketua … Karena aku sudah mengambil alih kepemimpinan, aku akan
menunjukkan teknik yang aku warisi dari kalian berdua…. Aku akan menunjukkan
kepada para Kouhai ini mengenai kehebatan dari Ketua OSIS!)

Dengan semangat yang aneh, Touya
mengincar Rise kelima berturut-turut,
tapi…

“Ah, Ro, Ron!”

Alisa menyatakan “Ron”  dengan cara kikuk pada batu yang dibuang
Yuki.

“Ara … etto, karena ini
Richi-dora, jadi totalnya 2.600 poin?”

Ketika Yuki menghitung skornya,
Alisa tersenyum, meski sedikit kecewa karena skornya lebih rendah dari yang dia
harapkan.

“Fufu, kuharap ini bisa
membalas sedikit atas kekalahan poker tadi?”

“Iya, kali ini aku kalah.”

Yuki mengangkat alisnya dan
tertawa sambil mengacungkan tongkat poin, Alisa menoleh ke belakang menatap
Masachika dengan senyum puas di wajahnya.

“Oh… Selamat atas ‘Rise’ pertamamu”

“Terima kasih”

Menanggapi pujian Masachika, Alisa
menyisir rambutnya dengan suasana hati yang baik. ………

(Alya … Tadi itu cuma taktik dari Yuki,
tau?)

Masachika yang sudah tahu
segalanya, menatap Alisa dengan senyum tipis.

Tidak, bukan hanya Masachika.
Semua orang, kecuali Alisa dan Maria, sebenarnya merasakan hal yang sama.

Yuki telah membaca sepenuhnya
batu mahyong Alisa dan mengetahui kalau dia memiliki susunan yang jelek, jadi
dia dengan sengaja membuang batu ke Alisa untuk menghentikan momentum Touya. Satu-satunya
yang belum menyadarinya cuma Kujou bersaudari yang masih pemula.

“Selamat ya, Alya-chan”

“Terima kasih. Masha juga,
lakukan yang terbaik, ya?”

Tapi tidak ada yang mengatakan
apa-apa di hadapan Alisa, yang tersenyum puas pada kakaknya, yang belum
mencetak skor sedikit pun.

Touya dan Chisaki tersenyum
tipis, Yuki dengan senyumannya yang biasa, dan Ayano bertepuk tangan tanpa
ekspresi. Ruangan OSIS Seirei Gakuen merupakan tempat yang lembut.

“Hmm, kalau begitu mari kita
lanjutkan”

Touya mulai mengumpulkan dan
mencampur batu, lalu melanjutkan permainan mahyong.

Permainan Yuki yang bagus menghentikan
momentum Touya, tetapi Maria sudah benar-benar dalam kondisi genting pada tahap
ini. Touya memiliki keunggulan besar atas Yuki yang menduduki tempat kedua dan
Alisa yang ada di tempat ketiga.

(Fumu… mending sampai sini aja kali ya.
Jika aku terlalu sering melakukannya, para anggota lain akan curiga, dan aku
perlu membuang beberapa batu supaya tidak menimbulkan kecurigaan.)

Pada detik ini, Touya merasa yakin
kalau dirinya akan menang, tapi … pemikiran tersebut sangatlah naif.

“Alya, bisakah kita tukeran tempat
sebentar?”

“Eh? Tapi…”

“Tidak, aku belum pernah
mendapatkan poin. Padahal kamu seorang pemula, tapi sudah bisa mendapatkan
poin, sedangkan aku masih belum dapat, rasanya kurang gimana~ gitu … boleh
ya? Ayolah.”

“Begitu? Apa boleh buat.”

“Terima kasih”

Alisa dalam suasana hati yang
baik setelah puas membalas dendam pada Yuki, dan Masachika mengambil alih tempat
duduknya lagi. Lalu, Ia bertukar pandang dengan Yuki yang ada di sebelahnya.

Ya … Touya sangat
meremehkannya. Keseriusan dari kakak beradik otaku ini. Dan Touya baru menyadari
hal itu dua menit kemudian.

“Ah, maafkan aku, Ketua.
Tanganku terselip.”

“Apa?”

“Ron. Double dealer, jadi
totalnya 24.000 poin.”

Dua ronde kemudian, Touya yang
mempunyai batu mahyong biasa tak bisa berkutik pada kombinasi Yuki. Pada titik
ini, Touya masih menganggap kalau itu kebetulan, tapi ketika Masachika
melakukan ‘Rise’ berikutnya, Ia menyadari
kalau ini bukan cuma kebetulan belaka.

“Oh, ini Tsumo.”

“Haa?”

Dua menit kemudian, kali ini
Touya bahkan tidak bisa mendapatkan Tsumo sekali pun.

“Chiho, jadi poinnya 32.000,
ya.”

“Wow, Masachika-kun, luar biasa
sekali!”

“Ara, kamu sudah melakukan ‘rise’?”

“Ehh!? Chiho!?”

“Selamat, Masachika-sama”

“Uhmm…?”

Saat para wanita bereaksi
dengan cara yang berbeda, Touya bertukar pandang dengan Masachika yang ada di
depannya.

『Kuh… berani juga kamu ya, Kuze』

『huhuhu… kamu salah mencari lawan kalau mau
bermain curang, Ketua. 』

Masachika membalas dengan
senyum tak kenal takut kepada Touya yang tersenyum kaku.

Ya, tak perlu dikatakan lagi,
Ia juga bermain curang. “Wow,
Masachika-kun hebat banget!” meski mereka memujinya seperti itu, tapi kemenangannya
ini ada campur tangan Yuki juga.

(Sebagai otaku, tentu saja aku sudah
menguasai teknik curang dan manipulasi dadu, tau!!)

Masachika meneriakkan sesuatu
di otaknya yang kemungkinan besar akan mendapat banyak kritikan dari para otaku
di seluruh Jepang. Namun, kakak beradik ini benar-benar sudah menguasai teknik
curang tingkat tinggi. Ia bisa mendapatkan nomor apa saja di dadu sesuai
keinginannya. Omong-omong, Master dalam kecurangan adalah kakek dari pihak ayah
mereka.

『Jika kami berdua bekerja sama, kami mampu
melakukan hal semacam ini dengan gampang, loh. Sayang sekali, ya, Ketua 』

『Kuh… 』

Touya menyipitkan matanya
dengant frustrasi saat jarak besar di antara mereka langsung tersaingi dalam
beberapa menit. Sedangkan d sisi lain, Masachika membalas dengan senyum lebar.

『Jangan khawatir, Ketua. Di ronde terakhir ini,
aku akan melakukannya tanpa kecurangan. 』

『Apa……? Jangan bilang…』

Touya terkejut pada pesan
tersirat yang disampaikan Masachika melalui kontak matanya. Dengan skor
Masachika dan Yuki yang hampir menyusulnya, skor mereka bertiga hampir sama,
kecuali Maria yang masih terjebak di posisi bawah. Siapapun yang mampu mencetak
poin terbanyak dalam ronde terakhir ini bisa memenangkan hadiah utama.

『Kita berdua sama-sama tidak ingin pasangan kita
mengetahui kalau kita bermain curang, ‘kan? Bagaimana kalau kita bermain serius
untuk terakhir kalinya? 』

『… Hah, baiklah, aku terima tantanganmu. Dengan
kemampuanku, biar aku tunjukkan kehebatan dari Ketua OSIS! 』

Mereka berdua saling bertukar
senyum jantan dan memutuskan untuk bermain dengan serius tanpa menggunakan trik
apa pun.

『Ayo──』

『Dengan serius 』

『『Bertanding! 』』

Dan pertempuran terakhir dari nasib mereka pun dimulai──

“Araa? Aku ingin tahu apa ini
bisa disebut ‘Rise’.”

““Ehh?””

Kedua cowok itu menoleh dengan
wajah melongo ke arah sumber suara yang penuh kebingungan dari arah yang tidak
terduga.

Dan saat mereka susunan batu
mahyong punya Maria, mereka langsung saling bertukar pandang.

“Ketua……”

“Ya……”

“Maksud dari yang penting apa
saja, berarti ini juga …”

“……Iya”

“Masha, i-itu …”

“Chisaki-chan? Eh, kalian semua
kenapa?”

Chisaki memasang ekspresi tak
percaya di wajahnya, dan bahkan Ayano membuka lebar matanya, sementara Yuki
membuka mulutnya dengan senyum kaku menghiasi wajahnya.

“Empat jenis dari yakuman,
Daisangen, Tsuiso…”

“Oh, ada empat jenis, ya~.
Etto, Mangan, mungkin sekitar 8.000
poin?”

“Itu yakuman empat kali lipat,
jadi totalnya 128.000 poin!!”

Saat Masachika berteriak putus
asa, Touya yang tampaknya mulai tersadar dari keterkejutannya, bergumam dengan
senyum getir.

“Untuk apa pertempuran sengit
tadi …”

“Betul sekali !?”

Pada akhirnya, berkat
pembalikan situasi ajaib Maria, hasil akhirnya adalah Maria menduduki posisi
pertama, pasangan Yuki-Ayano di tempat kedua, dan pasangan Touya-Chisaki berada
di tempat ketiga. Sedangkan pasangan Masachika-Alisa, jatuh ke peringkat
terbawah karena mendapat peran dealer.

Dan sebagai hadiah utamanya,
Maria diberi hak untuk memerintah apa saja kepada enam pecundang …..

“Hmm~… perintah, ya~…”

Maria melihat sekeliling
ruangan sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya … Saat dia melihat tas
kecil berisi cemilan dan pita yang dibagikan saat pesta penyambutan, ekspresi
wajahnya langsung berubah “Aha~”
seolah-olah dia baru saja memikirkan sesuatu. Masachika mendapat firasat buruk
mengenai ini. Dan firasat buruknya memang tepat sasaran.

——— Beberapa menit kemudian.

“Kyaa~ imut banget~!”

Di dalam ruangan OSIS, Maria
memasang ekspresi dengan senyum yang meleleh. Lalu di sana ada para gadis yang
tampak sedikit malu, dan dua cowok yang gemetaran karena harus menanggung malu.

“Ketua……”

“Kuze, mending jangan bilang
apa-apa …”

Perintah yang dititahkan Maria
ialah “semua orang harus memakai pita
sampai waktunya pulang”.

Maria memakaikan langsung
pitanya pada mereka. Buat golongan gadis-gadis masih mending. Pita tersebut
cuma terkesan seperti riasan untuk mereka. Terutama pada Chisaki, yang biasanya
tidak terlihat modis, mempunyai penampilan yang cukup menawan sampai-sampai
bila ada siswi yang melihatnya, mereka akan berteriak kegirangan. Masalahnya
justru terletak pada … Masachika yang berwajah mob dan Touya yang berbadan
besar serta berwajah tua.

“Sanksi permainan macam apa ini
…”

“Kamu masih mendingan … coba
lihat aku. Ini cuma menjadi tragedi.”

“Aku tahu betul, Ketua. Jika
orang yang biasanya populer melakukan sesuatu yang aneh, kebanyakan orang akan
berkomentar positif “Jadi dia punya sisi
yang begitu juga ya”, tapi jika murid mob sepertiku melakukan hal yang
sama, aku bakalan mendapat kritikan pedas seperti, “Tuh cowok masih waras?” semacam itu.”

Saat mereka berdua saling
memandang meratapi nasib mereka yang menyedihkan, para gadis mulai mendekati
mereka.

“Pft-, bu-bukannya … itu
bagus? Ak-Aku pikir itu sangat cocok buat kalian, kok?”

“Sarashina-senpai… Itu bahkan
membuatku lebih menyedihkan saat mendengarmu mengatakan itu sambil hampir
menertawakanku.”

“Tidak, tidak, seriusan, itu
sangat cocok untukmu, kok? Masachika-kun”

“Tapi matamu tampak tertawa
loh, Yuki-san.”

“Itu sama sekali tidak benar,
kok? Iya ‘kan, Ayano?”

“Ya, pita itu sangat cocok
untuk Anda.”

“Seriusan, apa-apaan dengan
tatapanmu yang mendung begitu?”

“Kuze-kun…”

“Alya…”

Alisa memanggilnya dengan
ekspresi rumit menghias wajahnya, tapi begitu Masachika berbalik, dia membuka
matanya lebar-lebar dan langsung memalingkan wajahnya, sambil berusaha keras
menahan tawa.

“Oi, coba bilang sesuatu
napa!?”

“Ku-Kupikir itu sangat bagus.
Ka-Kamu kelihatan imut, kok.”

“Kalau mau ketawa mending
ketawa saja! Jangan sampai ditahan-tahan segala!”

“Ahahahahahaha”

“Yukiii! Kalau kamu jangan
ketawaaaaa!”

Masachika memelototi Yuki yang
tertawa bahagia sambil mempertahankan mode Ojou-sama. Namun, dia langsung
menyerah ketika melihat Chisaki mulai tertawa terbahak-bahak, dan bahkan bahu Alisa
mulai bergetar saat dia berbalik untuk tertawa.

“Ketua, Kuze-kun, ayo lihat ke
sini ~”

“Ja, Jangan bilang kalau kamu
mau mengambil foto juga!?”

“Tepat sekali ~? Sekalian buat
kenang-kenangan.”

Wajah Masachika berkedut kaku
saat mendengar bisikan Touya.

“(Menyerahlah, Kuze. Kita yang
sudah kalah meski menggunakan kecurangan, tidak punya hak untuk menolak)”

“Kuh, bunuh saja aku!”

Masachika, dengan ekspresi
penuh kepahitan, melontarkan kalimat seperti ksatria wanita yang ditangkap oleh
musuh.

Setelah itu, gelak tawa dari
gadis-gadis terus bergema di ruang OSIS sampai guru yang berpatroli datang
untuk mengumumkan waktu penutupan.

[1] Dialek Kansai merupakan dialek yang unik dan cocok banget buat bagian komedi. Beberapa karakter anime yang memakai dialek kansai seperti Onizuka Hime (Sket Dance), Hattori Heiji (D.Conan), dan lain sebagainya. Yang sering nonton anime pasti tau uniknya dialek ini. Dan entah kenapa mimin ngerasa kalau dialek Kansai dan dialek Betawi sangat pas kalau buat adegan komedi :v

[2] Di raw-nya komu-sho, yang artinya orang yang tak mampu berkomunikasi atau bersosialisasi. Yup seperti di anime Komi-san wa Komu-sho desu

[3] Kanji time!! Sebenarnya apa yang Touya katakan mengandung kotowaza atau permainan kata-kata. Si Masachika mengatakan Kengou (剣豪) yang artinya pendekar pedang. Tapi kalimat yang Touya katakan mempunyai 2 kata Kengou. Paruh kalimat pertama: Kengou ((剣豪); pendekar pedang, dan paruh kalimat kedua Kengou (拳豪) yang artinya kepalan tangan atau tinju. Kalau di Indonesia sih namanya homofon : dua kata yang bunyi atau pengucapannya sama, tapi tulisannya berbeda. Contohnya kata Bank (tempat simpan pinjam uang) dengan Bang (panggilan untuk orang yang lebih tua, khususnya laki-laki). Entah perbandingan ini bener atau kagak, tapi itulah yang mimin tau. Coret-coret di kolom komentar kalau kalian punya pendapat lain

[4] Kunoichi adalah sebutan bagi ninja yang berjenis kelamin perempuan

[5] Pangeran Shōtoku (聖徳太子 Shōtoku Taishi) (7 Februari 574 – 8 April 622) adalah nama yang diberikan orang kepada negarawan Jepang yang hidup pada zaman Asuka, dari masa pemerintahan Kaisar Bidatsu hingga Kaisar Suiko. Nama aslinya adalah Pangeran Umayado. Legenda bertelinga tajam :Pada suatu waktu, Pangeran Umayado menerima kelompok orang yang masing-masing ingin menyampaikan petisinya. Sepuluh orang secara sekaligus berbicara secara bersamaan. Semua pernyataan yang diungkapkan masing-masing orang bisa dipahami pangeran tanpa ada sepatah kata pun yang terlewat. Jawaban yang diberikan pangeran pun sangat memuaskan. Sejak itu pangeran diberi julukan Toyosatomimi (bertelinga tajam). Kisah lain mengatakan kesepuluh orang tersebut menemui pangeran satu demi satu. Jawaban diberikan setelah mendengarkan semua petisi didengarkan. Legenda ini ingin menunjukkan ketajaman ingatan Pangeran Shōtoku. Sumber : Wikipedia Indonesia

[6] Mimin gak ngerti sama istilah permainan Mahyong, euy

[7] PTA = Parent-Teacher Association atau Asosiasi Wali Murid dan Guru, ialah Organisasi orang tua, guru, dan staf yang dirancang untuk memfasilitasi peran serta orang tua di sekolah


The Neighboring Aarya-san who Sometimes Acts Affectionate and Murmuring in Russian Bahasa Indonesia

The Neighboring Aarya-san who Sometimes Acts Affectionate and Murmuring in Russian Bahasa Indonesia

Alya-san, who sits besides me and sometimes murmurs affectionately in Russian., Roshidere, Tokidoki Bosotto Roshia-go de Dereru Tonari no Alya-san, ロシデレ, 時々ボソッとロシア語でデレる隣のアーリャさん
Score 8.8
Status: Ongoing Tipe: Author: , Artist: , Dirilis: 2021 Native Language: Japanese
Ikuti kisah Gadis cantik blasteran Jepang-Rusia yang sempurna dengan watak jutek, Alisa “Alya” Mikhailovna Kujo, dan Cowok SMA biasa yang tak berprestasi, Masachika Kuze. Meski dari luar terlihat judes, dia mengungkapkan cintanya dalam bahasa yang menurutnya takkan dimengerti oleh siapa-siapa… Namun, dia tidak tahu kalau Kuze sangat memahami dengan apa yang dia katakan! Nikmati kisah cinta yang konyol antara Putri Salju dan Mr.Worldwide ini!

Komentar

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset